Langit di atas kota tampak suram, dipenuhi awan gelap yang tampaknya menandakan sesuatu yang besar akan terjadi. Rainer berjalan dengan langkah hati-hati, matanya menyapu sekeliling untuk memastikan mereka tidak berada dalam pengawasan orang-orang yang tidak diinginkan. Elyse berjalan di sampingnya, wajahnya tegang namun penuh tekad. Setelah pertemuan dengan wanita yang mereka temui di pasar, mereka tahu bahwa langkah berikutnya akan jauh lebih berbahaya dari sebelumnya."Jadi, kita akan bertemu dengan pemimpin mereka?" Elyse bertanya, suaranya rendah namun penuh rasa ingin tahu. Dia menatap Rainer, yang tampaknya lebih tenang daripada biasanya.Rainer mengangguk pelan. "Ya. Mereka adalah kelompok pemberontak yang telah beroperasi di bawah tanah selama bertahun-tahun. Pemimpin mereka, Valen, dikenal sebagai orang yang cerdas dan berani. Tapi dia juga sangat berhati-hati, jadi kita harus siap menghadapi banyak ujian."Mereka berhenti di depan sebuah bangunan besar yang terletak di bagi
Malam itu terasa lebih dingin daripada biasanya. Rainer memandang langit, yang seolah ikut berduka dengan apa yang akan mereka hadapi. Udara di sekitar kota terasa berat, seperti menahan napas, menunggu sesuatu yang besar akan terjadi. Tidak hanya para penjaga yang mengawasi gerak-gerik mereka, tetapi Rainer merasa, dunia itu sendiri memandangi mereka dengan cara yang berbeda. Mereka—ia dan Elyse—tengah berada di jalur yang sempit, di mana setiap langkah bisa menjadi langkah terakhir.Rainer berdiri di luar gerbang benteng penjaga, mata tajamnya menelusuri benteng yang kokoh dan tidak mudah ditembus. Saat ia berbalik, ia melihat Elyse berdiri di sampingnya, menggenggam pedang kecilnya dengan tangan yang terlihat tegang, meski ada tekad di balik matanya.“Rainer…” Elyse memulai, suaranya rendah, namun jelas, “Kita tahu risiko ini. Tetapi kita harus yakin dengan langkah kita. Kita telah datang sejauh ini.”Rainer menatapnya. Di wajah Elyse, ada keyakinan yang hampir bisa menyamai milikn
Rainer dan Elyse berdiri dalam keheningan yang menekan, memandang Valen yang kini tampak lebih seperti musuh daripada sekutu. Setiap kata yang terucap dari mulutnya seperti batu tajam yang menggores dalam hati mereka, mengingatkan betapa dalamnya pengkhianatan ini. Rainer merasakan darahnya berdesir, ada perasaan hampa yang mengalir ke dalam tubuhnya. Ini bukanlah hanya soal kalah dalam perang atau konflik fisik, ini tentang kehilangan segala yang pernah ia percayai.Elyse, yang selalu berdiri di sisinya, kini memandang Valen dengan tatapan tajam. Mata gadis itu menyala dengan api kemarahan yang tak terbendung. “Jadi, kita hanya permainanmu, Valen?” suara Elyse penuh rasa tidak percaya. “Semua yang kita lakukan, semua pengorbanan ini... untuk siapa?”Valen tetap tersenyum dingin, seolah ia menikmati setiap momen kegelisahan yang tercipta. “Tidak ada yang salah dengan menjadi alat, Elyse. Semua orang di dunia ini pada akhirnya hanya alat. Kami hanya lebih bijak dalam menggunakan posisi
