Share

Bab 14

last update Last Updated: 2025-01-10 23:19:26

Rainer dan Elyse berlari tanpa henti, kaki mereka beradu dengan lantai batu yang dingin di lorong sempit itu. Setiap langkah terasa semakin berat, seolah-olah ruang yang semula tampak kosong kini memeluk mereka, menekan mereka lebih dekat ke dinding. Batu yang ada di tangan Elyse berkilauan lebih terang dengan setiap detakan jantung mereka, dan Rainer bisa merasakan tekanan yang semakin kuat di sekeliling mereka, seakan dunia ini sendiri berusaha menghentikan mereka.

"Apa yang akan terjadi jika kita tidak bisa keluar dari sini?" tanya Elyse, matanya masih penuh rasa takut meskipun tekadnya tak pernah goyah.

"Jika kita tidak keluar, kekuatan itu akan terkunci lebih dalam. Tapi... kita tidak bisa mundur," jawab Rainer, suaranya lebih tegas dari yang ia rasakan. Ia sendiri tidak tahu pasti apa yang akan terjadi jika mereka gagal. Namun, satu hal yang jelas—mereka tidak punya pilihan selain maju.

Di depan mereka, lorong berbelok tajam, menyembunyikan misteri yang lebih dalam. Saat mereka
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 15

    Rainer duduk di atas batu besar yang terletak di bagian belakang gua, mencoba mencerna semua yang baru saja terjadi. Seluruh tubuhnya terasa kaku setelah pertempuran yang intens melawan penjaga bertopeng. Debu dan puing-puing masih mengambang di udara, dan sesekali angin dingin meniupkan suara yang menakutkan dari dalam gua yang gelap ini. Di depannya, Elyse tengah duduk, wajahnya penuh kecemasan, namun ada keberanian yang menyala di matanya.“Apakah kamu baik-baik saja?” tanya Elyse dengan lembut, suaranya sedikit bergetar, meskipun dia berusaha keras untuk tetap terlihat tenang.Rainer menghela napas panjang, matanya terfokus pada batu di bawahnya. “Aku baik-baik saja,” jawabnya, meski suaranya terdengar lelah. “Tapi... kita tidak bisa terus seperti ini. Kita terlalu terpojok. Kita harus berpikir lebih cerdas.”Elyse mengangguk, menyadari betul bahwa meskipun mereka telah berhasil melawan penjaga itu, ancaman yang lebih besar masih menunggu. Mereka tidak bisa berlari selamanya, dan

    Last Updated : 2025-01-10
  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 16

    Langit di atas kota tampak suram, dipenuhi awan gelap yang tampaknya menandakan sesuatu yang besar akan terjadi. Rainer berjalan dengan langkah hati-hati, matanya menyapu sekeliling untuk memastikan mereka tidak berada dalam pengawasan orang-orang yang tidak diinginkan. Elyse berjalan di sampingnya, wajahnya tegang namun penuh tekad. Setelah pertemuan dengan wanita yang mereka temui di pasar, mereka tahu bahwa langkah berikutnya akan jauh lebih berbahaya dari sebelumnya."Jadi, kita akan bertemu dengan pemimpin mereka?" Elyse bertanya, suaranya rendah namun penuh rasa ingin tahu. Dia menatap Rainer, yang tampaknya lebih tenang daripada biasanya.Rainer mengangguk pelan. "Ya. Mereka adalah kelompok pemberontak yang telah beroperasi di bawah tanah selama bertahun-tahun. Pemimpin mereka, Valen, dikenal sebagai orang yang cerdas dan berani. Tapi dia juga sangat berhati-hati, jadi kita harus siap menghadapi banyak ujian."Mereka berhenti di depan sebuah bangunan besar yang terletak di bagi

    Last Updated : 2025-01-10
  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 17

    Malam itu terasa lebih dingin daripada biasanya. Rainer memandang langit, yang seolah ikut berduka dengan apa yang akan mereka hadapi. Udara di sekitar kota terasa berat, seperti menahan napas, menunggu sesuatu yang besar akan terjadi. Tidak hanya para penjaga yang mengawasi gerak-gerik mereka, tetapi Rainer merasa, dunia itu sendiri memandangi mereka dengan cara yang berbeda. Mereka—ia dan Elyse—tengah berada di jalur yang sempit, di mana setiap langkah bisa menjadi langkah terakhir.Rainer berdiri di luar gerbang benteng penjaga, mata tajamnya menelusuri benteng yang kokoh dan tidak mudah ditembus. Saat ia berbalik, ia melihat Elyse berdiri di sampingnya, menggenggam pedang kecilnya dengan tangan yang terlihat tegang, meski ada tekad di balik matanya.“Rainer…” Elyse memulai, suaranya rendah, namun jelas, “Kita tahu risiko ini. Tetapi kita harus yakin dengan langkah kita. Kita telah datang sejauh ini.”Rainer menatapnya. Di wajah Elyse, ada keyakinan yang hampir bisa menyamai milikn

