Eaaa bersambung besok ya wkwkwk... btw 5 bab hadiah hari ini sebagai pembuka season 2 😍
Iqbal tidak melepaskan pagutan bibirnya yang panas dari bibir Kintan yang lembut, sementara kakinya terus melangkah masuk ke dalam kamar wanita itu. Ketika akhirnya mereka sampai di ranjang, Iqbal membaringkan tubuh kekasihnya di atas kasur empuk dan menindihnya, namun seketika ia menghentikan ciumannya yang bergelora. "Kenapa?" Kintan bertanya heran, saat Iqbal tiba-tiba terdiam dan hanya memandangi wajahnya dari atas tubuh wanita itu. Iqbal menyunggingkan senyum dari salah satu sudut bibir pink pucatnya, membuat Kintan pun seketika terpukau dan berdebar. Lelaki ini benar-benar tampan. "Aku hanya ingin menatap wajahmu, Sayang. Aku ingin memastikan bahwa ini benar-benar bukan mimpi," ucapnya sambil mengelus lembut rambut Kintan yang panjang. "Selama tiga tahun aku sering berkhayal mendengar tawamu, menyentuhmu, mencium bibir lembutmu. Terus dan terus berkhayal hingga akhirnya aku pun jatuh tertidur." Ada nada sedih dan terluka dari intonasi suara pria itu, membuat Kintan merasa
Keributan yang terjadi antara Kintan dan lelaki berkaca mata hitam dan bertopi baseball itu tak pelak membuat semua orang yang sedang mengantri pun ikut menatap mereka, seakan menjadi tontonan gratis yang seru dikala kejenuhan menunggu antrian panjang. Seorang wanita cantik bertubuh mungil dengan beringas dan tanpa takut memukul seorang pria tampan berkaca mata hitam dengan tubuh yang jauh lebih tinggi dan besar darinya. Rambut Kintan yang sepinggang mulai terlihat jatuh membingkai wajahnya yang merona karena gusar, membuat lelaki berkaca mata hitam itu pun semakin terpesona. 'Seandainya aku belum bertemu dengan istriku yang sekarang, pasti aku akan mengejar wanita ini', pikirnya sambil tersenyum dalam hati. Sampai akhirnya seseorang pun datang untuk melerai mereka. "Maaf, tolong jangan buat keributan di sini," manager resto pizza itu menahan tangan Kintan agar tidak terus memukul lelaki tinggi besar namun seperti tidak berdaya melawan perempuan mungil itu. Manager itu pun menatap
Iqbal mencium bibir Kintan yang sudah bengkak memerah karena perbuatannya.Wanita itu sekarang sudah tertidur pulas di ranjangnya, sejak ia memandikan Kintan yang kelelahan. Iqbal tersenyum simpul karena hari ini hasratnya yang menggebu-gebu telah terlampiaskan dan membuatnya sangat puas mencumbu tubuh wanitanya yang molek.Meskipun ada sedikit rasa bersalah di dalam dirinya karena membuat Kintan menjadi terkulai letih seperti ini, setelah menggempur tubuhnya habis-habisan sejak tadi siang dan juga malam ini."Maaf, Sayang," bisiknya, berkali-kali meminta maaf dari tadi. "Tapi itu salahmu juga karena dulu meninggalkanku. Jadi bersiaplah, beberapa minggu ini aku akan merapel kegiatan bercinta kita yang seharusnya dilakukan selama tiga tahun yang lalu," ujarnya nakal pada telinga Kintan, meskipun wanita itu masih sangat pulas dan tidak mendengar ucapannya sama sekali.Iqbal belum ingin beranjak untuk pulang ke rumahnya, meskipun waktu sudah menunjukkan pukul 02.00 dinihari. Dan itu Ki
