Share

Bab 3

Author: Davina
last update Last Updated: 2024-11-14 18:53:58
Sebelumnya aku juga pernah membicarakan soal perceraian dengan Riko. Tapi dia selalu marah, dan akhirnya aku yang meminta maaf dan membujuknya agar mau memaafkanku. Makanya, dia mengira aku juga hanya sedang kesal saja seperti sebelumnya.

Aku balas menjawab, "Riko, kali ini aku serius. Ayo kita cerai. Kita bertemu di depan Kantor Catatan Sipil besok pagi jam setengah sembilan."

Riko segera membalas, "Oke, kalau memang kamu mau cerai. Akan kukabulkan keinginanmu itu."

Aku tidak membalas pesannya lagi.

Keesokan paginya, sesaat setelah aku dan Winda sampai di lokasi, Riko dan Anita juga datang.

Riko dan Anita pernah berpacaran saat masih kuliah, tapi mereka putus karena kesalahpahaman. Meskipun sudah bertahun-tahun berlalu, Riko rupanya masih belum bisa melupakan Anita.

Aku menatap anjing peliharaan di pelukan Anita, kemudian teringat wajah nenekku saat meninggal. Rasa sakit tiba-tiba menghujam dadaku.

Riko lalu berjalan mendekat, dia sempat melirikku sekilas saat hendak masuk gedung.

Aku hanya berkata dengan nada datar, "Tunggu sebentar. Winda juga mau bercerai, tapi Rafi masih belum datang."

Riko mengerutkan kening, "Mely, kamu masih belum puas hanya dengan menceraikanku? Kamu juga mau membuat seluruh keluargaku jadi kacau karena perceraian?"

Mendengar itu membuat Winda langsung marah, "Ini keputusanku sendiri, nggak ada hubungannya dengan Mely. Kamu sendiri juga tahu kan seperti apa sifat adikmu itu? Kalian berdua sama-sama brengsek!"

Anita tersenyum tipis, "Nona Winda, kami bicara begitu juga karena peduli. Kenapa Nona harus marah-marah begini?"

Dia melirik ke arahku, "Riko cuma nggak mau kamu terpengaruh oleh Mely, dan terbawa emosi sampai mau menceraikan Rafi juga."

Aku menatap balik Anita, "Memangnya Riko bisu? Sejak kapan kamu mewakilinya bicara begini?"

Anita lalu menatap Riko dengan tatapan memelas.

"Maafkan aku, Kak Riko. Aku sudah salah bicara dan malam membuat Mely marah."

Riko lalu berkata serius, "Cukup, Mely."

Aku hanya meliriknya tajam.

Sepertinya Riko sangat marah padaku, dia sampai membentak, "Memangnya apa salah Anita? Kamu duluan yang melarangku membantunya mencarikan anjing peliharaannya yang hilang, lalu sekarang kamu juga mau memojokkannya."

Anita berkata dengan lembut, "Nona Mely, tolong jangan salah paham. Waktu itu Riko cuma mau membantuku mencari Kiki saja. Kami nggak punya hubungan apa-apa."

"Tapi, seharusnya waktu itu kamu juga jangan sampai mendoakan nenekmu mati hanya demi membuat Riko kembali. Itu kan nggak sopan, apalagi nenekmu juga sudah tua."

Riko lalu menatapku dengan penuh penghinaan, "Kasihan nenekmu yang sudah sangat menyayangimu, Mely. Kamu benar-benar nggak tahu terima kasih."

Aku kemudian mengeluarkan surat kematian nenek dari dalam tas dan menunjukkannya padanya.

"Riko, buka matamu lebar-lebar dan baca ini baik-baik. Nenekku sudah meninggal, sudah meninggal!"

"Saat kamu pergi membantu Anita mencari Kiki, nenekku kena serangan jantung. Aku sudah memohon agar kamu kembali untuk menyelamatkan nyawanya, tapi kamu menolak. Kamu merasa bahwa membantu Anita mencari Kiki lebih penting daripada menyelamatkan nyawa nenekku. Tapi kamu masih berani memakiku?"

Riko melirik surat kematian yang ada di tanganku sambil tertawa mengejek, "Aku ini dokter yang merawat nenekmu. Aku lebih tahu kondisinya daripada kamu. Aku nggak habis pikir kamu bahkan sampai membuat surat kematian palsu demi membohongiku. Aku kecewa padamu."

