Home / Romansa / Duda Incaran Shana / 66. Aksi Handaru

Share

66. Aksi Handaru

Author: Viallynn
last update Last Updated: 2025-04-03 14:08:16

"Ibu Nancy Isabel, 3 miliar rupiah," ucap pemandu lelang menunjuk seseorang yang Shana yakini merupakan wanita sosialita.

"Bapak Vincent Wiranto, 3,3 miliar rupiah!"

Jantung Shana seketika berdetak cepat saat mendengar nominal itu.

"Ibu Nancy, 3,7 miliar rupiah!"

"Kembali ke Bapak Vincent, 4 miliar rupiah. Wah-wah persaingan yang ketat antara Bu Nancy dan Pak Vincent," ucap pemandu dengan diiringi tawa puas.

"Tidak terduga, ada Bapak Nendra Hasan di sana dengan angka 5 miliar rupiah!"

"Nendra?" Shana menegakkan duduknya. Dia menoleh ke arah di mana pemandu lelang menunjuk dan melihat seorang pria yang sudah lama tak ia lihat. "Mas Nendra?" gumam Shana yang kali ini diiringi dengan senyuman.

Mendengar nama yang tak asing di telinga, Ndaru pun ikut menoleh. Tatapannya jatuh pada pria yang duduk bersama anggota keluarganya, bersama Nurdin Hasan.

"Jadi dia yang namanya Nendra?" gumam Ndaru pelan.

"Pak Ndaru kenal?" Shana menatap Ndaru cepat. Dia mendengar gumamam p
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (3)
goodnovel comment avatar
firly edogawa
cie.. pak ndaru cemburu......
goodnovel comment avatar
listiani darmawan
Suka ceritanya..
goodnovel comment avatar
Susilawati Arum
makasih banyak banyak Thor updatenya...puas banget bacanya.. ceritanya menarik banget
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Duda Incaran Shana   67. Kembali Terulang

    Pagi ini Shana bangun lebih pagi. Tidak lagi bermalas-malasan seperti hari sebelumnya. Hari ini ia akan melakukan kunjungan rutin ke lokasi syuting. Kebetulan lokasi syuting juga tidak dilakukan di luar kota sehingga Shana bisa datang untuk sekedar melihat mahakaryanya. Ada rasa enggan sebenarnya. Tentu saja karena Dito, mantan kekasih gilanya. Namun setelah Ndaru meminta Shana mengganti nomor ponsel, Dito tak lagi berulah. Namun justru itu membuat Shana takut. Entah apa lagi yang akan pria itu lakukan saat mereka bertemu nanti. "Pagi, Bi," sapa Shana memasuki ruang makan. "Selamat pagi, Bu," balas Bibi Lasmi yang tengah menyiapkan makanan. Shana menatap ke sekitar dengan bingung. Keheningan yang ada membuatnya bertanya-tanya. Ke mana perginya semua penghuni rumah? "Kok sepi, Bi? Mas Juna belum bangun?" "Kayaknya belum, Bu. Semalem agak rewel mau nunggu Bapak sama Ibu pulang tapi akhirnya ketiduran juga meskipun udah malem banget." Shana meringis. Meski pulang lebih

    Last Updated : 2025-04-04
  • Duda Incaran Shana   68. Ceroboh

    Ke mana perginya semua orang? "Shan, aku beneran cinta mati sama kamu. Aku janji, kalau kamu mau balik sama aku, aku akan berubah." "Omong kosong!" Shana mulai berdiri. Dito tidak mau mengalah. Pria itu ikut berdiri dan terus memohon pada Shana. Namun wajah memelas itu justru membuat Shana ketakutan. Dia tidak lagi bodoh seperti dulu. Dito adalah manusia manipulatif dan Shana tidak akan tertipu lagi. "Shan—" Dito kali ini berhasil meraih tangan Shana. Saat Shana akan berteriak, pria itu membungkam mulut Shana dengan tangannya. "Jangan teriak, Shan. Kamu tau apa yang akan terjadi kalau orang-orang tau kita cuma berdua di ruangan ini." "Sialan! Lepasin gue!" Shana berusaha memberontak. "Aku cuma mau kamu maafin aku. Kita mulai semuanya dari awal, ya?" "Orang gila!" Belum sempat Shana mendorong Dito, pria itu lebih dulu terdorong menjauh. Sepertinya doa Shana di dengar oleh Tuhan. Secara tiba-tiba Roro berada di hadapannya dan berusaha untuk melindunginya. "Janga

