Yu Lai serta Biksu Tat Mo saking terkejut melihat raut wajah merah yang selama 10 tahun kebelakang menjadi momok menakutkan di dunia persilatan, sampai lupa untuk mengejar Thian Sin yang melarikan diri, padahal jika saat itu Thian Sin di serang, ia pasti kalah.
Dada Thian Sin terasa sesak setelah menerima pukulan Tat Mo, itu sebabnya sambil menahan rasa sakit di dada Thian Sin langsung pergi meninggalkan Bu Koan.Setelah mengganti pakaian serta sedikit membersihkan noda darah di bibir, Thian Sin kembali ke rumah Kin Tho.Suasana di rumah sang Pangcu langsung ramai, ketika Thian Sin hendak masuk dari sisi rumah terdengar suara A Gu.“Darimana saja kau? Tanya A Gu.“Dari belakang, Suheng! Perut ku tidak bisa di ajak kompromi, baru makan yang enak enak sudah minta di keluarkan lagi,” jawab Thian Sin sambil balik bertanya.“Ada apa, kenapa semuanya meninggalkan Bu Koan, apa acaranya sudah selesai?“Guru serta Yu Lai Taihiap dan biksu Tat Mo sedang berunding di dalam, membahas musuh yang baru saja pergi,” jawab A Gu.“Musuh,” ucap Thian Sin San lanjut berkata.“Pengacau! Berani sekali ada orang yang mengacau di sungai panjang, apa orangnya sudah tertangkap? Tanya Thian Sin.“Itu sebabnya guru sedang berunding, musuh sudah pergi setelah membunuh wakil dari lembah pedang,” jawab A Gu.“Kenapa Yu Lai Taihiap dan Biksu Tat Mo diam saja, kalau salah satu diantara mereka ada yang turun tangan, bukankah masalahnya akan cepat beres,” balas Thian Sin.“Kalau yang mengacau orang biasa, mungkin perkataanmu benar, kali ini yang datang mengacau adalah Ang Bin Moko,” bisik A Gu yang tidak mau perkataan nya di dengar orang.“Tidak mungkin….tidak mungkin! Bukankah guru waktu itu pernah cerita kalau Ang Bin Moko sudah tewas oleh ke empat rasul langit,” balas Thian Sin.“Sute memang benar, orang yang sudah mati tidak akan hidup kembali, tetapi melihat kegugupan Yu Lai Taihiap serta Biksu Tat Mo, aku yakin orang tadi adalah Ang Bin Moko.“Sute….Suheng! Terdengar teriakan seorang gadis.Thian Sin melihat Kin Bwe bersama Yu Kang datang mendekat.“Kalian kemana saja sih? Sampai pusing aku mencari kalian,” Kin Bwe berkata sambil cemberut.“Di Bu Koan,” A Gu yang menjawab.“Oh Iya Kong Cu! Ini adalah Suheng dan Sute ku,” Kin Bwe berkata kepada Yu Kang.“Panggil saja Yu Kang, tidak usah Kongcu,” ucap Yu Kang sambil tersenyum.Raut wajah Kin Bwe berubah dan bergerak mendekati Thian Sin, kemudian jari Kin Bwe mengusap bibir Thian Sin.“Sute! Kenapa bibirmu berdarah? Tanya Kin Bwe.“Apa darah dari mulut tidak tercuci semua,” batin Thian Sin mendengar pertanyaan Kin Bwe.“Tidak….tidak apa-apa,” jawab Thian Sin.“Tadi….tadi ketika aku mau buang air besar, karena terburu buru daguku terpentok pintu,” lanjut perkataan Thian Sin.“Sudah ku bilang berapa kali belajar tenaga dalam agar tidak terluka, Sute tidak mau menurut,” balas Kin Bwe.“Tidak belajar silat! Kenapa adik Kin memanggilnya Sute? Tanya Yu Kang.Yu Kang cemburu melihat Kin Bwe memperhatikan Thian Sin.“Sute hanya belajar teori silat dari ayah, tetapi tidak mau belajar tenaga dalam,” jawab Kin Bwe.