"Ibu, anda ini lucu. Sepertinya anda salah orang. Sebaiknya pergi sekarang juga!" Dengan intonasi suara yang meninggi penuh penekanan.
Sangat terlihat jelas Amelia murka. Dia tak ingin harga dirinya diinjak dan dihina seenaknya saja. Apalagi orang itu datang ke rumahnya.
"Sebaiknya ibu kamu ajak pulang, Salsa! Aku tak ingin lagi bertemu kalian!"
"Hei, Amelia! Kalau ini pelakor enggak tahu diri. Masa ponakan sendiri mau kau embat juga. Lihat umur kamu yang sudah tua."
Deru napas Amelia membuncah. Ingin rasa hati menampar mulut wanita yang ada di hadapannya. Sampai dia berdiri dan menggebrak meja keras.
Braaakkk!
"Kalian keluar sekarang atau aku teriak maling!" bentak Amelia kasar.
"Teriak saja maling. Aku juga bisa teriak kau ini pelakor ponakan kamu sendiri. Memalukan Amelia! Merusak harga diri dan martabat keluarga. Kalau aku jadi kamu, sangat malu sekali. Apalagi foto-foto itu terpampang di sosmed. Pikir pake otak kamu Amelia," ter
"Makanya, Ibu kan sudah bilang. Kamu ini terlalu baik sama dia. Pelakor macam Amelia itu perlu kita berantas. Jangan beri ruang gerak. Apalagi kau biarkan dia untuk merebut Romy." "Enggak akan, Bu! Aku ... akan membuat dia menyesal dengan perlakuannya hari ini terhadap aku!!!" Setelah selesai sedikit menenangkan pikirannya. Salsa segera melajukan mobil meninggalkan rumah Amelia. Yang masih memerhatikan kepergian mobil Salsa. Tampak dia menghela napas panjang. "Haaahhh! Jangan kalian kira aku ini diam dan membiarkan sikap kalian yang menyakitkan," bisik Amelia. Terdengar suara teriakan Dita dari dalam rumah. "Mama! Bukannya tadi Tante Salsa, istri Om Romy?" Amelia menghampiri anak gadisnya. "Iya, Dita. Kamu tadi sempat lupa?" Gadis kecil itu mengangguk. "Dita kira orang lain. Habis waktu di rumah Budhe juga enggak mau akrab sama aku sih," seloroh gadis kecil itu. Amelia hanya tersenyum menanggapi perkataa
Walau dalam pikiran Adrian terbersit sosok yang mungkin melakukannya. Akan tetapi dia pendam. Karena tak ingin membuat Amelia semakin sedih dan terlalu memikirkannya. 'Biar aku yang akan menyelesaikannya! Kau baik-baik saja Sayang. Aku tak ingin kau memikirkan hal tak penting ini!' "Kamu ... mikirin apa Adrian?" Lelaki tampan itu hanya tersenyum. Lalu menarik tangan Amelia dan menciumnya lembut. "Ingin cium bibir kamu." "Ihhhh ... sukanya begitu. Canda mulu!" "Emang enggak boleh? Aku kangen." "Baru dua hari tak ketemu." Belum sempat Adrian bicara. Dari arah belakang mereka. Terdengar celoteh anak kecil yang sengaja menggoda keduanya. "Mama sama Om Adrian enggak boleh uwu-uwu!" Dengan logat cedal gaya khas anak kecil. Sontak mereka berdua tertawa keras. "Sini, Dita! Duduk di sebelah Om. Ada yang mau Om bicarain sama Dita." Tanpa penolakan Dita langung duduk di sebelah Adrian.
Kekesalan dan kemarahan yang tergambar di raut wajah Salsa masih tergurat. Tarikan napasnya naik turun dengan cepat. Sesekali terdengar hembusan napa yang menderu. Dia masih tak bisa menerima dengan perlakuan Amelia padanya."Aku masih kesal sama dia, Bu. Benar-benar marah!" Suara Salsa hampir berteriak."Tenanglah, Sa. Kamu konsentrasi dengan nyetir kamu aja, Jangan pikirin soal Amelia tadi. Bakalan nambah kemarahan kamu aja," tukas Sulastri. Dia berusaha untuk menenangkan Salsa yang masih terlihat emosi."Aku enggak bisa tinggal diam, Bu! Nyakitin, nyebelin, bikin marah. Ingin rasanya aku jambak rambut Amelia itu!""Tenang Salsa. Tenang. Kamu enggak bisa kayak gini. Jangan sampai emosi menguasai kamu. Lagian perjalanan kita tinggal dikit lagi. Entar nyampe apartemen kamu luapkan kemarahan kamu, Sa!""Aaaahhh! Aku marah Bu. Kesaaaal!" teriak Salsa. Sesekali memukul setirnya. Berulang-ulang. Membuat Sulastri cemas dengan ulahnya."Salsa, itu