    Last Updated : 2025-04-04
  • Duda Incaran Shana   69. Rasa Gelisah

    Hari Minggu yang tenang tak lagi bisa dibayang. Di pagi buta Ndaru sudah berada di atas awan. Menyusul kakaknya yang berada di Kalimantan. Rasa terpaksa tentu ia rasakan. Namun ada hal penting yang harus ia sampaikan. Dalam hati terdalam, Ndaru lebih suka jika Guna yang datang. Namun ia teringat pada Arya, di mana kakak keduanya itu meninggal karena ingin menemuinya. Ndaru tak mau hal yang sama terulang. Dia sudah kehilangan banyak orang dan itu semua karena dirinya. Dia tak ingin lagi. Di dalam pesawat pribadinya, Ndaru memilih untuk memejamkan mata. Rasa sesal karena tak mengajak Juna mulai terbayang-bayang. Namun ia sedang tergesa. Guna sudah menunggunya untuk hadir dalam acaranya. "Pak, pihak lelang amal semalam menghubungi. Untuk batu permata yang Bapak beli mau dikirim ke mana?" tanya Gilang. Ah, Ndaru lupa akan hal itu. Seketika dia meringis mengingat aksi tak terduganya. Hanya karena beberapa kalimat yang Shana ucapkan, mampu membuatnya terprovokasi dan membeli ba

    Last Updated : 2025-04-04
  • Duda Incaran Shana   70. Rasa Gelisah 2

    Guna tampak terkejut. "Dia tau?" Hela napas kasar lolos dari mulut Ndaru. "Dia punya informan. Kita harus hati-hati." "Informan? Sialan, siapa dia?" Ndaru menggeleng. "Nanti aku cari tau." "Apa lagi yang kamu dapat dari acara semalam?" "Batu berlian," jawab Ndaru bodoh. "Bukan itu!" dengkus Guna kesal. "Kalau yang itu semua orang juga tau. Kata Maya kamu jadi trendic topic lagi." Guna menggelengkan kepalanya. "Hobi banget kamu jadi omongan banyak orang, tapi nggak masalah, karena itu juga aku minta kamu ke sini. Lihat ibu-ibu di luar sana, pada gemes sama kamu yang akhirnya daftarin anak mereka ke akademi kita." Guna tertawa terbahak. Berbanding dengan Ndaru, pria itu hanya bisa pasrah. Toh, dia juga sudah terbiasa. Dengan tampangnya yang lebih tampan dari saudara-saudaranya, Ndaru sering diperalat untuk mengeluarkan karisma kuatnya. "Satu lagi." Ndaru terlihat ragu untuk mengatakannya. "Shana, dia akrab dengan keluarga Nurdin." Kening Guna berkerut. "Kok bisa?" N

    Last Updated : 2025-04-04
  • Duda Incaran Shana   71. Melewati Batas

    Keheningan menguasai suasana. Meninggalkan kecanggungan yang begitu terasa. Bibir bungkam menjadi pilihan utama. Tak tahu harus berkata apa untuk mengeluarkan isi kepala. Dalam hati, Shana tak berhenti untuk mengutuk diri sendiri. Meluapkan kebodohannya yang terulang kembali. Bedanya kali ini dia dibuat mati berdiri. Saat mendengar ucapan dari sang suami. "Karena kaca mobil saya gelap." Benar-benar bodoh! Ciuman kedua kembali terulang. Lagi-lagi Shana yang lebih dulu menyerang. Dengan alasan untuk menghindar dari Dito seorang. Begitu tragedi ciuman itu usai, Shana tak lagi kembali ke lokasi syuting. Begitu tahu jika gadis itu tengah menghindari Dito, Ndaru langsung meminta sang supir untuk pergi segera. Menyadari jika mereka tak hanya berdua membuat Shana kembali mengumpat. Ada Gilang dan juga Nanang yang duduk di kursi depan. Membuat wajahnya seketika berubah sangat merah karena menahan malu. Apa mereka berdua melihat aksi gilanya tadi? Dari sudut mata, Shana bisa

