Ketika masih pagi-pagi benar, Elena terbangun dari tidurnya. Sebenarnya tidurnya tidak terlalu nyenyak, sesekali ia terbangun di tengah malam karena gelisah. Ia merasa takut kehilangan orang tua lagi setelah kepergian Ayahnya untuk selamanya beberapa tahun yang lalu.
Ia mengingat janjinya sendiri bahwa ia akan segera menelpon Hana menanyakan keadaan keluarganya.
"Huh, kepengen rasanya segera hari Sabtu,kan bisa jenguk ibu. Tapi sekarang harus kerja. Kerja oh kerja,hidupku tiada hari tanpa bekerja."gerutu Elena.
Kemudian dia nyanyikan sebuah lagu untuk menghibur dirinya sendiri agar lebih semangat kerja.
"Andai a a a ku jadi orang kaya. Andai a a a a ku punya banyak uang."
"Enak kali ya kalau jadi orang kaya dan punya banyak uang,kapanpun bisa cuti,gak perlu ikut aturan kantor."Elena berandai-andai.
Hari itu masih hari Jum'at,jadi masih hari kerja.Dia tidak bisa asal meninggalkan kerjanya walau hatinya ingin sekali menjenguk keluarganya untuk memastikan mereka baik-baik saja. Senin hingga Jum'at adalah waktu bekerja, tapi Sabtu dan Minggu dia bisa bersantai di rumah atau meluangkan waktu untuk berjalan-jalan sekedar merefresh otak agar semangat kembali bekerja.
Hari masih gelap,matahari masih bersembunyi di balik awan gelap, masih sekitar 04.30 pagi hari.Telepon berdering di ujung sana,Elena menelpon sambil berbaring di tempat tidur dan berselimut.
Tut..tut..tut,belum juga ada jawaban. Dia mencoba sekali lagi. Dan akhirnya diangkat oleh adiknya Hana.
"Pagi, Hana."sapa Elena.
"Pagi,kak." jawab Hana.
"Kakak, kaget sekali melihat ada banyak panggilan terlewatkan darimu kemarin. Kebetulan kakak sibuk sekali dengan kerjaan kantor kemarin.Jadi baru membuka hape saat sudah di rumah. Sebenarnya,ada apa?semua baik-baik saja kan? Kakak khawatir sekali disini. "tanya Elena.
"iya kak, kemarin aku bingung sekali. Ibu sakit kak.
"Hah,ibu sakit?sakit apa?" Tanyanya lagi.
"Ibu sakit sesak nafas ,dadanya terasa sesak bernafas. Aku telpon kakak berulang-ulang tapi kakak tidak angkat.Aku jadi panik sendiri."
"Jadi bagaimana dengan ibu?"
"Untunglah ada mang Jono yang bantu aku bawa ibu ke rumah sakit."jelas Hana.
"Jadi, sekarang ibu dimana?bagaimana keadaannya?"tanya Elena bertubi-tubi.
"Sekarang,kami di rumah sakit,kak. Dokter menyuruh agar ibu dirawat. Keadaan ibu sudah mulai membaik." Jelasnya lagi.
"Kamu rawat ibu baik baik ya,besok kakak usahakan pulang ke rumah. Sekarang kakak masih harus bekerja." pesan Elena.
Telepon itu akhirnya terputus setelah berbincang-bincang cukup lama.Elena melihat jam yang terus berputar, ia segera bersiap-siap untuk bekerja. Walau keadaan hatinya gundah gulana,ia tetap bersikap profesional dalam bekerja. Bermalas kerja berarti menyia-yiakan rejeki yang sudah Tuhan beri untuknya,itu prinsipnya.
Ia seorang yang disiplin,ia selalu berusaha sampai di kantor sebelum jam masuk. Dia berangkat kantor seperti biasanya.
Sesampainya dikantor, Handi berdiri di pintu kantor dan menyapa Elena. Dia seorang Manager di kantor itu.Namun dia sudah berstatus duda dan bercerai dengan istrinya.
Diam-diam Handi memendam rasa dengan Elena bawahannya. Bagaimana tidak setiap hari Elena di lihatnya di kantor. Lama-kelamaan rasa itu berubah jadi rasa suka.
Pagi itu, ia melihat ada yang berbeda dengan Elena dari hari biasanya.Wajahnya tampak kusut,dan tidak murah senyum. Biasanya ia selalu bersikap ramah dengan menyapa seluruh teman kantor setiap berjumpa.
