Terdengar Salsa menghela napas panjang.
'Bagaimana cara menjelaskan tentang Mas Romy?'
"Aku tahu kalau wanita ini Tante kamu. Tante yang dicintai Romy. Iya kan? Kamu harus mengelak bagaimana lagi Salsa?"
Dia pun terdiam tak bisa menjawab pertanyaan sang Ibu. Salsa hanya bisa tertunduk dalam. Tanpa berani menatap wajah Sulastri yang sangat kecewa. Mungkin kecewa terhadap dirinya yang menutupi semua kejadian ini. Dan juga kecewa pada Romy yang melakukan semua pengkhianatan ini.
"Tak ada sebuah pengkhianatan yang akan berakhirt bahagia Nduk. Yang ada kalian semua akan hancur, seperti batu karang yang diremukkan. Secara pelan-pelan, oleh deburan ombak. Tampaknya kalian terlihat kokoh dan tegar dari luar. Kenyataan yang ada, dalam diri kalian keropos. Terkikis oleh rasa sakit dari ketidak setiaan dan cinta yang saling membunuh. Cinta yang tak bersambut, selayaknya cinta yang bisa menjadikan diri kalian menyatu ...."
Sulastri berhenti sejenak. D
Kali ini Salsa dibuat benar-benar gelisah. Dia tak tahu harus berbuat apa. Di satu sisi Salsa merasa semua yang dibacanya, sebuah kebenaran. Yang tak mungkin dibuat-buat. Akan tetapi apa yang disampaikan sang ibu pun ada benarnya. Terdengar dia menghela napas panjang. Sampai Sulastri menoleh pada putrinya. Lalu kembali membelai rambut panjang Salsa. "Pasti kau sedang bingung, Nduk?" "Iya, Bu. Karena Salsa baca sendiri dari ponsel Mas Romy sembunyi-sembunyi. Kalau hubungan mereka sudah berakhir. Bahkan Tante Amel sudah pindah rumah, yang Mas Romy sendiri juga enggak tahu keberadaannya." "Kalau semua pesan itu hanya permainan mereka berdua. Bagaimana, Nduk?" Tak ada sepatah kata yang terucap dari bibir Salsa. Dia sendiri kebingungan untuk menentukan arah mana yang harus dia percayai. Semua yang diungkapkan oleh sang ibu tak mengada-ada. "Aku bener-bener bingung, Bu," bisik Salsa. Lalu kembali memeluk sang Ibu. "Ibu akan beri wakt
Dengan langkah ragu, Salsa keluar kamar. Dia ingin membuktikan dan meyakinkan bahwa antara dia dan Romy semua berjalan baik-baik saja. Sejenak dia berhenti di depan pintu. Tangannya bergerak untuk mengetuk tapi dia urungkan. Sang ibu pasti bisa mendengar suara ketukan itu.'Aku langsung masuk aja.'Tanpa banyak berpikir panjang lagi. Salsa menarik handle pintu kamar dengan perlahan. Saat dia muncul. Romy menatap ke arahnya dengan dahi yang berkerut."Maaf, Mas. Aku harus tidur di sini!""Haaahhh! Kenapa kau tak tidur sama Ibu kamu sih?""Ibu nyuruh aku tidur sini, Mas. Kalau Mas Romy enggak mau, ya biar aku tidur di kusri luar aja."Langkahnya pun berbalik arah. Belum sampai tangan Salsa menyentuh handle pintu. Terdengar suara Romy yang memanggil dirinya. Seulas senyum tipis mengembang di sudut bibir Salsa.'Untuk kali ini aku menang.'Lalu dia menoleh pada Romy."Baiklah kamu tidur di kamar sini."
Hanya terdengar desah erotis keduanya. Yang saling berpacu dengan kehangatan saling berbalas. Antara keduanya. Hanya terdengar ranjang mereka yang sesekali berderit. Seakan tak mampu menahan goyangan kuat mereka.Bagaikan padang pasir yang terhempas oleh hujan semalam. Hingga teriakan keduanya terdengar kencang saat sampai pada puncaknya. Tubuh Salsa pun ambruk di atas dada Romy yang bidang. Keringat mereka saling menyatu dalam dinginnya malam."Mas Romy ...."Desah Salsa tertahan. Seakan kenikamatan yang dia terima malam ini. Begitu indah tak mudah dia lepaskan begitu saja.Romy mengusap lembut rambut Salsa yang awut-awutan. Lalu mengecup hangat keningnya. Dan membiarkan Salsa tertidur lelap bersama dekapan hangat dirinya.Tanpa mereka ketahui. Dari balik pintu. Sulastri tersenyum kegirangan. Dia tak menyangka mendengar erangan kenikmatan mereka yang menyatu."Pada akhirnya, mereka melakukan," ujarnya terkekeh.Lalu berjalan ce
