Share

Dua Sahabat yang Bercerai
Dua Sahabat yang Bercerai
Author: Davina

Bab 1

Author: Davina
last update Last Updated: 2024-11-14 18:53:58
"Riko, kita cerai!"

Aku baru saja mengirimkan pesan itu, dan langsung mendapatkan telepon darinya.

"Mely, kamu ini benar-benar nggak ada habisnya, ya! Kemarin kamu bohong dan bilang kalau nenekmu sekarat. Sekarang kamu malah mengancam mau cerai. Lagi pula, resepsi pernikahan kan cuma syarat saja. Memangnya sepenting itu?"

"Kemarin aku juga sudah bilang kalau anjing Anita hilang, dan dia sangat cemas. Peliharaan itu sudah menemaninya selama bertahun-tahun, dan sangat penting baginya. Anjing kan juga makhluk hidup, apa perlu kamu cemburu begini? Apa kamu nggak punya belas kasihan sedikit?"

Hatiku terasa sangat sedih mendengarnya mengkritikku seperti itu.

Kemarin adalah hari dimana resepsi pernikahanku dan Riko akan digelar, tapi Riko malah tiba-tiba pergi setelah mendapatkan telepon dari seseorang.

Nenekku sampai terkena serangan jantung karena marah. Aku segera membawanya ke rumah sakit, tapi dokter di sana bilang kalau hanya Riko yang bisa melakukan operasi jantung. Jadi, aku pun meneleponnya.

Setelah sepuluh kali menelepon, akhirnya dia baru menjawab.

"Sayang, nenekku kena serangan jantung. Cepatlah ke rumah sakit dan selamatkan dia."

Riko malah marah-marah, "Nenekmu itu satu-satunya keluarga yang kamu punya. Kamu tega bohong dan bilang kalau nenek sakit demi membuatku kembali dan melanjutkan acara pernikahan itu? Kamu setega itu?"

"Anjing Anita hilang, aku sedang membantu mencarinya. Jangan meneleponku lagi."

Aku menangis dan berkata, "Bukan begitu, aku nggak bohong. Nenekku benar-benar di rumah sakit menunggumu. Cuma kamu yang bisa mengoperasinya agar dia bisa selamat. Tolong, cepat datang ke rumah sakit."

Riko mendengar suara isakan tangisku, tapi dia malah makin emosi, "Sudahlah, jangan berpura-pura lagi. Itu kan cuma resepsi pernikahan, tunggu sampai aku berhasil menemukan anjing Anita, baru aku akan kembali dan mengadakan ulang pestanya. Jangan ganggu aku lagi."

Setelah itu dia langsung menutup telepon.

Aku baru saja mau meneleponnya lagi, tapi grafik EKG nenekku sudah berubah menjadi garis lurus.

Nenek meninggal.

Aku tidak punya orang tua sejak kecil, dan neneklah yang membesarkanku dengan susah payah.

Aku tidak akan bisa jadi seperti sekarang tanpa nenek.

Aku sangat sedih, sampai akhirnya pingsan karena menangis.

Sahabatku terus menemaniku.

Setelah sadar, aku memutuskan untuk bercerai.

Sejak Anita Surya kembali, hati Riko juga sudah condong kepada wanita itu.

Riko beberapa kali bilang kalau dia harus lembur, tapi sebenarnya dia pergi menemui Anita.

Riko juga tidak pernah mengomentari, atau sekedar menyukai unggahanku di Twitter. Kadang-kadang malah aku yang memintanya memberikan suka, tapi dia malah menyebutku kekanak-kanakan.

Tapi begitu Anita mengunggah sesuatu, dia langsung menyukai unggahan itu, bahkan meninggalkan komentar.

Aku pikir, setelah kami menikah nanti, Riko akan kembali padaku selama aku setia menunggunya.

Tapi yang kuterima malah siksaan batin. Dia makin tidak sabaran menghadapiku.

Malam setelah kami mendaftarkan pernikahan, Riko bahkan masih bertemu dengan Anita di puncak gunung untuk melihat bulan.

Tidak peduli sesibuk apa pun Riko, dia akan tetap datang setiap kali Anita menghubunginya.

Ketika aku mengalami radang usus buntu hingga berkeringat dingin, dia malah menganggapku berlebihan dan lemah karena memintanya mengantarkanku ke rumah sakit.

Tapi ketika tangan Anita tidak sengaja terluka saat memotong sayur, Riko bergegas membawanya ke UGD.

Bagi Riko, Anita adalah prioritasnya.

