Perjalanan Rainer dan Elyse terus berlanjut, menjelajah ke wilayah yang semakin terpencil dan terabaikan. Meskipun banyak wilayah yang kini berada di bawah pemerintahan mereka, dunia yang mereka ciptakan masih jauh dari stabil sepenuhnya. Setiap langkah yang mereka ambil dipenuhi dengan ketegangan, ancaman, dan kebutuhan untuk memastikan bahwa kekuasaan mereka tidak hanya sekadar ilusi.Saat mereka tiba di sebuah desa di pinggiran kerajaan, mereka disambut dengan tatapan penuh keheningan. Desa ini, yang dulunya makmur karena hubungan eratnya dengan bangsawan, kini berada di ambang kehancuran setelah kekuasaan itu runtuh. Warga desa masih merasa cemas, tidak yakin akan masa depan mereka. Mereka sudah terlalu sering dikhianati oleh penguasa yang sebelumnya, dan sekarang mereka merasa tak berdaya dalam dunia yang baru.Rainer dan Elyse berjalan menuju pusat desa, di mana para tetua berkumpul. Mereka merasa ketegangan di udara, dan meskipun para tetua menundukkan kepala, ada rasa ragu yan
Rainer dan Elyse berada di puncak menara pengawas di pusat pemerintahan mereka. Dari sini, mereka bisa melihat dunia yang mereka bangun dengan darah, keringat, dan air mata. Dunia yang, meskipun masih jauh dari sempurna, kini lebih bebas dari penjajahan yang dulu menindas rakyatnya. Namun, meskipun kemenangan besar telah mereka raih, rasa ketidakpastian tetap menggelayuti Rainer. Seperti halnya kehidupan yang telah dialaminya, ia tahu bahwa tidak ada perubahan yang bisa bertahan lama tanpa adanya ancaman yang terus-menerus muncul."Sistem yang kita bangun ini harus lebih kuat," kata Rainer, memandang jauh ke luar menara, matanya menyusuri pemandangan kerajaan yang luas. "Kita tidak bisa hanya mengandalkan kekuatan politik dan militer. Ada sesuatu yang lebih besar yang harus kita cari."Elyse berdiri di sampingnya, memandang ke arah yang sama. "Kekuatan sihir," jawabnya dengan keyakinan. "Kita tahu bahwa sihir adalah kekuatan yang sangat besar di dunia ini. Jika kita ingin memastikan b
Keluar dari Kuil Penyihir Kuno bukanlah akhir dari perjalanan mereka. Rainer dan Elyse sekarang memegang kitab kuno yang penuh dengan pengetahuan sihir, tetapi beban tanggung jawabnya jauh lebih besar daripada yang pernah mereka bayangkan. Perasaan lega yang sempat melingkupi mereka saat meninggalkan kuil itu dengan cepat digantikan oleh kesadaran akan apa yang mereka miliki.Kitab itu bukan sekadar buku biasa. Setiap halamannya memancarkan aura magis yang kuat, dan setiap kata yang tertulis tampak hidup, bergerak perlahan seperti tinta cair yang belum mengering. Bagi Rainer, kitab itu adalah jawaban dari ambisinya. Namun, ia juga tahu bahwa kekuatan sebesar itu bisa menghancurkan dunia yang sedang ia bangun.“Elyse,” kata Rainer saat mereka berkemah di kaki gunung, “aku ingin kau tahu bahwa perjalanan ini akan menjadi jauh lebih berbahaya. Pengetahuan di dalam kitab ini... bukan hanya tentang sihir biasa. Ini tentang memahami dasar dari dunia ini, dan itu bisa membuat kita menjadi ta
