"Tapi, kau sungguh tega Mas Romy. Bercinta sama kamu, tapi kau sebut nama Amelia!" Tak kalah sengit Salsa hampir berteriak.
"Diam!" bentak Romy.
"Kenapa aku harus diam? Haaahhh?"
Kali ini Salsa benar-benar berani menantang. Amarah meluap memenuhi relung jiwanya yang telah terluka.
"Selama ini aku diam saja. Berusaha menerima semua keadaan dan kondisi Mas Romy yang ternyata masih menjalin hubungan dengan Tante Amelia. Kamu pun tak pernah menghargai aku sama sekali, Mas. Dan aku masih bisa terima semua itu. Asal kamu jangan keterlaluan seperti tadi Mas."
"Sudah ahhh! Aku enggak mau berdebat lagi sama kamu!"
"Aku enggak mau berdebat, tapi yang keterlaluan, Mas!" sentak Salsa dengan tubuhnya bergetar. Lalu menghadang langkah Romy, dengan membentangkan tangan.
"Apa-apaan kamu, Sa?!" Kedua matanya melotot ke arah Salsa yang pandangannya menghunus tajam.
"Selama ini aku berharap pada,u, Mas. Berharap kau akan berubah untuk perni
"Terus ikuti mereka!""Baik. Semua perintahnya akan saya lakukan. Tapi, ingat jangan lupa langsung ditransfer ke rekening saya!""Kau jangan pernah ragukan aku, kalau soal uang!""Baiklah kalau begitu!"Seorang lelaki dengan kisaran usia 35 tahun, segera memutar mobilnya. Kacamata hitam melekat di raut wajah dengan tulang rahang yang tampak kokoh. Dia terus mengikuti sebuah mobil berwarna putih. Yang melaju dengan kecepatan sedang. Keluar dari sebuah apartemen menuju jalan tol. Sepertinya hendak ke arah luar kota.Dengan kecepatan yang sama. Mobil keluaran Jepang itu terus membuntuti laju mobil putih. Yang ternyata dikendarai oleh Salsa dan Sulastri.Siapakah sosok lelaki ini?Tanpa sepengetahuan Salsa, seseorang telah mengikuti dirinya. Entah atas dasar alasan apa?""Masih jauh, Sa?""Bentar lagi turun tol, Bu. Dari sana setengah jam, sudah sampai.""Oke. Aku sudah enggak sabar ingin maki-maki t
Sejenak wanita muda itu memerhatikan dengan seksama. Pandangannya mengarah lekat pada Sulastri dan Salsa. Seperti sedang menyelidiki siapa mereka sebenarnya? "Kenapa ya, Mbak?" tanya Sulastri. "Ehhh, bukan begitu, Bu. Soalnya pesan Mbak Amelia enggak boleh sebarin alamat barunya ini." "Tapi, kami saudara dari Semarang Mbak. Jauh-jauh datang ke sini, cuman ingin ketemu sama Mbak Amelia." "Ohhh, apa keluarga dari almarhum suaminya dulu?" "Bener sekali!" jawab Sulastri cepat. Salsa yang melihat Sulastri, yang penuh rasa percaya diri. Sangat keheranan. Dia menilai sang ibu sangat lihai bermain drama. "Kenapa enggak Ibu telepon dulu?" "Nomernya enggak aktif, Mbak. Enggak bisa kita telepon," tukas Sulastri tanpa canggung.Akhirnya wanita muda itu pun segera masuk rumah. "Saya ambilkan alamatnya dulu di dalam!" "Baik, Bu RT." Mereka berdua menunggu di luar pagar. Sulastri melirik pada Salsa, yang masih keher
"Sepertinya kau lebih suka kami melakukan hal kekerasan!"Salsa sudah mengangkat tinggi batu yang ada di tangan. Lalu saat dia hendak mengarahkan batu itu ke kaca mobil. Tanpa mereka kira. Mobil itu bergerak cepat mundur. Dan sampai membuat Sulastri terjengkang."Ibuuuu ...!" teriak Salsa histeris.Sulastri meringis kesakitan."Ibu, enggak apa-apa?"Wanita itu menggeleng."Mobil itu menabrak Ibu?"Kembali Sulastri menggeleng."Ibu tadi cuman kaget, Sa. Kok tiba-tiba mobilnya itu jalan. Maksud Ibu ingin melompat minggir. Yang ada Ibu malah terpeleset.""Yakin Ibu enggak apa-apa?""Yakin, Sa."Salsa langsung menggandeng sang Ibu untuk segera naik ke mobil. Sulastri meminum air mineral untuk menenangkan hatinya. Yang sempat tersentak. Salsa terus menatap wajah sang Ibu yang masih terlihat syok."Ibu beneran enggak apa-apa?""Enggak apa-apa, Sa. Ayo kita ke rumah Amelia sekarang!" ajak Sulastri pe