"Pagi,Elena". Sapa Handi.
"Pagi,Pak Handi."sahut Elena.
"Kalo boleh saya tahu,apa kamu sakit? Kok,hari ini kamu gak seperti biasanya?tanya Handi.
"Sehat,Pak. Hanya saja ibuku sekarang sedang dirawat di rumah sakit. Aku hanya kepikiran saja.Andai saja,aku bisa menjenguknya,melihat keadaannya. "jawab Elena.
"Saya ikut bersedih atas apa yang terjadi pada ibumu yah."Handi berusaha memberi semangat.
"Makasih, pak.
Mereka pun masuk ke kantor dan mulai kerja di meja masing-masing setelah terlibat obrolan kecil tadi di pintu masuk kantor.
Di dalam pikirannya,Handi mencari cara agar membuat Elena kembali ceria seperti biasa. Dia berjalan mondar-mandir di ruangannya,sambil berkata pada dirinya sendiri.
"Aku harus bantu Elena,supaya dia ceria kembali. Tapi gimana caranya ya?"Handi berkata kecil pada dirinya sendiri.
"Aku tahu. Gimana kalau besok aku ikut ke kampungnya sekaligus berkenalan dengan keluarganya." Handi temukan ide.
Ketika jam makan siang tiba, Handi menghampiri Elena ke meja kerjanya. Dan bermaksud mengungkapkan yang ada di pikirannya untuk buat Elena ceria kembali.
"Elen,boleh ngomong bentar?tanya Handi.
"Ya,pak.Silahkan."jawab Elena.
"Kita kan sudah kerja bareng cukup lama,aku ikut merasakan kesedihanmu. Besok,gimana kalau kita ke kampung halamanmu?Aku takut kenapa-kenapa kalau kamu menyetir sendiri dalam keadaan khawatir begini.
"Maaf,Pak. Saya gak mau merepotkan Bapak. Elena menolak halus.
"Enggak kok,saya gak merasa direpotkan. Sebagai teman kantor sudah seyogyanya kita saling bantu,gimana?"
"Maaf, apa nanti tidak ada yang marah kalau Bapak membantu saya?"tanyanya lagi.
"Enggak ada. Saya jamin 1000%. Mau ya?" Handi kembali menawarkan.
"Baiklah, Pak." Elena mengiyakan.
Sebenarnya di dalam hati Elena merasa segan dengan bantuan Handi tapi rasa khawatirnya terhadap ibunya mengalahkan rasa sungkannya.
Mereka pun berjanji menengok ibunya besok yang di tempuh sekitar 3 jam perjalanan dengan mobil. Ingin rasanya badannya segera melayang kesana segera.
" Oh,Ibu. Maafkan Elena,tidak bisa selalu dampingi ibu,bahkan ketika sakit begini. Pekerjaan yang buat,Bu. Andai ibu tahu perasaan Elena, ingin sekali rasanya Elena terbang saat ini juga untuk menengokmu,Ibu."
Rasa dalam hati Elena berkecamuk,sedih,kuatir,marah bercampur jadi satu yang tak dapat dilukiskannya. Namun semua karena beban pekerjaan,bukan karena tidak sayang. Kalaupun dia bekerja,itu juga untuk bantu biaya perobatan ibunya itu.
Didalam hatinya,Elena selalu berdoa semoga keadaan ibunya segera membaik dan bisa segera pulang ke rumah.
*****
Bersambung?
