Share

57. Salah Paham

Author: Black Aurora
last update Last Updated: 2024-12-09 09:39:16

Kintan tidak tahu harus berbuat apa. Pak Arga sepertinya masih belum juga sadar, dan rumah lelaki itu juga kosong tanpa ada seorang pun di situ.

Dengan perlahan, Kintan memutuskan untuk membopong tubuh tak sadar Arga untuk dibaringkan di atas sofa ruang tamunya. Lelaki itu memiliki tubuh yang lumayan tinggi, meskipun tidak setinggi Iqbal, dan tubuhnya pun agak kurus.

Kintan menatap ke sekelilingnya, mencari sesuatu yang bisa membuat lelaki itu tersadar. Ah ya. Parfum.

Tanpa berpikir panjang, Kintan meraih botol parfum kecil di dalam tas tangannya dan membuka tutup botol itu. Lalu ia pun mendekatkannya di hidung Arga. Kintan yakin wangi yang menyengat ini akan membuat lelaki itu terbangun.

Dan tak disangka, ternyata cara itu berhasil.

Tak lama kemudian, Kintan melihat kelopak mata Arga yang sedang tertutup rapat itu seperti bergerak pelan.

"Pak Arga?" panggilnya.

Lelaki itu perlahan membuka dan mengerjap-kerjapkan matanya. Ia menatap Kintan dengan pandangan bingung. "Bu... Kintan?"

"
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Duda dan Janda Bertetangga    58. Cemburu

    "Jadi waktu mau pergi arisan di rumah Wita, aku melihat Pak Arga terbaring di samping pintu rumahnya. Dan ternyata dia pingsan akibat vertigo," terang Kintan. "Lalu aku membantunya untuk minum obat. Udah gitu aja kok." Kintan pun sengaja mempersingkat penjelasannya, agar Iqbal tidak semakin salah paham.Iqbal mengerutkan dahinya. "Membantunya minum obat? Itu artinya : kamu masuk ke dalam rumah lelaki itu kan?" dengusnya kesal.Kintan pun mengutuk ketelitian Iqbal dalam hati. "Dia pingsan Iqbal, aku harus membopongnya ke dalam. Dan dia memintaku mengambilkan obatnya di meja makan. Setelah itu aku pergi," tukas Kintan cepat.Iqbal masih tetap bersidekap dengan melipat tangannya di dada sambil menatap tajam Kintan. Otaknya masih ragu untuk memutuskan apakah dia akan mempercayai wanita itu atau tidak. "Lalu apa maksudnya tadi itu tentang Victoria Secret segala?""Aku memberinya parfum untuk dibaui supaya sadar dari pingsannya. Setelahnya, dia malah bertanya apa nama parfumku itu, katanya

    Last Updated : 2024-12-09
  • Duda dan Janda Bertetangga    59. Masih Cemburu

    Setelah Khalil berangkat didampingi Arga, Kintan kembali berkutat di dapur menyelesaikan masakan untuk bekal Khalil dan Khafi sekolah. Saat sedang mencuci peralatan memasaknya, Kintan mendengar suara langkah kaki dari kamar Khafi, anak bungsunya. Sepertinya anak itu baru selesai mandi dan berpakaian."Ma. Kata Sharen dan Dilla, Khafi itu ganteng banget. Apa iya, Ma?" Khafi, anak bungsunya yang masih berusia 6 tahun itu sedang sibuk mematut dirinya di depan kaca berbingkai di ruang tamu. Wajah kecilnya yang terlihat segar sehabis mandi ditolehkan ke kiri dan kanan, sambil mengusap-usap dagu dan pipinya sendiri.Kintan hanya melirik sekilas kelakuan narsis anak kecil itu dari balik bak cuci piring, lalu ia pun menghela napas. "Fi, ayo cepat sarapan dulu! Abang Khalil udah duluan berangkat dari tadi. Dia nggak sempat sarapan dan bawa bekal makan siang," cetus Kintan, mengabaikan pertanyaan nggak penting Khafi sebelumnya.Khafi berjalan ke meja makan dan mulai memakan roti bakar dengan

