Share

Bab 81

Penulis: Eclipse Draven
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-04 16:11:04

Rainer mengamati ibu kota dari balik jendela tinggi istana yang menjulang megah di tengah kota. Selama bertahun-tahun, tempat ini telah menjadi simbol dari segala ketidakadilan yang ada di dunia ini. Kastil ini, dengan temboknya yang kokoh dan menara yang menjulang, melambangkan kekuasaan para bangsawan yang telah menghancurkan kehidupan rakyat biasa. Tetapi yang lebih menarik baginya adalah ketegangan yang terasa di udara. Sesuatu yang besar akan terjadi.

Elyse berdiri di sampingnya, matanya memandangi kerumunan yang mulai berkumpul di alun-alun, terdorong oleh desakan kebutuhan dan keinginan untuk perubahan. "Mereka sudah mulai bergerak," kata Elyse dengan suara pelan namun penuh makna. "Mereka tahu, sesuatu akan berubah."

Rainer mengangguk. "Perubahan itu harus datang. Bukan hanya melalui kekuatan, tapi juga melalui pikiran dan hati mereka. Rakyat harus tahu bahwa mereka bisa memimpin sendiri, bahwa mereka bisa menjadi bagian dari dunia baru yang akan kita bangun."

Namun, meskipun
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 82

    Pintu besar istana terbuka dengan perlahan. Rainer menahan napasnya sesaat, memberi sinyal kepada pasukannya yang tersembunyi di balik bayang-bayang. Di depan mereka, lorong panjang mengarah ke jantung kekuasaan para bangsawan—ruang takhta yang selama ini terjaga ketat oleh penjaga elite dan pasukan yang setia pada sistem lama. Namun, kali ini, mereka berada di sisi yang berbeda.Elyse melangkah mantap di sampingnya, wajahnya tegas, namun matanya memancarkan kegelisahan yang samar. Rainer tahu bahwa mereka berdua merasa berat akan konsekuensi yang akan datang, namun mereka juga sadar ini adalah pilihan yang tak bisa ditarik mundur. Mereka harus bertindak cepat. Hanya dengan kejutan dan ketepatan strategi mereka bisa berhasil."Ini adalah momen kita," kata Rainer dengan suara rendah, hanya cukup untuk didengar oleh Elyse. "Kita harus menghancurkan mereka dari dalam, dari jantung kekuasaan ini."Elyse mengangguk, tangannya meraih senjata yang tersembunyi di balik jubahnya. "Dan kita aka

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-04
  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 83

    Langit malam di luar jendela besar istana tampak gelap gulita, seolah mencerminkan suasana hati Rainer yang tengah bergulat dengan pengkhianatan yang baru saja terungkap. Sebelum dia bisa memproses sepenuhnya apa yang terjadi, Benar dan sekutunya, penyihir gelap yang kini berdiri di samping Valen, sudah mengubah peta kekuasaan yang telah mereka bangun dengan susah payah.Elyse, yang berdiri di samping Rainer, tampak terpukul. Namun, di balik ekspresinya yang marah dan bingung, ada tekad yang semakin kuat. Di dunia ini, tidak ada yang bisa sepenuhnya dapat dipercaya. Rainer tahu ini adalah kenyataan yang harus diterima, dan mereka harus bergerak cepat jika mereka ingin mengubah takdir."Bern, kenapa?" tanya Elyse dengan suara penuh kekesalan, mengarahkan pandangannya tajam ke arah pemimpin pemberontak yang dulu mereka anggap sebagai sekutu. "Kau tahu betapa kerasnya perjuangan kita untuk mengubah dunia ini. Bagaimana kau bisa..."Bern menundukkan kepalanya, tampak sangat berat dengan k

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-05
  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 84

    Rainer berdiri di balkon istana, menatap langit yang semakin gelap di luar. Suasana yang dulu penuh dengan semangat perjuangan kini terasa tegang. Bayang-bayang pengkhianatan dan intrik politik mulai meresap ke dalam setiap sudut hatinya. Namun, dia tahu bahwa di dunia ini, tidak ada yang bisa dicapai tanpa menghadapi tantangan besar. Rainer menyadari bahwa untuk melawan kekuatan yang tampaknya tak terhentikan, mereka perlu lebih dari sekadar taktik cerdas. Mereka perlu sebuah rencana besar, sebuah langkah yang tak terduga.Elyse, yang telah berdiri di sampingnya sepanjang malam, akhirnya membuka suara. "Rainer, kita tidak bisa terus bertahan dengan cara ini. Bern, Valen, dan para penyihir itu semakin mendekat. Kita harus bergerak sekarang, sebelum mereka benar-benar menghancurkan kita."Rainer mengangguk, namun pikirannya masih terfokus pada sesuatu yang lebih besar. "Kita akan bergerak, Elyse, tetapi bukan hanya dengan kekuatan. Ini bukan lagi soal pertempuran langsung. Kita harus m