    Last Updated : 2025-04-06
  • Duda Incaran Shana   72. Rasa Canggung

    Sial! Bibir Shana seketika bungkam. Wajahnya kembali memanas karena pada akhirnya Ndaru akan membahas hal memalukan yang ia lakukan. Shana mohon, jangan di depan orang lain! "Apa argumen kamu sekarang?" Ndaru menantang. "Yang it—u yang ta—tadi saya nggak sengaja. Pak Ndaru tau sendiri kalau Dito kejar saya." Shana mulai menurunkan nada suaranya. Karena malu tentu saja. "Saya jadi penasaran. Kalau bukan saya yang di sana, siapa yang bakal kamu cium?" "Pak?!" Shana melirik Gilang dan Nanang gelisah. "Kita bahas di rumah," lanjutnya kembali menatap jendela. "Bagus. Kita langsung pulang. Jadi nggak perlu kamu ketemu Nendra-Nendra itu." Shana memilih untuk diam. Dia membuka kembali ponselnya untuk mengabari Nendra jika ia tidak bisa bertemu. Lagi-lagi Shana hanya bisa menurut. Ndaru kembali membuatnya mati kutu dengan serangannya yang selalu bisa membalikkan keadaan. Seharusnya Shana yang kesal, bukan? Kenapa justru pria itu yang memegang kendali? Sisa perjalana

    Last Updated : 2025-04-06
  • Duda Incaran Shana   73. Bermain Peran

    Hari ini menjadi hari yang cukup berat untuk Shana. Mulai dari Dito, Ndaru, sampai Nendra. Ketiga pria itu berhasil membuat perasaannya bergejolak. Mulai dari kesal, gelisah, panik, dan masih banyak lainnya. Shana tidak bisa mengungkapkan satu-persatu perasaannya saat ini. Apa lagi saat melihat keberadaan Nendra di depan rumahnya. Tanpa aba-aba dan peringatan pria itu tiba-tiba berada di depan rumah Ndaru. Berdiri tegak dengan senyum manisnya yang khas. Namun ekspresi itu berbanding terbalik dengan Ndaru dan Shana. Jika tidak ingat dengan peringatan Ndaru, mungkin Shana akan menyambut kedatangan Nendra dengan senang hati. Wajah datar Ndaru sudah memperingatinya. Shana tidak akan melakukan aksi gila ada di kepalanya saat ini. Ndaru sedang marah. Dia tahu itu. "Mas Nendra di sini?" tanya Shana mendekat. Tarikan pada kerah kemeja membuat langkah Shana terhenti. Seketika dia kembali tertarik ke belakang sampai punggungnya menabrak dada Ndaru. Tidak menyakitkan, tetapi cukup me

    Last Updated : 2025-04-06
  • Duda Incaran Shana   74. Diam-diam

    Shana harus memanfaatkan waktunya dengan baik. Sebagai seorang ibu, dia tetap mengutamakan kewajibannya untuk menjaga Juna. Seperti saat ini. Meski hanya Ibu Sambung, tetapi Shana dengan tulus menyayangi Juna. Anak itu terlalu menggemaskan untuk diabaikan. Memang Shana tidak menyukai keluarga Atmadjiwo, tetapi tidak dengan anak itu. Juna terlalu polos untuk mengetahui betapa kejamnya dunia. "Mama! Aku dapat bintang lima dari Miss Alin," teriak Juna sambil berlari ke arahnya. Jam pulang sekolah telah usai. Seperti biasa, Shana yang akan menemani Juna selama bersekolah. "Wah, Mas Juna pinter banget." Shana bertepuk tangan senang. Memberi apresiasi yang memang pantas ditujukan untuk Juna. "Tadi bikin gambar sapi," ucap Juna dengan gerakan tangannya. "Mana? Mama mau lihat." Shana berjongkok untuk menyamakan tigginya dengan Juna. Dengan gerakan yang menggemaskan, anak itu membuka tasnya dan mengeluarkan buku gambarnya. Di usia dua tahun ini, Shana melihat jika Juna cuku