    Last Updated : 2024-12-09
  • Duda dan Janda Bertetangga    60. Konfrontasi Dan Konfirmasi

    Iqbal memacu cepat Tesla miliknya dengan kecepatan sedikit di atas rata-rata. Tikaman rasa cemburu yang begitu kuat telah membuat lelaki itu mengabaikan telepon dari Nia, sekretarisnya yang sejak tadi tak berhenti berdering. Namun saat ia berhenti di lampu merah, Iqbal pun mendesah. Apa yang dia lakukan? Jabatan Direktur Pemasaran dan Perencanaan Strategis yang diembannya bukanlah sesuatu yang bisa dianggap main-main. Tidak seharusnya ia pergi begitu saja di saat meeting kinerja mingguan akan dimulai. Huh. Sangat tidak profesional. Iqbal akhirnya memutuskan untuk mengirim pesan pada Nia agar memundurkan jadwal meeting satu jam lagi. Ya, satu jam. Rasanya itu cukup untuk meminta penjelasan dari Kintan. Meskipun sejujurnya Iqbal yakin dan percaya, Kintan tidak akan pernah mengkhianatinya dengan lelaki itu ataupun dengan yang lain. Bahkan pada akhirnya Iqbal juga akan memaafkannya jika wanita itu benar-benar bersalah. Iqbal akan memaafkan Kintan jika saja wanita itu benar-benar se

    Last Updated : 2024-12-09
  • Duda dan Janda Bertetangga    61. Setelah Tiga Tahun

    Iqbal tidak melepaskan pagutan bibirnya yang panas dari bibir Kintan yang lembut, sementara kakinya terus melangkah masuk ke dalam kamar wanita itu. Ketika akhirnya mereka sampai di ranjang, Iqbal membaringkan tubuh kekasihnya di atas kasur empuk dan menindihnya, namun seketika ia menghentikan ciumannya yang bergelora. "Kenapa?" Kintan bertanya heran, saat Iqbal tiba-tiba terdiam dan hanya memandangi wajahnya dari atas tubuh wanita itu. Iqbal menyunggingkan senyum dari salah satu sudut bibir pink pucatnya, membuat Kintan pun seketika terpukau dan berdebar. Lelaki ini benar-benar tampan. "Aku hanya ingin menatap wajahmu, Sayang. Aku ingin memastikan bahwa ini benar-benar bukan mimpi," ucapnya sambil mengelus lembut rambut Kintan yang panjang. "Selama tiga tahun aku sering berkhayal mendengar tawamu, menyentuhmu, mencium bibir lembutmu. Terus dan terus berkhayal hingga akhirnya aku pun jatuh tertidur." Ada nada sedih dan terluka dari intonasi suara pria itu, membuat Kintan merasa

    Last Updated : 2024-12-10
  • Duda dan Janda Bertetangga    62. Pria Misterius

    Keributan yang terjadi antara Kintan dan lelaki berkaca mata hitam dan bertopi baseball itu tak pelak membuat semua orang yang sedang mengantri pun ikut menatap mereka, seakan menjadi tontonan gratis yang seru dikala kejenuhan menunggu antrian panjang. Seorang wanita cantik bertubuh mungil dengan beringas dan tanpa takut memukul seorang pria tampan berkaca mata hitam dengan tubuh yang jauh lebih tinggi dan besar darinya. Rambut Kintan yang sepinggang mulai terlihat jatuh membingkai wajahnya yang merona karena gusar, membuat lelaki berkaca mata hitam itu pun semakin terpesona. 'Seandainya aku belum bertemu dengan istriku yang sekarang, pasti aku akan mengejar wanita ini', pikirnya sambil tersenyum dalam hati. Sampai akhirnya seseorang pun datang untuk melerai mereka. "Maaf, tolong jangan buat keributan di sini," manager resto pizza itu menahan tangan Kintan agar tidak terus memukul lelaki tinggi besar namun seperti tidak berdaya melawan perempuan mungil itu. Manager itu pun menatap