Langkah kaki Rainer dan Elyse bergema di lantai berbatu koridor panjang markas mereka. Ruang pertemuan utama dipenuhi dengan sekutu, penasihat, dan perwakilan dari aliansi yang mereka bentuk. Ketegangan melingkupi ruangan, memantul seperti gelombang tak terlihat. Semua mata tertuju pada Rainer ketika ia naik ke podium kecil, kitab kuno itu tergenggam erat di tangannya.“Dunia ini sedang berubah,” katanya memulai, suaranya tegas namun penuh kehati-hatian. “Apa yang kita bawa dari Kuil Penyihir Kuno tidak hanya jawaban atas pertanyaan-pertanyaan kita, tetapi juga tantangan yang belum pernah kita hadapi sebelumnya.”Rainer melanjutkan penjelasannya tentang bagaimana kitab itu mengungkapkan Jalinan Dunia, jaringan energi sihir yang menghubungkan segala hal. Penjelasan ini menciptakan keheningan yang berat. Beberapa orang terlihat terpesona, sementara yang lain tampak khawatir.“Keseimbangan sihir mulai terganggu,” lanjut Rainer. “Kita tidak bisa lagi hanya duduk diam dan menunggu. Kitab i
Kemenangan kecil yang baru saja mereka raih tidak memberikan kelegaan bagi Rainer. Lingkaran sihir yang mereka hancurkan adalah bagian kecil dari teka-teki besar yang belum terpecahkan. Semakin dalam ia menyelami Jalinan Dunia melalui kitab, semakin jelas bahwa ancaman ini lebih besar dari sekadar gangguan sihir atau makhluk yang muncul.Ketika malam tiba, api unggun di perkemahan menyala redup. Rainer duduk terpisah dari kelompok, matanya terpaku pada kitab kuno yang berada di pangkuannya. Setiap simbol dan tulisan di halaman-halaman kitab itu tampak seperti bergerak, memanggilnya untuk membaca lebih dalam. Tetapi semakin ia mencoba memahami, semakin banyak bayangan yang menyelimuti pikirannya.“Rainer.” Suara Elyse memecah lamunannya.Rainer menoleh. Elyse berdiri di sana, wajahnya masih menunjukkan sisa kelelahan dari pertempuran sebelumnya. Namun, matanya tetap penuh perhatian.“Kau tidak istirahat,” katanya sambil duduk di sampingnya.“Aku tidak bisa,” jawab Rainer. “Semakin aku
Hutan Larunth yang baru saja mereka tinggalkan menyisakan kesan mendalam bagi kelompok Rainer. Setiap langkah maju terasa seperti mendekati sesuatu yang lebih besar, tetapi juga membawa ancaman yang tidak terduga. Kini, mereka menuju wilayah dataran tinggi Almonier, di mana Nadi Sihir kedua berada. Lokasi itu dikenal sebagai "Benteng Langit," sebuah tempat legendaris yang pernah menjadi pusat ilmu sihir kuno sebelum akhirnya ditinggalkan.Saat perjalanan melintasi lembah yang berkelok, Rainer dan kelompoknya memperhatikan perubahan aneh pada lanskap. Udara terasa lebih dingin, dan langit yang seharusnya cerah mulai diselimuti awan gelap yang bergerak lambat. Burung-burung yang biasanya beterbangan di daerah ini tak terlihat, seolah-olah sesuatu yang besar dan berbahaya telah mengusir mereka pergi."Ini terlalu sepi," kata Elyse, matanya mengawasi sekeliling. "Aku tidak suka ini."Rainer mengangguk setuju. "Benteng Langit adalah tempat yang penuh misteri. Banyak catatan sejarah menggam
Lantai Benteng Langit bergetar semakin kuat, dan suara gemuruh terdengar seperti raungan makhluk purba yang terbangun dari tidur panjang. Di tengah kegelapan yang mulai menyelimuti ruangan, Rainer, Elyse, Kael, dan kelompok mereka bersiap menghadapi apa pun yang mendekat.Elyse menggenggam pedangnya erat, matanya memindai setiap sudut ruangan. "Apa yang kita hadapi, Kael? Kau harus menjelaskan sekarang!"Kael berdiri dengan tenang, meskipun sorot matanya menunjukkan kewaspadaan. "Mereka adalah entitas yang terikat pada energi korup dari Nadi Sihir. Makhluk bayangan yang tidak bisa mati kecuali energinya dihancurkan. Dan sekarang, mereka datang untuk melindungi sumber kekuatan mereka."Rainer melangkah ke depan, tatapannya tajam. "Kalau begitu, kita harus melawan mereka sambil mencari cara untuk menghentikan energi ini. Kita tidak bisa mundur sekarang."Kael menatap Rainer dengan sorot mata penuh hormat. "Keberanianmu mengagumkan. Tapi ingat, ini bukan hanya tentang kekuatan. Strategi