“Sudahlah Suci! Aku tidak apa-apa.“Aku mau pulang dulu! Bantu kakek buat perahu,” ucap Thian Sin.Tanpa menunggu balasan dari Kin Bwe, Thian Sin langsung melangkah pergi.“Cih! Selalu saja seperti itu,” ucap Kin Bwe sambil cemberut melihat Thian Sin pergi.Sesampainya di rumah, Kakek Hay sudah duduk menunggu di ruang tengah, melihat Thian Sin datang sang kakek menatap tajam.“Darimana kau? Tanya Kakek Hay.“Melihat pibu,” jawab Thian Sin.“Kakek juga di sana tetapi kau tidak ada,” balas Kakek Hay.Belum sempat Thian Sin menanggapi kakek Hay berkata kembali.“Kau dari perkampungan merah?Bukan main terkejutnya Thian Sin mendengar pertanyaan sang kakek.Thian Sin diam tak menjawab.Kakek Hay menarik napas melihat Thian Sin diam, tidak lama kemudian raut wajah sang kakek terlihat sedih dan berkata kembali.“Aku tahu kau adalah putra dari tuan Thian Bu, jangan kau bantah! Karena aku dahulu adalah salah satu penduduk dari perkampungan merah, wajahmu yang sekarang sangat mirip dengan wajah Tuan Thian Bu di masa muda.”Thian Sin terkejut mendengar cerita kakek Hay dan membalas.“Perkampungan merah sudah hancur, semua tidak ada yang tersisa, murid ayah yang menyelamatkan aku di bantai oleh mereka yang di sebut pendekar.”“Kakek Hay sudah dengar semuanya dari para nelayan dan pedagang yang berlabuh di sungai panjang,” balas si kakek.“Dahulu Kakek beserta istri tinggal di perkampungan merah, tetapi istri kakek tidak betah dan ingin melihat dunia luar, sesudah mendapat ijin dari tuan Thian Bu dan berjanji tidak akan kembali serta memberitahu tempat perkampungan merah kepada orang luar.“Akhirnya kakek sampai di sungai panjang, setelah sampai ternyata istri kakek sering sakit-sakit an dan akhirnya meninggal dunia.“Untuk kembali ke perkampungan merah sudah tidak mungkin, kakek lalu menghabiskan waktu di sungai panjang membuat perahu.“Kakek Hay langsung memeluk Thian Sin dan berkata.“Aku berterima kasih kepada Dewa, keturunan tuan Thian Bu masih hidup dan perkampungan merah pasti akan muncul kembali di dunia persilatan.”“Sepertinya yang kakek inginkan sulit terwujud.“Hanya seorang diri tidak mungkin aku mendirikan kampung merah, aku hanya ingin mencari siapa orang yang paling bertanggung jawab atas kematian ayah dan otak di balik musnahnya kampung merah,” Thian Sin mengungkapkan apa yang ada di dalam hatinya saat ini.“Kalau hanya dukungan pelan-pelan bisa kau dapatkan, kau bisa mulai dari perkumpulan sungai panjang,” balas kakek Hay.“Apa maksud kakek? Tanya Thian Sin.“Semua orang di sungai panjang tahu bahwa Kin Bwe Siocia suka padamu.“Nikahi dia dan kau akan mendapat dukungan dari perkumpulan sungai panjang,” jawab kakek Hay.“Tidak tidak! Aku baru berusia 17 tahun kek, aku belum memikirkan untuk menikah,” balas Thian Sin.“17 tahun sudah cukup, malah di sungai panjang yang usianya 16 tahun juga banyak yang sudah menikah.“Itu mereka, bukan aku, kek,” ucap Thian Sin.“Terserah Kongcu saja,” akhirnya kakek Hay menyerah mendesak Thian Sin menikah.