    Last Updated : 2024-12-10
  • Duda dan Janda Bertetangga    63. Donatur Malaikat

    Iqbal mencium bibir Kintan yang sudah bengkak memerah karena perbuatannya.Wanita itu sekarang sudah tertidur pulas di ranjangnya, sejak ia memandikan Kintan yang kelelahan. Iqbal tersenyum simpul karena hari ini hasratnya yang menggebu-gebu telah terlampiaskan dan membuatnya sangat puas mencumbu tubuh wanitanya yang molek.Meskipun ada sedikit rasa bersalah di dalam dirinya karena membuat Kintan menjadi terkulai letih seperti ini, setelah menggempur tubuhnya habis-habisan sejak tadi siang dan juga malam ini."Maaf, Sayang," bisiknya, berkali-kali meminta maaf dari tadi. "Tapi itu salahmu juga karena dulu meninggalkanku. Jadi bersiaplah, beberapa minggu ini aku akan merapel kegiatan bercinta kita yang seharusnya dilakukan selama tiga tahun yang lalu," ujarnya nakal pada telinga Kintan, meskipun wanita itu masih sangat pulas dan tidak mendengar ucapannya sama sekali.Iqbal belum ingin beranjak untuk pulang ke rumahnya, meskipun waktu sudah menunjukkan pukul 02.00 dinihari. Dan itu Ki

    Last Updated : 2024-12-11
  • Duda dan Janda Bertetangga    64. Sang Mantan

    Kintan terbangun saat melihat Iqbal yang sudah rapi bersiap untuk kembali ke kantor. Ia pun mengangkat tubuhnya untuk bersandar di kepala ranjang. Ia merintih pelan dan menggigit bibirnya. Tubuhnya serasa remuk, dan bagian kewanitaannya sedikit nyeri akibat percintaan panas penuh gelora yang entah berapa kali dilakukannya bersama Iqbal. "Kamu mau kembali ke kantor?" tanya Kintan pada Iqbal yang sedang memakai dasi. Ia ingin sekali membantu mengikatkan dasi di leher kekasihnya itu, namun kakinya masih terasa gemetar untuk berdiri. Iqbal menatap cepat ke arah Kintan, tidak menyadari jika wanita itu telah terbangun. "Sayang, kamu sudah bangun?" tanyanya lagi sambil melangkah ke ranjang. Ia mengecup lembut bibir manis Kintan dan menatap mata bermanik indah yang membuatnya terpesona. "Istirahatlah lagi. Kamu lelah, kan?" ucapnya dengan nada menggoda. "Kamu selalu tertidur saat kumandikan. Padahal aku ingin ronde selanjutnya di bath tub," cengirnya. Kintan mencubit gemas pinggang Iqbal

    Last Updated : 2024-12-11
  • Duda dan Janda Bertetangga    65. CEO One Million

    Rani memicingkan mata kesal melihat punggung Iqbal yang semakin menjauh darinya. "AKU TIDAK MAU!!" teriaknya kesal. 'Iqbal benar-benar menyebalkan!! Setidaknya paksa sedikit kek, atau bujuk kek, masa ninggalin aku begitu saja!! Huh. Aku tidak akan mengikutinya!!'Dengan sikap keras kepala, Rani kembali menenggak cairan emas di gelasnya dengan kasar. 'Aku benci Iqbal! Dan juga Kintan!! Aku benci kalian berduaa!!!'Rani menunggu beberapa saat, berharap mantan suaminya itu akan kembali lagi untuk menjemputnya. Namun setelah beberapa menit, barulah ia menyadari kalau Iqbal benar-benar meninggalkannya.Rasanya wanita itu ingin sekali menjerit karena frustasi! Iqbal... kamu benar-benar keterlaluan!!Dengan terburu-buru, Rani pun menyambar tas tangannya dan turun dari kursi bartender. Ia segera berlari keluar dari bar ke arah parkiran mobil untuk mengejar Iqbal.Syukurlah ternyata lelaki itu tidak benar-benar meninggalkannya. Iqbal menunggu di dalam mobil Tesla-nya dengan mesin yang dibiar