Kintan terbangun saat melihat Iqbal yang sudah rapi bersiap untuk kembali ke kantor. Ia pun mengangkat tubuhnya untuk bersandar di kepala ranjang. Ia merintih pelan dan menggigit bibirnya. Tubuhnya serasa remuk, dan bagian kewanitaannya sedikit nyeri akibat percintaan panas penuh gelora yang entah berapa kali dilakukannya bersama Iqbal. "Kamu mau kembali ke kantor?" tanya Kintan pada Iqbal yang sedang memakai dasi. Ia ingin sekali membantu mengikatkan dasi di leher kekasihnya itu, namun kakinya masih terasa gemetar untuk berdiri. Iqbal menatap cepat ke arah Kintan, tidak menyadari jika wanita itu telah terbangun. "Sayang, kamu sudah bangun?" tanyanya lagi sambil melangkah ke ranjang. Ia mengecup lembut bibir manis Kintan dan menatap mata bermanik indah yang membuatnya terpesona. "Istirahatlah lagi. Kamu lelah, kan?" ucapnya dengan nada menggoda. "Kamu selalu tertidur saat kumandikan. Padahal aku ingin ronde selanjutnya di bath tub," cengirnya. Kintan mencubit gemas pinggang Iqbal
Rani memicingkan mata kesal melihat punggung Iqbal yang semakin menjauh darinya. "AKU TIDAK MAU!!" teriaknya kesal. 'Iqbal benar-benar menyebalkan!! Setidaknya paksa sedikit kek, atau bujuk kek, masa ninggalin aku begitu saja!! Huh. Aku tidak akan mengikutinya!!'Dengan sikap keras kepala, Rani kembali menenggak cairan emas di gelasnya dengan kasar. 'Aku benci Iqbal! Dan juga Kintan!! Aku benci kalian berduaa!!!'Rani menunggu beberapa saat, berharap mantan suaminya itu akan kembali lagi untuk menjemputnya. Namun setelah beberapa menit, barulah ia menyadari kalau Iqbal benar-benar meninggalkannya.Rasanya wanita itu ingin sekali menjerit karena frustasi! Iqbal... kamu benar-benar keterlaluan!!Dengan terburu-buru, Rani pun menyambar tas tangannya dan turun dari kursi bartender. Ia segera berlari keluar dari bar ke arah parkiran mobil untuk mengejar Iqbal.Syukurlah ternyata lelaki itu tidak benar-benar meninggalkannya. Iqbal menunggu di dalam mobil Tesla-nya dengan mesin yang dibiar
12. Undangan Kintan menerima amplop putih dengan bagian depan tertulis nama lengkapnya, Kintan Larasati. Dari mana agensi sebesar ini bisa mengetahui namanya?Ia pun lalu mengedarkan pandangannya kembali kepada Arga yang masih terlihat terpesona dan terus mengamatinya lekat-lekat."Uhm... ngomong-ngomong, apa jangan-jangan Pak Arga juga bekerja di One Million, ya?" tebak Kintan.Arga mengangguk. "Saya Manager HRD di sana. Lalu tiba-tiba saja kemarin Pak CEO meminta saya untuk menghadap, dan beliau banyak bertanya-tanya tentang Bu Kintan," sahutnya. "Pak Ibram Mahesa itu memang unik. Entah mendapat info dari mana, tiba-tiba saja ia mengetahui kalau kita bertetangga! Namun cara kerjanya yang tidak biasa itu memang seringkali berhasil menemukan sebutir berlian yang belum diasah."Kintan merasa aneh dengan ucapan Arga yang seperti berlebihan menurutnya. 'Berlian? Siapa? Aku? Hahaa... becanda kali ni orang.'"Lalu dalam bimbingannya, berlian itu akan bersinar dan memukau. Banyak model d
"Lukislah aku," pinta Ibram tiba-tiba, sambil mendorong kertas dan pensil di atas meja ke hadapan Kintan dengan mata coklatnya yang lebih gelap daripada milik Iqbal itu yang menatap lekat. "Aaa-apa?! Melukis anda??" Kintan pun terhenyak. Ia benar-benar tidak menyangka, tak ada angin tak ada hujan lelaki ini mendadak minta dilukis?? Ibram mengangguk. "Ya, lukislah aku seperti kamu melukis lelaki itu," ucapnya sambil tersenyum. "Silahkan." Kintan terpana selama beberapa detik. Seorang Ibram Mahesa, CEO One Million, meminta Kintan untuk melukis dirinya?? Wah, ini permintaan berat. Kalau saja Rani mendengar tentang hal ini bisa-bisa wanita itu pasti makin jejeritan histeris! Kintan pun mendehem dengan gugup untuk membersihkan tenggorokannya yang mendadak tercekat. "Apa ini semacam tes?" tanyanya curiga. Ibram menaikkan sebelah alisnya. "Bagaimana jika kubilang, YA?" "Sudah kukatakan tadi, Pak Ibram. Aku tidak tertarik untuk menjadi bagian dari agensi ini," tukas Kintan lugas. "Ke