    Last Updated : 2025-01-10
  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 18

    Rainer dan Elyse berdiri dalam keheningan yang menekan, memandang Valen yang kini tampak lebih seperti musuh daripada sekutu. Setiap kata yang terucap dari mulutnya seperti batu tajam yang menggores dalam hati mereka, mengingatkan betapa dalamnya pengkhianatan ini. Rainer merasakan darahnya berdesir, ada perasaan hampa yang mengalir ke dalam tubuhnya. Ini bukanlah hanya soal kalah dalam perang atau konflik fisik, ini tentang kehilangan segala yang pernah ia percayai.Elyse, yang selalu berdiri di sisinya, kini memandang Valen dengan tatapan tajam. Mata gadis itu menyala dengan api kemarahan yang tak terbendung. “Jadi, kita hanya permainanmu, Valen?” suara Elyse penuh rasa tidak percaya. “Semua yang kita lakukan, semua pengorbanan ini... untuk siapa?”Valen tetap tersenyum dingin, seolah ia menikmati setiap momen kegelisahan yang tercipta. “Tidak ada yang salah dengan menjadi alat, Elyse. Semua orang di dunia ini pada akhirnya hanya alat. Kami hanya lebih bijak dalam menggunakan posisi

    Last Updated : 2025-01-11
  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 19

    Rainer berdiri di depan jendela ruang tamu yang sederhana, matanya menyapu pemandangan kerajaan yang tampak megah, meski di baliknya tersembunyi tumpukan masalah. Meskipun dunia ini penuh dengan sihir dan keajaiban, kenyataan yang dihadapi olehnya terasa jauh lebih gelap. Sihir mungkin bisa mengubah bentuk realitas, tetapi tidak bisa menghapuskan ketidakadilan yang mengakar. Di dunia ini, kecerdasan dan strategi adalah senjata yang paling berharga, tetapi juga yang paling berbahaya. Bahkan seorang jenius sepertinya harus memikirkan seribu langkah ke depan hanya untuk bertahan hidup.Elyse, yang berdiri di dekat pintu, menatap Rainer dengan perasaan campur aduk. Di satu sisi, ia merasa khawatir tentang perjalanan mereka yang semakin berat. Namun, di sisi lain, ia juga merasa semangat yang tumbuh seiring dengan semakin jelasnya tujuan mereka. Dunia ini mungkin terbagi dalam kasta dan kekuasaan yang menindas, tetapi tidak ada yang bisa menghentikan dua orang yang bertekad untuk membuat p

    Last Updated : 2025-01-11
  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 20

    Rainer dan Elyse tiba di kota yang tersembunyi di balik tembok-tembok tinggi yang menghalangi pandangan dari luar. Kota ini tidak terlihat seperti pusat kekuasaan kerajaan, tetapi justru berada di luar radar para bangsawan. Di sinilah kelompok pembangkang yang disebut “Kelompok Bayangan” beroperasi. Mereka bukan hanya seorang pemberontak biasa. Mereka adalah orang-orang yang terdesak, yang telah lama berjuang di bawah bayang-bayang sistem kasta yang menindas, berjuang untuk bertahan hidup di tengah kemiskinan dan ketidakadilan.Namun, meski mereka memiliki tujuan yang sama dengan Rainer—mengubah sistem yang ada—Rainer tahu bahwa meyakinkan mereka untuk bergabung dalam perjuangan mereka akan lebih sulit dari yang dia bayangkan. Ini bukan hanya soal kesamaan tujuan, tapi juga tentang membangun kepercayaan di antara mereka, sebuah hal yang sangat langka di dunia ini.“Mereka tidak akan mudah percaya padaku,” Rainer bergumam saat mereka melangkah masuk ke jalan sempit yang dihiasi dengan

    Last Updated : 2025-01-11
  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 21

