Om, dedek mau pesawat satu dong buat beli cabe ke pasar. cape naik angkot mulu đ«
Kaki Kintan yang terkilir telah diperiksa oleh Dokter, bahkan Iqbal juga memerintahkan pemeriksaan CT-scan untuk mengetahui bila ada kondisi tulang yang cedera atau retak. Sangat berlebihan. Tanpa perlu di CT-scan pun Kintan sudah tahu kalau tulangnya baik-baik saja, karena jika retak, pasti dia benar-benar kesakitan dan sama sekali tidak dapat berjalan. Tapi Kintan tidak dapat menolak karena Iqbal terus memaksanya, begitu pun dengan para petugas medis yang memeriksanya. Tentu saja itu karena mereka takut jika tidak mematuhi perintah boss mereka dan akan mendapatkan sanksi. Kintan tidak habis pikir. Bagaimana dulu Iqbal bisa membagi waktunya bekerja di dua perusahaan sekaligus, AD-Hype dan FlashJet? Apakah otak dan tubuhnya tidak merasa lelah? Oh iya, belum lagi menjalankan club bar mewah The Temptations yang juga miliknya. Wah-wah... pantas saja ia dulu mendapatkan beasiswa kuliah ke Kanada. Otaknya pasti terlalu cerdas. "Nyonya Kintan?" Kintan terperanjat saat sebuah suara ra
Kintan membelalakkan matanya menatap Iqbal, masih tercengang mendengar ucapan lelaki itu yang terdengar absurd di telinganya.Apa?? 85% saham FlashJet? Untuknya??Serta-merta ia pun menatap Jelita, seakan-akan ingin meyakinkan dirinya apakah yang barusan itu tidak salah dengar.Pengacara Iqbal itu hanya mendengus dan tersenyum tipis. "Tidak, kamu tidak salah dengar, Kintan," ucapnya seakan bisa membaca ekspresi Kintan yang bertanya."Bahkan aku pun sudah menyiapkan dokumen pengalihan aset untuk kamu tanda tangani," imbuhnya lagi seraya mengambil botol minuman dari atas meja bartender, lalu mengisi gelasnya lagi.Ya, ruangan kerja Iqbal ini memang ada meja bartendernya. Meskipun tak ada satu pun bartender di sana yang bertugas untuk meracik minuman, namun tersedia bermacam-macam minuman beralkohol dengan aneka warna di dalam botol-botol kristal besar yang berkilauan yang berjejer rapi di atas meja itu.Ada pula puluhan gelas kristal di dalam rak susun di sudut meja dan yang tergantung
Rasanya darah yang ada di tubuh Kintan seakan mengering dan membuat wajahnya mendadak pucat pias. Ia benar-benar shock mendengar perkataan Iqbal barusan. Kintan juga tidak menampik kalau hatinya juga terasa sakit saat pergi ke Singapura meninggalkan Iqbal dan memutuskan hubungan mereka tiga tahun yang lalu. Ia juga sama menderita.Saat itu ia bimbang atas perasaannya yang masih belum dapat melupakan Kemal, suaminya yang telah meninggal. Sementara ada lelaki lain yang juga mencintainya dengan tulus, Iqbal.Namun Kintan merasa belum siap menerima Iqbal saat itu. Ia masih harus berdamai dan memaafkan diri sendiri atas kematian Kemal yang di luar kuasanya.Tiga tahun.Waktu yang cukup lama baginya untuk bisa melupakan Kemal, dan kembali ke sisi Iqbal. Namun Kintan benar-benar tidak menyangka jika perbuatannya itu telah menorehkan luka yang begitu dalam pada Iqbal.'Aku sangat egois', batin Kintan. 'Aku lupa jika Iqbal juga berjuang begitu keras untuk menjalani hidup sambil melupakan hu
