Thian Sin menatap kakek yang memakai topeng berwarna merah.“Maaf! Tetapi aku tidak kenal dengan Pangcu Taihiap,” balas Thian Sin.“Tidak apa, tetapi kami dari perkumpulan Topeng merah sudah mendapat pesan dari Pangcu, jika bertemu dengan pemuda bernama Thian Sin, kami harus membantunya dan kebetulan aku lewat di sekitar sini ketika mendengar namamu di sebut, aku pikir kau lah pemuda yang di maksud oleh Pangcu,” kakek bertopeng merah berusaha menjelaskan.“Sepertinya aku kenal dengan kau? Bu Ceng Kui ikut bicara“Kenal atau tidak aku tidak peduli, karena aku tidak ada urusan denganmu,” balas kakek bertopeng merah dengan nada ketus.“Bangsat! Berani sekali kau berkata seperti itu padaku, apa kau tahu siapa aku? Tanya Bu Ceng Kui sambil melotot.“Kau dengar tidak? Aku tidak peduli siapa kau,” jawab Kakek bertopeng merah.Bu Ceng Kui tak membalas melihat Thian Sin gelengkan kepala memberi isyarat kepadanya agar tidak berkata apa apa.Qin Qin serta Kin Bwe mendekati Thian Sin bersamaan da
Raut wajah Yu Lai tidak sebengis tadi setelah dirinya berhasil di kalahkan, memang pertempuran baru beberapa jurus, tetapi hasil yang terlihat tidak bisa di tutupi dan kakek yang bergelar Dewa Tongkat Merah berhasil memenangkan pertarungan.Yu Lai tidak mau menyerah walau dia kalah, tubuhnya bergerak dan kedua kakinya keluar dari tanah.Sambil perlahan memutar pedang, Yu Lai kembali bersiap.Thian Sin tahu kalau di teruskan salah satu dari mereka akan tewas dan Thian Sin tidak ingin hal itu terjadi, walau dendam dengan ke empat rasul langit karena telah mengeroyok sang ayah, tetapi hal tersebut terjadi di pertempuran resmi.Melihat kakek bertongkat merah siap untuk menyerang, Thian Sin langsung melesat mendekati si kakek dan berkata.“Tunggu dulu, kek! Aku minta kakek melepaskan Yu Taihiap,” Thian Sin berkata.“Dia sudah melukai Kongcu, aku harus membunuhnya,” balas si kakek.“Aku tidak terluka,” balas Thian Sin.Dewa Tongkat merah belum menjawab, Thian Sin langsung berkata kembali, k
Sesudah berbicara dengan Thian Sin, Dewa Tongkat merah melesat pergi dan Thian Sin kembali ke rombongan.“Kemana Dewa Tongkat merah? Tanya Bu Ceng Kui.“Sudah pergi,” jawab Thian Sin.“Tidak kusangka tokoh yang sudah lama tidak muncul, sekarang muncul dan bergabung dengan perkumpulan misterius,” balas Bu Ceng Kui.“Lantas apa rencanamu sekarang? Tanya Bu Ceng Kui.“Aku akan pergi ke kota Yunan,” jawab Thian Sin.“Kongcu! Bagaimana kalau kita pergi bersama sama? Tanpa sadar Ling Ji berkata, tetapi setelah melihat tatapan mata ke empat adik seperguruannya, raut wajah Ling Ji berubah merah dan langsung tundukan kepala.“Sute! Ayah, aku dan Suheng juga akan ke kota Yunan, ke pertemuan Partai besar di ajak oleh Yu Taihiap, bagaimana kalau kita pergi bersama sama? Kin Bwe berkata dengan nada penuh harap.“Suci! Sebaiknya Suci, guru serta Suheng kembali ke Kian Jiang Pang, aku pikir setelah kejadian yang terjadi hari ini di kota Yunan akan ada kejadian kejadian lain yang kita tidak tahu, aku
