Sekitar dua puluh orang anggota perkumpulan Naga Air langsung cabut senjata dan bergerak mengepung Thian Sin.Thian Sin melihat anggota Naga Air mengurung dirinya sambil menggenggam senjata, langsung berpikir bahwa orang-orang tersebut memang bersipat kejam dan ingin membunuh lawannya tanpa memberi kesempatan untuk bertanding adil satu lawan satu.Apalagi setelah mendengar perkataan salah seorang dari mereka bahwa besok tidak akan ada lagi nama Perkumpulan Sungai panjang di dunia persilatan, itu membuktikan bahwa mereka berniat menghabisi perkumpulan sungai panjang hari ini.“Kalian salah berjumpa dengan ku, karena perjumpaan ini adalah hari terakhir kalian hidup di bumi,” ucap Thian Sin.Salah seorang anggota langsung melesat dan menebas kepala Thian Sin setelah mendengar perkataan sang lawan.Shing!Tapi bukan main terkejutnya anggota naga air ketika ia menebas tempat kosong, karena orang yang di serang sudah tidak ada di tempat.Belum sempat anggota naga air yang menyerang bergerak
Ma Huang terkejut mendengar nama Elmaut berwajah merah, tanpa banyak bicara Ma Huang cabut senjata dan memberi isyarat kepada anak buahnya untuk menyerang.Pedang, tombak serta cakar besi yang menjadi indetitas Sui Liong Pang melesat ke arah Thian Sin.Thian Sin bergerak cepat menghindari serangan berbagai macam senjata lawan, tubuhnya bergerak ke kiri dan kanan, terkadang menunduk sambil tangan dengan ilmu Ban Tok Ciang menampar dan memukul lawan.Plak….buk….aaarrrrgh!Melihat anak buahnya satu per satu tewas dengan tubuh berwarna merah akibat racun, baru Ma Huang percaya kalau musuhnya kali ini adalah Ang Bit Sat Sin, tokoh yang sedang menjadi bahan perbincangan di dunia persilatan.Tak ada pilihan lain bagi Ma Huang, untuk mundur sudah tidak mungkin, senjata berbentuk dayung terbuat dari besi menderu menyerang badan Thian Sin.Thian Sin mundur menghindari serangan, kemudian tubuhnya bergerak ke kanan sambil maju dan menghantam pinggang Ma Huang.Ma Huang putar dayung besi ke arah k
Kakek Hay meminta kepada Kin Tho untuk mengurus mayat Thian Sin.Tadinya mayat Thian Sin hendak di bakar bersama mayat orang-orang Sui Liong Pang agar racun tidak menyebar, tetapi usul tersebut di tolak keras oleh kakek Hay dengan alasan kakek Hay ingin mengenang dan menyambangi kuburan sang cucu untuk mengingatnya, akhirnya Kin Tho setuju.Kakek Hay sudah menyiapkan peti mati untuk sang cucu, peti mati yang di buat khusus dengan beberapa lubang kecil di daerah sekitar penyekat peti mati.Tanpa menunggu waktu lama, peti mati yang berisi mayat Thian Sin di kubur di puncak bukit di pemakaman Kian Jiang Pang.Setelah acara pemakaman selesai, semua kembali, hanya Kin Bwe, A Gu serta kakek Hay yang masih berada di tempat Thian Sin di makamkan.Raut wajah kakek Hay pucat melihat satu batang bambu kecil muncul dari dalam tanah, Kakek Hay langsung bergerak menutupi batang bambu tersebut.“Sudahlah Siocia! Lebih baik Siocia kembali, semua ini sudah takdir Dewa,” ucap Kakek Hay berusaha membuju
Thian Sin menatap gadis yang sudah membantingnya, kemudian membalas perkataan si gadis.“Siocia sudah mencuri perahu aku.”Sang gadis langsung membuang muka melihat tatapan Thian Sin, entah kenapa tatapan mata tersebut membuat hatinya bergetar dan jantungnya berdebar debar.“Nona….nona Qiao, Cepat kembali! Kapal akan berangkat,” terdengar suara teriakan dari arah kapal.Wanita berpakaian merah mendengar suara dari arah kapal, tangan kanannya menepak ke arah air.Blar!Perahu langsung melesat ke arah kapal besar.Setelah dekat kapal, tubuh wanita tersebut bergerak naik sambil tangan kiri menyentakan selendang, Thian Sin yang masih terbelit selendang langsung terangkat dan jatuh di kapal besar.“Siapa wanita ini? Tenaga dalam nya lumayan tinggi,” batin Thian Sin melihat aksi si gadis.Thian Sin sengaja tidak melawan dan menunjukkan kekuatan karena penasaran dengan gadis tersebut.“Siapa dia? Tanya seorang pria berpakaian mewah dengan rambut kiri kanan di kepang, ciri khas rambut orang Y