    Last Updated : 2024-12-11

Latest chapter

  • Duda dan Janda Bertetangga    127. My Personal Asisstant

    Kintan benar-benar bingung dan kaget menatap pria tampan yang kini sedang menggendongnya, bahkan ia sampai lupa dengan kakinya yang sedang sakit dan terkilir. Sedang apa Iqbal di sini? "Ssst... Bukankah itu Iqbal Bimasakti? CEO FlashJet yang baru saja mengumumkan identitasnya?" bisik pelan seseorang. "Apa yang dia lakukan di sini?" ucap yang lain. "Kenapa dia menggendong Kintan Larasati? Jangan-jangan mereka saling mengenal?" "Ehm, ternyata dia jauh lebih tampan daripada di televisi ya.." Suara-suara kasak kusuk yang terdengar di sekeliling mereka, membuat rona merah menjalar di wajah Kintan. Terlebih karena Iqbal menatapnya begitu intens dan tak melepas pandangannya dari wajah Kintan sedetik pun "Pak Iqbal? Anda kemari?" Iqbal dan Kintan menoleh pada suara ceria yang menegur Iqbal. Kintan kembali mendapatkan kejutan, karena yang barusan menyapa Iqbal adalah... Katya! Tanpa sadar, Kintan menelan ludah dan mencengkram bagian dada baju Iqbal. Seketika ia mengingat perkataan lela

  • Duda dan Janda Bertetangga    126. Gathering

    Seharusnya Kintan menampar wajah tampan itu. Atau paling tidak, mendorong tubuh Iqbal dan segera pergi sejauh mungkin dari sini. Tapi yang malah dilakukan oleh tubuhnya adalah menerima bibir pink pucat itu yang bergerak dengan bebas untuk menyesap bibirnya. "Kintan bodoh!" rutuk hatinya, ketika lagi-lagi ia terbuai saat lidah Iqbal yang basah dan hangat itu berhasil menerobos masuk ke dalam mulutnya. Dan kedua tangan yang seharusnya bersikap tegas terhadap perbuatan lelaki itu, kini malah berada di kepala Iqbal, dengan jari Kintan yang terbenam di dalam rambut lebat lelaki itu. Terdengar suara erangan lirih penuh suka cita dari mulut Iqbal, saat jemari Kintan meremas lembut rambutnya, karena wanita itu semakin larut dalam permainan lidah mereka. Tanpa melepaskan ciuman mereka, Iqbal mengangkat pinggang Kintan dan memindahkan tubuh ramping itu dari kursi penumpang ke atas tubuhnya. Kintan sedikit kaget saat Iqbal mengangkat tubuhnya dengan sangat gampang, namun lelaki itu ta

  • Duda dan Janda Bertetangga    125. Ciuman Strawberry Cheesecake

    Kini mata Kintan pun benar-benar terbelalak sempurna. "Kamu... ada di depan rumahku?" gumannya tak percaya. Kintan melirik jam di dinding ruang makan.Jam 01.30? Apa yang Iqbal lakukan di malam buta begini di depan rumahnya?"Keluarlah. Aku ada di dalam mobil."Kintan menggigit bibirnya karena bingung. Apakah dia harus keluar menemui Iqbal?"Kalau kamu tidak keluar juga, akan kusampaikan kepada Katya tentang Ibram yang menyukaimu," ancam Iqbal."Ck. Kamu tidak akan berani melakukannya," tukas Kintan dengan yakin."Benarkah? Asal kamu tahu kalau Katya Lovina dan aku telah saling mengenal. Bahkan aku pun memiliki nomor ponselnya," sahut Iqbal dengan santai."Aku mengenalnya, Kintan. Dan hanya masalah waktu saja hingga aku memberitahukan semua ini kepada Katya. Kecuali jika kamu keluar dan menemuiku sekarang," tukasnya ringan, seakan yang baru ia ucapkan itu bukanlah sebuah ancaman."Lalu apa maumu Iqbal? Untuk apa aku harus menemuimu?""Untuk menagih," sahut Iqbal cepat."Menagih?""999

