Trak. Trak. Trak.
Dave memainkan jemarinya di atas meja, mengetuk-ngetuk dengan segala rasa resah di dalam dadanya.
“Kau yakin dia ke pasar?” tanyanya lagi pada Catherine dan Susan. Kedua gadis itu juga akhirnya ikutan resah.
Sudah 2 jam berlalu dan Esme masih belum muncul. Sudah beberapa kali Dave menelpon ponselnya, tetapi tidak aktif. Telah beberapa kalimat dia bisikkan untuk menenangkan dirinya sendiri, tapi tak kunjung berhasil. Esme tak juga pulang dan menampakkan dirinya di sini.
Lalu, ke mana dia?
“Ck! Ke mana dia, ya? Kalau hanya ke pasar, kenapa selama ini? Dan kenapa pula ponsel tidak aktif. Dasar aneh!” Catherine mencela Esme dengan raut wajah kesal. Terlebih lagi dalam satu jam toko sudah harus dibuka. Bagaiaman dia bisa menjalankan toko seorang diri jika selama ini dia hanya bertugas sebagai kasir dan hanya bermain ponsel di saat-saat tak ada pelanggan yang perlu membayar?
Cartherine menghe
Saat Darren menarik tubuh Esme masuk ke dalam pelukannya saja Esme sudah membelalak lebar. Isak tangisnya tertahan di tenggorokannya akibat terkejut dengan apa yang dilakukan Darren padanya. Dan sekarang, pria itu malah mencari wajahnya dan menempelkan bibirnya di bibir Esme. Kehangatan merambat dan menggetarkan hati Esme, juga pembuluh darahnya.Denyut nadinya berdetak semakin kencang. Jantungnya berdegup semakin tak karuan menerima kehangatan dan kelembutan bibir Darren. Dan saat bibir itu bergerak melumat bibirnya, Esme hanya mampu memejamkan kedua matanya dan ikut menyecap apa yang diberikan Darren.Mereka berdua saling menyecap, melumat, dan saling membelai dengan tautan lidah dan bibir mereka. Terlebih lagi Darren, dia memperdalam ciumannya dan membuat Esme hanya mampu menerima tanpa mengelak sedikitpun. Bahkan saat pintu ruang rawat ESme diketuk, pertautan mereka terlepas dengan napas kedua nya yang saling memburu, berusaha mengisi paru mereka deng
“Ini kamarnya. Silakan,” kata perawat yang menunjukkan ruangan tempat Esme dirawat.Pintu dibukanya, dan tampaklah Esme yang sedang berbaring dengan lengan diinfus.“Esme!” seru Dave dan Enrique bersamaan. Mereka langsung mengerumuni Esme yang terbaring. “Kau tidak apa-apa?”“Aku tidak apa-apa. Aku baik,” jawab Esme sembari tersenyum dan berusaha untuk duduk.Enrique langsung menahannya, “Ah, biar saja, kau berbaring saja. Aku tidak mau kau kesakitan.”Esme tersenyum. “Tidak sakit. Tidak lagi.”“Tadi sakit?” tanya Dave dengan menatap Esme tanpa kedip. Dia duduk di kursi di samping ranjang Esme.Gadis itu menatap kursi itu, kemudian menatap Dave. Darren duduk di kursi itu, tadi. Namun sekarang, Dave yang duduk di sana. Apakah ini berarti kehadiran Darren memang tidak akan nyata di hidupnya?“Hei, Esme. Kenapa kau bisa sampai dic
Brakk!!! Inspektur Paul Warmer melempar buku tebal di tangannya ke atas meja. Ditatapnya semua agent yang hadir di hadapannya saat ini dengan garang. “Bagaimana mungkin kapal yang digunakannya untuk menculik itu tidak ada isi sama sekali?!” tanyanya dengan kemarahan yang menyembur-nyembur. Pria itu teramat kesal. Di saat target mereka akhirnya bisa tertangkap, ternyata tidak ada bukti yang bisa memberatkan target untuk dihukum sesuai kejahatan bisnisnya. Semua Agent terdiam, termasuk Darren. Darren sendiri merasa kecewa dengan apa yang mereka temui di sana. Tidak ada bukti satu pun yang bisa menjerat Nicky atas bisnis prostitusi di bawah umur yang dipraktekkannya. Penyelamatannya pada Esme hanya akan menjerat pria itu atas upaya penculikan dan pemerkosaan. Itu saja! Akan tetapi, sangat salah rasanya jika Darren merasa kecewa. Baginya, keselamatan Esme lebih berarti dari apapun juga. Dia tidak akan menukarnya dengan kesempatan menangkap
“Kau sudah mau pulang?” tanya Darren pada Esme setelah Catherine memilih angkat kaki dari ruangan itu.“Apa sudah boleh?” Esme balik bertanya. Kedua mata gadis itu yang sangat cantik terlihat semakin cantik karena berbinar-binar. Terlebih lagi ada rona merah yang merekah samar di kedua pipinya, membuat gadis itu terlihat begitu menggemaskan.Esme adalah gadis pertama yang mampu membuat Darren berpikir seperti ini. Selama ini, baginya setiap wanita adalah sama. Maka dari itu, tak ada yang istimewa di matanya. Sampai dia melihat Esme yang begitu polos, begitu apa adanya. Kepolosan yang rapuh sekaligus menggemaskan. Perasaan heroic dalam diri Darren begitu menggebu jika sudah menghadapi kepolosan Esme.Dengan menyunggingkan senyum yang samar, Darren berkata lagi, “Boleh. Asalkan kau bersamaku.”Rona merah itu merekah lagi di pipi Esme, membuatnya semakin bersinar, semakin cantik, dan semakin menggemaskan. Dar