“Jangan panggil Kongcu, aku adalah cucu kakek, panggil saja nama,” Thian Sin bicara sambil cemberut mendengar kakek Hay memanggilnya Kongcu.Kakek Hay anggukan kepala, air mata tampak mengembang siap hendak turun.Kakek Hay terharu mendengar perkataan Thian Sin, selama ini kakek Hay hidup seorang diri, karena sangat mencintai sang istri dan sang istri meninggal sebelum memberi ia keturunan, kakek Hay tetap tidak mau menikah, dengan datangnya Thian Sin mengubah hari-hari Kakek Hay menjadi bahagia.“Tidak kusangka di saat usia senja, aku mempunyai keluarga,” ucap Kakek Hay.Thian Sin langsung tersenyum mendengar perkataan Kakek Hay.Keduanya terus bercakap cakap di ruang tengah, bercerita akan kerinduan mereka terhadap kampung merah.“Oh iya! Aku hampir lupa, aku ada sesuatu untukmu, siapa tahu berguna,” tiba-tiba kakek Hay berkata sambil masuk kedalam kamar.Tidak lama kemudian kakek Hay keluar dari dalam kamarnya sambil membawa satu kitab lusuh, kemudian kitab tersebut di letakan di atas meja.“Kitab apa ini kek? Tanya Thian Sin.“Kau kan tahu aku tidak bisa baca tulis, jadi darimana aku tahu ini kitab apa,” jawab Kakek Hay sambil lanjut berkata.“Coba kau lihat! Itu kitab apa?Thian Sin mengambil kitab dan membuka nya, di halaman pertama dari kitab lusuh tersebut tertulis.Setan Tanpa BayanganThian Sin sangat tertarik dengan kitab pemberian dari kakek Hay dan terus membuka serta membaca isi dari kitab tersebut.“Sepertinya ini kitab ilmu meringankan tubuh tingkat tinggi,” batin Thian Sin setelah membaca isi kitab.“Darimana kakek dapat kitab ini? Tanya Thian Sin.“Dulu sewaktu kakel tengah memancing ikan untuk makan, ada mayat tersangkut di semak-semak sisi sungai, aku menarik mayat dari sungai untuk di makamkan, sebelum kakek makamkan, kakek memeriksa tubuh orang itu dan menemukan kitab ini,” jawab Kakek Hay.Thian Sin lalu memberitahu kitab apa yang di berikan sang kakek.“Itu bagus! Kau pelajari isinya agar tuan Thian Bu bisa tersenyum di atas sana,” balas kakek Hay sambil lanjut berkata.“Kau tekuni saja kitab itu! Mulai sekarang kau tidak usah membantuku membuat perahu, tetapi jika kau sudah mempelajari kitab, bakar kitab tersebut karena aku yakin itu adalah kitab pusaka yang menjadi rebutan, terlihat dari mayat yang aku makamkan, tubuhnya penuh dengan luka.”Thian Si
Sekitar dua puluh orang anggota perkumpulan Naga Air langsung cabut senjata dan bergerak mengepung Thian Sin.Thian Sin melihat anggota Naga Air mengurung dirinya sambil menggenggam senjata, langsung berpikir bahwa orang-orang tersebut memang bersipat kejam dan ingin membunuh lawannya tanpa memberi kesempatan untuk bertanding adil satu lawan satu.Apalagi setelah mendengar perkataan salah seorang dari mereka bahwa besok tidak akan ada lagi nama Perkumpulan Sungai panjang di dunia persilatan, itu membuktikan bahwa mereka berniat menghabisi perkumpulan sungai panjang hari ini.“Kalian salah berjumpa dengan ku, karena perjumpaan ini adalah hari terakhir kalian hidup di bumi,” ucap Thian Sin.Salah seorang anggota langsung melesat dan menebas kepala Thian Sin setelah mendengar perkataan sang lawan.Shing!Tapi bukan main terkejutnya anggota naga air ketika ia menebas tempat kosong, karena orang yang di serang sudah tidak ada di tempat.Belum sempat anggota naga air yang menyerang bergerak