Sejak pertempuran di Benteng Langit, suasana kerajaan telah berubah. Meskipun energi dari Nadi Sihir yang dikendalikan oleh para penjaga bayangan telah dipadamkan, ketegangan masih menyelimuti tanah ini. Rainer tahu, mereka baru saja mengalahkan satu ancaman besar, namun jauh lebih banyak yang tersembunyi di balik tirai kegelapan yang kini perlahan mulai terbuka.Saat malam tiba, angin dingin bertiup melalui hutan yang mengelilingi benteng, dan cahaya bintang seakan berkilau dengan makna baru. Di dalam ruang pertemuan rahasia yang terletak di bawah permukaan tanah kerajaan, Rainer, Elyse, Kael, dan sisa pasukan yang selamat berkumpul untuk merencanakan langkah berikutnya.Rainer berdiri di tengah ruangan, tangannya terlipat di depan dada, sementara tatapannya menilai setiap orang di sekitarnya. Matanya yang tajam seakan dapat menembus dinding yang tak terlihat, mencari jawab dari pertanyaan yang semakin menggantung di benaknya."Sekarang kita tahu bahwa ada lebih banyak kekuatan terse
Kilatan cahaya menyelimuti seluruh ruang dalam Menara Caelus. Cahaya dari Prisma Keempat memancar, menyatu dengan tiga fragmen sebelumnya yang telah Rainer kumpulkan. Suara bisikan kuno membahana, menyampaikan pesan yang tak dapat ditangkap oleh telinga biasa—melainkan oleh jiwa yang bersedia menerima kebenaran seutuhnya.Rainer berdiri di tengah pusaran cahaya itu, matanya terbuka lebar, menyerap seluruh memori dan kebenaran yang tersimpan selama ribuan tahun. Sosok Aeron, bayangan dari masa lalu, perlahan menghilang—senyumnya pudar, meninggalkan beban yang tak kasat mata.Elyse mendekat, wajahnya penuh kecemasan. “Apa yang kau lihat?”Rainer tidak langsung menjawab. Tangannya gemetar. Di matanya tergambar peperangan yang belum pernah diceritakan, pengkhianatan oleh mereka yang dicatat sebagai pahlawan, dan dunia yang dibentuk bukan dari harapan, melainkan dari ketakutan para pendiri.“Aku melihat... dunia yang kita kenal bukan hasil dari kebijaksanaan. Tapi hasil dari keputusan terb
Angin dingin dari utara membawa kabar buruk.Pagi itu, Rainer berdiri di atas puncak benteng pengamatan, memandangi pusaran cahaya yang membelah langit dari kejauhan. Fenomena itu muncul mendadak—tidak satu pun dari alat-alat sihir mereka bisa mendeteksi energi semacam itu sebelumnya. Tapi satu hal jelas: titik pusatnya adalah Menara Caelus, struktur kuno dari Zaman Awal yang selama ini hanya dianggap reruntuhan tak berfungsi.Kini, menara itu bersinar. Hidup kembali.“Menara keempat telah bangkit,” gumam Rainer.Di belakangnya, Elyse datang membawa gulungan tua yang diambil dari arsip Perpustakaan Tengah. “Ada yang menarik,” katanya sambil membuka gulungan di meja observasi. “Menurut peta zaman kuno, Menara Caelus bukan hanya tempat sihir—melainkan tempat penyimpanan memori dunia.”Rainer menoleh, alisnya terangkat. “Memori dunia?”Elyse mengangguk. “Sesuatu yang disebut ‘Rekam Astral’. Sebuah sistem penyimpanan sihir yang bisa merekam kejadian dan pengetahuan dari masa lalu. Jika be