    Malam semakin larut ketika Rainer dan Elyse menyusun strategi di kamar kecil tempat mereka menginap. Peta lusuh yang mereka dapatkan dari pemimpin Kelompok Bayangan terbentang di meja kayu sederhana. Garis-garis tinta memetakan wilayah kekuasaan para bangsawan, benteng-benteng utama mereka, dan jalur perdagangan yang menjadi nadi kekayaan kerajaan.Rainer menghela napas panjang. Ia menelusuri peta dengan jarinya, berhenti pada simbol kecil yang menandai salah satu pos perdagangan di perbatasan timur. "Ini titik awal kita," katanya pelan, namun dengan nada penuh keyakinan.Elyse mendekat, matanya mengamati peta dengan cermat. "Kenapa di sini? Bukankah wilayah ini jauh dari pusat kekuasaan?""Itulah intinya," jawab Rainer. "Mereka tidak akan mengira kita akan mulai dari tempat yang begitu terpencil. Pos perdagangan ini kecil, tetapi cukup penting untuk mendukung perekonomian bangsawan di wilayah timur. Jika kita berhasil mengganggu jalur ini, kita bisa menciptakan celah dalam sistem mer

    Last Updated : 2025-01-12
  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 22

    Malam itu, Rainer berdiri di depan peta besar yang terpampang di dinding markas Kelompok Bayangan. Sorot mata pria muda itu penuh dengan tekad. Cahaya lilin yang redup memantulkan bayangannya di dinding, menciptakan aura kepemimpinan yang memukau. Elyse duduk di kursi kayu di belakangnya, mengamati dengan seksama setiap gerakan Rainer."Kita berhasil memutus salah satu simpul ekonomi mereka," Rainer memulai, suaranya rendah tetapi jelas. "Namun, ini hanya langkah pertama. Mereka akan segera membalas. Bangsawan tidak akan tinggal diam saat sistem mereka terganggu."Elyse mengangguk pelan, namun ada sedikit keraguan di wajahnya. "Rainer, aku setuju kita perlu bergerak cepat. Tapi bagaimana kita bisa menghadapi serangan balik mereka? Jumlah kita terlalu kecil."Rainer berbalik, menatap Elyse dengan mata tajam. "Itulah mengapa kita perlu memperluas jaringan kita. Perlawanan ini tidak bisa hanya bergantung pada satu kelompok. Kita harus menggerakkan rakyat—orang-orang yang selama ini terab

    Last Updated : 2025-01-12

Latest chapter

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 158

    Malam di benteng utama terasa lebih hening dari biasanya. Meskipun pasukan Rainer telah meraih kemenangan besar melawan pasukan Vildoria, ia tahu bahwa kemenangan ini bukanlah akhir. Vildoria bukan satu-satunya ancaman yang harus ia hadapi.Di dalam ruang strateginya, Rainer menatap peta yang terbentang di atas meja. Di sekelilingnya, Elyse, Marcus, dan beberapa komandan utama berdiri menunggu arahannya."Apa yang akan kita lakukan selanjutnya?" tanya Marcus, matanya menatap Rainer dengan penuh harapan."Kita tidak bisa hanya bertahan," jawab Rainer. "Jika kita hanya menunggu serangan selanjutnya, cepat atau lambat mereka akan menemukan cara untuk menjatuhkan kita. Kita harus bergerak lebih dulu."Elyse mengangguk. "Kau ingin menyerang mereka langsung?""Bukan serangan langsung," kata Rainer sambil menggeser bidak-bidak di peta. "Kita akan melemahkan mereka dari dalam."Para komandan saling berpandangan, mencoba memahami maksud Rainer.

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 157

    Malam setelah kemenangan di perbatasan barat, Rainer berdiri di dalam tendanya, menatap peta yang dipenuhi tanda-tanda strategis. Di satu sisi, ia merasa puas karena berhasil mengalahkan Lionel Drakos tanpa kehilangan terlalu banyak pasukan. Namun, jauh di dalam benaknya, ia tahu bahwa perang ini belum berakhir.Elyse masuk ke dalam tenda, membawa segulung laporan terbaru. "Kabar dari utara," katanya dengan suara tegang. "Gerakan militer mulai terlihat di perbatasan kerajaan Vildoria."Rainer mengangkat alisnya. "Vildoria akhirnya bergerak?""Sepertinya begitu," jawab Elyse. "Mereka mungkin melihat kelemahan kita setelah perang ini dan berpikir bahwa ini saat yang tepat untuk menyerang."Marcus, yang baru saja memasuki tenda, mendengus. "Mereka salah besar. Justru setelah kemenangan ini, moral pasukan kita sedang berada di puncaknya. Jika mereka berpikir kita lemah, mereka akan menyesalinya."Rainer berpikir sejenak. "Kita harus mengonfirmasi niat