"Ibu, anda ini lucu. Sepertinya anda salah orang. Sebaiknya pergi sekarang juga!" Dengan intonasi suara yang meninggi penuh penekanan.Sangat terlihat jelas Amelia murka. Dia tak ingin harga dirinya diinjak dan dihina seenaknya saja. Apalagi orang itu datang ke rumahnya. "Sebaiknya ibu kamu ajak pulang, Salsa! Aku tak ingin lagi bertemu kalian!""Hei, Amelia! Kalau ini pelakor enggak tahu diri. Masa ponakan sendiri mau kau embat juga. Lihat umur kamu yang sudah tua."Deru napas Amelia membuncah. Ingin rasa hati menampar mulut wanita yang ada di hadapannya. Sampai dia berdiri dan menggebrak meja keras.Braaakkk!"Kalian keluar sekarang atau aku teriak maling!" bentak Amelia kasar."Teriak saja maling. Aku juga bisa teriak kau ini pelakor ponakan kamu sendiri. Memalukan Amelia! Merusak harga diri dan martabat keluarga. Kalau aku jadi kamu, sangat malu sekali. Apalagi foto-foto itu terpampang di sosmed. Pikir pake otak kamu Amelia," ter
"Makanya, Ibu kan sudah bilang. Kamu ini terlalu baik sama dia. Pelakor macam Amelia itu perlu kita berantas. Jangan beri ruang gerak. Apalagi kau biarkan dia untuk merebut Romy." "Enggak akan, Bu! Aku ... akan membuat dia menyesal dengan perlakuannya hari ini terhadap aku!!!" Setelah selesai sedikit menenangkan pikirannya. Salsa segera melajukan mobil meninggalkan rumah Amelia. Yang masih memerhatikan kepergian mobil Salsa. Tampak dia menghela napas panjang. "Haaahhh! Jangan kalian kira aku ini diam dan membiarkan sikap kalian yang menyakitkan," bisik Amelia. Terdengar suara teriakan Dita dari dalam rumah. "Mama! Bukannya tadi Tante Salsa, istri Om Romy?" Amelia menghampiri anak gadisnya. "Iya, Dita. Kamu tadi sempat lupa?" Gadis kecil itu mengangguk. "Dita kira orang lain. Habis waktu di rumah Budhe juga enggak mau akrab sama aku sih," seloroh gadis kecil itu. Amelia hanya tersenyum menanggapi perkataa
Walau dalam pikiran Adrian terbersit sosok yang mungkin melakukannya. Akan tetapi dia pendam. Karena tak ingin membuat Amelia semakin sedih dan terlalu memikirkannya. 'Biar aku yang akan menyelesaikannya! Kau baik-baik saja Sayang. Aku tak ingin kau memikirkan hal tak penting ini!' "Kamu ... mikirin apa Adrian?" Lelaki tampan itu hanya tersenyum. Lalu menarik tangan Amelia dan menciumnya lembut. "Ingin cium bibir kamu." "Ihhhh ... sukanya begitu. Canda mulu!" "Emang enggak boleh? Aku kangen." "Baru dua hari tak ketemu." Belum sempat Adrian bicara. Dari arah belakang mereka. Terdengar celoteh anak kecil yang sengaja menggoda keduanya. "Mama sama Om Adrian enggak boleh uwu-uwu!" Dengan logat cedal gaya khas anak kecil. Sontak mereka berdua tertawa keras. "Sini, Dita! Duduk di sebelah Om. Ada yang mau Om bicarain sama Dita." Tanpa penolakan Dita langung duduk di sebelah Adrian.
Kekesalan dan kemarahan yang tergambar di raut wajah Salsa masih tergurat. Tarikan napasnya naik turun dengan cepat. Sesekali terdengar hembusan napa yang menderu. Dia masih tak bisa menerima dengan perlakuan Amelia padanya."Aku masih kesal sama dia, Bu. Benar-benar marah!" Suara Salsa hampir berteriak."Tenanglah, Sa. Kamu konsentrasi dengan nyetir kamu aja, Jangan pikirin soal Amelia tadi. Bakalan nambah kemarahan kamu aja," tukas Sulastri. Dia berusaha untuk menenangkan Salsa yang masih terlihat emosi."Aku enggak bisa tinggal diam, Bu! Nyakitin, nyebelin, bikin marah. Ingin rasanya aku jambak rambut Amelia itu!""Tenang Salsa. Tenang. Kamu enggak bisa kayak gini. Jangan sampai emosi menguasai kamu. Lagian perjalanan kita tinggal dikit lagi. Entar nyampe apartemen kamu luapkan kemarahan kamu, Sa!""Aaaahhh! Aku marah Bu. Kesaaaal!" teriak Salsa. Sesekali memukul setirnya. Berulang-ulang. Membuat Sulastri cemas dengan ulahnya."Salsa, itu
"Ibu, Pak. Ibu Salsa mengalami kecelakaan." "Apaaa?" teriak Romy tersentak. "Iya, Pak. Ibu mengalami kecelakaan. Sekarang sudah dibawa ke rumah sakit." "Suruh Pak Willy antar saya. Sekarang juga!" "Baik, Pak Romy!" "Kamu WA alamat rumah sakitnya." "Sudah, Bapak." Romy berusaha menelepon ponsel Salsa. Tak terdengar nada masuk. Jantungnya seketika berdetak keras. "Rita, kamu bilang ke semua tamu rekanan. Aku langsung pergi, enggak bisa berpamitan sama mereka semua." "Baik, Pak!" Tak berapa lama. Romy sudah berada di dalam mobil. Dengan kecepatan sedang mobil segera meluncur memecah kemacetan kota Surabaya. "Kita naik tol saja Pak? Biar cepat sampai." "Kamu atur aja Pak Willy!" sahut Romy. Hanya satu jam perjalanan akhirnya mereka sampai di rumah sakit yang dimaksud. Bergegas Romy berlari menuju ruang UGD. Terlihat dari raut wajahnya, Romy sangat cemas. Buru-buru dia menghampir