Share

Bab 2

Author: Davina
last update Last Updated: 2024-11-14 18:53:58
Riko terdiam sejenak.

"Mely pasti sudah gila. Dia bahkan bohong dan bilang kalau neneknya mati. Suruh dia jangan main-main lagi, cukup! Aku pasti akan kembali setelah urusanku selesai."

Riko sudah lebih dulu mematikan telepon sebelum sahabatku sempat angkat bicara lagi.

Sahabatku mengembalikan ponselku lagi padaku, dan aku melihat unggahan terbaru dari akun Twitter Anita.

Dia sedang memeluk anjing peliharaannya di tepi laut sambil tersenyum lebar.

Di bawah unggahan tersebut tertulis, "Kiki hampir hilang, untung saja ayahnya menemukannya tepat waktu. Kami senang sekali!"

Aku tersenyum getir melihat unggahan tersebut, air mataku terus mengalir deras.

Sungguh ironis.

Riko bukannya menyelamatkan nenekku, malah berkeliling dan liburan bersama mantan kekasihnya serta anjing peliharaannya.

Pernikahanku dengan Riko benar-benar karena sebuah kebetulan semata.

Dia adalah dokter yang merawat nenekku. Saat itu, nenek membutuhkan biaya pengobatan yang sangat besar, dan aku sangat cemas karena tidak punya uang sebanyak itu. Riko yang menawarkan untuk membiayai pengobatan tersebut, asal aku mau menjadi pacarnya.

Dia melakukan hal itu karena tekanan dari kedua orang tuanya. Dia ingin aku pura-pura menjadi pacarnya di depan keluarganya.

Aku pun setuju. Seiring berjalannya waktu yang kami habiskan bersama, aku mulai jatuh cinta padanya.

Karena sahabatku juga menikah dengan adik lelakinya, kurasa menjadi saudara ipar dengan sahabatku sendiri juga bukan ide buruk. Aku pun mulai berusaha merebut hati Riko, hingga kami resmi pacaran sungguhan.

Sahabatku memelukku ketika melihatku menangis.

"Jangan sedih, Mely. Pria jahat itu nggak pantas diharapkan."

Aku merasa sangat terpukul mengingat kepergian nenek untuk selamanya.

Dengan suara tersedu aku berkata, "Winda, aku sudah nggak punya nenek lagi."

Sahabatku menepuk punggungku sambil menenangkanku, "Kamu kan masih punya aku, Mely. Aku akan selalu menemanimu."

Aku mengangguk.

Aku dan Winda Larasati sudah kenal sejak kecil. Kami adalah sahabat yang selalu saja punya topik untuk dibicarakan berdua. Kami bahkan lebih dekat daripada saudara kandung.

Lalu, tiba-tiba ponsel sahabatku berbunyi.

Ada telepon dari Rafi Wicaksono.

Sahabatku dan Rafi menikah karena urusan bisnis. Setelah menikah, Rafi terus saja diterpa gosip. Dulu sahabatku tidak percaya kalau Rafi akan mengkhianatinya, sampai semalam media memberitakan kalau pria itu pergi berlibur ke luar negeri dengan seorang aktris. Foto-foto kedekatan kedua orang itu juga tersebar.

Begitu Winda menerima telepon, dia mendengar suara Rafi yang terdengar marah, "Winda, aku baru turun dari pesawat dan kamu langsung cari masalah?"

"Aku cuma kebetulan bertemu dengan aktris itu di restoran. Hubungan kami nggak seperti yang diberitakan oleh media. Kenapa kamu mempermasalahkan hal sekecil itu sampai minta cerai? Sudahlah."

Winda tertawa sinis, "Kebetulan tapi kok makan bersama? Belanja berdua, bahkan menginap di hotel yang sama? Rafi, jangan kira aku ini bodoh, ya!"

Rafi tidak merasa bersalah sama sekali, "Itu semua cuma akal-akalan media saja. Aku nggak pernah menduakanmu. Terserah kamu mau percaya atau nggak. Terserah kamu juga kalau mau cerai."

Winda marah dan mau memakinya, "Rafi ... tut ... tut ...."