Thian Sin memang sengaja mengunci kekuatannya agar tidak di ketahui, itu sebabnya ketika di totok oleh Qin Qin, Thian Sin tidak bisa berbuat apa-apa.Thian Sin memutuskan ikut keluarga bangsawan Qiao Ming untuk mengetahui tindak tanduk Bu Ceng Kui yang di kabarkan sahabat sang ayah.Thian Sin penasaran apa Bu Ceng Kui terlibat dengan kematian sang ayah dan hancurnya perkampungan merah.Apalagi Thian Sin bertemu dengan Bu Ceng Kui di dekat Perkampungan Merah dan Thian Sin yakin bayangan yang ia kejar di Perkampungan Merah kalau bukan gadis ini, pasti Bu Ceng Kui.Lamunan Thian Sin terhenti ketika mendengar perkataan Qin Qin, “kau sudah makan belum? “Belum,” jawab Thian Sin.Qin Qin membawa Thian Sin ke gudang kecil, “kau tidur di sini untuk sementara,” setelah berkata Qin Qin keluar dan memerintahkan salah seorang pelayan untuk membawa makanan.Tidak lama kemudian sang gadis dan seorang pelayan datang membawa makanan.Tanpa basa basi, Thian Sin langsung melahap makanan yang tersaji.S
“Kurang ajar! Rupanya kau mencuri curi kesempatan untuk membunuhku,” Bu Ceng Kui berkata dengan nada penuh hawa pembunuh.Huang Ho Sinkai serta Pek Ciang Busu melihat lawan beralih kepada pemuda yang di anggap sudah membokong Bu Ceng Kui, keduanya memberi isyarat kepada anak buah mereka untuk pergi, karena puluhan prajurit Yuan di kota Henan mulai berdatangan.Bu Ceng Kui mengambil paku hitam yang menancap di tanah, matanya menatap tajam paku hitam tersebut, tidak lama kemudian raut wajahnya berubah ketika mengenali paku yang sangat ia kenal, karena paku tersebut pernah melukai dirinya dan membunuh saudara angkatnya.“Rupanya tidak cukup kau membunuh saudaraku!? Teriak Bu Ceng Kui sambil melesat ke arah Thian Sin.Kedua tangan langsung bergerak menyambar kepala Thian Sin.“Guru! Jangan bunuh dia,” teriak Qin Qin.Bu Ceng Kui tidak memperdulikan teriakan Qin Qin dan terus menyerang Thian Sin.Thian Sin mundur satu tombak menghindari serangan dan tidak membalas karena tidak ingin bertem
Melihat Bu Ceng Kui mundur, dengan cepat Thian Sin menarik kembali racun ular merah ke titik jalan darah dan langsung mengunci dengan tenaga dalam Hud Kong Sing kang. Perlahan raut wajah Thian Sin berubah kembali seperti semula. Karena posisi Thian Sin terhalang oleh tubuh Bu Ceng Kui tidak ada yang melihat perubahan yang terjadi terhadap Thian Sin, Qin Qin juga terkejut serta bingung dan tak bisa berkata kata ketika melihat gurunya mundur Bu Ceng Kui setelah sadar bahwa yang ada di depannya bukan kakak angkatnya, kemudian bertanya kepada Thian Sin. Kali ini nada bicaranya pelan tidak seperti tadi. “Anak muda! Siapa nama ayah dan ibumu? Dengan nada pelan agar tidak di dengar oleh orang lain selain Bu Ceng Kui, Thian Sin menjawab, “ayahku bernama Thian Bu dan ibu ku bernama So In Hwa.” Mendengar jawaban Thian Sin, mata Bu Ceng Kui berkaca kaca, tangan kanannya bergerak ke arah Thian Sin. Thian Sin tersenyum dan meraih tangan Bu Ceng Kui, Thian Sin lalu berdiri di bantu oleh tari
Qin Qin, Bu Ceng Kui serta Thian Sin langsung menuju ke tempat berkumpul. Di satu ruangan besar, sudah banyak para tamu berkumpul. Melihat Bu Ceng Kui, Thian Sin serta Qin Qin datang, bangsawan Qiao Ming berdiri sambil berkata. “Silahkan….Silahkan duduk Taihiap.” Bu Ceng Kui, Thian Sin serta Qin Qin duduk satu meja, sepasang mata seorang pemuda menatap penuh rasa cemburu melihat Qin Qin duduk terpisah dengan sang ayah. Gubernur Aryan Temur setelah Bu Ceng Kui duduk, tidak lama kemudian langsung berdiri, setelah memberi hormat kepada Bu Ceng Kui. Gubernur Aryan berkata. “Satu kehormatan bagi Aryan Temur bisa bertemu dengan salah satu tokoh yang di segani di dunia persilatan bangsa Han.” Bu Ceng Kui tidak berdiri, hanya terdengar suara dengusan dari hidungnya mendengar perkataan Gubernur kota Henan tersebut. Aryan Temur walau hatinya kesal karena perkataannya tidak di tanggapi, tetapi berusaha menutupi kekesalannya dan berkata kembali. “Sungguh suatu keberuntungan bagi bangsa Yu