Rainer berdiri di depan jendela ruang tamu yang sederhana, matanya menyapu pemandangan kerajaan yang tampak megah, meski di baliknya tersembunyi tumpukan masalah. Meskipun dunia ini penuh dengan sihir dan keajaiban, kenyataan yang dihadapi olehnya terasa jauh lebih gelap. Sihir mungkin bisa mengubah bentuk realitas, tetapi tidak bisa menghapuskan ketidakadilan yang mengakar. Di dunia ini, kecerdasan dan strategi adalah senjata yang paling berharga, tetapi juga yang paling berbahaya. Bahkan seorang jenius sepertinya harus memikirkan seribu langkah ke depan hanya untuk bertahan hidup.Elyse, yang berdiri di dekat pintu, menatap Rainer dengan perasaan campur aduk. Di satu sisi, ia merasa khawatir tentang perjalanan mereka yang semakin berat. Namun, di sisi lain, ia juga merasa semangat yang tumbuh seiring dengan semakin jelasnya tujuan mereka. Dunia ini mungkin terbagi dalam kasta dan kekuasaan yang menindas, tetapi tidak ada yang bisa menghentikan dua orang yang bertekad untuk membuat p
Rainer dan Elyse tiba di kota yang tersembunyi di balik tembok-tembok tinggi yang menghalangi pandangan dari luar. Kota ini tidak terlihat seperti pusat kekuasaan kerajaan, tetapi justru berada di luar radar para bangsawan. Di sinilah kelompok pembangkang yang disebut “Kelompok Bayangan” beroperasi. Mereka bukan hanya seorang pemberontak biasa. Mereka adalah orang-orang yang terdesak, yang telah lama berjuang di bawah bayang-bayang sistem kasta yang menindas, berjuang untuk bertahan hidup di tengah kemiskinan dan ketidakadilan.Namun, meski mereka memiliki tujuan yang sama dengan Rainer—mengubah sistem yang ada—Rainer tahu bahwa meyakinkan mereka untuk bergabung dalam perjuangan mereka akan lebih sulit dari yang dia bayangkan. Ini bukan hanya soal kesamaan tujuan, tapi juga tentang membangun kepercayaan di antara mereka, sebuah hal yang sangat langka di dunia ini.“Mereka tidak akan mudah percaya padaku,” Rainer bergumam saat mereka melangkah masuk ke jalan sempit yang dihiasi dengan
Malam semakin larut ketika Rainer dan Elyse menyusun strategi di kamar kecil tempat mereka menginap. Peta lusuh yang mereka dapatkan dari pemimpin Kelompok Bayangan terbentang di meja kayu sederhana. Garis-garis tinta memetakan wilayah kekuasaan para bangsawan, benteng-benteng utama mereka, dan jalur perdagangan yang menjadi nadi kekayaan kerajaan.Rainer menghela napas panjang. Ia menelusuri peta dengan jarinya, berhenti pada simbol kecil yang menandai salah satu pos perdagangan di perbatasan timur. "Ini titik awal kita," katanya pelan, namun dengan nada penuh keyakinan.Elyse mendekat, matanya mengamati peta dengan cermat. "Kenapa di sini? Bukankah wilayah ini jauh dari pusat kekuasaan?""Itulah intinya," jawab Rainer. "Mereka tidak akan mengira kita akan mulai dari tempat yang begitu terpencil. Pos perdagangan ini kecil, tetapi cukup penting untuk mendukung perekonomian bangsawan di wilayah timur. Jika kita berhasil mengganggu jalur ini, kita bisa menciptakan celah dalam sistem mer
Malam itu, Rainer berdiri di depan peta besar yang terpampang di dinding markas Kelompok Bayangan. Sorot mata pria muda itu penuh dengan tekad. Cahaya lilin yang redup memantulkan bayangannya di dinding, menciptakan aura kepemimpinan yang memukau. Elyse duduk di kursi kayu di belakangnya, mengamati dengan seksama setiap gerakan Rainer."Kita berhasil memutus salah satu simpul ekonomi mereka," Rainer memulai, suaranya rendah tetapi jelas. "Namun, ini hanya langkah pertama. Mereka akan segera membalas. Bangsawan tidak akan tinggal diam saat sistem mereka terganggu."Elyse mengangguk pelan, namun ada sedikit keraguan di wajahnya. "Rainer, aku setuju kita perlu bergerak cepat. Tapi bagaimana kita bisa menghadapi serangan balik mereka? Jumlah kita terlalu kecil."Rainer berbalik, menatap Elyse dengan mata tajam. "Itulah mengapa kita perlu memperluas jaringan kita. Perlawanan ini tidak bisa hanya bergantung pada satu kelompok. Kita harus menggerakkan rakyat—orang-orang yang selama ini terab