    Last Updated : 2025-04-06

Latest chapter

  • Duda Incaran Shana   107. Menahan Amarah

    "Tapi Pak—" "Papa!" suara melengking membuat Shana kembali menutup mulut. Dari ruang tengah, Juna tampak berlari kecil menghampiri mereka. "Papa Mama udah pulang!" Juna tersenyum dan memeluk kaki Ndaru dan Shana bersamaan. Bukannya menjawab, Ndaru menatap Suster Nur tajam. "Jam berapa ini? Kenapa anak saya belum tidur?" "Maaf, Pak. Mas Juna nggak mau tidur, mau nunggu Bapak sama Ibu katanya," jawabnya menunduk takut. "Bukannya saya sudah minta kamu untuk menidurkan Juna lebih dulu?" geram Ndaru memijat keningnya. "Kenapa orang-orang tidak becus dalam bekerja?" gumamnya sebelum menunduk untuk menyamakan tingginya dengan Juna. "Mas Juna kenapa belum tidur?" tanya Ndaru lembut. "Mau tidur sama Papa-Mama," ucap Juna lucu. Ndaru tersenyum tipis. "Papa harus mandi dulu. Mas Juna tidur dulu, ya. Nanti Papa nyusul." "Nggak mau! Papa bohong." Rahang Ndaru mengeras. Melihat itu, dengan cepat Shana mengambil alih. Dia tahu jika emosi Ndaru sedang tidak baik. Banyak hal

  • Duda Incaran Shana   106. Tidak Pikir Panjang

    Gelisah telah menyerang. Semakin terasa dikala hati meradang. Diam atau tidak menjadi pilihan bimbang. Mengingat jika sang macan sewaktu-waktu bisa saja menyerang. Keheningan membuat suasana mencekam. Hati kalut membuatnya memilih untuk bungkam. Seketika penyesalan terasa semakin dalam. Akibat isi kepalanya yang dipenuhi dengan dendam. "Sudah hubungi tim humas?" tanya Ndaru setelah beberapa menit terjebak dalam keheningan. Gilang menoleh singkat dan mengangguk. "Sudah. Pak Yani, manager humas juga ikut turun tangan ke kantor, Pak." "Pastikan semua selesai malam ini. Saya tidak mau berita ini masih menjadi berita utama besok pagi." Telinga Shana berusaha mendengar dengan seksama. Mencoba mencerna apa yang sedang menjadi sumber kehebohan sosial media. Otak cerdasnya tersadar seketika. Menemukan fakta jika dirinyalah yang menjadi topik utama. Karena penasaran, akhirnya Shana membuka ponselnya sendiri. Ada panggilan tak terjawab sebanyak 13 kali dari Erina, Fathur, dan juga N

  • Duda Incaran Shana   105. Jemput Paksa

    Tawa terdengar merdu di telinga. Saling bersahutan menenangkan jiwa. Rasa lama yang tak lagi terasa, kembali muncul untuk menyapa. Saling mengingatkan kenangan indah yang pernah dirasa. Sejak siang, Shana menikmati waktunya untuk bersantai. Kali ini tidak sendiri, melainkan bersama kakak dan pria yang sudah lama tidak saling bertegur sapa. Nendra Hasan, pria itu ikut bergabung dan rela meluangkan waktu sibuknya yang berharga. Demi bisa menghabiskan waktu bersama Shana yang sudah lama tak ia jumpa... dengan leluasa. "Kamu yakin Ndaru nggak marah?" Nendra bertanya untuk yang kesekian kalinya. "Jangan bahas dia." "Kalian bertengkar?" Shana meringis. Berpikir untuk memilih jujur atau tidak. "Sedikit," jawabnya pada akhirnya. Erina yang duduk di sampingnya hanya melirik sekilas. Dia yang mengetahui semua hal yang terjadi pada adiknya memilih untuk diam. "Jadi gimana? Lo bener mau calonin diri?" Erina mengalihkan pembicaraan. "Calonin apa?" "Yang lagi rame dibicara