"Ibu, Pak. Ibu Salsa mengalami kecelakaan." "Apaaa?" teriak Romy tersentak. "Iya, Pak. Ibu mengalami kecelakaan. Sekarang sudah dibawa ke rumah sakit." "Suruh Pak Willy antar saya. Sekarang juga!" "Baik, Pak Romy!" "Kamu WA alamat rumah sakitnya." "Sudah, Bapak." Romy berusaha menelepon ponsel Salsa. Tak terdengar nada masuk. Jantungnya seketika berdetak keras. "Rita, kamu bilang ke semua tamu rekanan. Aku langsung pergi, enggak bisa berpamitan sama mereka semua." "Baik, Pak!" Tak berapa lama. Romy sudah berada di dalam mobil. Dengan kecepatan sedang mobil segera meluncur memecah kemacetan kota Surabaya. "Kita naik tol saja Pak? Biar cepat sampai." "Kamu atur aja Pak Willy!" sahut Romy. Hanya satu jam perjalanan akhirnya mereka sampai di rumah sakit yang dimaksud. Bergegas Romy berlari menuju ruang UGD. Terlihat dari raut wajahnya, Romy sangat cemas. Buru-buru dia menghampir
Romy tercenung cukup lama. Saat membaca sebuah pesan masuk. Entah dari siapa."Nomer HP ... Amelia? Nomer baru?"Dia melihat sebuah pesan yang menuliskan sebuah nomer ponsel seseorang. Entah mengapa Romy beranggapan bila itu nomer Amelia. Dia berpikiran kalau Salsa dan ibunya pasti dari rumah lama Amelia."Aku harus coba telpon nomer ini! Siapa tahu ini beneran nomer Amelia? Karena sangat aneh Salsa bisa berada di daerah sini. Arah ke Malang lagi," bisik Romy.Buru-buru dia keluar ruangan. Dengan memakai sebuah nomer baru, yang Amelia tak mengetahui. Romy mencoba untuk menelepon."Yes, ternyata masuk. Semoga ada yang angkat."Langkahnya mondar mandir mengitari depan bilik Salsa. Hampir satu menit. Telepon tak ada yang angkat. Membuat Romy semakin gusar."Apa ... memang bukan Amelia? Mungkin aku salah?"Dalam kegelisahan Romy saat ini. Seorang perawat menghampirinya."Tolong ditandatangani, Pak. Untuk pengantaran je
Tanpa pernah disadari oleh Salsa. Jika sang ibu ternyata sudah meninggal. Sejuta penyesalan dia labuhkan. Karena perasaan bersalah yang menghimpit dirinya. Masih teringat segala omelan sang ibu. Saat dia menambah kecepatan mobil. Namun dia acuhkan."Maafkan aku Ibu. Semoga ibu baik-baik aja dan cepat sembuh."Terdengar derap langkah yang menghampiri ke arah Salsa. Ternyata seorang perawat yang ingin memeriksa kondisi dirinya. Wanita muda itu tersenyum ramah."Setelah ini, Mbak akan dipindah kamar. Sambil menunggu jadwal operasi.""O-operasi?""Iya, di bagian lengan kanan patah. Tapi, tak terlalu parah kok Mbak."Sejenak Salsa terdiam. Lalu melirik ke arah tangan kanannya. Yang terasa nyeri."Mbak, kondisi ibu saya gimana?""Satu jam yang lalu, sudah dibawa naik ambulan," sahutnya dengan pandangan heran."Ambulan? Maksud Mbak?"Saat itu sang perawat baru tersadar. Kalau Salsa belum mengetahui kondisi sang ibu yang
Tampak Raffian sibuk mengirimkan pesan pada Sella. Dia juga mengirimkan beberapa foto, termasuk mobil berwarna merah dan putih. Dia juga memberikan laporan jika ada dua orang wanita asing yang tengah melabrak Amelia. Tak lama kemudian. Terdengar bunyi ponsel. Segera pandangan mata Raffian tertuju pada sebuah nama. "Sella!" Terdengar dia menghela napas panjang. "Kamu ini kenapa sih? Setiap kali aku telpon selalu seperti menghindar. Memangnya ada apa?" Terdengar suara lembut dari seorang wanita. Yang semakin lama akan mengoceh tak karuan. Yang membuat Raffian selalu malas bila bicara dengannya. "Kamu kan tahu aku masih di rumah sakit. Jadi enggak bisa kencang-kencang kalau ngomong." "Ahhh, kau selalu pintar cari alasan." Lalu keduanya terdiam dan hening. "Aku mau ke sana!" "Ehhh, mau apa kamu ke sini, Sell? Ini rumah sakit. Bukan hotel!" "Udah tau. lagian kalau rumah sakit mau apa? A
Tampak keraguan muncul di hati Sella. Saat Raffian menanggapinya dengan begitu dingin. Seakan tak ingin dia berada di dekatnya saat ini. "Kamu enggak suka aku di sini ya, Raff?" Tak ada jawaban dari lelaki berparas manis itu. Dia hanya melempar pandangannya jauh lurus ke depan. "Kamu, benci sama aku?" "Bukannya kamu ke sini untuk bahas pekerjaan aku hari ini tadi 'kan? jadi, tanya aja yang berhubungan dengan pengintaian aku di rumah Amelia." "Huuufhhh! Kamu ini lama-lama menjengkelkan, Raff!" "Bukannya dari dulu aku seperti ini?" Sella yang kesal, memalingkan wajahnya. Entah mengapa dia tak begitu peduli dengan hasil laporan Raffian. Dia lebih memedulikan atas sikap lelaki manis yang tengah mengacuhkan dirinya. "Kamu enggak cemburu tuh sama Amelia?" "Apaan?" "Sepertinya hubungan mereka sudah sangat dekat, Sell." Tak ada tanggapan dari Sella. Yang terlihat cemberut. "Kamu kok b