Panggilan sudah lebih dulu diakhiri.

Winda menyeka air matanya, "Mereka benar-benar saudara kandung. Dua-duanya sama saja. Kita harus menceraikan mereka dan menjauhi pria brengsek seperti mereka!"

Aku tahu sebenarnya Winda sangat terluka. Dia memang menikah demi urusan bisnis, tapi Winda sangat mencintai Rafi. Winda adalah putri keluarga kaya yang tidak pernah mengerjakan pekerjaan rumah, tapi dia rela belajar memasak demi Rafi.

Pada hari ulang tahun Rafi, pria itu pergi ke luar negeri karena urusan pekerjaan. Winda rela terbang selama lebih dari sepuluh jam hanya untuk merayakan ulang tahun pria itu. Dia juga sering begadang demi menemani Rafi lembur.

Tapi Rafi malah mengira Winda tidak punya kerjaan dan selalu mengganggunya setiap hari, membuatnya sangat kesal.

Aku dan Winda berpelukan sambil menangis.

Setelah nenek dimakamkan, aku mengirimkan pesan pada Riko. Aku menanyakan kapan dia punya waktu untuk mengurus perceraian kami.

Riko butuh waktu lama sebelum akhirnya dapat membalas pesanku.

"Mely, sampai kapan kamu mau terus pura-pura? Kamu masih saja marah hanya karena aku pergi lebih awal saat acara resepsi kita, 'kan? Kita ini sudah resmi menikah, mau ada resepsi atau nggak itu sudah nggak penting."

"Kalau kamu terus mengancam minta cerai, apa kamu nggak takut kalau aku malah mengabulkannya? Penyesalanmu akan sia-sia kalau sampai itu terjadi."

Related chapters

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 3

    Sebelumnya aku juga pernah membicarakan soal perceraian dengan Riko. Tapi dia selalu marah, dan akhirnya aku yang meminta maaf dan membujuknya agar mau memaafkanku. Makanya, dia mengira aku juga hanya sedang kesal saja seperti sebelumnya.Aku balas menjawab, "Riko, kali ini aku serius. Ayo kita cerai. Kita bertemu di depan Kantor Catatan Sipil besok pagi jam setengah sembilan."Riko segera membalas, "Oke, kalau memang kamu mau cerai. Akan kukabulkan keinginanmu itu."Aku tidak membalas pesannya lagi.Keesokan paginya, sesaat setelah aku dan Winda sampai di lokasi, Riko dan Anita juga datang.Riko dan Anita pernah berpacaran saat masih kuliah, tapi mereka putus karena kesalahpahaman. Meskipun sudah bertahun-tahun berlalu, Riko rupanya masih belum bisa melupakan Anita.Aku menatap anjing peliharaan di pelukan Anita, kemudian teringat wajah nenekku saat meninggal. Rasa sakit tiba-tiba menghujam dadaku.Riko lalu berjalan mendekat, dia sempat melirikku sekilas saat hendak masuk gedung.Aku

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 4

    Ketika aku terbangun, aku sudah berada di atas ranjang rumah sakit.Aku meraba perutku yang masih datar, dan bisa merasakan kalau anak itu sudah tidak ada lagi.Hatiku sakit seperti ditusuk pisau. Air mata pun mengalir dari sudut mataku.Lalu terdengar suara serak Riko yang bertanya dari samping, "Kenapa kamu nggak memberitahuku kalau sedang hamil?"Aku berbalik dan menatapnya dengan tatapan dingin.Di hari nenek meninggal, aku pingsan. Winda takut terjadi sesuatu padaku, jadi dia meminta dokter untuk memeriksa kondisiku. Dari situ baru diketahui kalau aku sedang hamil.Aku sebenarnya enggan memberitahukan tentang kehamilanku pada Riko, karena tahu dia tidak mencintaiku. Jadi, dia pasti juga tidak menginginkan anak dalam kandunganku. Aku berencana membesarkan anak ini sendirian, tapi malah kehilangan anak itu.Dalam waktu beberapa hari saja, aku sudah kehilangan dua orang yang sangat kucintai.Dadaku terasa sesak, aku nyaris tidak bisa bernapas.Melihatku menangis pilu membuat Riko ber