Rainer berdiri di aula utama markas Kelompok Bayangan, memandangi para pemimpin pemberontak yang telah bergabung dalam aliansi. Di depan mereka, peta besar dunia terbentang di atas meja kayu tua. Simbol-simbol yang mewakili kekuatan mereka tersebar, sebagian besar kecil dibandingkan simbol-simbol besar yang melambangkan kekuatan para bangsawan.“Kita memiliki sumber daya yang terbatas,” kata Rainer, menunjuk ke bagian peta yang menampilkan wilayah-wilayah aliansi mereka. “Tetapi, kita memiliki sesuatu yang mereka tidak miliki: solidaritas dan semangat untuk perubahan.”Elyse, yang berdiri di sisi Rainer, memandang para pemimpin dengan sorot mata penuh keyakinan. Ia tahu bahwa momen ini adalah titik balik dalam perjuangan mereka. “Ini bukan hanya tentang kekuatan militer,” tambahnya. “Ini tentang memenangkan hati dan pikiran rakyat. Jika kita bisa menggerakkan mereka, maka kita akan menjadi kekuatan yang tak terhentikan.”Garret, pemimpin kelompok utara yang sebelumnya skeptis terhadap
Denting langkah mereka bergema di lorong sempit yang menuju ke dalam Benteng Ardentia.Udara di dalam terasa lebih dingin dibandingkan di luar. Cahaya obor yang berkedip-kedip di sepanjang dinding batu menciptakan bayangan yang bergerak seperti sosok-sosok hantu. Rainer dan Elyse berjalan pelan, memastikan setiap langkah mereka tidak menimbulkan suara berlebihan.Di depan, lorong bercabang menjadi dua.Elyse menoleh ke arah Rainer. "Ke mana?" bisiknya.Rainer mengamati ukiran kecil di sudut tembok. Sebuah tanda, samar tapi jelas bagi yang tahu cara membacanya. Itu adalah simbol navigasi kuno yang digunakan oleh para arsitek istana di masa lalu."Ke kanan," katanya pelan.Mereka bergerak mengikuti lorong itu, mendekati jantung benteng tempat arsip rahasia Ordo Maledicta kemungkinan besar disimpan.Di pusat Benteng Ardentia, sebuah ruangan tersembunyi menyimpan dokumen yang telah ada selama berabad-abad.Rainer menempelkan telinganya ke pintu kayu besar di hadapannya. Tidak ada suara da
Gema pertempuran masih tersisa di udara, meski keheningan kini menyelimuti gua bawah tanah.Rainer berdiri di tengah ruangan, napasnya sedikit berat. Jejak sihir yang baru saja ia gunakan masih berkilauan di lantai, menghilang sedikit demi sedikit seperti embun yang menguap. Di sekelilingnya, tubuh-tubuh penyihir bertopeng telah lenyap, terbakar oleh kekuatan ritual pemurnian yang ia ciptakan.Elyse mengamati simbol-simbol kuno yang terpahat di dinding gua. Matanya menyipit. "Ini bukan sekadar tempat pertemuan biasa, Rainer. Tempat ini… lebih tua dari yang kita duga."Rainer melangkah mendekat, menyentuh salah satu ukiran di dinding. Goresan-goresan itu bukan hanya sekadar tulisan sihir biasa. Ada sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang terasa seperti bagian dari sebuah teka-teki yang lebih besar."Lambang ini…" Rainer bergumam. "Aku pernah melihatnya sebelumnya."Elyse menoleh. "Di mana?""Di perpustakaan bawah tanah di Akademi Arcadia," jawab Rainer, suaranya penuh pertimbangan. "Itu