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-05
  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 85

    Rainer dan Elyse berdiri di ruang pertemuan, mata mereka saling bertemu, saling menguatkan. Semua langkah yang telah mereka ambil, semua strategi yang telah mereka susun, kini berada pada titik krusial. Keputusan yang akan mereka buat selanjutnya akan menentukan nasib seluruh dunia yang telah terjerat dalam sistem kasta yang menindas. Rainer merasakan ketegangan yang menyesakkan, namun di balik itu, ada keyakinan yang semakin menguat. Mereka berada di ambang perubahan besar. Tak ada lagi jalan mundur.Di luar, malam telah jatuh dengan cepat, dan istana yang dulunya tampak penuh kemegahan kini terasa semakin mencekam. Para pasukan pemberontak yang setia kepada Rainer mulai bergerak ke tempat-tempat yang telah mereka tentukan. Setiap gerakan mereka direncanakan dengan sangat hati-hati. Rainer tahu bahwa meskipun mereka sudah mempersiapkan segalanya dengan matang, kecepatan dan ketepatan adalah kunci. Kalau saja mereka melakukan kesalahan sekecil apapun, seluruh dunia akan mengetahui sia

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-06
  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 86

    Rainer berdiri di depan peta besar yang tergantung di dinding ruang pertemuan. Setiap gerakan pasukan, setiap posisi bangsawan, setiap rute yang bisa dilalui—semua telah dipertimbangkan dengan cermat. Elyse berdiri di sampingnya, memeriksa peta dengan seksama. Wajahnya tegang, namun matanya penuh harapan. Mereka telah mencapai titik ini, namun untuk sampai ke garis akhir, tantangan yang lebih besar menanti mereka.“Ini adalah langkah terakhir,” kata Rainer dengan suara datar namun penuh keyakinan. “Setiap keputusan kita sekarang akan menentukan segalanya. Jika kita berhasil, maka kita akan mengubah dunia ini selamanya. Namun jika kita gagal…”Elyse menatapnya, menyelesaikan kalimat yang tak terucapkan. “Maka kita akan kehilangan segalanya.” Tetapi dia tak menunjukkan rasa takut. Sebaliknya, ada keteguhan di matanya. “Kita sudah sampai sejauh ini. Kita tidak akan mundur.”Rainer mengangguk, kemudian mengalihkan pandangannya kembali pada peta. “Kita akan menggunakan informasi yang telah

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-07
  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 87

    Di dalam ruang pertemuan istana Valen, suasana semakin tegang. Rainer dan Elyse berdiri di ambang pintu yang kokoh, hanya beberapa langkah lagi menuju takhta para bangsawan yang telah lama menindas rakyat. Mereka tahu bahwa langkah ini adalah langkah terakhir. Tidak ada jalan mundur, dan kesalahan sekecil apa pun akan berakibat fatal. Dunia yang mereka cita-citakan, dunia yang lebih adil, berada dalam jangkauan, namun tantangan terbesar mereka masih menanti.Rainer menarik napas panjang, lalu melangkah maju, mengikuti Elyse yang sudah lebih dulu maju dengan langkah pasti. Tentu saja, keduanya tahu bahwa mereka tidak datang sendirian. Pasukan pemberontak yang mereka pimpin sudah menguasai bagian besar dari benteng, menghancurkan titik-titik pertahanan yang sudah lemah. Namun, untuk benar-benar menghancurkan kekuasaan yang ada, mereka harus berhadapan dengan Valen dan Bern secara langsung.Setiap detik yang berlalu, ketegangan semakin terasa. Rainer bisa mendengar suara gemerisik pasuka

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-07
  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 88