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 5

    Riko hanya diam saja.Anita memasang ekspresi lembut dan penuh perhatian, lalu meraih lengan Riko, "Jangan menyalahkan dirimu, Riko. Ini bukan salahmu. Kamu kan nggak tahu kalau dia sedang hamil. Kamu nggak sengaja mendorongnya. Lagipula, neneknya juga sudah tua, bisa meninggal kapan saja. Itu semua bukan salahmu."Riko menepis tangan Anita dan menatapnya dengan tatapan dingin.Anita pun menatapnya dengan tatapan kaget. Dia lalu memaksakan senyuman dan bertanya."Kenapa kamu menatapku begitu, Riko?"Riko bertanya dengan nada dingin, "Waktu itu, apakah Kiki yang lari sendiri, atau memang kamu yang sengaja melepaskannya?"Anita dengan wajah tanpa dosa balik bertanya, "Kamu curiga kalau aku sengaja melepaskan Kiki supaya kamu membantuku mencarinya?"Riko tidak menjawab pertanyaannya, dan malah berkata dengan sinis, "Kita nggak perlu berhubungan lagi mulai sekarang."Anita langsung menitihkan air mata, "Apa maksud ucapanmu ini? Kita kan sudah lama kenal, bukankah kamu tahu aku ini seperti

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 6

    Riko baru mau menjawab pertanyaanku, tapi sudah lebih dulu terdengar suara ketukan pintu. Seorang pelayan dari rumah datang dengan membawa sekotak makanan.Riko menerimanya, lalu meletakkannya di atas meja. Dia menuangkan semangkuk bubur dan mencoba menyuapiku."Ini bubur yang dimasak khusus oleh koki keluarga kami, sangat bagus untuk kondisimu sekarang."Aku menatapnya tidak suka, "Keluar kamu dari sini, Riko!"Riko tidak marah, dia tetap memegang mangkuk bubur dan dengan lembut berkata, "Bagaimana kalau kamu makan buburnya dulu, baru setelah itu aku keluar?"Aku mengabaikannya.Riko lalu berkata lirih, "Aku tahu aku salah. Kamu boleh marah atau memukulku, terserah. Mulai sekarang, aku nggak akan berhubungan lagi dengan Anita. Ayo kita hidup bersama dengan baik."Riko tidak pernah bersikap seperti ini di depanku. Tapi aku sudah terlanjur mati rasa padanya."Kamu nggak perlu melakukan semua ini. Apa pun yang kamu lakukan sudah nggak ada gunanya lagi. Kembalikan saja nenek dan anakku da

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 7

    Sahabatku tertawa dingin."Dengar ya, Rafi, aku nggak akan mungkin mau rujuk denganmu lagi seumur hidup! Jadi jangan berharap!"Setelah mengatakan hal itu, Winda segera mengakhiri panggilan telepon.Rafi berusaha meneleponnya lagi, tapi kali ini Winda langsung memblokirnya.Tidak lama kemudian, Riko juga meneleponku. Sepertinya dia baru saja pulang kerja dan tahu kalau aku sudah pindah.Aku tidak mengangkat telepon darinya.Dia kemudian mengirimiku pesan."Kamu pindah ke mana? Kenapa nggak bilang dulu? Kondisimu kan masih lemah, kamu perlu istirahat yang cukup.""Pulanglah, oke? Nggak apa kalau kamu nggak mau bicara denganku sekarang. Kita bisa membicarakan masalah kita nanti setelah kesehatanmu pulih."Dalam hitungan menit, Riko sudah mengirimiku puluhan pesan. Ponselku terus bergetar tanpa henti.Saat kami masih bersama dulu, dia tidak pernah mengirimkan pesan lebih dari tiga kalimat. Biasanya akulah yang terus-menerus mengiriminya pesan, lalu dia akan membalasnya dengan satu pesan s