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 160

    Malam masih gelap saat beberapa bayangan bergerak cepat di gang-gang ibu kota Vildoria. Lima sosok berpakaian gelap, masing-masing dengan simbol kecil berbentuk mata di pergelangan tangan mereka, menyelinap melalui lorong-lorong sempit menuju sebuah gudang tua yang tersembunyi di antara bangunan usang.Di dalam, beberapa pria dan wanita bertopeng sudah berkumpul di sekitar meja panjang, peta dan dokumen tersebar di atasnya. Mereka adalah anggota Tangan Hitam—organisasi rahasia yang beroperasi di balik layar, mengendalikan informasi dan kekuatan dengan cara yang hanya mereka yang berkepentingan bisa pahami.Seorang pria bertopeng duduk di tengah, jari-jarinya mengetuk meja dengan ritme yang lambat. "Rainer mulai bergerak," katanya dengan suara tenang namun tajam.Salah satu anggota lain mengangguk. "Ya, dan dia sudah mengetahui keberadaan kita. Tidak lama lagi dia akan mencari cara untuk menghancurkan kita dari dalam."Pria bertopeng itu menghela napas. "Maka kita harus bergerak lebih

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 155

    Malam berhembus dingin saat Rainer berdiri di atas menara pengawas, menatap ke arah selatan. Dalam kegelapan, titik-titik api kecil terlihat di kejauhan—kemah pasukan yang mulai berkumpul di wilayah perbatasan. Jika laporan itu benar, seseorang dari keturunan keluarga kerajaan lama sedang membangun kekuatan di sana.Elyse melangkah mendekat, mantel tebal melilit tubuhnya. "Kau tampak gelisah."Rainer tersenyum tipis. "Gelisah bukan kata yang tepat. Lebih ke... mengantisipasi."Elyse bersandar di pagar batu. "Jika benar ada keturunan kerajaan lama yang tersisa, itu bisa menjadi masalah besar. Rakyat yang masih setia pada monarki pasti akan berkumpul di bawah panji mereka.""Dan itulah yang membuat ini menarik," Rainer menjawab. "Orang-orang selalu mencari simbol. Jika seseorang bisa meyakinkan mereka bahwa kerajaan lama bisa bangkit kembali, maka kita akan menghadapi perang yang lebih besar dari sebelumnya."Marcus datang membawa sebotol anggur, wajahnya tetap santai meskipun situasi s

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 154

    Langit di atas wilayah barat masih dipenuhi asap, sisa dari pertempuran yang baru saja berakhir. Kastil milik Count Reinhardt kini berdiri dalam kehancuran, simbol kejatuhan para bangsawan yang menolak tunduk pada perubahan.Di dalam ruang pertemuan yang dulu penuh dengan kemewahan, kini hanya ada aroma debu dan darah. Rainer berdiri di tengah ruangan, menatap peta besar yang terbentang di atas meja. Wilayah barat telah mereka taklukkan, tetapi peperangan belum selesai.Elyse masuk ke ruangan, wajahnya tenang namun penuh ketegasan. “Beberapa pasukan kita masih sibuk mengamankan desa-desa sekitar. Sebagian besar rakyat di sini tidak berani melawan, tetapi ada kelompok kecil yang masih setia pada Reinhardt.”Rainer mengangguk. “Itu sudah kuduga. Reinhardt mungkin sudah tiada, tapi jejaknya masih ada dalam pikiran orang-orang yang dulu hidup di bawah perlindungannya.”Marcus, yang duduk di sudut ruangan dengan cangkir anggur di tangannya, mendengus. “Orang-orang bodoh. Mereka tidak sadar