  • Duda dan Janda Bertetangga    124. Telepon Tengah Malam

    Tunggu sebentar, sepertinya ada yang salah di sini. Hatinya terasa bergetar karena melihat tatapan teduh Arga yang ditujukan padanya??!! Rasanya sekarang Kintan ingin sekali membenturkan kepalanya kembali ke lantai, biar sekalian aja benjolnya nambah satu lagi! Kintan pun memaki-maki otaknya dalam hati. Jangan-jangan karena amnesia yang nggak sembuh-sembuh, membuat otaknya mulai agak geser! Huufft... tarik napas, Kintan. Nggak perlu terlalu dipikirkan. Nggak ada perasaan lebih dari seorang tetangga biasa dan rekan kerja di One Million yang nggak perlu kamu rasakan pada Arga. Nggak ada! Uhm... Tapi... kenapa Arga menatapnya seperti itu? Entah kenapa Kintan merasa sekilas tatapan Arga mirip sekali dengan Iqbal, meskipun warna mata mereka sangat jauh berbeda. Arga berwarna hitam seperti Kintan, sedangkan Iqbal berwarna coklat terang yang cemerlang. Tapi Iqbal juga menatapnya seperti Arga, teduh dan... mendebarkan. Haaah... kayaknya mulai Kintan berhalusinasi. Apa itu akibat dari

  • Duda dan Janda Bertetangga    123. Kolektor

    Jam 7 malam.Kepala Kintan pusing dan penat seharian ini. Benjol yang makin terasa berdenyut dan juga kekhawatirannya pada masalah agensi One Million milik Ibram, membuat wanita itu mencari-cari obat migrain di dalam laci obat.Setelah menenggak obat putih itu, Kintan pun merebahkan kepalanya di sandaran sofa. Pikirannya melayang pada perkataan Ibram di kantor tadi.Hufff... bagaimana mungkin Iqbal setega itu meminta Katya, istri sepupunya itu untuk menjadi brand ambassador FlashJet sebagai ganti klaim kepemilikannya atas One Million?Apa sebenarnya yang ia mau dari Katya?Uh, Kintan akan benar-benar marah padanya jika lelaki itu ternyata hanya berniat untuk menyakiti istri sepupunya itu!Awas saja kamu, Iqbal!Tiba-tiba Kintan mendengar suara pintu pagarnya dibuka dari luar. Seketika ia pun mengangkat kepalanya yang sedang rebahan. Siapa yang masuk?Arga muncul di depan pintu rumah Kintan yang terbuka dengan senyum manis berlesung pipinya. "Hai, Kintan."Kintan berdiri dan membalas

  • Duda dan Janda Bertetangga    122. Out Of The Box

    Kintan langsung terbangun saat ia mendengar suara dering ponsel. Dengan mata masih mengantuk, ia berusaha meraih ponselnya dari atas nakas. Eh? Khalil anak sulungnya menelepon? Baru saja Kintan mau menjawabnya, tapi ternyata keburu putus. 'Uh. Memangnya jam berapa sih sekarang?'Dan matanya pun melotot saat melihat jam bulat di dinding kamarnya yang sudah menunjukkan pukul 3 sore!! Waktunya anak-anaknya pulang sekolah. Gawat!!Kintan pun menjerit frustasi dan buru-buru bangun dari tempat tidurnya. Namun dasar ceroboh, karena terlalu panik, akhirnya kakinya malah terbelit selimut tebal dan membuatnya hilang keseimbangan, lalu terjatuh berdebam di lantai yang keras."ADDUUUUHH!!" jerit Kintan kesakitan sambil mengusap-usap keningnya yang sempat terbentur. Sialan! Bakal benjol deh ini!Dengan sedikit pusing, ia berdiri dan menatap wajahnya di cermin besar. 'Ampun... rambut awut-awutan, muka kusut, jidat benjol... Nggak ada manis-manisnya! Ah, sudahlah...'Kintan pun buru-buru mengambi