Ma Huang terkejut mendengar nama Elmaut berwajah merah, tanpa banyak bicara Ma Huang cabut senjata dan memberi isyarat kepada anak buahnya untuk menyerang.Pedang, tombak serta cakar besi yang menjadi indetitas Sui Liong Pang melesat ke arah Thian Sin.Thian Sin bergerak cepat menghindari serangan berbagai macam senjata lawan, tubuhnya bergerak ke kiri dan kanan, terkadang menunduk sambil tangan dengan ilmu Ban Tok Ciang menampar dan memukul lawan.Plak….buk….aaarrrrgh!Melihat anak buahnya satu per satu tewas dengan tubuh berwarna merah akibat racun, baru Ma Huang percaya kalau musuhnya kali ini adalah Ang Bit Sat Sin, tokoh yang sedang menjadi bahan perbincangan di dunia persilatan.Tak ada pilihan lain bagi Ma Huang, untuk mundur sudah tidak mungkin, senjata berbentuk dayung terbuat dari besi menderu menyerang badan Thian Sin.Thian Sin mundur menghindari serangan, kemudian tubuhnya bergerak ke kanan sambil maju dan menghantam pinggang Ma Huang.Ma Huang putar dayung besi ke arah k
Kakek Hay meminta kepada Kin Tho untuk mengurus mayat Thian Sin.Tadinya mayat Thian Sin hendak di bakar bersama mayat orang-orang Sui Liong Pang agar racun tidak menyebar, tetapi usul tersebut di tolak keras oleh kakek Hay dengan alasan kakek Hay ingin mengenang dan menyambangi kuburan sang cucu untuk mengingatnya, akhirnya Kin Tho setuju.Kakek Hay sudah menyiapkan peti mati untuk sang cucu, peti mati yang di buat khusus dengan beberapa lubang kecil di daerah sekitar penyekat peti mati.Tanpa menunggu waktu lama, peti mati yang berisi mayat Thian Sin di kubur di puncak bukit di pemakaman Kian Jiang Pang.Setelah acara pemakaman selesai, semua kembali, hanya Kin Bwe, A Gu serta kakek Hay yang masih berada di tempat Thian Sin di makamkan.Raut wajah kakek Hay pucat melihat satu batang bambu kecil muncul dari dalam tanah, Kakek Hay langsung bergerak menutupi batang bambu tersebut.“Sudahlah Siocia! Lebih baik Siocia kembali, semua ini sudah takdir Dewa,” ucap Kakek Hay berusaha membuju
Thian Sin menatap gadis yang sudah membantingnya, kemudian membalas perkataan si gadis.“Siocia sudah mencuri perahu aku.”Sang gadis langsung membuang muka melihat tatapan Thian Sin, entah kenapa tatapan mata tersebut membuat hatinya bergetar dan jantungnya berdebar debar.“Nona….nona Qiao, Cepat kembali! Kapal akan berangkat,” terdengar suara teriakan dari arah kapal.Wanita berpakaian merah mendengar suara dari arah kapal, tangan kanannya menepak ke arah air.Blar!Perahu langsung melesat ke arah kapal besar.Setelah dekat kapal, tubuh wanita tersebut bergerak naik sambil tangan kiri menyentakan selendang, Thian Sin yang masih terbelit selendang langsung terangkat dan jatuh di kapal besar.“Siapa wanita ini? Tenaga dalam nya lumayan tinggi,” batin Thian Sin melihat aksi si gadis.Thian Sin sengaja tidak melawan dan menunjukkan kekuatan karena penasaran dengan gadis tersebut.“Siapa dia? Tanya seorang pria berpakaian mewah dengan rambut kiri kanan di kepang, ciri khas rambut orang Y