Dunia berubah, tapi perubahan sejati tidak pernah datang tanpa konsekuensi.Sepekan setelah kepulangan Rainer dari Perpustakaan Tengah, gelombang informasi mulai merembes ke setiap pelosok kerajaan. Terjemahan parsial Simfoni Tertinggal telah disalin dan disebarkan ke berbagai sekolah sihir rakyat dan tempat-tempat belajar kecil yang tersembunyi di balik bayang-bayang kota besar.Di awalnya, banyak yang menertawakan dokumen itu. Mereka menyebutnya propaganda seorang anak dari kasta rendah yang menginginkan kekuasaan melalui pengetahuan. Namun semakin banyak yang membaca, semakin banyak pula yang mulai bertanya-tanya.“Kalau sihir bukan bakat keturunan, mengapa kami tidak bisa mempelajarinya?”“Kenapa hanya keluarga bangsawan yang punya akses ke sekolah sihir tingkat tinggi?”Pertanyaan-pertanyaan itu menyebar lebih cepat daripada yang diperkirakan siapa pun.Dan dari balik dinding istana, para bangsawan mulai merasakan tekanan.Di ruang utama Dewan Tertinggi Bangsawan, sebuah pertemua
Hujan turun pelan di atas atap markas, membasahi kaca jendela tempat Rainer bersandar. Di tangan kirinya, liontin yang memuat tiga fragmen kini berpendar aneh—perpaduan antara cahaya dan kegelapan, seolah dua kekuatan bertentangan sedang saling menekan, mencari bentuk akhir dari sebuah kebenaran.Elyse melangkah masuk tanpa suara, membawa dua cangkir teh. Ia menyerahkan satu pada Rainer sebelum ikut bersandar di sisi jendela. Diam.“Apa kau pernah merasa,” kata Elyse akhirnya, “bahwa dunia ini... lebih tua dari yang kita tahu?”Rainer tersenyum kecil. “Tidak hanya lebih tua. Tapi juga lebih terluka.”Ia mengangkat liontin. “Setiap fragmen membawa ingatan. Yang pertama memberi petunjuk tentang asal usul sistem kasta. Yang kedua memperlihatkan eksperimen sihir terhadap manusia biasa. Tapi yang ketiga...”“...membawa kehampaan,” sambung Elyse pelan. “Aku merasakannya saat kita berada di altar itu.”“Dan lebih dari itu.” Rainer berbalik, berjalan ke meja penuh dokumen. Ia mengambil satu g
Langit malam menyelimuti dunia dengan kelam yang lebih pekat dari biasanya. Di luar ibu kota, jauh dari mata para penguasa dan rakyat biasa, Menara Bayangan berdiri di atas bukit batu yang tandus, dikelilingi reruntuhan peradaban lama yang telah lama dilupakan. Di dalam menara itu, sihir lama—sihir yang bahkan tidak dikenali oleh Akademi Sihir Pusat—masih hidup.Di tengah lingkaran sihir yang berpendar redup, pria berjubah ungu tua itu membuka matanya. Mereka bersinar hijau pucat, bukan karena sihir, tapi karena kekosongan yang menghuni raganya. Ia bukan lagi manusia biasa. Namanya telah lama dihapus dari sejarah, digantikan dengan satu julukan: Nihros, sang Pemelihara Kekosongan.“Fragmen ketiga telah terbangun,” gumam Nihros. Suaranya nyaris seperti bisikan di antara celah kenyataan. “Dan si bocah itu... mulai mengganggu alur.”Di sekelilingnya, entitas-entitas tak bernama—makhluk yang dulunya manusia, tapi telah dirusak oleh sihir gelap dari
Ruangan Majelis Tertinggi tidak seperti aula biasa di kerajaan—ia tidak hanya dibangun dari marmer dan batu mulia, tapi dari keheningan yang dalam dan rasa takut yang menggantung. Di tempat inilah hukum kerajaan diciptakan, strategi perang dirancang, dan takdir rakyat ditentukan.Pagi itu, ratusan kursi di tribun atas dipenuhi para bangsawan, penyihir agung, akademisi, dan bahkan utusan luar negeri. Mereka semua datang karena undangan langka: seseorang dari kalangan bawah, tanpa darah bangsawan, tanpa gelar, akan berbicara di hadapan Majelis.Rainer berdiri di tengah podium, mengenakan jubah hitam dengan garis emas yang dirancang Elyse dan para pendukungnya—sebuah simbol antara perlawanan dan martabat. Di belakangnya, Elyse berdiri tegak, mata tajamnya menyapu ruangan.Suara bel logam berdentang tiga kali, menandakan awal sesi. Di kursi utama, High Consul Avarel—pemimpin tertinggi Majelis—mengangguk ke arah Rainer.“Rainer dari distrik bawah, pemegang fra