Aku tahu aku tidak bisa dibandingkan dengan Anita, tapi aku tidak menyangka kalau nenekku ternyata tidak lebih penting daripada anjing peliharaan wanita itu.

Riko yang ada di seberang telepon masih terus berbicara, "Anita bilang peliharaannya syok, makanya kami mengajaknya liburan beberapa hari supaya bisa menenangkan diri. Kalau ada apa-apa, tunggu sampai aku pulang, baru kita bicara lagi."

Sahabatku sudah tidak tahan lagi mendengarnya, dia merebut ponselku dan memarahi Riko.

"Riko, nenek Mely sudah meninggal! Kalau kamu masih punya hati, datang saja ke rumah sakit dan temui nenek untuk terakhir kalinya!"

Related chapters

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 2

    Riko terdiam sejenak."Mely pasti sudah gila. Dia bahkan bohong dan bilang kalau neneknya mati. Suruh dia jangan main-main lagi, cukup! Aku pasti akan kembali setelah urusanku selesai."Riko sudah lebih dulu mematikan telepon sebelum sahabatku sempat angkat bicara lagi.Sahabatku mengembalikan ponselku lagi padaku, dan aku melihat unggahan terbaru dari akun Twitter Anita.Dia sedang memeluk anjing peliharaannya di tepi laut sambil tersenyum lebar.Di bawah unggahan tersebut tertulis, "Kiki hampir hilang, untung saja ayahnya menemukannya tepat waktu. Kami senang sekali!"Aku tersenyum getir melihat unggahan tersebut, air mataku terus mengalir deras.Sungguh ironis.Riko bukannya menyelamatkan nenekku, malah berkeliling dan liburan bersama mantan kekasihnya serta anjing peliharaannya.Pernikahanku dengan Riko benar-benar karena sebuah kebetulan semata.Dia adalah dokter yang merawat nenekku. Saat itu, nenek membutuhkan biaya pengobatan yang sangat besar, dan aku sangat cemas karena tidak

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 3

    Sebelumnya aku juga pernah membicarakan soal perceraian dengan Riko. Tapi dia selalu marah, dan akhirnya aku yang meminta maaf dan membujuknya agar mau memaafkanku. Makanya, dia mengira aku juga hanya sedang kesal saja seperti sebelumnya.Aku balas menjawab, "Riko, kali ini aku serius. Ayo kita cerai. Kita bertemu di depan Kantor Catatan Sipil besok pagi jam setengah sembilan."Riko segera membalas, "Oke, kalau memang kamu mau cerai. Akan kukabulkan keinginanmu itu."Aku tidak membalas pesannya lagi.Keesokan paginya, sesaat setelah aku dan Winda sampai di lokasi, Riko dan Anita juga datang.Riko dan Anita pernah berpacaran saat masih kuliah, tapi mereka putus karena kesalahpahaman. Meskipun sudah bertahun-tahun berlalu, Riko rupanya masih belum bisa melupakan Anita.Aku menatap anjing peliharaan di pelukan Anita, kemudian teringat wajah nenekku saat meninggal. Rasa sakit tiba-tiba menghujam dadaku.Riko lalu berjalan mendekat, dia sempat melirikku sekilas saat hendak masuk gedung.Aku

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 4

    Ketika aku terbangun, aku sudah berada di atas ranjang rumah sakit.Aku meraba perutku yang masih datar, dan bisa merasakan kalau anak itu sudah tidak ada lagi.Hatiku sakit seperti ditusuk pisau. Air mata pun mengalir dari sudut mataku.Lalu terdengar suara serak Riko yang bertanya dari samping, "Kenapa kamu nggak memberitahuku kalau sedang hamil?"Aku berbalik dan menatapnya dengan tatapan dingin.Di hari nenek meninggal, aku pingsan. Winda takut terjadi sesuatu padaku, jadi dia meminta dokter untuk memeriksa kondisiku. Dari situ baru diketahui kalau aku sedang hamil.Aku sebenarnya enggan memberitahukan tentang kehamilanku pada Riko, karena tahu dia tidak mencintaiku. Jadi, dia pasti juga tidak menginginkan anak dalam kandunganku. Aku berencana membesarkan anak ini sendirian, tapi malah kehilangan anak itu.Dalam waktu beberapa hari saja, aku sudah kehilangan dua orang yang sangat kucintai.Dadaku terasa sesak, aku nyaris tidak bisa bernapas.Melihatku menangis pilu membuat Riko ber