"Kintan. Bercintalah denganku." *** Kobaran api yang terlihat di mata coklat cemerlang itu benar-benar menakutkan. Seakan sanggup membumihanguskan segala yang ada di dekatnya hingga habis tak bersisa, dan membuat tubuh Kintan gemetar ketakutan sekaligus berdebar membayangkannya. Namun Kintan tidak bisa memalingkan wajahnya dan pergi, pun menjawab permintaan Iqbal yang membuatnya setengah mati melawan gejolak di dadanya untuk segera lompat ke dalam pelukan hangat dari dada bidang dan kokoh itu. Ia terlalu terpukau pada Iqbal, lelaki yang telah membuatnya jatuh hati, meskipun sampai saat ini pikiran Iqbal masih belum dapat ia selami. Dan dalam pesona mata indah yang penuh hasrat itu, Kintan pun tenggelam. Bagaimana ia bisa menjawab permintaan seksi yang diucapkan dengan suara yang juga seksi seperti itu? Mulut Kintan serasa terkunci. "Kuanggap diammu ini adalah 'YA'," tukas Iqbal, sebelum ia menyerang bibir Kintan dengan brutal. "Iqbal, hmmp...!" Kintan yang tadinya hendak mem
Kintan terbangun dalam ranjang super besar dalam sebuah ruangan yang super mewah. Keningnya pun berkerut. Dimana aku? Uh. Kepalanya pusing sekali. Ah ya. Dia ingat sekarang. Dia habis bercinta dengan Iqbal. Bodohnya aku. Mana janjimu untuk tidak terbuai rayuan Iqbal sebelum lelaki itu mau berjanji melupakan balas dendamnya? Kintan pun mengutuk dirinya sendiri sambil mengira-ngira jika dirinya berada di dalam kamar di ruangan kerja Iqbal. Seingatnya mereka bercinta di sofa sebelumnya. Tiba-tiba Kintan merasakan ingin ke kamar kecil. Ia pun beranjak berdiri sambil meringis, menahan sedikit perih di bagian bawahnya. Hal yang seringkali ia rasakan sehabis bercinta dengan Iqbal. Uh. Iqbal dengan tubuhnya yang besar itu benar-benar ganas. Kintan menggigit bibirnya dengan wajah merona saat mengingat bagaimana panasnya mereka bercinta tadi. Tapi sekarang ia merasa sangat lega saat kakinya yang terkilir tidak terlalu terasa sakit lagi saat menapak di lantai marmer yang dingin, syukurla
Jam 7 malam.Kintan tidak bisa berhenti mengukir senyum konyol di wajahnya.Rasanya seperti ada bunga yang bermekaran di dalam hatinya, yang dinaungi oleh pelangi aneka warna dan awan seputih kapas yang lembut di atasnya.Haha. Dasar cheesy.Tapi setiap dia mengingat Iqbal dan apa yang mereka lakukan tadi pagi hingga siang, rasanya dadanya seakan meledak karena bahagia."Ngapain cengar-cengir sendiri? Gila ya?" sembur Rani melihat ekspresi Kintan yang terlihat seperti orang yang tidak waras di matanya.Bukannya tersinggung, Kintan malah melebarkan tangannya dan memeluk Rani yang sedang duduk di sampingnya. "Ih, kamu! Orang lagi bahagia kok dibilang gila, sih?!" protesnya gemas sambil menciumi pipi manajernya itu."Geliii iih... jangan cium-cium ah!!" jerit Rani kesal sambil mendorong kening Kintan dengan telunjuknya.Mereka semua baru saja selesai makan malam di rumah Kintan. Rani dan kedua anaknya Cindy dan Clara, menginap di rumah Kintan mulai malam ini hingga lima hari ke depan,
Setibanya di Bali, pesawat pribadi Iqbal tidak landing di bandara komersil, melainkan di bandara pribadi milik FlashJet cabang Bali.Kintan baru mengetahui kalau selain di Jakarta, FlashJet juga memiliki bandara pribadi di Bali, Lombok, Singapore, Thailand dan Malaysia, Jepang, dan Shanghai. Sementara di negara lain, private jet akan menumpang landing di bandara komersil sesuai dengan lokasi negara yang dituju.Iqbal juga berencana menambah armada serta bandara di negara lain, terutama di destinasi-destinasi wisata populer.Kintan mengira mereka akan dijemput oleh seorang driver yang akan mengantarkan ke hotel yang dituju, namun wanita itu benar-benar terkejut saat melihat sebuah mobil Aston Martin Rapide berwarna jet black terparkir di depan bandara.Dua orang kru bandara membawakan koper-koper mereka dan memasukkannya ke dalam mobil sport itu, lalu memberikan kuncinya pada Iqbal.Kintan tidak tahu mereka akan menginap di hotel mana, karena Iqbal memang tidak memberitahukannya. Jadi