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 153

    Rainer berdiri di puncak menara istana, menatap ke kejauhan. Kota yang dulunya diperintah dengan tangan besi oleh Duke Alistair kini dalam transisi menuju era baru. Cahaya fajar mulai menyinari bangunan-bangunan yang masih dipenuhi bekas pertempuran. Jalanan yang tadinya berlumuran darah perlahan dibersihkan, meski bau asap dan kematian masih terasa.Di bawahnya, rakyat berkumpul di alun-alun utama, menunggu pengumuman berikutnya.Elyse melangkah mendekat. “Mereka menunggu pidatomu.”Rainer mengangguk, tetapi matanya tetap tertuju ke kejauhan. “Perjuangan ini belum berakhir. Kota ini masih bisa jatuh ke dalam kekacauan jika kita tidak segera bertindak.”Elyse menatapnya dengan penuh perhatian. “Aku tahu. Tapi untuk saat ini, kita telah memberi mereka harapan.”Rainer akhirnya mengalihkan pandangannya ke Elyse. Dalam beberapa bulan terakhir, gadis itu telah menjadi orang yang paling ia percaya. Dengan kecerdasan dan tekadnya, Elyse selalu menjadi suara rasional yang menyeimbangkan pemi

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 152

    Suara ledakan menggema di seluruh kota. Api berkobar di beberapa sudut distrik, dan jeritan pertempuran bercampur dengan dentingan senjata yang saling beradu. Kekacauan telah mencapai puncaknya—tanda bahwa rencana Rainer berjalan sesuai yang diharapkan.Di dalam istana Duke Alistair, sang penguasa berdiri dengan pedang terhunus. Wajahnya yang biasanya penuh percaya diri kini dipenuhi amarah dan kegelisahan. Di hadapannya, Rainer berdiri tenang, sementara Elyse dan Marcus bersiaga di sisinya.“Aku sudah memperhitungkan segalanya, Alistair,” kata Rainer dengan nada datar. “Hari ini, kekuasaanmu berakhir.”Alistair menyipitkan mata. “Kau pikir hanya dengan beberapa pemberontak rendahan bisa menjatuhkanku?”Senyum tipis tersungging di bibir Rainer. Ia tidak menjawab, tetapi menatap keluar jendela, melihat pasukan perlawanan yang semakin mendekati istana.“Kota ini bukan milikmu lagi,” lanjut Rainer. “Setengah pasukanmu sudah pergi ke timur. Para bangsa

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 151

    Malam terus berlanjut, tetapi tidak ada satu pun dari mereka yang beristirahat dengan tenang. Rainer menatap peta di depannya, memperhitungkan langkah-langkah berikutnya. Dengan informasi yang mereka peroleh, ia tahu bahwa inilah saatnya untuk bergerak.Kelompok perlawanan di distrik pelabuhan akan menjadi kunci. Jika mereka bisa meyakinkan mereka untuk bekerja sama, kota ini akan memiliki kekuatan yang cukup untuk mengguncang rezim Duke Alistair.Elyse menatap Rainer dengan penuh perhatian. "Kapan kita akan menemui mereka?""Besok malam," jawab Rainer. "Kita harus berhati-hati. Jika mereka terlalu takut atau ada mata-mata di dalamnya, kita bisa dalam bahaya."Marcus, yang duduk di sudut ruangan, menyeringai. "Itu sebabnya aku akan pergi lebih dulu untuk memastikan tempatnya aman. Aku bisa bergerak tanpa terdeteksi."Rainer mengangguk. "Lakukan. Dan jika ada yang mencurigakan, mundur. Kita tidak bisa mengambil risiko kehilanganmu."Marcus berdiri. "Serahkan padaku."Keesokan malamnya,

  • Dunia yang Terlupakan: Jalan Sang Jenius   Bab 150

    Malam turun di ibu kota wilayah barat, menyelimuti kota dengan cahaya remang-remang dari lentera yang menggantung di sepanjang jalan berbatu. Suasana kota terlihat lebih sepi dibandingkan siang hari. Warga lebih memilih menghindari keluar rumah kecuali ada keperluan mendesak.Di sebuah rumah sederhana yang berfungsi sebagai tempat persembunyian sementara, Rainer dan kelompoknya berkumpul. Viktor, pedagang yang membantu mereka masuk ke kota, menatap mereka dengan penuh kewaspadaan."Jadi, apa rencanamu selanjutnya?" tanya Viktor, melipat tangannya di dada.Rainer menatap peta kota yang terbuka di atas meja kayu di tengah ruangan. "Kami perlu mengetahui kekuatan pasukan Duke Alistair sebelum mengambil langkah lebih lanjut. Aku ingin kita membagi tugas untuk mengumpulkan informasi."Elyse mengangguk. "Aku bisa menyelinap ke distrik pekerja dan berbicara dengan warga. Mereka mungkin memiliki keluhan tentang pemerintahan Alistair yang bisa kita manfaatkan."Marcus menambahkan, "Aku akan me

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status