    Kekacauan melanda Istana Valen. Suara senjata yang berbenturan, teriakan pasukan, dan langkah kaki berat para pemberontak yang menguasai lorong-lorong istana mengisi udara. Di dalam ruang pertemuan utama, pertempuran antara Rainer dan Elyse melawan Valen dan Bern baru saja dimulai. Namun, ini bukan sekadar pertempuran fisik; ini adalah pertempuran ideologi yang telah memuncak selama bertahun-tahun penindasan.Di luar ruangan, pasukan pemberontak semakin mendekati pusat kekuatan. Para bangsawan yang dulu merasa tak terkalahkan kini mulai merasakan keputusasaan. Mereka sadar bahwa mereka sudah kalah, meskipun Valen dan Bern masih berusaha untuk mengendalikan situasi. Rainer berdiri tegak, matanya menatap Valen dengan tajam, siap untuk mengakhiri perjalanan panjang ini."Sudah cukup, Valen. Dunia ini tidak membutuhkan lagi orang-orang seperti kalian," kata Rainer dengan nada tegas.Valen mengernyitkan dahi. "Kamu masih berpikir kita bisa menang dengan cara seperti ini, Rainer? Apakah kam

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-08
  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 89

    Keheningan yang menyelimuti Istana Valen setelah kemenangan pasukan pemberontak terasa berat dan penuh beban. Suara langkah kaki yang mengisi lorong-lorong istana kini tak lagi menandakan ketegangan, tetapi langkah menuju perubahan yang lebih besar. Di luar tembok besar yang dulu berdiri kokoh sebagai lambang kekuasaan, Rainer dan Elyse berdiri di tengah lapangan yang penuh dengan pasukan dan rakyat jelata, menyaksikan bagaimana sistem yang lama mulai runtuh.Setelah pertempuran yang sengit, para bangsawan yang dulu berkuasa kini berada dalam penahanan, sebagian besar menyerah begitu saja, sementara yang lain berusaha melarikan diri, tetapi tak ada lagi tempat untuk mereka bersembunyi. Dunia yang pernah dibentuk oleh tangan mereka kini menghadap pada kenyataan yang tidak bisa mereka hindari—perubahan tak terelakkan. Rainer, yang kini berdiri di atas panggung yang dulunya adalah tempat kekuasaan, merasakan tanggung jawab yang begitu besar. Dunia yang selama ini ia anggap mustahil untuk

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-11

Bab terbaru

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 116

    Darah menetes dari luka di bahu Rainer, jatuh ke lantai batu katedral yang dingin.Ia menekan lukanya dengan tangan kiri, mencoba menahan rasa sakit yang berdenyut. Elyse berdiri di sampingnya, napasnya memburu. Di depan mereka, lorong-lorong panjang Katedral Ravenheim membentang seperti labirin, diterangi cahaya lilin yang berkelap-kelip."Ini jebakan," bisik Elyse.Rainer mengangguk pelan. "Tapi kita tidak punya pilihan lain selain terus maju."Langkah kaki terdengar di belakang mereka. Suara itu berirama, terukur. Bukan lari, bukan terburu-buru. Seperti seseorang yang tahu pasti bahwa buruannya tidak akan bisa kabur.Elyse menggenggam belatinya erat. "Kita tidak bisa bertarung dalam kondisi seperti ini.""Kita tidak akan bertarung." Rainer menarik napas dalam. "Kita akan mengalahkan mereka sebelum pedang diayunkan."Elyse menatapnya sejenak, lalu mengangguk. "Baik. Aku percaya padamu."Mereka bergerak lebih dalam ke dalam katedral, menjauh dari suara langkah kaki yang semakin dekat

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 115

    Denting langkah mereka bergema di lorong sempit yang menuju ke dalam Benteng Ardentia.Udara di dalam terasa lebih dingin dibandingkan di luar. Cahaya obor yang berkedip-kedip di sepanjang dinding batu menciptakan bayangan yang bergerak seperti sosok-sosok hantu. Rainer dan Elyse berjalan pelan, memastikan setiap langkah mereka tidak menimbulkan suara berlebihan.Di depan, lorong bercabang menjadi dua.Elyse menoleh ke arah Rainer. "Ke mana?" bisiknya.Rainer mengamati ukiran kecil di sudut tembok. Sebuah tanda, samar tapi jelas bagi yang tahu cara membacanya. Itu adalah simbol navigasi kuno yang digunakan oleh para arsitek istana di masa lalu."Ke kanan," katanya pelan.Mereka bergerak mengikuti lorong itu, mendekati jantung benteng tempat arsip rahasia Ordo Maledicta kemungkinan besar disimpan.Di pusat Benteng Ardentia, sebuah ruangan tersembunyi menyimpan dokumen yang telah ada selama berabad-abad.Rainer menempelkan telinganya ke pintu kayu besar di hadapannya. Tidak ada suara da