Beberapa perahu yang berada di dermaga tidak mau menyebrangkan Thian Sin serta kelima Dewi dari Gobi karena hari sudah malam, tetapi ada satu perahu akhirnya mau mengantar mereka setelah Ling Ji berani membayar harga yang di sepakati.Thian Sin menatap tajam tukang perahu yang menurutnya bukan orang biasa, terlihat dari perawakan si tukang perahu dan sorot tatapan mata yang tajam, tanda mempunyai isi dan itu membuat Thian Sin waspada.Di atas perahu, Thian sin di cecar pertanyaan dari kelima Dewi.“Apa benar Kongcu pernah di serang dan diselamatkan kembali oleh Ang Bit Sat Sin? Tanya Ling Er, gadis berpakaian hijau.“Benar! Saat itu aku kebetulan lewat saat Ang Bit Sat Sin bertempur dengan perkumpulan Naga Air yang hendak menyerang Kian Jiang Pang.“Aku terkena racun dan langsung tidak sadarkan diri, ketika aku sadar aku sudah berada di pemakaman,” jawab Thian Sin.“Aneh! Kenapa banyak cerita Ang Bit Sat Sin yang bertolak belakang dengan apa yang kami dengar? Ucap Ling Ji mendengar ce
Thian Sin bersama kelima Dewi dari Gobi terus melanjutkan perjalanan ke kota Yunan. Dalam perjalanannya Thian Sin merasa seperti ada beberapa pasang mata yang selalu mengawasi, walau beberapa kali Thian Sin berusaha untuk mengetahui siapa yang membuntuti tetapi tidak ada satupun orang yang berhasil ia temukan. Kuil Shaolin yang menjadi tempat pertemuan 5 partai besar terletak di kaki gunung Fujian. Setelah bertanya dengan orang yang mereka temui, Thian Sin berhenti di persimpangan. “Ling Ji! Aku tidak bisa ikut terus bersama kalian, karena jika aku terus bersama kalian, partai Gobi akan tercoreng di mata orang dunia persilatan,” Thian Sin berkata ketika mereka akan tiba di kota Yunan. Ling Ji beserta adik seperguruannya mengerti dengan perkataan Thian Sin, karena partai mereka adalah partai yang semua anggotanya wanita, kalau ada lelaki yang ikut dalam perjalanan mereka, tentu saja akan ada tanggapan miring jika dunia persilatan tahu akan hal tersebut. Kelima Dewi akhirnya berang
Thian Sin tidak mau menunggu waktu ketika tahu kantong uang nya hilang, setelah berpikir sebentar, Thian Sin akhirnya yakin gadis yang membawa bambu tadi adalah orang yang mencuri kantong uangnya dan akhirnya Thian Sin menemukan gadis itu tengah bicara dengan seorang kakek bercaping.Mi Xue langsung bersembunyi di belakang kakek bercaping ketika mendengar perkataan Thian Sin.“Kembalikan kantong uangku! Seru Thian Sin sambil sodorkan tangannya.“Anak muda! Kalau kau mampu, kau bisa ambil kembali kantong uang mu,” ucap si kakek sambil tersenyum dan memperlihatkan serta menggoyang goyang kantong uang di tangannya.“Aku tidak mau bermusuhan dengan siapapun, lebih baik kau berikan kantong uangku,” balas Thian Sin dengan nada dingin.“Kau tidak dengar perkataanku anak muda? Tanya si kakek sambil balas tersenyum, kemudian lanjut berkata.“Orang-orang memanggilku Khong Su ( pencuri sakti ) sudah menjadi aturan tak tertulis jika seseorang ingin mengambil barang di tanganku, dia harus berusaha
Khong Su membungkuk memberi hormat kepada wanita bergaun putih, begitu juga dengan Mi Xue.Wanita bergaun putih dengan kepala tertutup kerudung yang juga berwarna putih serta topeng berwarna merah menutupi wajah wanita tersebut.Topeng yang di gunakan wanita tersebut sangat halus, sepasang mata bening terlihat dari lobang mata yang terdapat di topeng merah.“Khong Su! Apa Kau tidak pernah mau mendengar nasehatku?Terdengar suara dingin dari balik topeng merah.“Maaf kan Hamba Pangcu, Hamba belum bisa melupakan kebiasaan sebagai seorang pencuri,” jawab Khong Su dengan suara bergetar.“Kalau aku tidak bertemu dengan Mi Xue, sekarang kau pasti sudah tewas di tangan Elmaut berwajah merah,” balas wanita yang di panggil Pangcu.Khong Su diam tak membalas perkataan sang ketua, dari raut wajahnya terlihat Khong Su sangat menyesali apa yang sudah ia lakukan.“Siancu! Kakek tidak bersalah, aku yang mencuri kantung uangnya,” Mi Xue ikut bicara.“Mi Xue diam kau! Jangan bicara tidak sopan kepada