"Aku mengingatmu."***Ingatan bertubi-tubi yang masuk ke dalam pikirannya membuat Kintan merasa pusing dan mual. Seperti ada yang mengaduk-aduk perutnya, dan membuatnya memuntahkan seluruh isinya.Iqbal mengelus pelan leher dan bahu Kintan yang sedang menunduk di kloset kamar mandi, wanita itu tidak berhenti muntah sejak setengah jam yang lalu, hingga akhirnya perutnya benar-benar kosong dan hanya cairan lambung yang keluar.Seharusnya Iqbal bahagia karena akhirnya ingatan Kintan telah kembali.Sekarang wanita itu akan mengingat awal pertemuan mereka saat bertetangga di apartemen tiga tahun yang lalu, dan bagaimana cinta perlahan hadir diantara mereka.Namun kenyataannya, ingatan yang kembali itu harus dibayar dengan rasa sakit yang dialami oleh Kintan. "Sabar ya, Sayang. Aku sudah memanggil Dokter ke sini," ucap Iqbal khawatir. Tadinya ia mau membawa Kintan ke rumah sakit, tapi wanita itu terus saja menolaknya.Setelah beberapa saat, akhirnya reaksi muntah Kintan pun mulai mereda.
"Lebih cepat, Toni!" bentak Ibram gusar. Toni pun semakin mempercepat laju mobilnya, menyelip sana-sini mencari celah di antara lalu-lalang kendaraan yang masih memenuhi jalanan. Alarm dari alat penyadap yang ditempelkan pada anting-anting Katya telah berbunyi. Wanita itu dalam bahaya. Ibram benar-benar kecolongan untuk yang kedua kalinya, saat ia mendapati istri dan keponakannya telah menghilang entah kemana. Polisi sudah bertindak dan dikerahkan untuk mencari Katya dan Adel, dengan mengikuti sinyal yang dipancarkan alat penyadap itu. "BRENGSEK! BAJINGAN! LELAKI BIADAB!" Ibram terus memaki sambil memukul dasbor di depannya. "Kali ini kau benar-benar akan kubunuh!" "Pak, orang-orang kita sudah berada dekat dengan Kean, mungkin mereka akan sampai duluan di tempat itu," lapor Toni setelah ia mendapatkan info dari wireless earphone di telinganya. "Serang dia jika Katya dan Adel berada dalam bahaya," perintah Ibram. Beberapa belas menit kemudian, Ibram dan Toni telah s
Ibram, David dan Toni duduk di depan meja bar, sementara Katya, Brissa dan Zizi berada di meja restoran di seberang mereka. "Halo, temanku ini baru saja menikah, tolong berikan minuman yang terbaik dan termahal di sini," ucap David pada bartender yang menghampiri mereka. "Tidak, Dave," tolak Ibram tegas. "Aku harus menyetir pulang nanti." David berdecak kesal. "Ibram, kamu benar-benar tidak menyenangkan! Bukankah Toni yang akan mengantarmu pulang nanti?" "Tidak. Toni akan mengantarmu, Brie dan Zizi. Aku hanya ingin menjaga Katya," tegasnya. David mendesah dan tertawa pelan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kamu benar-benar telah berubah, Ibram. Apa itu karena Katya?" Ibram tersenyum. "Aku sekarang seorang suami, Dave. Akulah yang bertanggung jawab atas keselamatan istriku," tukasnya. David mengangkat gelas berisi minuman keras untuk bersulang pada Ibram. "Untuk suami paling beruntung di dunia," ucap David, ada rasa bangga atas perubahan positif pada sahabatnya itu, nam
