Ketika senja mulai menyapa, Nathaniel dan Isabella memutuskan untuk mengakhiri petualangan mereka di Taman Hyde Park. Mereka berjalan bersama-sama, menikmati langit yang berubah warna menjadi oranye dan merah muda.
Saat melintasi beberapa pedagang kecil yang menjajakan aksesoris, salah satu pedagang menghampiri mereka dengan ramah. “Permisi tuan. Apa kau tidak ingin membelikan pacarmu aksesoris?” tawar pedagang tersebut, mengira Nathaniel dan Isabella adalah pasangan kekasih.
Nathaniel terkejut dengan asumsi pedagang itu dan segera meralat, “Dia bukan pacarku.”
Isabella merengut kecil mendengar Nathaniel meralatnya, namun ia segera mendekati pedagang itu lalu berbisik, “Bukan pacar, tapi calon.”
Pedagang wanita itu tersenyum menanggapi bisikan Isabella. Gadis itu akhirnya menyisihkan waktu untuk melihat-lihat cindera mata yang ditawarkan oleh di pedagang. Isabella terpesona melihat berbagai macam perhiasan kecil, gantungan kunci, dan aksesori lainnya
Isabella merasa tercekat oleh kata-kata kasar ayahnya, dihadapkan pada kenyataan pahit bahwa sosok yang seharusnya melindungi keluarganya justru menjadi sumber penderitaan. Isabella merasa perasaannya kini campur aduk, kecewa, marah dan takut seperti berputar-putar di dadanya.“Sebelumnya aku meminta polisi menghubungimu, aku berharap kau bisa membantuku keluar dari penjara, tapi apa? Kau sama sekali tidak peduli padaku, apa kau senang melihat ayahmu dipenjara, hah?” bentak Hugo.Isabella tidak bisa menahan emosinya lagi. “Ya, aku senang! Aku harap kau membusuk di penjara! Kau ayah bajingan, aku menyesal jadi putrimu!” teriak Isabella penuh kebencian.Mendengar teriakan Isabella membuat Hugo naik pitam, ia mengangkat tangannya dan hampir menampar Isabella, tapi Nathaniel dengan cepat menahan tangan itu. “Aku tidak akan membiarkan kau menyakiti Isabella,” kata Nathaniel dengan tegas.“Jangan sok pahlawan!!” b
Hugo hanya menatap Emilia dengan tatapan acuh tak acuh. “Kenapa aku harus menurutimu? Aku tidak suka hidupku diatur-atur orang lain. Aku akan melakukan apa pun yang aku inginkan,” ucapnya sinis.Emilia menangis, air matanya mengalir deras mendengar jawaban itu. “Memangnya apa yang kau inginkan? Apa kau senang melihat putrimu menderita? Kau senang menghancurkan hidupnya? Dia darah dagingmu sendiri.”“Kenapa aku harus peduli?” balas Hugo dengan sinis, “Dia bahkan tidak peduli padaku.”Tak tahan lagi melihat sikap egois ayahnya, Isabella mendekat dan memukuli lengan Hugo penuh kebencian. “Itu karena kau yang lebih dulu tak peduli pada kami! Kau pria tak bertanggung jawab yang bisanya hanya judi dan mabuk-mabukan. Kau yang selalu melakukan kekerasan pada kami!” Isabella terus memukul lengan Hugo dengan frustrasi.Nathaniel yang melihat itu segera menarik Isabella dengan lembut, mencoba menenangkannya
Di lorong rumah sakit yang sunyi, Nathaniel duduk seorang diri sambil terdiam. Berbagai peristiwa yang baru saja terjadi terus menghantuinya. Ia merenungkan betapa banyaknya hal yang menimpa Isabella dalam waktu yang singkat, dan betapa ia merasa tak berdaya karena tidak bisa melakukan banyak hal untuk membantu gadis itu.Raut wajah Nathaniel tampak gelisah. Ia masih dihantui rasa khawatir jika Hugo akan kembali suatu saat nanti, ia juga mencemaskan keadaan Emilia yang masih tak sadarkan diri. Meskipun telah berusaha sekuat tenaga untuk melindungi Isabella dan Emilia, ia merasa bahwa banyak hal yang masih belum bisa ia lakukan.Ketika itu, tiba-tiba saja Isabella muncul. Gadis itu melangkah mendekati Nathaniel yang duduk sendirian di lorong rumah sakit. Langkahnya terdengar lembut di atas lantai rumah sakit yang sunyi. Mendengar suara itu, Nathaniel menoleh dan menyambutnya dengan senyuman lembut.“Bagaimana keadaan ibumu?” tanya Nathaniel.Is