Semarang, jam 14.00 Meeting hari ini sedang break karena jaringan internet yang tidak stabil. Iqbal pun memilih untuk kembali ke kamar dan merebahkan tubuhnya yang lelah di ranjang king size yang super empuk, sambil mengutuk kelalaiannya untuk mengingatkan Nia sekretarisnya, agar tidak memesan kamar President Suite yang terlalu besar baginya. Ya, Iqbal tahu kalau kamar ini disesuaikan dengan jabatannya sebagai Chief Marketing Officer (CMO) atau Direktur Pemasaran, namun ia bisa saja menolaknya dan meminta kamar tipe lebih kecil. Ia tidak suka space yang terlalu luas seperti ini, terasa dingin, sepi dan hampa. Terlalu besar bila untuk satu orang. Seandainya Kintan ada bersamanya, maka ia pasti tidak akan kesepian. Hm... Kintan sedang apa ya? Tadi pagi ia tidak sempat menelepon Kintan, karena big boss alias Dewan Direksi di Abu Dhabi yang bolak-balik menghubunginya. Mereka meminta Iqbal untuk kembali ke sana, bahkan juga mengimingi jabatan CEO! Jabatan tertinggi di perusahaan it
"Lebih cepat, Toni!" bentak Ibram gusar. Toni pun semakin mempercepat laju mobilnya, menyelip sana-sini mencari celah di antara lalu-lalang kendaraan yang masih memenuhi jalanan. Alarm dari alat penyadap yang ditempelkan pada anting-anting Katya telah berbunyi. Wanita itu dalam bahaya. Ibram benar-benar kecolongan untuk yang kedua kalinya, saat ia mendapati istri dan keponakannya telah menghilang entah kemana. Polisi sudah bertindak dan dikerahkan untuk mencari Katya dan Adel, dengan mengikuti sinyal yang dipancarkan alat penyadap itu. "BRENGSEK! BAJINGAN! LELAKI BIADAB!" Ibram terus memaki sambil memukul dasbor di depannya. "Kali ini kau benar-benar akan kubunuh!" "Pak, orang-orang kita sudah berada dekat dengan Kean, mungkin mereka akan sampai duluan di tempat itu," lapor Toni setelah ia mendapatkan info dari wireless earphone di telinganya. "Serang dia jika Katya dan Adel berada dalam bahaya," perintah Ibram. Beberapa belas menit kemudian, Ibram dan Toni telah s
Ibram, David dan Toni duduk di depan meja bar, sementara Katya, Brissa dan Zizi berada di meja restoran di seberang mereka. "Halo, temanku ini baru saja menikah, tolong berikan minuman yang terbaik dan termahal di sini," ucap David pada bartender yang menghampiri mereka. "Tidak, Dave," tolak Ibram tegas. "Aku harus menyetir pulang nanti." David berdecak kesal. "Ibram, kamu benar-benar tidak menyenangkan! Bukankah Toni yang akan mengantarmu pulang nanti?" "Tidak. Toni akan mengantarmu, Brie dan Zizi. Aku hanya ingin menjaga Katya," tegasnya. David mendesah dan tertawa pelan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kamu benar-benar telah berubah, Ibram. Apa itu karena Katya?" Ibram tersenyum. "Aku sekarang seorang suami, Dave. Akulah yang bertanggung jawab atas keselamatan istriku," tukasnya. David mengangkat gelas berisi minuman keras untuk bersulang pada Ibram. "Untuk suami paling beruntung di dunia," ucap David, ada rasa bangga atas perubahan positif pada sahabatnya itu, nam