Katya terlihat sangat cantik dalam balutan gaun panjang putih dan sederhana. Gaun itu berlengan panjang dengan deretan kancing berlian di sepanjang siku hingga pergelangan tangan, menutup hingga batas bawah lehernya, dan terulur jauh menutupi kaki. Meskipun terkesan sopan dan menutup, namun karena jatuh mengikuti bentuk tubuh Katya, tetap saja terlihat sangat sangat seksi. Ibram bolak-balik menatap Katya sambil menggeleng-gelengkan kepala, tidak rela jika garis tubuh kekasihnya itu dinikmati oleh beberapa pasang mata pria brengsek dan dijadikan fantasi liar mereka. "Nggak ada gaun yang lebih sopan?" tanya Ibram sambil mengerutkan wajah tidak suka pada stylist yang bertugas mengatur kostum pengantin mereka. Wanita berambut bob berkacamata itu hanya bisa menggaruk-garuk kepala bingung. Katya telah bergonta-ganti baju lima kali, dan ini adalah pakaian tersopan yang mereka punya. "Maafkan saya, Pak Ibram... tapi kami tidak memiliki gaun yang lebih tertutup lagi. Masalahnya adalah
Ibram melepaskan ciumannya dan memeluk tubuh Katya, untuk memberikan kesempatan pada gadis itu agar bisa mengatur napasnya. "Katya, menikahlah denganku," ucap Ibram lembut. "Dulu aku pernah melamarmu dan kamu menolaknya karena merasa belum ada cinta di hatiku, bukan?" Ibram mengingat saat-saat dirinya dan Katya berada di rumah pantai miliknya. "Apa sekarang kamu masih juga belum yakin jika aku mencintaimu?" ada nada murung di suara Ibram. "Diriku yang sekarang dan diriku yang dulu sudah jatuh begitu dalam padamu, Katya." lelaki itu pun melepaskan pelukannya untuk menatap lekat Katya yang terdiam membisu. "Jadilah istriku, pendamping hidupku, dan pelindungmu seumur hidup," ucapnya dengan suara parau, sarat akan emosi yang membuncah di dalam dada. "Aku mencintaimu, Katya Lovina. Wanita tercantik di dunia yang beraroma vanilla." Dan Katya pun merasa dadanya meledak dalam kebahagiaan. Tentu saja ia sangat yakin sekarang kalau Ibram benar-benar mencintainya, bukan karena obs
Ibram terbaring di sebelah Katya, berusaha meredakan rasa sakit hebat yang menyerang kepala dan membuatnya kesulitan untuk bernafas. Ingatan-ingatan yang datang padanya bagai ribuan paku yang menghujam deras ke dalam otaknya, membuatnya gemetar menahan rasa sakit yang hampir tak tertahankan. Namun Ibram berusaha untuk menerima dan tidak menolak seluruh pesan dari pikirannya itu, meskipun acak dan berupa kilasan-kilasan cepat bagaikan kilat yang menyambar-nyambar dirinya. Jessi yang menyelingkuhi Gamal. Gamal yang meninggal akibat kanker nasofaring. Kuliahnya yang sempat kacau karena ia sangat berduka. Adel yang masih kecil namun sudah ditinggalkan ayahnya selamanya dan ibunya yang entah kemana. Mengasuh Adel. Mendirikan One Million. Mengakuisisi beberapa perusahaan. Menemukan Katya Lovina. Dan jatuh cinta padanya. Dengan napas yang masih memburu, ia pun menatap ke arah samping. Katya. Gadis itu berbaring di sisinya, dan membalas tatapannya dengan wajah bingung. "Pak Ibram
'APAA??? Dia mengira ada sesuatu antara aku dan Toni??' Katya menepis kasar tangan Ibram dari bahunya. "Pak Ibram, apa maksudmu bertanya seperti itu?" "Kau selingkuh dengan Toni, kan? Mengakulah! Toni memang jauh lebih muda dariku dan kau pasti merasa lebih cocok dengan lelaki yang tidak terlalu jauh perbedaan usianya denganmu!" ucap Ibram ketus. "Hah! Entah apa yang sudah kalian berdua lakukan di belakangku, menjijikkan sekali." "Apa anda sudah puas menghinaku? Sepertinya memang percuma, apa pun yang kukatakan, anda pasti tidak akan pernah percaya bukan? Aku akan selalu jelek di matamu," tukas Katya pelan. Ia sudah benar-benar lelah sekarang. "Anda sudah menuduhku hanya mengincar uangmu, dan kini menuduhku selingkuh dengan orang kepercayaanmu? Selanjutnya apa lagi? Apa lagi yang anda tuduhkan? Begitu sulitkah bagimu menerima bahwa aku benar-benar mencintaimu dengan tulus tanpa ada maksud apa pun?" tanya Katya dengan suara yang mulai parau karena menahan tangis. "Jika memang
