Melinda melangkah pelan dengan membawa salad dan air putih. Dia memberikannya pada Salsa yang masih terhenyak dengan pengakuan Melinda.
"Sekarang, katakan sama aku, Lind! Ini anak siapa?"
Kali ini sorot mata yang tajam menghujam Melinda, yang tersenyum lebar ke arah Salsa.
"Kamu ini kok malah senyum-senyum enggak jelas."
"Semoga anak yang aku kandung adalah anak Handy Santoso."
"Handy Santoso? Siapa dia?"
"Kau lupa lagi? Dia Om aku, Sa."
"Ohhh! Kau sengaja menjadikan anak dalam hubungan kalian ini Lind?"
"Ya, enggak sengaja awalnya. Dia mengajak aku menikah. Semua serba dadakan, Sa. Dan kamu kan tau juga. Kalau aku juga masih menjalin hubungan sama pacar aku."
"Jangan kamu bilang kalau ini anak pacar kamu, Lind! Sungguh keterlaluan!"
"Eiiits! Dengerin aku dulu lah."
Melinda kembali duduk di sebelah Salsa yang masih penasaran dengan kisahnya.
"Waktu itu Om sakit. Tekanan darah tingi, jantung, pokoknya
"Dari mana kamu malam-malam begini keluyuran?" Tiba-tiba Romy sudah duduk di ruang tengah. Sepertinya sengaja dia mematikan lampu ruang depan. Membuat Salsa tersentak dan terkejut setengah mati. Tak pernah menyangka jika Romy terbangun dan mencarinya. Sepintas dia melihat pintu kamar yang sedikit terbuka. 'Pasti Mas Romy habis melihat ke dalam kamar,' bisik Salsa dalam hati. "Kenapa kamu diam tak jawab?" "Aku habis keluar, Mas." Jawaban yang terkesan santai tanpa beban keluar dari bibir Salsa. "Emang Mas cariin aku?" "Iya!" Suara Romy terdengar tegas. "Ke mana kamu?" "A-aku keluar sebentar. Cuman menghirup udara segar. Mang enggak boleh?" "Duduklah, aku ingin bicara." Kini keduanya duduk saling berdampingan. Romy sedikit memutar tubuhnya. Hingga berganti arah menghadap Salsa. "Ada apa Mas? Kok sepertinya penting banget." "Mungkin bagimu akan terlihat enggak penting. Tapi, ba
Salsa hanya tersenyum. Lalu mengambil baju tidurnya untuk dibawa ke kamar Romy. "Mas ... Mas Romy!" "Apaan?" "Nih tolong lepasin baju aku. Gantiin sama baju tidur ini!" "Haaaa?!" Sontak Romy terbelalak dan sangat terkejut. "Kok kaget Mas. Bukannya memang biasanya kamu yang bantuin aku 'kan?" "Iya, tapi enggak pakai baju minim kayak gini Sa." "Loh aku kan mau tidur Mas. Emang Mas Romy terganggu?" "Sudah ... sudah! Sini jalan kemari kamu!" Sengaja Salsa membawa lingerie yang transparan dan sangat terbuka. "Duduklah kamu!" "Oke, Mas Romy." Hati Salsa bersorak senang. Dia menang satu kosong. 'Aku akan buat kamu melayani aku, Mas.' Romy dengan sabar melepas ikatan kain yang menggendong tangan Salsa yang dioperasi. Lalu dia mulai melepas kemeja yang dipakai Salsa. Hembusan napas mereka saling beradu. Terasa kehangatannya menyentuh kulit wajah Salsa.
Pagi menjelang. Saat Romy terbangun. Dia sudah tak mendapati Salsa disampingnya. Tak berapa lama pintu kamar terbuka perlahan. "Mas Romy, aku buatkan kopi untuk kamu." "Jam berapa ini, Sa?" "Jam tujuh, Mas. Kenapa?" "Aku ada janji sama klien jam sembilan, Sa. Taruh situ aja kopinya. Mau mandi dulu!" "Oke, Mas. Jangan lupa diminum!" Romy berjalan mendekati Salsa. "Maaf, semalam aku khilaf sama kamu, Sa. Sebenarnya aku tak ingin melakukannya." "Kenapa? Bukankah kita sama-sama menikmatinya?" "Karena aku masih tak ingin punya anak, Sa. Kuharap kamu mau mengerti! Kecuali--" Deg! Raisa merasakan jantungnya berdegup kencang. "Kecuali apa, Mas?" Suara Salsa bagai tertahan. "Kita bisa melakukannya tanpa harus jadi anak," ucap Romy tanpa ada perasan bersalah sama sekali. Kalimat itu bagai tamparan yang keras bagi Salsa. Seketika hatinya yang berbunga layu. Ada sakit yang tak tertaha
Salsa terbangun. Lalu duduk dengan pikiran yang terus melayang ke mana-mana."Jangan sampai itu terjadi. Aku enggak mau banget. Sampai mereka berdua bersatu lagi!"Salsa mulai gelisah dan cemas."Apa yang harus aku lakukan sekarang?"Buru-buru Salsa bangun dan keluar kamar. Dia melihat pintu kamar Romy terbuka. Saat mendorongnya, dari raut wajah terlihat Salsa kecewa."Dia enggak pamit? Keterlaluan Mas Romy."Salsa melongok, melihat ke arah cangkir bekas kopi. Lalu dia tersenyum. Cukup membuatnya senang. Kopi yang dia suguhkan tandas."Setidaknya masih ada perhatian sama aku. Aku mungkin harus lebih bersabar lagi kayaknya."Dia pun membereskan cangkir. Salsa pun tak ingin terlalu lelah. Memilih istirahat sambil menonton TV.***Tepat jam makan siang. Romy keluar kantor. Sengaja dia memilih suatu tempat makan di cafe kesukaannya. Saat dia duduk. Terdengar ponselnya berbunyi.Ting!Terdapat pesan