  • Duda Incaran Shana   104. Berpikir Realistis

    Hari ini Ndaru benar-benar membuat langkah yang berbeda. Bukan kali pertama, tetapi Gilang sadar jika ada banyak hal di kepalanya. Hanya saja Ndaru memilih untuk menyimpannya. Menguburnya sendiri, menikmati tekanannya yang luar biasa. "Sudah jam sembilan malam, Pak." Ndaru yang sedang melamun sambil memutar cangkir kopinya pun menoleh. "Kamu boleh pulang dulu." Bukan ini yang Gilang inginkan. Dia tahu ada sesuatu yang mengganggu atasannya itu hingga memilih untuk menyendiri seperti ini. Biasanya hidup Ndaru selalu monoton. Bekerja, pulang, lalu bermain bersama Juna. Begitu seterusnya setiap hari. Namun hari ini berbeda. Ndaru tidak fokus bekerja, dia bahkan tidak langsung pulang, malah berakhir di kafe kopi lokal ternama. Tidak ada yang ia lakukan selain berdiam diri. Aneh. Handaru Atmadjiwo memang pendiam. Namum bukan diam yang seperti ini. "Bapak bisa cerita kalau ada sesuatu yang mengganggu pikiran Bapak." Ndaru menggeleng pelan sambil menyesap kopinya. "Nggak

  • Duda Incaran Shana   103. Desakan

    Kesibukkan benar-benar terasa. Untuk mengurus banyak hal yang ada di depan mata. Apa lagi pemilihan umum sebentar lagi tiba. Debut perdana keluarga Atmadjiwo harus benar terlaksana. Bukan sekedar tes ombak semata, Guna Atmadjiwo harus bisa mendapatkan jatah kursinya. Banyak uang yang sudah mereka keluarkan. Serta janji yang mereka berikan. Semua itu mereka korbankan. Demi Guna bisa menjadi anggota dewan. Semua orang sibuk dengan itu. Namun tidak dengan Handaru. Banyak sekali hal yang ada di kepalanya. Membuatnya untuk kali ini saja melenceng dari prinsip hidupnya, yang harus sempurna. Ndaru melarikan diri. Keputusan diambil secara tiba-tiba. Membuat Gilang, sang asisten menggelengkan kepala. Rapat penting bersama keluarga mendadak ditunda. Mengingat Ndaru memilih untuk pergi ke tempat yang tak terduga. Pemakaman. Setelah kembali ke Jakarta, ini pertama kalinya Ndaru mengunjungi makam almarhum Farah. Entah kenapa kemarahan Shella waktu lalu tiba-tiba mengusiknya. Mengang

  • Duda Incaran Shana   102. Kembali Fokus

    "Sialan!" Erina melempar bantal sofa. "Yang itu nggak perlu diperjelas." Shana menghela napas dan menyandarkan tubuhnya di sofa. Dia menatap lampu kristal dengan tatapan menerawang. "Gue nggak bisa gini terus, Mbak." "Gue udah sering minta lo buat berhenti. Lupain semuanya." "Udah setengah jalan." Shana tersenyum kecut. "Keluarga kita hancur dan itu karena mereka." Erina menggenggam tangan Shana erat. "Keras kepala, persis kayak Mama." "Boleh gue minta tolong?" Shana menegakkan duduknya. "Apa?" "Ajak gue keluar. Gua mau ketemu Mas Nendra. Pak Ndaru larang dia buat jenguk gue kemarin." Shana mengetahuinya dari sosial media. Ternyata Nendra menjenguknya kemarin. Hanya saja pria itu tidak menemuinya. Sudah dipastikan Ndaru yang melarangnya, atau bahkan mengusirnya. "Kalau Ndaru tau dia bisa ngamuk." "Jangan sampai dia tau." "Roro gimana?" "Kita kabur." Shana mulai berdiri. Erina menggeleng pasrah. "Pantes aja Ndaru kasih pengawal. Tingkah lo emang