Ibram terdiam, namun tubuhnya tetap saja memunggungi Katya. 'Hahh... gadis ini benar-benar keras kepala! Sepertinya dia hanya ingin menggangguku saja.''Meskipun... yah, tidak bisa disalahkan juga karena diriku yang dulu sangat bodoh karena telah memberikan harapan pada gadis ini.' Seketika ada setitik rasa kasihan terbit di dada Ibram saat mengingat ekspresi wajahnya pada acara pertunangan melalui Youtube tadi. Pantas saja gadis ini salah paham, karena Ibram memang bersikap seakan benar-benar mencintainya! 'Apa itu benar? Apa aku pernah mencintainya? AKU?? IBRAM MAHESA??' Perlahan Ibram pun membalikkan badannya menatap Katya. "Apa kau yakin dengan semua ucapanmu itu?" cetus Ibram. "Tidak akan ikut campur urusanku, tidak mengharapkan apa pun dariku, dan hanya merawatku hingga sembuh lalu pergi dari hadapanku?" Ibram mengulang ucapan Katya tadi. Katya mengangguk mantap. "Ya. Aku sangat yakin dengan semua ucapanku, Ibram." Hmm... menarik. "Baiklah. Kau boleh melakukannya. Tapi
Katya menangis dalam kesendirian di teras rumah sakit yang sepi. Ia ingin sekali menjerit kuat-kuat, memuntahkan segala kesedihan yang terus menimpanya bertubi-tubi. Setelah ayahnya, Sienna, dan sekarang Ibram pun juga telah meninggalkannya. Bukan meninggalkan secara harfiah karena tubuhnya masih berada di dunia fana ini, hanya saja ingatannya pada Katya yang telah pergi. Ibram mengalami amnesia retrograde karena cedera akibat benturan keras di kepalanya, dan ingatannya hanya sampai saat ia kuliah di Amerika bersama David... Ia tidak mengingat apa pun setelah itu. Bahkan saat ia diberitahu bahwa Gamal, kakaknya yang telah meninggal, Ibram pun sangat terkejut dan masih tidak percaya. Lalu ketika Katya mengatakan bahwa mereka telah bertunangan, Ibram hanya terdiam dan menatap gadis itu dengan tatapan kosong. Seketika itu juga Katya mengerti, bahwa lelaki itu telah hilang. Lelaki yang ia cintai dan mencintainya. Ibram yang Katya cintai telah pergi, tergantikan oleh Ibram lai
Katya berada di dalam ambulans yang membawa Ibram menuju rumah sakit. Sejak tadi air matanya tidak dapat berhenti mengalir, melihat tubuh kekasihnya yang diam tak bergerak serta darah segar yang terus mengalir dari kepalanya. Wajah dan tubuh Katya telah penuh bersimbah darah, namun ia sudah tidak peduli lagi. Ia hanya ingin Ibram selamat. Katya sangat takut kehilangan lelaki yang begitu dicintainya. Ia telah kehilangan ayahnya dan juga adiknya Sienna, dan ia tidak akan sanggup untuk bernafas lagi jika ia juga kehilangan Ibram. Tidak! Lebih baik ia ikut ke alam yang sama dengan mereka, karena di dunia ini sudah tidak akan ada cinta lagi untuknya. Katya segera menelepon Zizi, Toni, dan David dari ponsel Ibram. Namun hanya ponsel David yang sulit dihubungi. Lagipula, ini semua karena David! Karena pesan dari David yang membingungkan itu, membuat Katya terperangkap sebagai umpan untuk menjebak Ibram. Apakah ponsel David telah di hack? Ibram harus segera dioperasi, kare