"Jangan kira aku nggak tahu, ya. Kamu sebenarnya nggak mau cerai, makanya sampai menunjukkan surat kematian palsu itu padaku supaya aku luluh. Asal kamu tahu, itu nggak akan mempan. Kan kamu yang terus-menerus minta cerai!"

Aku memejamkan mata, tiba-tiba sudah lelah menghadapi semua ini. Aku enggan menjelaskan masalah ini lagi padanya.

Terserah apa yang dia pikirkan tentangku, aku tidak peduli lagi.

"Riko, kamu benar-benar bodoh!"

Raut wajah Riko langsung berubah menjadi suram setelah mendengar ucapanku barusan. Dulu aku sangat mencintainya, dan tidak akan mungkin menghinanya seperti barusan.

Dia baru saja mau mengatakan sesuatu, tapi Rafi keburu datang.

Aku dan Winda saling bertukar pandang, kemudian segera melangkah ke dalam gedung tanpa banyak bicara.

Hari ini tidak ada anteran, jadi surat cerainya dapat segera diproses.

Selama menunggu, tatapan Riko terus tertuju padaku. Aku tahu dia menungguku membuka mulut dan memohon padanya untuk membatalkan perceraian ini. Tapi aku tidak akan pernah melakukannya. Aku bahkan tidak meliriknya sama sekali.

Begitu keluar dari Kantor Catatan Sipil, tiba-tiba Kiki, anjing peliharaan Anita, melompat ke arahku. Aku pun refleks menepisnya.

"Jangan sakiti Kiki." Anita berlari menghampiri anjing peliharaannya, hendak melindunginya. Tapi wanita itu malah tidak sengaja jatuh ke tanah.

Riko segera membantunya berdiri, sambil bertanya dengan cemas.

"Anita, kamu nggak apa-apa, 'kan?"

Pria itu lalu menatapku dengan tatapan marah.

"Mely, cepat minta maaf ke Anita."

Aku malas menanggapinya dan memilih untuk segera berbalik pergi. Namun, Riko malah mengejarku dan mencoba meraih lenganku. Tapi entah kenapa, dia malah terhuyung dan tidak sengaja mendorongku jatuh dari tangga."

"Ah!"

Aku kaget dan segera melindungi perutku, tapi semuanya terlambat.

"Perutku sakit sekali ...."

Winda segera berlari ke sampingku, dia melihatku yang sedang kesakitan. Kedua matanya mulai memerah karena cemas.

"Jangan takut, Mely. Nggak apa, semuanya akan baik-baik saja."

Dia lalu menelepon ambulans dan berteriak marah pada Riko, "Riko, apa kamu nggak tahu kalau Mely sedang hamil? Kenapa malah mendorongnya?"

Riko membelalakkan mata melihat darah yang membasahi kakiku, dia tampak sangat kaget.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Zaskia Putri
kalo mau di baca tolong dong jangan buat emosi jadi malas kalo ribet gini
goodnovel comment avatar
Emi As
kunci tidak terbuka, tlng dong seperti semula lagi
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 4

    Ketika aku terbangun, aku sudah berada di atas ranjang rumah sakit.Aku meraba perutku yang masih datar, dan bisa merasakan kalau anak itu sudah tidak ada lagi.Hatiku sakit seperti ditusuk pisau. Air mata pun mengalir dari sudut mataku.Lalu terdengar suara serak Riko yang bertanya dari samping, "Kenapa kamu nggak memberitahuku kalau sedang hamil?"Aku berbalik dan menatapnya dengan tatapan dingin.Di hari nenek meninggal, aku pingsan. Winda takut terjadi sesuatu padaku, jadi dia meminta dokter untuk memeriksa kondisiku. Dari situ baru diketahui kalau aku sedang hamil.Aku sebenarnya enggan memberitahukan tentang kehamilanku pada Riko, karena tahu dia tidak mencintaiku. Jadi, dia pasti juga tidak menginginkan anak dalam kandunganku. Aku berencana membesarkan anak ini sendirian, tapi malah kehilangan anak itu.Dalam waktu beberapa hari saja, aku sudah kehilangan dua orang yang sangat kucintai.Dadaku terasa sesak, aku nyaris tidak bisa bernapas.Melihatku menangis pilu membuat Riko ber