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 8

    Rafi terdiam sebentar, baru lanjut berkata, "Omong-omong, besok malam ada acara makan malam, jadi temani aku."Dulu, Rafi sangat enggan muncul bersama sahabatku di depan umum. Dia tidak pernah membawa Winda ke acara manapun.Sekarang, dia malah meminta Winda untuk ikut dengannya. Itu artinya Rafi ingin mengakui Winda sebagai istrinya di depan umum.Winda tersenyum dingin, "Untuk apa baru memperkenalkanku sekarang? Apa mau bilang kalau aku mantan istrimu?"Rafi mengerutkan kening, "Winda, aku sudah membelikan kue biar kamu senang, apa lagi yang kamu mau dariku?"Nada bicara Rafi barusan malah terdengar seperti sedang merendahkan.Sahabatku tertawa sinis, lalu segera membuang kue dari Rafi ke tempat sampah."Rafi, aku sudah nggak suka makan kue blueberry lagi, begitu juga denganmu. Aku mau membuang semuanya."Rafi sontak terdiam.Sahabatku tidak lagi melihat ke arahnya, dan menarik tanganku untuk berjalan ke parkiran.Namun, Rafi masih belum menyerah. Dia mengirimkan berbagai macam hadia

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 1

    "Riko, kita cerai!"Aku baru saja mengirimkan pesan itu, dan langsung mendapatkan telepon darinya."Mely, kamu ini benar-benar nggak ada habisnya, ya! Kemarin kamu bohong dan bilang kalau nenekmu sekarat. Sekarang kamu malah mengancam mau cerai. Lagi pula, resepsi pernikahan kan cuma syarat saja. Memangnya sepenting itu?""Kemarin aku juga sudah bilang kalau anjing Anita hilang, dan dia sangat cemas. Peliharaan itu sudah menemaninya selama bertahun-tahun, dan sangat penting baginya. Anjing kan juga makhluk hidup, apa perlu kamu cemburu begini? Apa kamu nggak punya belas kasihan sedikit?"Hatiku terasa sangat sedih mendengarnya mengkritikku seperti itu.Kemarin adalah hari dimana resepsi pernikahanku dan Riko akan digelar, tapi Riko malah tiba-tiba pergi setelah mendapatkan telepon dari seseorang.Nenekku sampai terkena serangan jantung karena marah. Aku segera membawanya ke rumah sakit, tapi dokter di sana bilang kalau hanya Riko yang bisa melakukan operasi jantung. Jadi, aku pun menel

Latest chapter

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 8

    Rafi terdiam sebentar, baru lanjut berkata, "Omong-omong, besok malam ada acara makan malam, jadi temani aku."Dulu, Rafi sangat enggan muncul bersama sahabatku di depan umum. Dia tidak pernah membawa Winda ke acara manapun.Sekarang, dia malah meminta Winda untuk ikut dengannya. Itu artinya Rafi ingin mengakui Winda sebagai istrinya di depan umum.Winda tersenyum dingin, "Untuk apa baru memperkenalkanku sekarang? Apa mau bilang kalau aku mantan istrimu?"Rafi mengerutkan kening, "Winda, aku sudah membelikan kue biar kamu senang, apa lagi yang kamu mau dariku?"Nada bicara Rafi barusan malah terdengar seperti sedang merendahkan.Sahabatku tertawa sinis, lalu segera membuang kue dari Rafi ke tempat sampah."Rafi, aku sudah nggak suka makan kue blueberry lagi, begitu juga denganmu. Aku mau membuang semuanya."Rafi sontak terdiam.Sahabatku tidak lagi melihat ke arahnya, dan menarik tanganku untuk berjalan ke parkiran.Namun, Rafi masih belum menyerah. Dia mengirimkan berbagai macam hadia