"Tapi, kau sungguh tega Mas Romy. Bercinta sama kamu, tapi kau sebut nama Amelia!" Tak kalah sengit Salsa hampir berteriak."Diam!" bentak Romy."Kenapa aku harus diam? Haaahhh?"Kali ini Salsa benar-benar berani menantang. Amarah meluap memenuhi relung jiwanya yang telah terluka."Selama ini aku diam saja. Berusaha menerima semua keadaan dan kondisi Mas Romy yang ternyata masih menjalin hubungan dengan Tante Amelia. Kamu pun tak pernah menghargai aku sama sekali, Mas. Dan aku masih bisa terima semua itu. Asal kamu jangan keterlaluan seperti tadi Mas.""Sudah ahhh! Aku enggak mau berdebat lagi sama kamu!""Aku enggak mau berdebat, tapi yang keterlaluan, Mas!" sentak Salsa dengan tubuhnya bergetar. Lalu menghadang langkah Romy, dengan membentangkan tangan."Apa-apaan kamu, Sa?!" Kedua matanya melotot ke arah Salsa yang pandangannya menghunus tajam."Selama ini aku berharap pada,u, Mas. Berharap kau akan berubah untuk perni
"Terus ikuti mereka!""Baik. Semua perintahnya akan saya lakukan. Tapi, ingat jangan lupa langsung ditransfer ke rekening saya!""Kau jangan pernah ragukan aku, kalau soal uang!""Baiklah kalau begitu!"Seorang lelaki dengan kisaran usia 35 tahun, segera memutar mobilnya. Kacamata hitam melekat di raut wajah dengan tulang rahang yang tampak kokoh. Dia terus mengikuti sebuah mobil berwarna putih. Yang melaju dengan kecepatan sedang. Keluar dari sebuah apartemen menuju jalan tol. Sepertinya hendak ke arah luar kota.Dengan kecepatan yang sama. Mobil keluaran Jepang itu terus membuntuti laju mobil putih. Yang ternyata dikendarai oleh Salsa dan Sulastri.Siapakah sosok lelaki ini?Tanpa sepengetahuan Salsa, seseorang telah mengikuti dirinya. Entah atas dasar alasan apa?""Masih jauh, Sa?""Bentar lagi turun tol, Bu. Dari sana setengah jam, sudah sampai.""Oke. Aku sudah enggak sabar ingin maki-maki t
Sejenak wanita muda itu memerhatikan dengan seksama. Pandangannya mengarah lekat pada Sulastri dan Salsa. Seperti sedang menyelidiki siapa mereka sebenarnya? "Kenapa ya, Mbak?" tanya Sulastri. "Ehhh, bukan begitu, Bu. Soalnya pesan Mbak Amelia enggak boleh sebarin alamat barunya ini." "Tapi, kami saudara dari Semarang Mbak. Jauh-jauh datang ke sini, cuman ingin ketemu sama Mbak Amelia." "Ohhh, apa keluarga dari almarhum suaminya dulu?" "Bener sekali!" jawab Sulastri cepat. Salsa yang melihat Sulastri, yang penuh rasa percaya diri. Sangat keheranan. Dia menilai sang ibu sangat lihai bermain drama. "Kenapa enggak Ibu telepon dulu?" "Nomernya enggak aktif, Mbak. Enggak bisa kita telepon," tukas Sulastri tanpa canggung.Akhirnya wanita muda itu pun segera masuk rumah. "Saya ambilkan alamatnya dulu di dalam!" "Baik, Bu RT." Mereka berdua menunggu di luar pagar. Sulastri melirik pada Salsa, yang masih keher
"Sepertinya kau lebih suka kami melakukan hal kekerasan!"Salsa sudah mengangkat tinggi batu yang ada di tangan. Lalu saat dia hendak mengarahkan batu itu ke kaca mobil. Tanpa mereka kira. Mobil itu bergerak cepat mundur. Dan sampai membuat Sulastri terjengkang."Ibuuuu ...!" teriak Salsa histeris.Sulastri meringis kesakitan."Ibu, enggak apa-apa?"Wanita itu menggeleng."Mobil itu menabrak Ibu?"Kembali Sulastri menggeleng."Ibu tadi cuman kaget, Sa. Kok tiba-tiba mobilnya itu jalan. Maksud Ibu ingin melompat minggir. Yang ada Ibu malah terpeleset.""Yakin Ibu enggak apa-apa?""Yakin, Sa."Salsa langsung menggandeng sang Ibu untuk segera naik ke mobil. Sulastri meminum air mineral untuk menenangkan hatinya. Yang sempat tersentak. Salsa terus menatap wajah sang Ibu yang masih terlihat syok."Ibu beneran enggak apa-apa?""Enggak apa-apa, Sa. Ayo kita ke rumah Amelia sekarang!" ajak Sulastri pe
"Ibu, anda ini lucu. Sepertinya anda salah orang. Sebaiknya pergi sekarang juga!" Dengan intonasi suara yang meninggi penuh penekanan.Sangat terlihat jelas Amelia murka. Dia tak ingin harga dirinya diinjak dan dihina seenaknya saja. Apalagi orang itu datang ke rumahnya. "Sebaiknya ibu kamu ajak pulang, Salsa! Aku tak ingin lagi bertemu kalian!""Hei, Amelia! Kalau ini pelakor enggak tahu diri. Masa ponakan sendiri mau kau embat juga. Lihat umur kamu yang sudah tua."Deru napas Amelia membuncah. Ingin rasa hati menampar mulut wanita yang ada di hadapannya. Sampai dia berdiri dan menggebrak meja keras.Braaakkk!"Kalian keluar sekarang atau aku teriak maling!" bentak Amelia kasar."Teriak saja maling. Aku juga bisa teriak kau ini pelakor ponakan kamu sendiri. Memalukan Amelia! Merusak harga diri dan martabat keluarga. Kalau aku jadi kamu, sangat malu sekali. Apalagi foto-foto itu terpampang di sosmed. Pikir pake otak kamu Amelia," ter