Thian Sin memang sengaja mengunci kekuatannya agar tidak di ketahui, itu sebabnya ketika di totok oleh Qin Qin, Thian Sin tidak bisa berbuat apa-apa.Thian Sin memutuskan ikut keluarga bangsawan Qiao Ming untuk mengetahui tindak tanduk Bu Ceng Kui yang di kabarkan sahabat sang ayah.Thian Sin penasaran apa Bu Ceng Kui terlibat dengan kematian sang ayah dan hancurnya perkampungan merah.Apalagi Thian Sin bertemu dengan Bu Ceng Kui di dekat Perkampungan Merah dan Thian Sin yakin bayangan yang ia kejar di Perkampungan Merah kalau bukan gadis ini, pasti Bu Ceng Kui.Lamunan Thian Sin terhenti ketika mendengar perkataan Qin Qin, “kau sudah makan belum? “Belum,” jawab Thian Sin.Qin Qin membawa Thian Sin ke gudang kecil, “kau tidur di sini untuk sementara,” setelah berkata Qin Qin keluar dan memerintahkan salah seorang pelayan untuk membawa makanan.Tidak lama kemudian sang gadis dan seorang pelayan datang membawa makanan.Tanpa basa basi, Thian Sin langsung melahap makanan yang tersaji.S
“Kurang ajar! Rupanya kau mencuri curi kesempatan untuk membunuhku,” Bu Ceng Kui berkata dengan nada penuh hawa pembunuh.Huang Ho Sinkai serta Pek Ciang Busu melihat lawan beralih kepada pemuda yang di anggap sudah membokong Bu Ceng Kui, keduanya memberi isyarat kepada anak buah mereka untuk pergi, karena puluhan prajurit Yuan di kota Henan mulai berdatangan.Bu Ceng Kui mengambil paku hitam yang menancap di tanah, matanya menatap tajam paku hitam tersebut, tidak lama kemudian raut wajahnya berubah ketika mengenali paku yang sangat ia kenal, karena paku tersebut pernah melukai dirinya dan membunuh saudara angkatnya.“Rupanya tidak cukup kau membunuh saudaraku!? Teriak Bu Ceng Kui sambil melesat ke arah Thian Sin.Kedua tangan langsung bergerak menyambar kepala Thian Sin.“Guru! Jangan bunuh dia,” teriak Qin Qin.Bu Ceng Kui tidak memperdulikan teriakan Qin Qin dan terus menyerang Thian Sin.Thian Sin mundur satu tombak menghindari serangan dan tidak membalas karena tidak ingin bertem
Melihat Bu Ceng Kui mundur, dengan cepat Thian Sin menarik kembali racun ular merah ke titik jalan darah dan langsung mengunci dengan tenaga dalam Hud Kong Sing kang. Perlahan raut wajah Thian Sin berubah kembali seperti semula. Karena posisi Thian Sin terhalang oleh tubuh Bu Ceng Kui tidak ada yang melihat perubahan yang terjadi terhadap Thian Sin, Qin Qin juga terkejut serta bingung dan tak bisa berkata kata ketika melihat gurunya mundur Bu Ceng Kui setelah sadar bahwa yang ada di depannya bukan kakak angkatnya, kemudian bertanya kepada Thian Sin. Kali ini nada bicaranya pelan tidak seperti tadi. “Anak muda! Siapa nama ayah dan ibumu? Dengan nada pelan agar tidak di dengar oleh orang lain selain Bu Ceng Kui, Thian Sin menjawab, “ayahku bernama Thian Bu dan ibu ku bernama So In Hwa.” Mendengar jawaban Thian Sin, mata Bu Ceng Kui berkaca kaca, tangan kanannya bergerak ke arah Thian Sin. Thian Sin tersenyum dan meraih tangan Bu Ceng Kui, Thian Sin lalu berdiri di bantu oleh tari