Saat Romy menyembul di balik pintu. Senyum Santi mengembang lebar."Hai, Rom! Duduklah kemari," ajak Santi. "Ada perlu apa nih?" Tatapnya tajam mengarah pada lelaki tampan ini."Kurasa kamu sudah tau, apa tujuan aku kemari San. Jadi enggak usah pura-pura!"Romy duduk di kursi yang berhadapan dengan Santi."Kenapa kamu bilang seperti itu?""Sudah, San. Pasti kamu yng kirim gambar-gambar Amelia. Punya berapa nomer kamu?""Ahhh! Menurut kamu bagaimana dengan foto yang aku kirim itu?""Kau sengaja bikin aku panas. Iya 'kan?""Enggak juga, lah! Ngapain?"Romy hanya menyeringai masam. Dia tahu apa yang sedang dimainkan Santi."Aku bisa baca pikiran kamu, San. Bilanglah kalau kamu memang mencintai Adrian. Enggak usah munafik dah!"Santi memalingkan muka."Aku pernah dia permalukan. Jadi aku ingin membalasnya.""Yakin tanpa cinta?"Wanita berparas ayu itu kembali terdiam. Tak ada yang tau hatin
"Kau masih bisa nekat memperjuangkan apa yang ingin kau miliki." Santi pun mencondongkan tubuhnya mendekat ke arah Romy. "Sesekali berbuat kegilaan, tak ada salahnya, Rom!"Romy kembali terdiam. Dia mencerna setiap perkataan Santi yang terdengar konyol. Akan tetapi menurutnya masuk akal.'Kenapa aku enggak mencobanya?'Sepertinya Romy mulai termakan semua perkataan Santi. Yang membakar emosi jiwanya. Tanpa dia sadari tangannya mengepal kuta. Santi melihat perubahan pada wajah Romy, tersenyum lebar.'Dengan kau laksanakan niat kamu ini, Rom. Kau sudah memuluskan jalan agar Adrian hanya menjadi milikku seorang. Tak ada yang beoleh memilikinya. Siapa pun juga!' tegas Santi dalam hatinya.Santi bisa mendengar desah napas yang berat. Berulang kali Romy melakukannya. Menghela napas panjang.Dia mencoba berpikir setiap kata yang terlontar dari bibir Santi."Sepertinya kau masih bingung, Rom?""Iya, San. Apa yang haru
Tampak Salsa yang semula terlihat baik-baik saja. Tiba-tiba mnegernyitkan dahi. Sembari kedua matanya berusaha untuk mengamati arah mobil Romy."Siapa yang ada dalam mobil Mas Romy tadi? Kayak cewek sih? Tapi--"Salsa terdiam. Dia mencoba untuk berpikir tenang."Tak mungkin itu tadi Amelia. Enggak mungkin banget," bisik Salsa ragu.Setelah mobil Romy tak terlihat. Salsa berjalan gontai. Sesekali dia melihat tas plastik yang berada di tangan."Makasih, Mas. Kamu masih ingat kalau ada aku yang kelaparan."Bergegas Salsa membuka pembungkusnya. Ada beberapa menu makanan kesukaannya. Terlihat manik mata Salsa berkaca-kaca.Walau hanya dengan perhatian Romy yang sangat remeh. Namun mampu membuat Salsa bahagia sesaat. Meluruhkan kesedihan dan kecurigaannya."Siapa pun wanita itu, kuharap Mas Romy tak berbuat macam-macam lagi."***"Kayaknya istri kamu perhatiin mobil ini tadi. Mungkin dia juga lihat kalau ada wanita dala
"Aku mungkin butuh waktu untuk melupakan kenangan bersamamu. Walau itu sulit. Dan, kamu tahu hal ini. Jika sedikit saja kau beri aku sebuah kesempatan. Akan aku pergunakan kesempatan itu sebaik-baiknya." _Romy Pradipta_***Tepat pukul sebelas malam. Romy sampai di apartemen. Dia mengira Salsa sudah tertidur, ternyata Romy salah.Salsa menyambut dirinya dengan senyuman hangat."Kok malam Mas?""Tadi, kan aku sudah bilang.""Mas sudah makan?""Sudah. Kamu?"Salsa mengangguk."Mas Romy mau dibuatin kopi?""Enggak perlu, Sa."Romy langsung pergi menuju kamar. Diikuti oleh Salsa yang berdiri di ambang pintu. Pandangan matanya terus tertuju pada Romy yang melepas kemejanya."Kamu mau ganti pakaian?" tanya Romy."Tadi, aku belajar pakai sendiri Mas.""Ya, udah. Apa masih perlu tidur sama aku?""Bukannya Mas udah janji 'kan?""Ya, aku cuman tanya. Kali aja kamu mau tidur di kamar