"Kanaya," ujar Wira tidak kalah terkejut melihat Naya ada di kantor Dewangga."Om kenal sama suami saya?" tanya Naya membuat Dewangga menatap kedua orang di depannya dengan wajah bingungnya."Jadi kamu istrinya Dewangga?" tanya Wira benar-benar terkejut melihat wanita yang pernah membuat putranya hancur."Iya, Kanaya istri saya."Dewangga menjawab sembari menarik pinggang Naya agar mendekat."Kamu pulang, Ya. Saya minta Naufal antar kamu." ujar Dewa kemudian memanggil Nuafal yang kebetulan sedang ngobrol dengan sekretarisnya."Fal, antar istri saya pulang." "Baik, Pak." jawab Naufal patuh."Mas," panggil Kanaya mendongak menatap suaminya bingung."Nanti kita bicara dirumah, Kai sudah menunggu kamu dirumah." ujar Dewa mengelus kepala istrinya seolah menyakinkan Naya jika tidak ada hal yang perlu istrinya cemaskan.Akhirnya Naya mengalah, "Yaudah aku pulang, Ya." Pamit Kanaya yang di balas anggukan dan senyum tipis dari Dewa.Kemudian Naya berpamitan dengan Wira dan keluar dari ruangan
"Rian mantan kamu?" tanya Dewa."Iya, kok mas kenal sama om Wira?" tanya Naya menatap suaminya penasaran.Bagaimana tidak, kalau dirinya melihat dari background mereka berdua jelas berbeda. Bisnis yang mereka lakoni juga bertolak belakang jadi Naya rasa tidak mungkin jika perusahaan suaminya bekerja sama dengan perusahaan Wirawan.Dewangga terdiam cukup lama. Selama ini Dewangga mengenal laki-laki tua itu dengan nama Farhan bukan Wirawan seperti yang istrinya tau. Dan bagaimana bisa mantan mertuanya itu juga ayah dari mantan pacar istrinya? membingungkan bukan."Mas.." panggil Naya.Dewa menoleh menatap istrinya, dirinya bingung haruskan dia bilang kalau Wira yang istrinya kenal itu adalah ayah kandung Savira."Kenapa, kok kaya kaget gitu?" "Kamu kok bisa kenal?" Cecar Naya penasaran."Dulu kami sempat kerja sama. Saya nggak tau kalau W-wirawan ayahnya Rian." Jawab Dewa memilih untuk menyembunyikan hal ini, sebaiknya Naya tidak mengetahui hal ini. Karena Dewangga belum tau banyak
"Hari ini aku nggak ada niatan buat pergi, Mas." jawab Naya ngasal."Gak boleh tinggalin saya lagi." ujar suaminya lagi hingga Naya tertawa cukup keras. "Kamu kenapa sih, Mas? Pasti buat salah lagi kan?" Tuduh Naya membuat Dewa melepaskan pelukannya dan menatap Naya tajam.Ctak. Dewa menyentil kening Kanaya."Maasss.."pekik Naya tidak terima dengan tangannya yang terulur mengusap dahinya."Anak saya kaget," ujar Dewa membuat Naya menoleh ke belakang melihat Kai yang sedari tadi di cuekin karena bapaknya tiba-tiba drama main peluk-peluk.Dewa kemudian mengendong putranya, sedangkan Naya masih di posisinya dengan wajah tidak terimanya."Om Wira bilang apa?" tanya Naya menyusul suaminya yang mengendong Kai."Ngga papa, bicara saja.""Aku tau kalau kalian bicara nggak mungkin kan cuma diem-dieman terus tatap-tatapan saja." Sahut Naya kesal.Dewa menatap wajah kesal istrinya dirinya bingung harus bicara atau tidak dengan Naya. Tapi jika dirinya jujur pasti istrinya akan kepikiran dan kal
"Apa keputusan kamu, Dewangga." Suara itu membuat Dewa mengurungkan niatnya untuk masuk keruangannya memilih menoleh kebelakang menatap laki-laki tua itu."Keputusan saya masih sama, saya akan mempertahankan keluarga saya." "Bagaimana kalau saya buka kasus pengalapan uang 7 tahun lalu," ujar Wirawan dengan keangkuhannya."Bagaimana kalau anda yang ketahuan sudah membohongi keluarga Hadikusuma?" ujar Dewangga ikut mengancam."Silahkan saja, karena saya sudah menghapus semua data saya. Jadi usaha kamu akan sia-sia." ujar Wirawan yang memang sudah terkenal dengan kelicikannya bahkan dalam dunia bisnis."Dan sepertinya kamu juga lupa, jika mertua kamu juga pernah mau jadi besan saya dan bahkan sempat membuang anak saya keluar negeri,""Bukankah itu anda yang merencanakan?""Memang saya yang merencanakan, tapi mertua kamu itu dengan bodohnya menurut saja bahkan jika saya ingin melaporkan mertua kamu kepolisian bisa saja. Kamu tetap akan menjadi Dewangga yang lemah dan tidak memiliki Pow