Katya terlihat sangat cantik dalam balutan gaun panjang putih dan sederhana. Gaun itu berlengan panjang dengan deretan kancing berlian di sepanjang siku hingga pergelangan tangan, menutup hingga batas bawah lehernya, dan terulur jauh menutupi kaki. Meskipun terkesan sopan dan menutup, namun karena jatuh mengikuti bentuk tubuh Katya, tetap saja terlihat sangat sangat seksi. Ibram bolak-balik menatap Katya sambil menggeleng-gelengkan kepala, tidak rela jika garis tubuh kekasihnya itu dinikmati oleh beberapa pasang mata pria brengsek dan dijadikan fantasi liar mereka. "Nggak ada gaun yang lebih sopan?" tanya Ibram sambil mengerutkan wajah tidak suka pada stylist yang bertugas mengatur kostum pengantin mereka. Wanita berambut bob berkacamata itu hanya bisa menggaruk-garuk kepala bingung. Katya telah bergonta-ganti baju lima kali, dan ini adalah pakaian tersopan yang mereka punya. "Maafkan saya, Pak Ibram... tapi kami tidak memiliki gaun yang lebih tertutup lagi. Masalahnya adalah
Ibram melepaskan ciumannya dan memeluk tubuh Katya, untuk memberikan kesempatan pada gadis itu agar bisa mengatur napasnya. "Katya, menikahlah denganku," ucap Ibram lembut. "Dulu aku pernah melamarmu dan kamu menolaknya karena merasa belum ada cinta di hatiku, bukan?" Ibram mengingat saat-saat dirinya dan Katya berada di rumah pantai miliknya. "Apa sekarang kamu masih juga belum yakin jika aku mencintaimu?" ada nada murung di suara Ibram. "Diriku yang sekarang dan diriku yang dulu sudah jatuh begitu dalam padamu, Katya." lelaki itu pun melepaskan pelukannya untuk menatap lekat Katya yang terdiam membisu. "Jadilah istriku, pendamping hidupku, dan pelindungmu seumur hidup," ucapnya dengan suara parau, sarat akan emosi yang membuncah di dalam dada. "Aku mencintaimu, Katya Lovina. Wanita tercantik di dunia yang beraroma vanilla." Dan Katya pun merasa dadanya meledak dalam kebahagiaan. Tentu saja ia sangat yakin sekarang kalau Ibram benar-benar mencintainya, bukan karena obs
Ibram terbaring di sebelah Katya, berusaha meredakan rasa sakit hebat yang menyerang kepala dan membuatnya kesulitan untuk bernafas. Ingatan-ingatan yang datang padanya bagai ribuan paku yang menghujam deras ke dalam otaknya, membuatnya gemetar menahan rasa sakit yang hampir tak tertahankan. Namun Ibram berusaha untuk menerima dan tidak menolak seluruh pesan dari pikirannya itu, meskipun acak dan berupa kilasan-kilasan cepat bagaikan kilat yang menyambar-nyambar dirinya. Jessi yang menyelingkuhi Gamal. Gamal yang meninggal akibat kanker nasofaring. Kuliahnya yang sempat kacau karena ia sangat berduka. Adel yang masih kecil namun sudah ditinggalkan ayahnya selamanya dan ibunya yang entah kemana. Mengasuh Adel. Mendirikan One Million. Mengakuisisi beberapa perusahaan. Menemukan Katya Lovina. Dan jatuh cinta padanya. Dengan napas yang masih memburu, ia pun menatap ke arah samping. Katya. Gadis itu berbaring di sisinya, dan membalas tatapannya dengan wajah bingung. "Pak Ibram
'APAA??? Dia mengira ada sesuatu antara aku dan Toni??' Katya menepis kasar tangan Ibram dari bahunya. "Pak Ibram, apa maksudmu bertanya seperti itu?" "Kau selingkuh dengan Toni, kan? Mengakulah! Toni memang jauh lebih muda dariku dan kau pasti merasa lebih cocok dengan lelaki yang tidak terlalu jauh perbedaan usianya denganmu!" ucap Ibram ketus. "Hah! Entah apa yang sudah kalian berdua lakukan di belakangku, menjijikkan sekali." "Apa anda sudah puas menghinaku? Sepertinya memang percuma, apa pun yang kukatakan, anda pasti tidak akan pernah percaya bukan? Aku akan selalu jelek di matamu," tukas Katya pelan. Ia sudah benar-benar lelah sekarang. "Anda sudah menuduhku hanya mengincar uangmu, dan kini menuduhku selingkuh dengan orang kepercayaanmu? Selanjutnya apa lagi? Apa lagi yang anda tuduhkan? Begitu sulitkah bagimu menerima bahwa aku benar-benar mencintaimu dengan tulus tanpa ada maksud apa pun?" tanya Katya dengan suara yang mulai parau karena menahan tangis. "Jika memang