  • Duda Incaran Shana   101. Terlena

    Seperti hari sebelumnya, suasana pagi di kediaman Putri tampak sepi. Tampak berbeda setelah sang kepala keluarga pergi. Meninggalkan rasa dingin di setiap sisi. Tak hanya rumah melainkan juga isi hati. Beruntung Putri tidak sendiri. Ada Ayah yang selalu menemani. Memberikan perhatian penuh pada anak yang ia sayangi. Yang kadang Putri abaikan karena ingin memilih sendiri. Dari luar memang Putri terlihat begitu kuat. Pulihnya luka berangsur sembuh dengan cepat. Namun sayang itu hanya topeng sesaat. Begitu ia sendiri, dia kembali menjadi Putri dengan kesedihan yang dahsyat. "Mama udah bangun?" Darma menggendong Satria untuk turun menuju ruang makan. Cucunya masih terlihat mengantuk dengan baju tidurnya. "Nggak tau. Mama nggak ada tadi," adu Satria. "Mungkin Mama udah di bawah." Ternyata perkiraan Darma salah. Tidak ada Putri di ruang makan. Bahkan asisten rumah tangga pun tidak tahu keberadaannya. Pagi tadi, Satria memang menemuinya karena ibunya yang mendadak tidak ada.

  • Duda Incaran Shana   100. Kembali Asing

    Shella Clarissa. Wanita itu berada di sini. Mungkin sudah lelah karena Ndaru yang tak menggubris panggilannya. "Bawa Mas Juna masuk." Ndaru mematikan kompor dan memberikan Juna pada Bibi Lasmi. Ketegangan ini tak boleh didengar oleh anak itu. "Siapa, Mas?" tanya Shella berjalan mendekat. Wajahnya sudah memerah menahan marah. "Shel—" "Aku yang pengganggu?" Shella dengan beraninya memotong ucapan Ndaru. Ndaru memilih untuk kembali menutup mulut. Bukan berarti takut, tetapi dia tidak mau beradu argumen dengan orang yang sudah emosi. Baiklah, dia memang salah. Namun semuanya sudah terlanjur, bukan? "Shella, bukan begitu." Gilang menarik Shella yang semakin dekat dengan Ndaru. "Bisa-bisanya Mas Ndaru bilang gitu," geram Shella. "Harusnya aku yang marah. Mas Ndaru ke mana kemarin? Mas lupa acara pengajian Mbak Farah?!" "Ada hal yang harus saya lakukan." Tanpa diduga Shella tertawa. "Apa itu lebih penting dari Mbak Farah?" Tentu saja kegaduhan itu dapat didengar

  • Duda Incaran Shana   99. Wanita Asing

    Pagi kali ini terasa berbeda. Kata sapa terdengar lembut di telinga. Senyum tipis juga terasa sedap di mata. Aura ketenangan itu begitu terasa. Kala sang tuan rumah mendadak memasak dengan sendirinya. Aneh. Pemandangan yang jarang untuk dilihat. Bahkan bisa dikatakan tak pernah terlihat. Bisa dihitung dengan jari Bibi Lasmi melihat atasannya itu menyentuh spatula. Benar-benar pemandangan yang patut diabadikan. "Ibu biasanya pinggiran rotinya dipotong, Pak." Bak seperti komandan, Bibi Lasmi tampak memandu dari belakang. Melihat bagaimana dua manusia yang berbeda usia itu tampak serius dengan apa yang dikerjakan. "Biar Papa yang potong." Dengan sigap Ndaru menjauhkan pisau dari tangan Juna. "Nggak mau! Mau potong-potong juga!" Juna mulai merengek. Ndaru menyerah dan memberikan pisaunya. Bukan sepenuhnya memberi, karena dia ikut menuntun tangan anaknya agar lebih berhati-hati. Bibi Lasmi kembali melirik dari belakang. Melihat bagaimana dua pria itu tengah fokus pa

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status