"Loh, udah mau pulang?" tanya Naufal yang sedikit tekejut karena Dewangga baru jam empat sore sudah bersiap-siap untuk pulang."Gara-gara kamu saya harus membunjuk Kanaya agar memperbolehkan saya kesurabaya besok." ujar Dewa mengemasi beberapa barang bawaanya."Sekarang Naya harus di bujuk juga toh?" ujar Naufal tidak percaya karena selama ini Dewa bebas-bebas saja mau keluar kota kapanpun tapi sekarang sepertinya sahabatnya ini sudha sadar jika memiliki seorang istri yang memang sudah sewajarnya menjadi prioritasnya."Sejak dulu ya sama tapi tdak sengomel-ngomel sekarang." ujar Dewa.Dulu Dewa memang masih bisa keluar kota semuanya sendiri terkadang bahkan tidka berpamitan dengan Kanya, tapi sekarang dirinya tidak akan bisa melakukan hal itu lagi. Karena dirinya sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk menjadi suami dan ayah yang baik buat keluarganya.Dan sekarang bedanya Naya itu lebih cerewet dari dulu, atau mungkin sekarang karena sudah menjadi seorang ibu hingga membuat istriny
"Tumben ngajakin makan di luar," "Mumpung nenek sama kakeknya Kai nginep dirumah."Untuk pertama kalinya Dewangga Aditama yang lempeng-lempeng aja itu, malam ini mengajaknya keluar katanya malam Rabuan. Aneh kan, biasanya kan malam mingguan la ini suaminya ngajak malam rabuan memang ada-ada saja sekarang suaminya itu."Makan bakso di deket kantor kamu aja yuk, Mas. Aku udah lama nggak makan sate." "Bakso?" tanya Dewa tidak percaya.Padahal malam ini rencananya ingin makan malam romantis di restoran gitu, tapi sepertinya akan gagal karena istrinya lebih memilih makan bakso kaki lima."Masa ngedate makan bakso pinggir jalan," "Pengennya itu..." ujar Kanaya mengerucutkan bibirnya cemberut."Kamu nggak ngidam kan?" tanya Dewa yang merasa ada yang beda dari istrinya yang tiba-tiba menginginkan bakso."Iyaa ngidam pengen bakso." "Iya, beneran mau makan bakso?" tanya Dewa membuat Naya tersenyum dengan wajah imutnya hal itu membuat Dewa tersenyum."Oke."Setelah sampai di tempat langgana
Rian sudah tidak habis pikir dengan kelakuan papinya yang selalu memperdulikan tentang kekuasan saja. Sejak awal Rian memang tidak mau menjadi penerus Soedrajat, dirinya lebih suka menjadi dirinya sendiri melakukan apapun yang dirinya sukai.Dia lelah, sungguh. Ada banyak beban yang dirinya tanggung sejak kecil. Menjadi anak tunggal dari orang tuanya bukan hal yang mudah, semua hal di kendalikan oleh orang tuanya. Bahkan sampai sekarang mereka masih mengendalikannya dan Rian merasa muak akan hal itu.Rian berhenti di tepian kota, rasanya malas untuk pulang, belum juga dirinya tenang handphonenya berdering menampilkan panggilan dari mamanya.Sudah pasti beliau akan marah-marah karena Rian selalu menghindar dari acara keluarga. Karena dirinya tidak suka dengan acara formal yang hanya menjadi ajang pamer itu.Rian menghela nafas dalam, dirinya merindukan Kanaya yang di saat sedang seperti ini wanita itu akan selalu menghiburnya dengan tindakan-tindakan yang selalu bisa membuatnya gemas
Malam ini Naya tidak bisa tidur, karena anaknya demam dan rewel dari pagi tadi, tapi malam ini anaknya sudah sedikit tenang dan demamnya juga sudah turun."Maafin mama ya sayang." ujar Naya mengelus pipi cubby putranya dengan sayang.Dirinya merasa belum bisa menjadi mama yang baik buat Kai, bahkan saat anaknya sedang menangis hebat tadi siang dirinya justru ikut menangis."Den Kai sudah tidur, Mbak?" tanya Bi Rosma membuat Naya mengangguk memandang wajah polos Kai yang sudah tertidur pulas."Tadi bapak telfon, Mbak. Tanya kenapa telpon Mbak Naya tidak aktif." Dirinya bahkan tidak ingat dengan handphonenya sama sekali karena terlalu fokus dengan putranya yang sedang demam. "Nanti saya telpon balik Mas Dewa, Bik. Sekarang bibik boleh istirahat," ujar tersenyum.Sejak pagi tadi Bik Rosma ikut membantunya menenangkan Kai bahkan sampai mencoba segala cara agar Kai tenang dan demanya turun.Hingga tengah malam seperti ini, Bik Rosma masih setia menemaninya."Yasudah, Mbak. Saya turun dul