Ke esokan hari, Thian Sin, Dewa Tongkat Merah serta Siau Kwi berangkat menuju ke arah kaki gunung Fujian dimana terdapat kuil Siauw Lim Pai, tempat para biksu Shaolin berada.Jalan menuju ke arah gunung Fujian ramai oleh para pendekar yang ingin menyaksikan pertemuan kelima partai besar.Bendera partai serta perkumpulan dari golongan putih yang ingin menyaksikan terlihat memenuhi jalan menuju ke arah kaki gunung Fujian.Sebelum siang hari rombongan Topeng Merah sampai di kuil.Para biksu yang menerima tamu menunjukkan tempat para tamu tanya datang, tempat para tamu undangan, lima partai besar serta penonton semuanya terpisah.Di dalam kuil, ketua Siauw Lim Pai mondar mandir sambil tangannya memegang tongkat yang menjadi lambang ketua.“Sute! Kenapa banyak sekali pendekar yang datang? Tanya sang ketua.Tat Mo rangkap kan tangan memberi hormat sebelum berkata.“Ini juga sama sekali di luar dugaan pinceng, sepertinya berita dari mulut ke mulut membuat para pendekar berdatangan, apalagi k
Thian Sin terus berusaha menggerakkan pedang pusaka racun merah yang membeku di udara, tetapi walau sudah mengerahkan sebagian tenaga dalamnya, pedang pusaka racun merah tetap tak bergerak.Sementara di sisi lain, Qin Qin bersama anggota topeng merah langsung pergi menjauh dari tempat pertempuran setelah melihat keganasan jurus Iblis Putih, begitu pula dengan prajurit Yuan, mereka tidak mau mati konyol terkena imbas dari jurus sang pemimpin.Setelah tahu pedang pusaka racun merah terkunci oleh bongkahan es, Thian Sin kibaskan tangan ke arah Iblis Putih, lalu melesat ke arah pedang pusaka racun merah.Sinar merah dari jurus Ban Tok Ciang melesat cepat menyerang Iblis putih.Bibir Iblis putih tersenyum penuh ejekan melihat jurus lawan menyerang dirinya, sambil lalu sang Iblis kerahkan tangan untuk menahan pukulan sambil lompat, berusaha menghalangi niat Thian Sin.Iblis Putih tahu jika Thian Sin ingin menghancurkan bongkahan es yang membekukan pedang agar bisa ia gunakan, karena jurus s
“Sungguh hebat nama jurus mu, apa jurus itu mampu membunuhku? Tanya Thian Sin dengan nada penuh ejekan.“Jangan sombong anak muda, aku tahu racun Raja ular merah tidak tahan terhadap hawa dingin, itu sebanya waktu itu kau hampir mampus di tangan Ong Thian,” Iblis putih membalas perkataan Thian Sin, kemudian tertawa.Ha Ha Ha“Memang ku akui kalau pukulan beracun serta racun di dalam tubuhku mempunyai kelemahan terhadap tenaga dalam berhawa dingin, itu sebabnya aku mempelajari jurus selain pukulan beracun untuk menghadapi orang-orang sepertimu,” Thian Sin menanggapi perkataan Iblis putih, kemudian lanjut berkata.“Kau mau coba?”Raut wajah Iblis putih tampak kelam mendengar perkataan Thian Sin, tetapi dalam hati sang Iblis ragu, apa benar perkataan pemuda yang sudah membunuh saudaranya tersebut.“Kalian mundur dan beritahu Panglima Arkun agar bergegas karena musuh sudah berada tidak jauh,” Iblis Putih beri perintah kepada prajurit Yuan yang ikut bersamanya.Seorang perwira anggukan kep