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 7

    Sahabatku tertawa dingin."Dengar ya, Rafi, aku nggak akan mungkin mau rujuk denganmu lagi seumur hidup! Jadi jangan berharap!"Setelah mengatakan hal itu, Winda segera mengakhiri panggilan telepon.Rafi berusaha meneleponnya lagi, tapi kali ini Winda langsung memblokirnya.Tidak lama kemudian, Riko juga meneleponku. Sepertinya dia baru saja pulang kerja dan tahu kalau aku sudah pindah.Aku tidak mengangkat telepon darinya.Dia kemudian mengirimiku pesan."Kamu pindah ke mana? Kenapa nggak bilang dulu? Kondisimu kan masih lemah, kamu perlu istirahat yang cukup.""Pulanglah, oke? Nggak apa kalau kamu nggak mau bicara denganku sekarang. Kita bisa membicarakan masalah kita nanti setelah kesehatanmu pulih."Dalam hitungan menit, Riko sudah mengirimiku puluhan pesan. Ponselku terus bergetar tanpa henti.Saat kami masih bersama dulu, dia tidak pernah mengirimkan pesan lebih dari tiga kalimat. Biasanya akulah yang terus-menerus mengiriminya pesan, lalu dia akan membalasnya dengan satu pesan s

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 6

    Riko baru mau menjawab pertanyaanku, tapi sudah lebih dulu terdengar suara ketukan pintu. Seorang pelayan dari rumah datang dengan membawa sekotak makanan.Riko menerimanya, lalu meletakkannya di atas meja. Dia menuangkan semangkuk bubur dan mencoba menyuapiku."Ini bubur yang dimasak khusus oleh koki keluarga kami, sangat bagus untuk kondisimu sekarang."Aku menatapnya tidak suka, "Keluar kamu dari sini, Riko!"Riko tidak marah, dia tetap memegang mangkuk bubur dan dengan lembut berkata, "Bagaimana kalau kamu makan buburnya dulu, baru setelah itu aku keluar?"Aku mengabaikannya.Riko lalu berkata lirih, "Aku tahu aku salah. Kamu boleh marah atau memukulku, terserah. Mulai sekarang, aku nggak akan berhubungan lagi dengan Anita. Ayo kita hidup bersama dengan baik."Riko tidak pernah bersikap seperti ini di depanku. Tapi aku sudah terlanjur mati rasa padanya."Kamu nggak perlu melakukan semua ini. Apa pun yang kamu lakukan sudah nggak ada gunanya lagi. Kembalikan saja nenek dan anakku da

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 5

    Riko hanya diam saja.Anita memasang ekspresi lembut dan penuh perhatian, lalu meraih lengan Riko, "Jangan menyalahkan dirimu, Riko. Ini bukan salahmu. Kamu kan nggak tahu kalau dia sedang hamil. Kamu nggak sengaja mendorongnya. Lagipula, neneknya juga sudah tua, bisa meninggal kapan saja. Itu semua bukan salahmu."Riko menepis tangan Anita dan menatapnya dengan tatapan dingin.Anita pun menatapnya dengan tatapan kaget. Dia lalu memaksakan senyuman dan bertanya."Kenapa kamu menatapku begitu, Riko?"Riko bertanya dengan nada dingin, "Waktu itu, apakah Kiki yang lari sendiri, atau memang kamu yang sengaja melepaskannya?"Anita dengan wajah tanpa dosa balik bertanya, "Kamu curiga kalau aku sengaja melepaskan Kiki supaya kamu membantuku mencarinya?"Riko tidak menjawab pertanyaannya, dan malah berkata dengan sinis, "Kita nggak perlu berhubungan lagi mulai sekarang."Anita langsung menitihkan air mata, "Apa maksud ucapanmu ini? Kita kan sudah lama kenal, bukankah kamu tahu aku ini seperti

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 4

    Ketika aku terbangun, aku sudah berada di atas ranjang rumah sakit.Aku meraba perutku yang masih datar, dan bisa merasakan kalau anak itu sudah tidak ada lagi.Hatiku sakit seperti ditusuk pisau. Air mata pun mengalir dari sudut mataku.Lalu terdengar suara serak Riko yang bertanya dari samping, "Kenapa kamu nggak memberitahuku kalau sedang hamil?"Aku berbalik dan menatapnya dengan tatapan dingin.Di hari nenek meninggal, aku pingsan. Winda takut terjadi sesuatu padaku, jadi dia meminta dokter untuk memeriksa kondisiku. Dari situ baru diketahui kalau aku sedang hamil.Aku sebenarnya enggan memberitahukan tentang kehamilanku pada Riko, karena tahu dia tidak mencintaiku. Jadi, dia pasti juga tidak menginginkan anak dalam kandunganku. Aku berencana membesarkan anak ini sendirian, tapi malah kehilangan anak itu.Dalam waktu beberapa hari saja, aku sudah kehilangan dua orang yang sangat kucintai.Dadaku terasa sesak, aku nyaris tidak bisa bernapas.Melihatku menangis pilu membuat Riko ber