Ehem, pengagum rahasia,nih😊
Pagi itu matahari bersinar cerah. Pagi-pagi saja bunyi burung berkicau bersahut-sahutan dan memenuhi jalanan kota itu. Hari itu adalah akhir pekan. Kota Bandung di waktu weekend biasa dipadati oleh wisatawan dari kota Jakarta yang ingin sekedar jalan-jalan,wisata kuliner atau berbelanja. Ya, Bandung salah satu surga tempat berbelanja. Jalanan pun jadi padat.Sekitar pukul 05.30 pagi,telepon genggam Elena berdering saat ia masih tertidur lelap. Dia terbangun segera oleh deringan hp nya itu dan segera mengangkatnya. Telepon itu ternyata Handi yang bertelepon,mau menanyakan rencana mereka kemarin untuk menjenguk Ibu Yuri di kampung."Pagi,Elena. Kamu sudah bangun?"sapa Handi."Pagi,Pak Handi. Ini saya baru bangun..hehehe."sahut Elena agak malu."Gimana dengan rencana kita hari menjenguk ibumu,jadi kan? Saya sudah siap berangkat sekarang menjemputmu. Sekitar 20 menit lagi saya akan sampai di kosanmu."jelas Handi."Hah,mau jemput sekarang? Ta ta pi, tapi say
Saat diperjalanan, Elena melihat banyak kios yang menjual buah-buahan dan makanan yang nampak menarik perhatian di pinggir jalan.Dia meminta Handi untuk singgah membeli oleh-oleh untuk ibunya. Dan Handi pun melalukannya dengan senang hati."Mas,kita singgah ya,mau beli oleh-oleh.Saya lihat buah-buahannya segar dan banyak cemilan enak sepertinya."pinta Elena."Baiklah,kita singgah. Handi memberhentikan mobil.Di lapak penjual"Hayu,neng.Buah-buahnya manis-manis. Ada apel,jeruk,anggur,mangga,pir,semangka,salak.Mau buah apa?"tanya pedagang."Manis gak,bu?" Ntar kecut lagi, kecewa deh."Dijamin atuh, kalau gak manis,gak bakalan Ibu jual. Boleh dicicip dulu"Setelah mencicip sebagian. Ia putuskan buah yang akan dibelinya." Ok. Saya mau apelnya 2 kg,jeruk 2 kg, Anggur 1 kg,pak. "sahut Elena."Berapa semuanya?"tanyanya lagi."180 ribu semua neng".jawab pedagang."ok.bentar ya."Saat Elena sedang mengambil dompet dari
Sore itu juga Handi dan Elena pulang ke Bandung. Setelah menyelesaikan semua admistrasi Rumah Sakit dan memberi uang kepada adiknya Hana selama perawatan ibunya sampai sembuh. Sebenarnya,Elena merasa tidak tega meninggalkan ibunya dalam keadaan sakit namun bagaimana keadaan yang mendesaknya. Kalau ia tidak bekerja,tidak akan mampu membayar perobatan ibunya yang sudah menua dan gampang sakit. Elena minta maaf tidak dapat menunggui ibunya di rumah sakit. Hana berjanji akan merawat ibu mereka baik-baik."Bu,Elena pulang ke Bandung. Ibu cepat sembuh ya,jangan sakit lagi. Elena harus kerja. Ada gurat kesedihan di wajahnya yang tak mapu ia sembunyikan walau bibirnya tersenyum. Mata ...ya matanya tak dapat berbohong, ada binar air mata yang hampir jatuh namun ia coba menahannya. Mata adalah gambaran perasaan yang ia rasakan di dalam hatinya. Orang yang ia sayangi dan hormati terbaring lemah di Rumah Sakit. "Oh, Tuhan lenyapkanlah penyakit ibuku." Ia berkata dalam hat
Sore itu juga Handi dan Elena pulang ke Bandung. Setelah menyelesaikan semua admistrasi Rumah Sakit dan memberi uang kepada adiknya Hana selama perawatan ibunya sampai sembuh. Sebenarnya,Elena merasa tidak tega meninggalkan ibunya dalam keadaan sakit namun bagaimana keadaan yang mendesaknya. Kalau ia tidak bekerja,tidak akan mampu membayar perobatan ibunya yang sudah menua dan gampang sakit. Elena minta maaf tidak dapat menunggui ibunya di rumah sakit. Hana berjanji akan merawat ibu mereka baik-baik. "Bu,Elena pulang ke Bandung. Ibu cepat sembuh ya,jangan sakit lagi. Elena harus kerja. Ada gurat kesedihan di wajahnya yang tak mapu ia sembunyikan walau bibirnya tersenyum. Mata ...ya matanya tak dapat berbohong, ada binar air mata yang hampir jatuh namun ia coba menahannya. Mata adalah gambaran perasaan yang ia rasakan di dalam hatinya. Orang yang ia sayangi dan hormati terbaring lemah di Rumah Sakit. "Oh, Tuhan lenyapkanlah penyakit ibuku." Ia berkata dalam ha