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 114

    Gema pertempuran masih tersisa di udara, meski keheningan kini menyelimuti gua bawah tanah.Rainer berdiri di tengah ruangan, napasnya sedikit berat. Jejak sihir yang baru saja ia gunakan masih berkilauan di lantai, menghilang sedikit demi sedikit seperti embun yang menguap. Di sekelilingnya, tubuh-tubuh penyihir bertopeng telah lenyap, terbakar oleh kekuatan ritual pemurnian yang ia ciptakan.Elyse mengamati simbol-simbol kuno yang terpahat di dinding gua. Matanya menyipit. "Ini bukan sekadar tempat pertemuan biasa, Rainer. Tempat ini… lebih tua dari yang kita duga."Rainer melangkah mendekat, menyentuh salah satu ukiran di dinding. Goresan-goresan itu bukan hanya sekadar tulisan sihir biasa. Ada sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang terasa seperti bagian dari sebuah teka-teki yang lebih besar."Lambang ini…" Rainer bergumam. "Aku pernah melihatnya sebelumnya."Elyse menoleh. "Di mana?""Di perpustakaan bawah tanah di Akademi Arcadia," jawab Rainer, suaranya penuh pertimbangan. "Itu

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 113

    Suara ledakan menggema di dalam gua bawah tanah.Rainer mundur selangkah saat debu berhamburan di udara. Cahaya biru dari perangkap sihir yang ia aktifkan membentuk pola rumit di tanah, mengurung sosok bertopeng emas dalam lingkaran bercahaya.Namun, bukannya panik, sosok itu justru tertawa pelan. “Kau cukup cerdas. Tapi apakah kau benar-benar berpikir perangkap seperti ini cukup untuk menahan kami?”Rainer tak menjawab. Matanya menyipit, memerhatikan pergerakan lawannya. Terlalu tenang. Ini bukan sekadar penyihir biasa.Elyse bergerak cepat ke sisinya, belatinya sudah siap. “Kita habisi dia sekarang.”Namun sebelum mereka bisa bergerak, kabut semakin menebal. Udara berubah berat, seolah ada sesuatu yang menarik energi dari sekitar mereka.Sosok itu mengangkat tangannya. “Jika kau ingin menantang kami, maka bersiaplah menghadapi kekuatan yang telah menjaga dunia ini selama berabad-abad.”Rainer hanya tersenyum kecil. “Sudah kuduga.”Dengan satu gerakan tangan, lingkaran sihir di lanta

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 112

    Di dalam aula yang penuh dengan kemewahan, Rainer tetap menjaga ekspresi tenangnya saat Duke Marquez menatapnya dengan tajam. Elyse, yang berdiri di sampingnya, tetap siaga, tangannya hampir selalu berada di dekat belatinya, bersiap menghadapi kemungkinan ancaman.Duke Marquez tersenyum tipis, meski matanya penuh dengan ketegangan. “Kita bisa saling menguntungkan, Rainer. Kau ingin meruntuhkan sistem ini, bukan? Aku bisa membantumu.”Rainer menyilangkan tangannya di depan dada. “Setelah kau mengirim pembunuh untuk membunuhku? Itu cara yang aneh untuk mengundang kerja sama.”Duke Marquez tertawa kecil. “Kau lebih cerdas dari yang kukira. Tapi aku tidak punya pilihan lain. Aku perlu tahu seberapa besar ancaman yang kau bawa.”Elyse menatapnya tajam. “Dan sekarang kau takut?”Duke Marquez menghela napas. “Aku realistis. Apa yang kau lakukan terhadap kota perdaganganku—itu adalah pukulan yang menghancurkan. Aku kehilangan kendali atas para pedagangku. Sekutuku mulai meragukanku. Jika aku