Setelah Ban Tok Kui Bo bersama Tabib Yok pergi, Thian Sin langsung mengambil alih pimpinan anggota topeng merah yang menunggu pasukan Panglima Arkun di pintu masuk hutan Liu.Tidak ada satu pun dari anggota topeng merah yang menolak kepemimpinan Thian Sin, karena mereka tahu kapasitas dari anak Pek I Siancu.Maling sakti di perintahkan oleh Thian Sin pergi ke telaga Liu dan memberitahu kalau mereka akan menyerang Pasukan Panglima Arkun, Thian Sin juga menyampaikan pesan agar semua pasukan berkumpul untuk menghabisi pasukan Yuan dan membebaskan Tayli dari ancaman.Maling sakti bersama Mi Xue tanpa banyak bicara langsung bergerak menuju telaga dimana sang ketua berada untuk menyampaikan pesan Thian Sin.Setelah Maling sakti serta cucunya pergi, Qin Qin tidak mau jauh dari Thian Sin sehingga membuat Jendral Zhou Chu bertanya tanya siapa sebenarnya Qin Qin dan ada hubungan apa antara gadis itu dengan suami dari putri Lie Hwa, untuk bertanya Jendral Zhou Chu tidak berani, akhirnya sang Jen
Thian Sin hentikan larinya ketika melihat dan mendengar suara yang ia kenal.“Nek! Mana ibuku? Tanya Thian Sin ketika sudah berhadapan dengan Ban Tok Kui Bo.“Ibumu sedang berada di telaga Liu bersama kedua orang istri mu,” jawab Ban Tok Kui Bo.Thian Sin tersenyum mendengar perkataan sang nenek.“Apa kau tahu dimana Yok Kwi gege? Tanya Ban Tok Kui Bo.Thian Sin menjawab dengan gelengkan kepala.“Sesudah menewaskan Sepasang Badai Utara aku langsung pergi mengambil jalan lain agar tidak di ketahui oleh pasukan Panglima Arkun, jadi aku tidak tahu dimana kakek Yok, karena beliau berangkat lebih dulu bersama pasukan Tayli,” jawab Thian Sin.“Aku tahu itu dari cerita salah seorang istrimu, tetapi menurut mertua mu, Yok Kwi gege pergi bersama Jendral Zhou Chu mengawasi pergerakan pasukan Panglima Arkun,” balas Ban Tok Kui Bo.“Rupanya begitu,” ucap Thian Sin mendengar perkataan Ban Tok Kui Bo, kemudian lanjut berkata.“Apa di telaga Liu, Ibu bersama anggota Topeng merah?“Tidak, hanya aku
“Tidak peduli kau Dewi berbaju putih, hitam atau merah, kau harus mati karena telah membunuh prajurit Tayli,” Lie Hwa berkata dengan raut wajah penuh nafsu membunuh.“Kurang ajar! Anak masih ingusan berani memaki, kau ingin mati dengan cara apa? Tanya Ban Tok Kui Bo dengan nada gusar sambil melotot ke arah Lie Hwa.“Nenek peot! Aku lihat wajah serta penampilan mu seram, tetapi apa ilmu yang kau miliki sama menyeramkan? Balas Lie Hwa sambil tersenyum mengejek.Raut wajah Ban Tok Kui Bo berubah kelam mendengar ejekan Lie Hwa, tongkat kepala setan di tangan kanan terangkat naik dan siap menyerang.Kim Hwa yang diam karena berusaha mengingat tokoh bergelar Pek I Siancu, ketika teringat kembali kalau anak buahnya sering berkata bahwa ketua kelompok topeng merah adalah wanita yang selalu memakai pakaian putih, langsung bergerak maju dan berkata.“Anak Lie, jaga bahasamu!“Maaf kan kami yang tidak tahu tingginya gunung dan dalamnya lautan,” ucap Kim Hwa sambil memberi hormat, kemudian lanjut
Lie Hwa, Yok Kwi, Kim Mi serta sang ibu langsung bergegas ketika mendengar laporan dari perwira yang berjaga di atas bukit.Mereka tidak sabar menunggu kedatangan kelompok topeng merah, apalagi Lie Hwa serta Kim Mi, karena mereka tahu kalau ketua kelompok topeng merah adalah ibu dari sang suami.“Apa kau yakin itu kelompok topeng merah? Tanya Kim Hwa dengan raut wajah cemas, karena orang yang mereka tunggu dan harapkan masih juga belum datang.“Hamba hanya di beritahu mereka memakai topeng merah, jadi hamba menyimpulkan bahwa mereka adalah kelompok merah,” balas si Perwira.Ketika sedang bercakap cakap, datang seorang prajurit yang di kirim untuk melihat pertempuran.“Bagaimana? Siapa yang bertempur, apa mereka dari kelompok topeng merah? Tanya si Perwira kepada anak buahnya.“Tanya satu-satu biar dia tidak bingung,” Yok Kwi berkata mendengar rentetan pertanyaan dari perwira tersebut.“Cepat ceritakan apa yang kau lihat! Seru Putri Lie Hwa yang sudah tidak sabar.“Mereka memang sepert