Sesampainya di rumah,Handi selalu terngiang dengan sosok Hana. Saat mandi dia teringat wajah Hana yang lembut tersenyum saat di Rumah Sakit. Saat makan, dia teringat dan membayangkan andai bisa makan berdua dan mengobrol santai dengannya dengan candaan mesra. Saat ia mau tidur, ia menginginkan sosok Hana berada di dekatnya di ranjang yang sama berbincang- bincang kecil disana, m3mbelai rambut penjangnya yang lembut serta membisikkan kata sayang di telinganya serta kata -kata mesra. Mungkin itulah yang disebut Cinta Pada Pandangan Pertama, persis seperti lirik lagu yang berkata aku mau makan ku ingat kamu, aku mau tidur kuingat kamu dan sebagainya. Bagaimana tidak Hana perempuan yang cantik dan baik. Kecantikannya natural,bukan polesan seperti perempuan-perempuan yang banyak dijumpainya di kota yang kebanyakan cantik karena coretan make up tebal.Bila make up di hapus,maka pudar jugalah cantiknya. Hana beda dengan perempuan- perempuan itu. Dia memang suda
Sesampainya di rumah,Handi selalu terngiang dengan sosok Hana. Saat mandi dia teringat wajah Hana yang lembut tersenyum saat di Rumah Sakit. Saat makan, dia teringat dan membayangkan andai bisa makan berdua dan mengobrol santai dengannya dengan candaan mesra. Saat ia mau tidur, ia menginginkan sosok Hana berada di dekatnya di ranjang yang sama berbincang- bincang kecil disana, m3mbelai rambut penjangnya yang lembut serta membisikkan kata sayang di telinganya serta kata -kata mesra.Mungkin itulah yang disebut Cinta Pada Pandangan Pertama, persis seperti lirik lagu yang berkata aku mau makan ku ingat kamu, aku mau tidur kuingat kamu dan sebagainya.Bagaimana tidak Hana perempuan yang cantik dan baik. Kecantikannya natural,bukan polesan seperti perempuan-perempuan yang banyak dijumpainya di kota yang kebanyakan cantik karena coretan make up tebal.Bila make up di hapus,maka pudar jugalah cantiknya.Hana beda dengan perempuan- perempuan itu. Dia memang sudah c
Suatu hari, telepon Hana berdering saat dia sedang mandi. Kebetulan Ibu Yuri mendengar deringnya.Ia berpikir telpon itu dari anaknya,Elena.Lagu salah satu penyanyi wanita masakini terus mengalun merdu sebagai nada dering hp Hana." Eh, hapenya bunyi. Mungkin anakku Elena yang menelpon. Lebih baik aku angkat saja." kata Bu Yuri.Ketika dia lihat nama pemanggil di hape nya , ekspresi wajahnya berubah dari senang jadi penuh curiga." Lho, siapa ini yang menelpon? Bu Yuri penuh tanya."Handi?" Ia berusaha mengingat sesaat nama itu. Tak berapa lama , akhirnya ia ingat, siapa Handi." Yah, aku ingat Handi, teman Elena dari Bandung itu. Dia seorang duda muda, teman sekantornya. Lebih baik aku angkat telponnya sekarang." Ucap Bu Yuri.Handi tidak sadar yang mengangkat telpon adalah Ibu Yuri."Halo,dik. Mas,kangen banget denganmu. Hari ini Mas senang karena target kerjaan mas sudah tercapai.Terima kasih ya buat dukunganmu." Ucap
Jam berdentang menunjukkan pukul 05.00 di pagi hari. Hari masi nampak gelap tapi dari luar terdengar suara kokok ayam jantan kukuruyuk..kukuruyuk seolah menyuruh orang-orang segera bangun dari tidurnya.Elena segera bangun dari tidurnya. Ia membuka matanya yang seolah masih lengket dan masih ingin terlelap di kamarnya yang gelap. Ya, ia suka tidur dengan lampu yang dimatikan. Karena menurutnya matanya bisa beristirahat dari kilau lampu yang menyilaukan matanya."Ah, aku masih ngantuk. Malas sekali rasanya untuk kerja."Ia membalikkan badan ke arah kiri sambil memegang selimutnya yang lembut itu."Elena, kamu tidak boleh bermalas-malasan.Ingat kamu punya tanggung jawab yang besar terhadap keluarga.""Sekarang bangun dan lekas berangkat kerja. Bangun pemburu rupiah." Elena berbicara pada dirinya sendiri.Ia bangkit perlahan-lahan sambil menghidupkan lampu di kamarnya.Dengan mata yang masih sedikit terpejam,dia berjalan perlahan-lahan. Ia lang