Suara ledakan menggema di dalam gua bawah tanah.Rainer mundur selangkah saat debu berhamburan di udara. Cahaya biru dari perangkap sihir yang ia aktifkan membentuk pola rumit di tanah, mengurung sosok bertopeng emas dalam lingkaran bercahaya.Namun, bukannya panik, sosok itu justru tertawa pelan. “Kau cukup cerdas. Tapi apakah kau benar-benar berpikir perangkap seperti ini cukup untuk menahan kami?”Rainer tak menjawab. Matanya menyipit, memerhatikan pergerakan lawannya. Terlalu tenang. Ini bukan sekadar penyihir biasa.Elyse bergerak cepat ke sisinya, belatinya sudah siap. “Kita habisi dia sekarang.”Namun sebelum mereka bisa bergerak, kabut semakin menebal. Udara berubah berat, seolah ada sesuatu yang menarik energi dari sekitar mereka.Sosok itu mengangkat tangannya. “Jika kau ingin menantang kami, maka bersiaplah menghadapi kekuatan yang telah menjaga dunia ini selama berabad-abad.”Rainer hanya tersenyum kecil. “Sudah kuduga.”Dengan satu gerakan tangan, lingkaran sihir di lanta
Di dalam aula yang penuh dengan kemewahan, Rainer tetap menjaga ekspresi tenangnya saat Duke Marquez menatapnya dengan tajam. Elyse, yang berdiri di sampingnya, tetap siaga, tangannya hampir selalu berada di dekat belatinya, bersiap menghadapi kemungkinan ancaman.Duke Marquez tersenyum tipis, meski matanya penuh dengan ketegangan. “Kita bisa saling menguntungkan, Rainer. Kau ingin meruntuhkan sistem ini, bukan? Aku bisa membantumu.”Rainer menyilangkan tangannya di depan dada. “Setelah kau mengirim pembunuh untuk membunuhku? Itu cara yang aneh untuk mengundang kerja sama.”Duke Marquez tertawa kecil. “Kau lebih cerdas dari yang kukira. Tapi aku tidak punya pilihan lain. Aku perlu tahu seberapa besar ancaman yang kau bawa.”Elyse menatapnya tajam. “Dan sekarang kau takut?”Duke Marquez menghela napas. “Aku realistis. Apa yang kau lakukan terhadap kota perdaganganku—itu adalah pukulan yang menghancurkan. Aku kehilangan kendali atas para pedagangku. Sekutuku mulai meragukanku. Jika aku
Langit di atas desa yang hancur mulai memudar menjadi merah keemasan saat matahari terbit. Rainer berdiri di tengah reruntuhan, memandangi tubuh para pembunuh yang dikirim untuk menghabisinya. Simbol keluarga Duke Marquez di salah satu tubuh mereka menjadi bukti tak terbantahkan bahwa serangan ini bukan kebetulan.Elyse berjalan mendekat, matanya tajam menatap luka di lengannya yang masih mengeluarkan sedikit darah. “Kita tidak bisa membiarkan ini berlalu begitu saja, Rainer.”Rainer mengangguk. “Tentu saja tidak. Tapi kita juga tidak bisa menyerang balik tanpa perhitungan. Jika kita gegabah, kita bisa kehilangan legitimasi yang telah kita bangun.”Lord Gaillard, yang telah menyusul mereka bersama pasukan tambahan, menatap mayat-mayat di tanah dengan ekspresi serius. “Jika Duke Marquez benar-benar di balik ini, berarti dia sudah siap untuk mengumumkan permusuhan terbuka.”Rainer tersenyum tipis, tetapi matanya dingin. “Belum. Jika dia benar-benar siap, dia tidak akan mengirim tentara
Setelah pertemuan besar di istana, ketegangan yang semula menggantung di udara mulai berubah menjadi rasa penasaran dan perhitungan. Beberapa bangsawan tampak mulai mempertimbangkan tawaran Rainer, sementara yang lain masih bersikeras mempertahankan sistem lama. Namun, yang paling berbahaya bukanlah mereka yang berbicara secara terang-terangan—melainkan mereka yang tetap diam.Di dalam ruang pribadinya, Rainer duduk di hadapan Elyse dan Lord Gaillard, mengamati laporan-laporan terbaru dari para mata-matanya.“Ada pergerakan mencurigakan dari kubu Duke Marquez,” ujar Elyse, menunjuk ke sebuah dokumen di meja. “Mereka mengadakan pertemuan rahasia dengan beberapa bangsawan yang tidak menghadiri pertemuan kita.”Rainer mengangguk pelan, ekspresinya tetap tenang. “Sudah kuduga. Mereka yang terlalu diam justru yang paling harus kita waspadai.”Lord Gaillard menatap peta kerajaan. “Sepertinya mereka tidak akan langsung melawan kita secara terbuka. Tapi jika mereka berhasil membentuk aliansi