Langit di atas ibu kota kerajaan Arkwen tampak kelabu. Awan gelap menggantung rendah, seolah menandakan badai besar akan segera datang. Namun badai yang mendekat bukan sekadar cuaca—melainkan konflik yang akan mengguncang seluruh struktur kekuasaan kerajaan.Rainer dan timnya baru saja kembali dari ekspedisi ke Utara, membawa satu kebenaran baru dan satu fragmen simfoni tambahan. Tapi bukan hanya kekuatan yang mereka bawa pulang, melainkan juga informasi yang bisa mengguncang fondasi dunia: bahwa sistem yang saat ini berdiri adalah hasil dari siklus berulang yang dipaksakan oleh kekuatan kuno, dan bahwa pemilik simfoni sejati berpotensi menjadi kunci pembebas atau penghancur dari siklus itu.“Berita tentang pergerakan kita telah bocor,” kata Kysha sambil menyerahkan gulungan surat kepada Rainer. “Tiga dari lima keluarga bangsawan besar mengirim utusan ke menara dewan sihir. Mereka menyebutnya sebagai ‘Tanda Pertama dari Kerusakan.’”“Karena kita mengambil fragme
Hutan Frostveil, wilayah utara kerajaan yang dinginnya mampu membekukan tulang bahkan sebelum musim salju datang. Kabut tebal menggantung di antara pohon-pohon cemara tinggi, dan hanya suara ranting patah atau langkah lembut di salju yang memberi tanda bahwa kehidupan masih ada di tempat itu.Di sinilah Rainer, Elyse, Marcus, dan Kysha menelusuri jejak pengkhianat dari tim mereka—Seth, anggota pencatat sihir yang ternyata telah menyusup atas perintah pihak luar. Peta menuju fragmen ketiga kini berada di tangannya, dan jika dia berhasil menyerahkannya ke tangan sekte atau faksi bangsawan tertentu, pertarungan untuk perubahan bisa berakhir sebelum dimulai.“Kita hanya berjarak satu hari perjalanan dari kuil tua yang disebutkan di fragmen kedua,” bisik Kysha sambil menunjuk peta yang telah mereka salin ulang. “Tapi jalur yang diambil Seth... bukan jalur langsung. Dia menuju celah pegunungan—ada sesuatu di sana yang dia sembunyikan.”Rainer menatap langit yang mulai
Hujan deras mengguyur pelabuhan selatan Kerajaan Galvane. Kapal ekspedisi akademi telah bersandar di dermaga, dan suara ombak yang menghantam kayu menambah ketegangan suasana. Rainer berdiri di dek kapal, mengenakan jubah tebal berlapis pelindung sihir. Di belakangnya, Elyse, Marcus, dan beberapa anggota tim elite akademi bersiap turun.Wilayah yang mereka tuju adalah reruntuhan Virellis, kota kuno yang terkubur oleh tanah longsor dua abad lalu. Berdasarkan kode dalam simfoni pertama, fragmen kedua tersembunyi di bawah tanah, dilindungi oleh mekanisme sihir yang hanya bisa dipecahkan oleh harmoni energi tertentu—sesuatu yang hanya bisa dideteksi jika seseorang memiliki resonansi dengan fragmen pertama.“Aku merasakannya,” bisik Rainer sambil menekan telapak tangannya ke dada, tempat ia mengenakan liontin kristal kecil dari fragmen pertama. “Ada sesuatu yang memanggil… seperti gema di ujung lorong panjang.”Elyse menatapnya, mata peraknya penuh waspada. “Pastikan