Bab : 144 Hancurnya Pasukan PenyergapJendral Gurma sudah tidak ada pilihan, sebagian besar anak buahnya menjadi bulan bulanan kelompok topeng merah serta kumpulan kuda yang mengamuk, melarikan diri juga tidak mungkin, karena ruang geraknya semakin di persempit oleh Bu Ceng Kui yang terus menyerang tanpa memberi kesempatan kepada Jendral Gurma untuk berpikir lebih jauh.Wu Chen serta Dewa Tongkat Merah terus memburu satu persatu prajurit Yuan.Tombak Jendral Gurma terus menyerang ke arah Bu Ceng Kui, jurus tombak pencakar langit kian gencar menyerang.Plak....plak!Tangan kanan Bu Ceng Kui menahan tombak, setelah menahan tombak, jari tangan kanan Bu Ceng Kui bergerak menuju batang dan langsung mencengkeram tombak lawan.Jendral Gurma melihat Bu Ceng Kui mencengkeram tombak, tangannya langsung menarik tombak sekuat tenaga, berusaha melukai jari lawannya.Bu Ceng Kui tahu maksud dari Gurma dan mengerahkan tenaga dalamnya menahan tombak agar tidak tertarik.Asap mengepul keluar dari ba
Jendral Gurma ketika mendengar suara Bu Ceng Kui langsung bergegas menyusul anak buahnya ke tempat penyimpanan kuda.Langkahnya semakin di percepat saat mendengar suara teriakan dan beradunya senjata“Apa yang terjadi? Apa mungkin pasukan Tayli sudah tahu rencana kami?” Batin Jendral Gurma sambil memerintahkan anak buahnya untuk bergegas.“Walau rencanaku sudah di ketahui, tetapi itu tidak jadi masalah karena mereka tidak akan menang melawan pasukan Panglima Arkun,” kembali Jendral Gurma berkata dalam hati.Sementara itu Wu Chen, Bu Ceng Kui serta kelompok Topeng merah bersiap menghadapi prajurit Yuan yang di pimpin oleh Jendral Gurma, mereka bersembunyi di antara 500 ekor kuda.Sesampainya di depan pagar yang menjadi tempat persembunyian kuda, Jendral Gurma menatap ke arah kuda-kuda yang berada di dalam kandang sementara tersebut.“Aneh! Ke mana Mogu bersama anak buahnya? Batin Jendral Gurma tidak melihat anak buahnya tersebut di tempat persembunyian kuda. “Coba periksa kuda-kuda d
“Aneh! Kenapa di dalam hutan bisa ada bau tembakau,” batin Mogu.Merasa ada hal yang tidak wajar, Mogu memberi isyarat kepada anak buahnya untuk menyebar.Prajurit Yuan yang bersama Mogu ketika melihat isyarat sang pemimpin, mereka langsung menyebar dan berusaha mencari asal bau tembakau yang mereka cium.Ketika para prajurit mulai mencari, tiba-tiba Mogu mendengar suara ringkik kuda.Raut wajah Mogu berubah ketika teringat dengan 500 ekor kuda yang baru saja mereka sembunyikan.Tanpa banyak bicara Mogu langsung mencabut golok dari punggung dan melesat ke tempat dimana mereka menyembunyikan kuda.Benar saja perkiraan Mogu, di tempat mereka menyembunyikan kuda, Mogu melihat seorang kakek tengah memegang tali kekang seekor kuda di kelilingi oleh anak buahnya.“Kurang ajar! Berani sekali kau mencuri kuda, kau tahu kuda milik siapa yang kau curi? Tanya Mogu sambil acungkan golok ke arah si kakek.“Kalian yang hendak mencuri, kuda-kuda ini adalah milikku karena aku yang menemukan kuda-kud