Setelah kejatuhan Duke Alvaric, suasana di istana mulai berubah. Para bangsawan yang sebelumnya merasa aman di balik status mereka kini mulai berhati-hati. Kekuatan Rainer sudah terbukti tidak hanya dalam kecerdasannya, tetapi juga dalam cara ia menggulingkan musuhnya tanpa mengangkat pedang sendiri.Namun, Rainer tahu ini hanyalah awal.Di ruang pertemuan rahasia, ia duduk bersama Elyse, Lord Gaillard, dan beberapa sekutu terdekatnya. Di depan mereka terbentang peta kerajaan dengan berbagai wilayah yang menandakan pengaruh para bangsawan.“Kejatuhan Alvaric menciptakan kekosongan kekuasaan,” Rainer memulai. “Beberapa bangsawan akan mencoba mengisi tempatnya, dan yang lainnya akan menunggu dalam bayang-bayang, mencari kesempatan untuk menyerang kita.”Lord Gaillard mengangguk. “Beberapa dari mereka mungkin mulai membentuk aliansi untuk melawan kita.”Elyse menambahkan, “Tapi kita bisa menggunakan ini untuk keuntungan kita. Jika kita bisa mendekati beberapa bangsawan sebelum mereka ber
Rainer berdiri di balkon istananya, menatap langit malam yang berhiaskan bintang-bintang. Angin malam yang dingin berhembus pelan, tetapi pikirannya jauh lebih dingin.Veltan telah tersingkir, tetapi kata-katanya sebelum diseret keluar masih terngiang di benaknya. "Aku hanya mengikuti perintah..."Jika Veltan hanyalah boneka, maka siapa dalang sebenarnya?Elyse berjalan mendekat, membawa segelas anggur. “Kau tampak lebih murung dari biasanya.”Rainer menerima gelas itu dan menyesapnya sedikit sebelum berkata, “Veltan hanya permulaan. Masih ada sosok yang lebih besar di balik semua ini.”Elyse menyandarkan punggungnya ke pagar balkon. “Aku setuju. Kita harus mencari tahu siapa yang menarik tali di balik layar.”Rainer mengangguk. “Aku ingin tahu siapa saja yang menjalin hubungan dengan Veltan sebelum semua ini terjadi. Jika kita bisa menemukan pola, kita mungkin bisa menemukan dalangnya.”Elyse tersenyum tipis. “Kau sudah punya sesuatu dalam pikiran?”Rainer menatap gelasnya sejenak se
Malam menyelimuti istana, tetapi pikiran Rainer tetap bekerja tanpa henti. Pengkhianatan bukan lagi sekadar kemungkinan—itu adalah kepastian. Namun, ia masih belum mengetahui siapa pengkhianatnya, kapan mereka akan bergerak, atau bagaimana mereka berencana untuk menghancurkan semuanya.Elyse duduk di seberangnya, tangannya menopang dagu, matanya terfokus pada peta kerajaan yang terbentang di atas meja kayu besar. "Kita tidak bisa terus dalam keadaan defensif, Rainer. Jika kita hanya menunggu dan berjaga-jaga, kita akan kehilangan inisiatif. Kita harus mencari tahu siapa yang berkhianat sebelum mereka menyerang lebih dulu."Rainer mengangguk pelan, matanya menyipit, menganalisis berbagai kemungkinan. "Kita harus memancing mereka keluar. Membuat mereka merasa cukup percaya diri untuk mengungkap niat mereka."Elyse mengangkat alis. "Bagaimana caranya?"Rainer tersenyum kecil, meskipun ada ketegangan di baliknya. "Kita akan menyebarkan kabar bahwa aku berencana bertemu dengan seorang bang