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 111

    Langit di atas desa yang hancur mulai memudar menjadi merah keemasan saat matahari terbit. Rainer berdiri di tengah reruntuhan, memandangi tubuh para pembunuh yang dikirim untuk menghabisinya. Simbol keluarga Duke Marquez di salah satu tubuh mereka menjadi bukti tak terbantahkan bahwa serangan ini bukan kebetulan.Elyse berjalan mendekat, matanya tajam menatap luka di lengannya yang masih mengeluarkan sedikit darah. “Kita tidak bisa membiarkan ini berlalu begitu saja, Rainer.”Rainer mengangguk. “Tentu saja tidak. Tapi kita juga tidak bisa menyerang balik tanpa perhitungan. Jika kita gegabah, kita bisa kehilangan legitimasi yang telah kita bangun.”Lord Gaillard, yang telah menyusul mereka bersama pasukan tambahan, menatap mayat-mayat di tanah dengan ekspresi serius. “Jika Duke Marquez benar-benar di balik ini, berarti dia sudah siap untuk mengumumkan permusuhan terbuka.”Rainer tersenyum tipis, tetapi matanya dingin. “Belum. Jika dia benar-benar siap, dia tidak akan mengirim tentara

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 110

    Setelah pertemuan besar di istana, ketegangan yang semula menggantung di udara mulai berubah menjadi rasa penasaran dan perhitungan. Beberapa bangsawan tampak mulai mempertimbangkan tawaran Rainer, sementara yang lain masih bersikeras mempertahankan sistem lama. Namun, yang paling berbahaya bukanlah mereka yang berbicara secara terang-terangan—melainkan mereka yang tetap diam.Di dalam ruang pribadinya, Rainer duduk di hadapan Elyse dan Lord Gaillard, mengamati laporan-laporan terbaru dari para mata-matanya.“Ada pergerakan mencurigakan dari kubu Duke Marquez,” ujar Elyse, menunjuk ke sebuah dokumen di meja. “Mereka mengadakan pertemuan rahasia dengan beberapa bangsawan yang tidak menghadiri pertemuan kita.”Rainer mengangguk pelan, ekspresinya tetap tenang. “Sudah kuduga. Mereka yang terlalu diam justru yang paling harus kita waspadai.”Lord Gaillard menatap peta kerajaan. “Sepertinya mereka tidak akan langsung melawan kita secara terbuka. Tapi jika mereka berhasil membentuk aliansi

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 109

    Setelah kejatuhan Duke Alvaric, suasana di istana mulai berubah. Para bangsawan yang sebelumnya merasa aman di balik status mereka kini mulai berhati-hati. Kekuatan Rainer sudah terbukti tidak hanya dalam kecerdasannya, tetapi juga dalam cara ia menggulingkan musuhnya tanpa mengangkat pedang sendiri.Namun, Rainer tahu ini hanyalah awal.Di ruang pertemuan rahasia, ia duduk bersama Elyse, Lord Gaillard, dan beberapa sekutu terdekatnya. Di depan mereka terbentang peta kerajaan dengan berbagai wilayah yang menandakan pengaruh para bangsawan.“Kejatuhan Alvaric menciptakan kekosongan kekuasaan,” Rainer memulai. “Beberapa bangsawan akan mencoba mengisi tempatnya, dan yang lainnya akan menunggu dalam bayang-bayang, mencari kesempatan untuk menyerang kita.”Lord Gaillard mengangguk. “Beberapa dari mereka mungkin mulai membentuk aliansi untuk melawan kita.”Elyse menambahkan, “Tapi kita bisa menggunakan ini untuk keuntungan kita. Jika kita bisa mendekati beberapa bangsawan sebelum mereka ber

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 108

    Rainer berdiri di balkon istananya, menatap langit malam yang berhiaskan bintang-bintang. Angin malam yang dingin berhembus pelan, tetapi pikirannya jauh lebih dingin.Veltan telah tersingkir, tetapi kata-katanya sebelum diseret keluar masih terngiang di benaknya. "Aku hanya mengikuti perintah..."Jika Veltan hanyalah boneka, maka siapa dalang sebenarnya?Elyse berjalan mendekat, membawa segelas anggur. “Kau tampak lebih murung dari biasanya.”Rainer menerima gelas itu dan menyesapnya sedikit sebelum berkata, “Veltan hanya permulaan. Masih ada sosok yang lebih besar di balik semua ini.”Elyse menyandarkan punggungnya ke pagar balkon. “Aku setuju. Kita harus mencari tahu siapa yang menarik tali di balik layar.”Rainer mengangguk. “Aku ingin tahu siapa saja yang menjalin hubungan dengan Veltan sebelum semua ini terjadi. Jika kita bisa menemukan pola, kita mungkin bisa menemukan dalangnya.”Elyse tersenyum tipis. “Kau sudah punya sesuatu dalam pikiran?”Rainer menatap gelasnya sejenak se

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status