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 5

    Riko hanya diam saja.Anita memasang ekspresi lembut dan penuh perhatian, lalu meraih lengan Riko, "Jangan menyalahkan dirimu, Riko. Ini bukan salahmu. Kamu kan nggak tahu kalau dia sedang hamil. Kamu nggak sengaja mendorongnya. Lagipula, neneknya juga sudah tua, bisa meninggal kapan saja. Itu semua bukan salahmu."Riko menepis tangan Anita dan menatapnya dengan tatapan dingin.Anita pun menatapnya dengan tatapan kaget. Dia lalu memaksakan senyuman dan bertanya."Kenapa kamu menatapku begitu, Riko?"Riko bertanya dengan nada dingin, "Waktu itu, apakah Kiki yang lari sendiri, atau memang kamu yang sengaja melepaskannya?"Anita dengan wajah tanpa dosa balik bertanya, "Kamu curiga kalau aku sengaja melepaskan Kiki supaya kamu membantuku mencarinya?"Riko tidak menjawab pertanyaannya, dan malah berkata dengan sinis, "Kita nggak perlu berhubungan lagi mulai sekarang."Anita langsung menitihkan air mata, "Apa maksud ucapanmu ini? Kita kan sudah lama kenal, bukankah kamu tahu aku ini seperti

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 6

    Riko baru mau menjawab pertanyaanku, tapi sudah lebih dulu terdengar suara ketukan pintu. Seorang pelayan dari rumah datang dengan membawa sekotak makanan.Riko menerimanya, lalu meletakkannya di atas meja. Dia menuangkan semangkuk bubur dan mencoba menyuapiku."Ini bubur yang dimasak khusus oleh koki keluarga kami, sangat bagus untuk kondisimu sekarang."Aku menatapnya tidak suka, "Keluar kamu dari sini, Riko!"Riko tidak marah, dia tetap memegang mangkuk bubur dan dengan lembut berkata, "Bagaimana kalau kamu makan buburnya dulu, baru setelah itu aku keluar?"Aku mengabaikannya.Riko lalu berkata lirih, "Aku tahu aku salah. Kamu boleh marah atau memukulku, terserah. Mulai sekarang, aku nggak akan berhubungan lagi dengan Anita. Ayo kita hidup bersama dengan baik."Riko tidak pernah bersikap seperti ini di depanku. Tapi aku sudah terlanjur mati rasa padanya."Kamu nggak perlu melakukan semua ini. Apa pun yang kamu lakukan sudah nggak ada gunanya lagi. Kembalikan saja nenek dan anakku da

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 7

    Sahabatku tertawa dingin."Dengar ya, Rafi, aku nggak akan mungkin mau rujuk denganmu lagi seumur hidup! Jadi jangan berharap!"Setelah mengatakan hal itu, Winda segera mengakhiri panggilan telepon.Rafi berusaha meneleponnya lagi, tapi kali ini Winda langsung memblokirnya.Tidak lama kemudian, Riko juga meneleponku. Sepertinya dia baru saja pulang kerja dan tahu kalau aku sudah pindah.Aku tidak mengangkat telepon darinya.Dia kemudian mengirimiku pesan."Kamu pindah ke mana? Kenapa nggak bilang dulu? Kondisimu kan masih lemah, kamu perlu istirahat yang cukup.""Pulanglah, oke? Nggak apa kalau kamu nggak mau bicara denganku sekarang. Kita bisa membicarakan masalah kita nanti setelah kesehatanmu pulih."Dalam hitungan menit, Riko sudah mengirimiku puluhan pesan. Ponselku terus bergetar tanpa henti.Saat kami masih bersama dulu, dia tidak pernah mengirimkan pesan lebih dari tiga kalimat. Biasanya akulah yang terus-menerus mengiriminya pesan, lalu dia akan membalasnya dengan satu pesan s

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 8

    Rafi terdiam sebentar, baru lanjut berkata, "Omong-omong, besok malam ada acara makan malam, jadi temani aku."Dulu, Rafi sangat enggan muncul bersama sahabatku di depan umum. Dia tidak pernah membawa Winda ke acara manapun.Sekarang, dia malah meminta Winda untuk ikut dengannya. Itu artinya Rafi ingin mengakui Winda sebagai istrinya di depan umum.Winda tersenyum dingin, "Untuk apa baru memperkenalkanku sekarang? Apa mau bilang kalau aku mantan istrimu?"Rafi mengerutkan kening, "Winda, aku sudah membelikan kue biar kamu senang, apa lagi yang kamu mau dariku?"Nada bicara Rafi barusan malah terdengar seperti sedang merendahkan.Sahabatku tertawa sinis, lalu segera membuang kue dari Rafi ke tempat sampah."Rafi, aku sudah nggak suka makan kue blueberry lagi, begitu juga denganmu. Aku mau membuang semuanya."Rafi sontak terdiam.Sahabatku tidak lagi melihat ke arahnya, dan menarik tanganku untuk berjalan ke parkiran.Namun, Rafi masih belum menyerah. Dia mengirimkan berbagai macam hadia