“Aku akan selalu melindungimu,” bisik Darren lembut. “Selalu.”Seiring bisikan lembut Darren padanya, kecupan lembut nan hangat hadir di bibir Esme. Meski gadis itu tak sempat memperkirakannya sebelumnya, Esme menikmatinya. Kedua matanya terpejam seraya syaraf-syaraf bibirnya menikmati lumatan bibir Darren yang begitu membuai.Mereka tak lagi mengingat di mana mereka berada saat ini. Dan saat akhirnya bibir mereka kembali berpisah, hanya tinggal tatapan lembut yang saling mengikat mereka satu sama lain. ***“Kau yakin kau yang memasaknya?” tanya Esme seraya meletakkan bahan-bahan mentah hasil belanjaan mereka di kitchen table apartemen Darren.Selepas berbelanja bahan-bahan mentah tadi, Darren mengundangnya singgah dan makan di apartemennya. Esme yang tadinya ragu-ragu. Tetapi, Darren mengin
Esme menatap sajian Poblano peppers yang ditatanya rapi di atas meja. Total semua ada sepuluh porsi. Dari aromanya saja Esme sudah tak sabar untuk menikmatinya. Dia sungguh tak menyangka jika Darren bisa memasak. Pria itu sungguh penuh kejutan.Sembari menunggu Darren selesai mandi, Esme memutuskan untuk memfoto Poblano Peppers yang telah berhasil mereka buat. Dia mengeluarkan ponsel dan saat akan membuka ponsel, terlihat chat dari Dave: Aku akan ke rumah sakit jam 6 nanti. Just wait, Baby. Miss you so much.Esme mengernyit membaca pesan itu. Sedari siang saat Darren menjemputnya di rumah sakit, tak sedetik pun dia mengingat tentang Dave. Dan sekarang, dia malah berada di apartemen Darren, menunggu pria itu selesai mandi untuk makan malam bersama.Rasa bersalah langsung menghimpitnya. Kekasih macam apa dia sehingga tega berbuat begitu?Esme tak jadi mengabadikan Poblano Peppers mereka. Dia memasukkan ponselnya dan tiba-tiba suara dehaman baritone menarik
Aku hanya ingin memelukmu begini. Karena setelah ini, kau akan pulang ke rumahmu. Dan kau akan bersama pria itu lagi.” Butuh beberapa detik bagi Esme untuk mengerti arah pembicaraan Darren. Gadis itu terdiam mencerna kata-kata Darren. Kenapa pria itu mengatakan hal begitu padanya? Jika memang Darren menginginkan kebersamaan mereka, jika memang Darren serius menginginkannya, kenapa dia masih berpikiran Esme akan kembali pada Dave. Lalu, apa arti segala ciuman mereka tadi? “Apa maksudmu, Darren? Apakah kita-“ Esme tak sanggup melanjutkan kata-katanya. Rasa sesak mencekal tenggorokannya. Lagipula, jika dia menanyakannya akan terdengar seperti dia yang merengek pada Darren agar mereka menjadi sepasang kekasih. Tidak! Dia tidak mau seperti itu! dia ingin Darren lah yang memintanya, bukan sebaliknya. Seakan belum cukup, saat Esme masih gelisah dengan segala pemikirannya itu, tiba-tiba bel pintu terdengar merusak medan magnet yang merekatkan m
Esme masih berdiri di lobby apartemen Darren menatap punggung pria itu yang berlari ke atas menuju unitnya. Darren menyuruhnya menunggu di bawah, sementara dia ke atas mengambil kunci mobil.Esme termenung menatap pintu gedung apartemen. Dia bimbang, haruskah dia menunggu Darren? Tapi, yang benar saja! Pria itu didatangi teman wanitanya untuk memasak bersama. Meskipun Darren bilang Trisha hanyalah rekan kerjanya, tapi mereka sedekat itu. Entah sudah seberapa sering mereka memasak bersama. Setelah memasak, mereka akan makan bersama. Dan siapa yang tahu kejadian tadi saat dia bersama Darren tidak terjadi juga pada Trisha?Tapi jika dia pulang sendiri sekarang, selain takut dan masih trauma, dia juga masih ingin mendengarkan penjelasan Darren lebih jauh lagi. Apa maksud ciuman dan kata-kata mesranya sedari tadi?Merasa bimbang, Esme melangkahkan kaki keluar dari gedung apartemen. Mungkin angin bisa membantunya memutuskan. Dia menunggu sesaat lagi agar