  • Duda dan Janda Bertetangga    121. Pantas Mendapatkan 1000 Tamparan

    Kintan sudah berada di dalam mobil milik Iqbal menuju pulang ke rumahnya. Akhirnya mobil Kintan yang mengeluarkan asap itu diurus dan dijemput oleh salah satu karyawan Iqbal yang akan membawanya ke bengkel. Keheningan mewarnai perjalanan mereka di dalam mobil, mereka masih sama-sama terdiam seakan bingung mau membicarakan apa. "Kamu... baik-baik saja, kan? Dua minggu ini?" akhirnya Iqbal pun membuka suara. Kintan pun memaki Iqbal dalam hati. 'Pertanyaan yang ngeselin! Ngapain dia nanya begitu, cobaa?? Habis nyakitin, ninggalin lagi!! Gimana mau baik-baik saja, haa??!!' SARAAPP!!! Berlawanan dengan isi hatinya yang rasanya kepengen nyakar-nyakar wajah ganteng Iqbal, Kintan hanya memalingkan wajahnya ke jendela samping dan mengangguk pelan. Iqbal pun mendesah dalam hati. 'Harusnya tidak seperti ini. Harusnya aku sudah tidak boleh menemui Kintan lagi!! Dasar Iqbal blo'on.' "Kenapa kamu mengikuti aku?" tanya Kintan tiba-tiba, membuat Iqbal gelagapan dengan pertanyaan tembak langsun

  • Duda dan Janda Bertetangga    120. Kamu Hot Banget

    "Kamu baik-baik saja?" Kintan tersenyum pada Arga yang menemaninya menuju parkiran mobil. Pasti Arga bertanya seperti itu karena melihat wajahnya yang kusut tanpa gairah. "Aku baik-baik saja, Arga." "Tinggalkan saja mobilmu di sini dan naiklah ke mobilku, Kintan. Nanti akan kusuruh supir kantor untuk mengambil mobilmu." Kintan menggeleng. "Tidak, terima kasih. Lagipula tujuanku bukan ke kantor, tapi pulang ke rumah." "Kamu yakin mau menyetir sendiri?" tanya Arga lagi, memastikan. "Iya, Arga. Aku yakin." Arga menatap Kintan cukup lama, membuat wanita itu jengah. "Baiklah, kalau begitu naiklah ke mobilmu, aku akan mengikutimu dari belakang hingga sampai ke rumah." Kintan ingin menolaknya, tapi akhirnya ia hanya membiarkan saja Arga mengantarnya. Dering suara ponsel Arga mengagetkan mereka berdua. Segera lelaki itu mengangkatnya, dan terlihat ada yang berubah dari ekspresinya. "Kintan, maaf aku tidak bisa mengantarmu," ucapnya sambil mendesah. "Prissy menelepon dan menga

  • Duda dan Janda Bertetangga    119. Buram

    “Tetaplah di sini." Kintan menatap tangan kokoh yang memegang lengannya dengan erat, dan ia benar-benar bingung harus bersikap bagaimana. Apa dia tetap di sini saja mengikuti kemauan Iqbal? Ataukah ia hempaskan saja tangan itu dan berlalu pergi dengan cuek seakan tidak terjadi apa-apa? Meskipun... saat ini Kintan bisa merasakan degup jantungnya yang berdetak tak normal karena terlalu kencang... "Kintan, ayo." Arga yang tadi berjalan di depan Kintan, kini berbalik arah dan memanggilnya. Lelaki itu menatap tangan Iqbal yang memegangi tangan Kintan, dan ia merasa ingin sekali melepaskan tautan itu, serta membawa Kintan pergi jauh dari sini. Arga bahkan tidak peduli jika Iqbal akan menghajarnya habis-habisan seperti waktu mereka berada di Lombok, asalkan Kintan memang benar-benar melepaskan tangan lelaki itu. Namun pertanyaannya adalah, apakah Kintan benar-benar ingin melepasnya? Untuk beberapa saat yang terasa begitu lama, Kintan pun akhirnya mendesah. "Lepaskan tanganku, Iqbal,

DMCA.com Protection Status