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 1

    "Riko, kita cerai!"Aku baru saja mengirimkan pesan itu, dan langsung mendapatkan telepon darinya."Mely, kamu ini benar-benar nggak ada habisnya, ya! Kemarin kamu bohong dan bilang kalau nenekmu sekarat. Sekarang kamu malah mengancam mau cerai. Lagi pula, resepsi pernikahan kan cuma syarat saja. Memangnya sepenting itu?""Kemarin aku juga sudah bilang kalau anjing Anita hilang, dan dia sangat cemas. Peliharaan itu sudah menemaninya selama bertahun-tahun, dan sangat penting baginya. Anjing kan juga makhluk hidup, apa perlu kamu cemburu begini? Apa kamu nggak punya belas kasihan sedikit?"Hatiku terasa sangat sedih mendengarnya mengkritikku seperti itu.Kemarin adalah hari dimana resepsi pernikahanku dan Riko akan digelar, tapi Riko malah tiba-tiba pergi setelah mendapatkan telepon dari seseorang.Nenekku sampai terkena serangan jantung karena marah. Aku segera membawanya ke rumah sakit, tapi dokter di sana bilang kalau hanya Riko yang bisa melakukan operasi jantung. Jadi, aku pun menel

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 2

    Riko terdiam sejenak."Mely pasti sudah gila. Dia bahkan bohong dan bilang kalau neneknya mati. Suruh dia jangan main-main lagi, cukup! Aku pasti akan kembali setelah urusanku selesai."Riko sudah lebih dulu mematikan telepon sebelum sahabatku sempat angkat bicara lagi.Sahabatku mengembalikan ponselku lagi padaku, dan aku melihat unggahan terbaru dari akun Twitter Anita.Dia sedang memeluk anjing peliharaannya di tepi laut sambil tersenyum lebar.Di bawah unggahan tersebut tertulis, "Kiki hampir hilang, untung saja ayahnya menemukannya tepat waktu. Kami senang sekali!"Aku tersenyum getir melihat unggahan tersebut, air mataku terus mengalir deras.Sungguh ironis.Riko bukannya menyelamatkan nenekku, malah berkeliling dan liburan bersama mantan kekasihnya serta anjing peliharaannya.Pernikahanku dengan Riko benar-benar karena sebuah kebetulan semata.Dia adalah dokter yang merawat nenekku. Saat itu, nenek membutuhkan biaya pengobatan yang sangat besar, dan aku sangat cemas karena tidak

Latest chapter

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 8

    Rafi terdiam sebentar, baru lanjut berkata, "Omong-omong, besok malam ada acara makan malam, jadi temani aku."Dulu, Rafi sangat enggan muncul bersama sahabatku di depan umum. Dia tidak pernah membawa Winda ke acara manapun.Sekarang, dia malah meminta Winda untuk ikut dengannya. Itu artinya Rafi ingin mengakui Winda sebagai istrinya di depan umum.Winda tersenyum dingin, "Untuk apa baru memperkenalkanku sekarang? Apa mau bilang kalau aku mantan istrimu?"Rafi mengerutkan kening, "Winda, aku sudah membelikan kue biar kamu senang, apa lagi yang kamu mau dariku?"Nada bicara Rafi barusan malah terdengar seperti sedang merendahkan.Sahabatku tertawa sinis, lalu segera membuang kue dari Rafi ke tempat sampah."Rafi, aku sudah nggak suka makan kue blueberry lagi, begitu juga denganmu. Aku mau membuang semuanya."Rafi sontak terdiam.Sahabatku tidak lagi melihat ke arahnya, dan menarik tanganku untuk berjalan ke parkiran.Namun, Rafi masih belum menyerah. Dia mengirimkan berbagai macam hadia