Setelah dirawat selama empat hari di rumah sakit, akhirnya Emilia diizinkan pulang. Kabar tersebut seperti menjadi penyegar bagi mereka setelah beberapa hari dibuat bosan karena terus menginap di ruangan beraroma medis tersebut. Isabella sengaja menghubungi Nathaniel, meminta bantuan pemuda tersebut agar menjemput mereka ke rumah sakit. Tak ada alasan khusus, Isabella hanya ingin bertemu dengan pemuda itu. Karena selama tiga hari terakhir, Nathaniel tak bisa menemani Isanella menjaga Emilia di rumah sakit karena harus bekerja.Namun pagi ini, ketika Isabella menelpon dan mengatakan jika Emilia sudah diperbolehkan pulang— dan ia butuh bantuan untuk menyetir mobilnya, Nathaniel langsung mengatakan jika ia akan segera ke rumah sakit.“Maaf sudah merepotkanmu belakangan ini, Nate,” kata Emilia ketika Nathaniel baru tiba di ruangan dan duduk di samping ranjang Emilia.“Sama sekali tidak repot, Bibi,” jawab Nathaniel dengan senyuman hanga
Nathaniel berjalan mendekat pada lemari kabinet, lalu membukanya untuk mencari sarung tangan plastik. Setelah menemukannya, ia segera mengenakan sarung tangan itu dan melangkah mendekati kecoa yang masih berada di sudut ruang.Saat Nathaniel mendekat, kecoa tersebut bergerak gesit berlari kesana kemari, membuat Isabella menjerit ketakutan, “Huaaaa!!! Pergi! Pergi!!” Isabella lompat-lompat di tempatnya berdiri, terlihat sangat jijik melihat kecoa tersebut.“Isabella, ssstt... Sudah kubilang jangan bergerak,” tegur Nathaniel dengan suara pelan.“Maafkan aku, rasanya aku tidak bisa mengendalikan diri.” Isabella masih menggeliat jijik.Nathaniel menghela napas, kemudian kembali fokus pada kecoa yang masih berlarian di sekitar dapur, mencoba menangkapnya secepat yang ia bisa.Setelah drama kejar-kejaran yang cukup panjang dan melelahkan, akhirnya Nathaniel berhasil mencengkeram kecoa tersebut saat ada kesempatan. &ldq
Nathaniel mengangkat sebelah sudut bibirnya, tersenyum sinis, yang membuat Isabella merasa bingung akan maksud dari senyum itu. “Kau yang memulai ini, Isabella.”“Anggap saja begitu,” sahut Isabella. Waktu seakan berhenti berdetak saat keduanya saling berpandangan dari jarak dekat.“Kau menyukaiku, bukan?” tanya Isabella, dia meyakini itu, tapi masih membutuhkan validasi.“Kau terlalu percaya diri,” balas Nathaniel.“Bagaimana kalau kita buktikan?” Tangan Isabella bergerak, mengalungkan lengannya di leher Nathaniel.Nathaniel spontan meraih pinggang Isabella, keduanya siap saling menerkam satu sama lain, namun tiba-tiba saja terdengar suara langkah kaki mendekat, disusul dengan suara Emilia. “Isabella, kenapa lama sekali?”Emilia tiba-tiba muncul di dapur, membuat Nathaniel refleks mendorong tubuh Isabella hingga punggungnya membentur meja. “Aduh!”Sek
Isabella sibuk di dapur, perasaannya penuh harap. Pagi ini dia sedang memasak kari spesial untuk Nathaniel—pemuda yang selalu memenuhi pikirannya. Selama aktivitas memasaknya, bibir Isabella tak henti mengulas senyum, membayangkan jika kari spesial yang dibuat dengan cinta ini akan dinikmati oleh pujaan hatinya.Kini sudah seminggu setelah insiden hampir berciuman di dapur, Isabella makin yakin bahwa Nathaniel memiliki perasaan yang sama dengannya. Isabella hanya perlu menciptakan situasi seperti sebelumnya— berita bagusnya saat ini sudah tidak akan ada orang yang mengganggu karena ibunya sudah kembali ke Lavenham setelah kondisinya pulih sepenuhnya. Bukan berarti Isabella mengusir wanita itu hanya karena tidak ingin diganggu saat berniat mesra-mesraan dengan Nathaniel, Isabella hanya ingin Emilia aman dari gangguan Ayahnya.Setelah beberapa saat, kari yang dimasak oleh Isabella akhirnya matang, mengeluarkan aroma harum yang menguar di seluruh ruangan. Isab
Sore itu Isabella dan Nathaniel meninggalkan kantor BelleVue Book bersama-sama, langkah mereka seiring dengan semilir angin musim dingin yang sejuk.“Setelah ini aku masih harus ke kantor Evergreen Publishing, aku harus meeting untuk rencana perilisan buku 'The Labyrinth of Lies' yang terbit di sana,” ujar Isabella, suaranya terdengar bersemangat.Nathaniel mengangguk, “Oke. Sebelumnya selamat, aku yakin bukumu akan selalu sukses.”“Terima kasih,” jawab Isabella dengan senyum. “Apa kau mau ikut aku ke kantor Evergreen Publishing?”Nathaniel mengernyitkan dahi, mempertimbangkan tawaran Isabella. “Mau apa aku ke sana? Kau ingin mereka menindasku karena merebut penulis kesayangan mereka?”Isabella tertawa, menyadari kekhawatiran Nathaniel. “Jangan bilang kalau kau adalah editor BelleVue Book. Katakan kalau kau pacarku.”Nathaniel menggeleng sambil tersenyu