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 3

    Sebelumnya aku juga pernah membicarakan soal perceraian dengan Riko. Tapi dia selalu marah, dan akhirnya aku yang meminta maaf dan membujuknya agar mau memaafkanku. Makanya, dia mengira aku juga hanya sedang kesal saja seperti sebelumnya.Aku balas menjawab, "Riko, kali ini aku serius. Ayo kita cerai. Kita bertemu di depan Kantor Catatan Sipil besok pagi jam setengah sembilan."Riko segera membalas, "Oke, kalau memang kamu mau cerai. Akan kukabulkan keinginanmu itu."Aku tidak membalas pesannya lagi.Keesokan paginya, sesaat setelah aku dan Winda sampai di lokasi, Riko dan Anita juga datang.Riko dan Anita pernah berpacaran saat masih kuliah, tapi mereka putus karena kesalahpahaman. Meskipun sudah bertahun-tahun berlalu, Riko rupanya masih belum bisa melupakan Anita.Aku menatap anjing peliharaan di pelukan Anita, kemudian teringat wajah nenekku saat meninggal. Rasa sakit tiba-tiba menghujam dadaku.Riko lalu berjalan mendekat, dia sempat melirikku sekilas saat hendak masuk gedung.Aku

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 2

    Riko terdiam sejenak."Mely pasti sudah gila. Dia bahkan bohong dan bilang kalau neneknya mati. Suruh dia jangan main-main lagi, cukup! Aku pasti akan kembali setelah urusanku selesai."Riko sudah lebih dulu mematikan telepon sebelum sahabatku sempat angkat bicara lagi.Sahabatku mengembalikan ponselku lagi padaku, dan aku melihat unggahan terbaru dari akun Twitter Anita.Dia sedang memeluk anjing peliharaannya di tepi laut sambil tersenyum lebar.Di bawah unggahan tersebut tertulis, "Kiki hampir hilang, untung saja ayahnya menemukannya tepat waktu. Kami senang sekali!"Aku tersenyum getir melihat unggahan tersebut, air mataku terus mengalir deras.Sungguh ironis.Riko bukannya menyelamatkan nenekku, malah berkeliling dan liburan bersama mantan kekasihnya serta anjing peliharaannya.Pernikahanku dengan Riko benar-benar karena sebuah kebetulan semata.Dia adalah dokter yang merawat nenekku. Saat itu, nenek membutuhkan biaya pengobatan yang sangat besar, dan aku sangat cemas karena tidak

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 1

    "Riko, kita cerai!"Aku baru saja mengirimkan pesan itu, dan langsung mendapatkan telepon darinya."Mely, kamu ini benar-benar nggak ada habisnya, ya! Kemarin kamu bohong dan bilang kalau nenekmu sekarat. Sekarang kamu malah mengancam mau cerai. Lagi pula, resepsi pernikahan kan cuma syarat saja. Memangnya sepenting itu?""Kemarin aku juga sudah bilang kalau anjing Anita hilang, dan dia sangat cemas. Peliharaan itu sudah menemaninya selama bertahun-tahun, dan sangat penting baginya. Anjing kan juga makhluk hidup, apa perlu kamu cemburu begini? Apa kamu nggak punya belas kasihan sedikit?"Hatiku terasa sangat sedih mendengarnya mengkritikku seperti itu.Kemarin adalah hari dimana resepsi pernikahanku dan Riko akan digelar, tapi Riko malah tiba-tiba pergi setelah mendapatkan telepon dari seseorang.Nenekku sampai terkena serangan jantung karena marah. Aku segera membawanya ke rumah sakit, tapi dokter di sana bilang kalau hanya Riko yang bisa melakukan operasi jantung. Jadi, aku pun menel

DMCA.com Protection Status