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 7

    Sahabatku tertawa dingin."Dengar ya, Rafi, aku nggak akan mungkin mau rujuk denganmu lagi seumur hidup! Jadi jangan berharap!"Setelah mengatakan hal itu, Winda segera mengakhiri panggilan telepon.Rafi berusaha meneleponnya lagi, tapi kali ini Winda langsung memblokirnya.Tidak lama kemudian, Riko juga meneleponku. Sepertinya dia baru saja pulang kerja dan tahu kalau aku sudah pindah.Aku tidak mengangkat telepon darinya.Dia kemudian mengirimiku pesan."Kamu pindah ke mana? Kenapa nggak bilang dulu? Kondisimu kan masih lemah, kamu perlu istirahat yang cukup.""Pulanglah, oke? Nggak apa kalau kamu nggak mau bicara denganku sekarang. Kita bisa membicarakan masalah kita nanti setelah kesehatanmu pulih."Dalam hitungan menit, Riko sudah mengirimiku puluhan pesan. Ponselku terus bergetar tanpa henti.Saat kami masih bersama dulu, dia tidak pernah mengirimkan pesan lebih dari tiga kalimat. Biasanya akulah yang terus-menerus mengiriminya pesan, lalu dia akan membalasnya dengan satu pesan s

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 6

    Riko baru mau menjawab pertanyaanku, tapi sudah lebih dulu terdengar suara ketukan pintu. Seorang pelayan dari rumah datang dengan membawa sekotak makanan.Riko menerimanya, lalu meletakkannya di atas meja. Dia menuangkan semangkuk bubur dan mencoba menyuapiku."Ini bubur yang dimasak khusus oleh koki keluarga kami, sangat bagus untuk kondisimu sekarang."Aku menatapnya tidak suka, "Keluar kamu dari sini, Riko!"Riko tidak marah, dia tetap memegang mangkuk bubur dan dengan lembut berkata, "Bagaimana kalau kamu makan buburnya dulu, baru setelah itu aku keluar?"Aku mengabaikannya.Riko lalu berkata lirih, "Aku tahu aku salah. Kamu boleh marah atau memukulku, terserah. Mulai sekarang, aku nggak akan berhubungan lagi dengan Anita. Ayo kita hidup bersama dengan baik."Riko tidak pernah bersikap seperti ini di depanku. Tapi aku sudah terlanjur mati rasa padanya."Kamu nggak perlu melakukan semua ini. Apa pun yang kamu lakukan sudah nggak ada gunanya lagi. Kembalikan saja nenek dan anakku da

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 5

    Riko hanya diam saja.Anita memasang ekspresi lembut dan penuh perhatian, lalu meraih lengan Riko, "Jangan menyalahkan dirimu, Riko. Ini bukan salahmu. Kamu kan nggak tahu kalau dia sedang hamil. Kamu nggak sengaja mendorongnya. Lagipula, neneknya juga sudah tua, bisa meninggal kapan saja. Itu semua bukan salahmu."Riko menepis tangan Anita dan menatapnya dengan tatapan dingin.Anita pun menatapnya dengan tatapan kaget. Dia lalu memaksakan senyuman dan bertanya."Kenapa kamu menatapku begitu, Riko?"Riko bertanya dengan nada dingin, "Waktu itu, apakah Kiki yang lari sendiri, atau memang kamu yang sengaja melepaskannya?"Anita dengan wajah tanpa dosa balik bertanya, "Kamu curiga kalau aku sengaja melepaskan Kiki supaya kamu membantuku mencarinya?"Riko tidak menjawab pertanyaannya, dan malah berkata dengan sinis, "Kita nggak perlu berhubungan lagi mulai sekarang."Anita langsung menitihkan air mata, "Apa maksud ucapanmu ini? Kita kan sudah lama kenal, bukankah kamu tahu aku ini seperti