Ibram terdiam, namun tubuhnya tetap saja memunggungi Katya. 'Hahh... gadis ini benar-benar keras kepala! Sepertinya dia hanya ingin menggangguku saja.''Meskipun... yah, tidak bisa disalahkan juga karena diriku yang dulu sangat bodoh karena telah memberikan harapan pada gadis ini.' Seketika ada setitik rasa kasihan terbit di dada Ibram saat mengingat ekspresi wajahnya pada acara pertunangan melalui Youtube tadi. Pantas saja gadis ini salah paham, karena Ibram memang bersikap seakan benar-benar mencintainya! 'Apa itu benar? Apa aku pernah mencintainya? AKU?? IBRAM MAHESA??' Perlahan Ibram pun membalikkan badannya menatap Katya. "Apa kau yakin dengan semua ucapanmu itu?" cetus Ibram. "Tidak akan ikut campur urusanku, tidak mengharapkan apa pun dariku, dan hanya merawatku hingga sembuh lalu pergi dari hadapanku?" Ibram mengulang ucapan Katya tadi. Katya mengangguk mantap. "Ya. Aku sangat yakin dengan semua ucapanku, Ibram." Hmm... menarik. "Baiklah. Kau boleh melakukannya. Tapi
Katya menangis dalam kesendirian di teras rumah sakit yang sepi. Ia ingin sekali menjerit kuat-kuat, memuntahkan segala kesedihan yang terus menimpanya bertubi-tubi. Setelah ayahnya, Sienna, dan sekarang Ibram pun juga telah meninggalkannya. Bukan meninggalkan secara harfiah karena tubuhnya masih berada di dunia fana ini, hanya saja ingatannya pada Katya yang telah pergi. Ibram mengalami amnesia retrograde karena cedera akibat benturan keras di kepalanya, dan ingatannya hanya sampai saat ia kuliah di Amerika bersama David... Ia tidak mengingat apa pun setelah itu. Bahkan saat ia diberitahu bahwa Gamal, kakaknya yang telah meninggal, Ibram pun sangat terkejut dan masih tidak percaya. Lalu ketika Katya mengatakan bahwa mereka telah bertunangan, Ibram hanya terdiam dan menatap gadis itu dengan tatapan kosong. Seketika itu juga Katya mengerti, bahwa lelaki itu telah hilang. Lelaki yang ia cintai dan mencintainya. Ibram yang Katya cintai telah pergi, tergantikan oleh Ibram lai
Katya berada di dalam ambulans yang membawa Ibram menuju rumah sakit. Sejak tadi air matanya tidak dapat berhenti mengalir, melihat tubuh kekasihnya yang diam tak bergerak serta darah segar yang terus mengalir dari kepalanya. Wajah dan tubuh Katya telah penuh bersimbah darah, namun ia sudah tidak peduli lagi. Ia hanya ingin Ibram selamat. Katya sangat takut kehilangan lelaki yang begitu dicintainya. Ia telah kehilangan ayahnya dan juga adiknya Sienna, dan ia tidak akan sanggup untuk bernafas lagi jika ia juga kehilangan Ibram. Tidak! Lebih baik ia ikut ke alam yang sama dengan mereka, karena di dunia ini sudah tidak akan ada cinta lagi untuknya. Katya segera menelepon Zizi, Toni, dan David dari ponsel Ibram. Namun hanya ponsel David yang sulit dihubungi. Lagipula, ini semua karena David! Karena pesan dari David yang membingungkan itu, membuat Katya terperangkap sebagai umpan untuk menjebak Ibram. Apakah ponsel David telah di hack? Ibram harus segera dioperasi, kare