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 4

    Ketika aku terbangun, aku sudah berada di atas ranjang rumah sakit.Aku meraba perutku yang masih datar, dan bisa merasakan kalau anak itu sudah tidak ada lagi.Hatiku sakit seperti ditusuk pisau. Air mata pun mengalir dari sudut mataku.Lalu terdengar suara serak Riko yang bertanya dari samping, "Kenapa kamu nggak memberitahuku kalau sedang hamil?"Aku berbalik dan menatapnya dengan tatapan dingin.Di hari nenek meninggal, aku pingsan. Winda takut terjadi sesuatu padaku, jadi dia meminta dokter untuk memeriksa kondisiku. Dari situ baru diketahui kalau aku sedang hamil.Aku sebenarnya enggan memberitahukan tentang kehamilanku pada Riko, karena tahu dia tidak mencintaiku. Jadi, dia pasti juga tidak menginginkan anak dalam kandunganku. Aku berencana membesarkan anak ini sendirian, tapi malah kehilangan anak itu.Dalam waktu beberapa hari saja, aku sudah kehilangan dua orang yang sangat kucintai.Dadaku terasa sesak, aku nyaris tidak bisa bernapas.Melihatku menangis pilu membuat Riko ber

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 3

    Sebelumnya aku juga pernah membicarakan soal perceraian dengan Riko. Tapi dia selalu marah, dan akhirnya aku yang meminta maaf dan membujuknya agar mau memaafkanku. Makanya, dia mengira aku juga hanya sedang kesal saja seperti sebelumnya.Aku balas menjawab, "Riko, kali ini aku serius. Ayo kita cerai. Kita bertemu di depan Kantor Catatan Sipil besok pagi jam setengah sembilan."Riko segera membalas, "Oke, kalau memang kamu mau cerai. Akan kukabulkan keinginanmu itu."Aku tidak membalas pesannya lagi.Keesokan paginya, sesaat setelah aku dan Winda sampai di lokasi, Riko dan Anita juga datang.Riko dan Anita pernah berpacaran saat masih kuliah, tapi mereka putus karena kesalahpahaman. Meskipun sudah bertahun-tahun berlalu, Riko rupanya masih belum bisa melupakan Anita.Aku menatap anjing peliharaan di pelukan Anita, kemudian teringat wajah nenekku saat meninggal. Rasa sakit tiba-tiba menghujam dadaku.Riko lalu berjalan mendekat, dia sempat melirikku sekilas saat hendak masuk gedung.Aku

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 2

    Riko terdiam sejenak."Mely pasti sudah gila. Dia bahkan bohong dan bilang kalau neneknya mati. Suruh dia jangan main-main lagi, cukup! Aku pasti akan kembali setelah urusanku selesai."Riko sudah lebih dulu mematikan telepon sebelum sahabatku sempat angkat bicara lagi.Sahabatku mengembalikan ponselku lagi padaku, dan aku melihat unggahan terbaru dari akun Twitter Anita.Dia sedang memeluk anjing peliharaannya di tepi laut sambil tersenyum lebar.Di bawah unggahan tersebut tertulis, "Kiki hampir hilang, untung saja ayahnya menemukannya tepat waktu. Kami senang sekali!"Aku tersenyum getir melihat unggahan tersebut, air mataku terus mengalir deras.Sungguh ironis.Riko bukannya menyelamatkan nenekku, malah berkeliling dan liburan bersama mantan kekasihnya serta anjing peliharaannya.Pernikahanku dengan Riko benar-benar karena sebuah kebetulan semata.Dia adalah dokter yang merawat nenekku. Saat itu, nenek membutuhkan biaya pengobatan yang sangat besar, dan aku sangat cemas karena tidak

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 1

    "Riko, kita cerai!"Aku baru saja mengirimkan pesan itu, dan langsung mendapatkan telepon darinya."Mely, kamu ini benar-benar nggak ada habisnya, ya! Kemarin kamu bohong dan bilang kalau nenekmu sekarat. Sekarang kamu malah mengancam mau cerai. Lagi pula, resepsi pernikahan kan cuma syarat saja. Memangnya sepenting itu?""Kemarin aku juga sudah bilang kalau anjing Anita hilang, dan dia sangat cemas. Peliharaan itu sudah menemaninya selama bertahun-tahun, dan sangat penting baginya. Anjing kan juga makhluk hidup, apa perlu kamu cemburu begini? Apa kamu nggak punya belas kasihan sedikit?"Hatiku terasa sangat sedih mendengarnya mengkritikku seperti itu.Kemarin adalah hari dimana resepsi pernikahanku dan Riko akan digelar, tapi Riko malah tiba-tiba pergi setelah mendapatkan telepon dari seseorang.Nenekku sampai terkena serangan jantung karena marah. Aku segera membawanya ke rumah sakit, tapi dokter di sana bilang kalau hanya Riko yang bisa melakukan operasi jantung. Jadi, aku pun menel

DMCA.com Protection Status