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 5

    Riko hanya diam saja.Anita memasang ekspresi lembut dan penuh perhatian, lalu meraih lengan Riko, "Jangan menyalahkan dirimu, Riko. Ini bukan salahmu. Kamu kan nggak tahu kalau dia sedang hamil. Kamu nggak sengaja mendorongnya. Lagipula, neneknya juga sudah tua, bisa meninggal kapan saja. Itu semua bukan salahmu."Riko menepis tangan Anita dan menatapnya dengan tatapan dingin.Anita pun menatapnya dengan tatapan kaget. Dia lalu memaksakan senyuman dan bertanya."Kenapa kamu menatapku begitu, Riko?"Riko bertanya dengan nada dingin, "Waktu itu, apakah Kiki yang lari sendiri, atau memang kamu yang sengaja melepaskannya?"Anita dengan wajah tanpa dosa balik bertanya, "Kamu curiga kalau aku sengaja melepaskan Kiki supaya kamu membantuku mencarinya?"Riko tidak menjawab pertanyaannya, dan malah berkata dengan sinis, "Kita nggak perlu berhubungan lagi mulai sekarang."Anita langsung menitihkan air mata, "Apa maksud ucapanmu ini? Kita kan sudah lama kenal, bukankah kamu tahu aku ini seperti

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 6

    Riko baru mau menjawab pertanyaanku, tapi sudah lebih dulu terdengar suara ketukan pintu. Seorang pelayan dari rumah datang dengan membawa sekotak makanan.Riko menerimanya, lalu meletakkannya di atas meja. Dia menuangkan semangkuk bubur dan mencoba menyuapiku."Ini bubur yang dimasak khusus oleh koki keluarga kami, sangat bagus untuk kondisimu sekarang."Aku menatapnya tidak suka, "Keluar kamu dari sini, Riko!"Riko tidak marah, dia tetap memegang mangkuk bubur dan dengan lembut berkata, "Bagaimana kalau kamu makan buburnya dulu, baru setelah itu aku keluar?"Aku mengabaikannya.Riko lalu berkata lirih, "Aku tahu aku salah. Kamu boleh marah atau memukulku, terserah. Mulai sekarang, aku nggak akan berhubungan lagi dengan Anita. Ayo kita hidup bersama dengan baik."Riko tidak pernah bersikap seperti ini di depanku. Tapi aku sudah terlanjur mati rasa padanya."Kamu nggak perlu melakukan semua ini. Apa pun yang kamu lakukan sudah nggak ada gunanya lagi. Kembalikan saja nenek dan anakku da

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 7

    Sahabatku tertawa dingin."Dengar ya, Rafi, aku nggak akan mungkin mau rujuk denganmu lagi seumur hidup! Jadi jangan berharap!"Setelah mengatakan hal itu, Winda segera mengakhiri panggilan telepon.Rafi berusaha meneleponnya lagi, tapi kali ini Winda langsung memblokirnya.Tidak lama kemudian, Riko juga meneleponku. Sepertinya dia baru saja pulang kerja dan tahu kalau aku sudah pindah.Aku tidak mengangkat telepon darinya.Dia kemudian mengirimiku pesan."Kamu pindah ke mana? Kenapa nggak bilang dulu? Kondisimu kan masih lemah, kamu perlu istirahat yang cukup.""Pulanglah, oke? Nggak apa kalau kamu nggak mau bicara denganku sekarang. Kita bisa membicarakan masalah kita nanti setelah kesehatanmu pulih."Dalam hitungan menit, Riko sudah mengirimiku puluhan pesan. Ponselku terus bergetar tanpa henti.Saat kami masih bersama dulu, dia tidak pernah mengirimkan pesan lebih dari tiga kalimat. Biasanya akulah yang terus-menerus mengiriminya pesan, lalu dia akan membalasnya dengan satu pesan s

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 8

    Rafi terdiam sebentar, baru lanjut berkata, "Omong-omong, besok malam ada acara makan malam, jadi temani aku."Dulu, Rafi sangat enggan muncul bersama sahabatku di depan umum. Dia tidak pernah membawa Winda ke acara manapun.Sekarang, dia malah meminta Winda untuk ikut dengannya. Itu artinya Rafi ingin mengakui Winda sebagai istrinya di depan umum.Winda tersenyum dingin, "Untuk apa baru memperkenalkanku sekarang? Apa mau bilang kalau aku mantan istrimu?"Rafi mengerutkan kening, "Winda, aku sudah membelikan kue biar kamu senang, apa lagi yang kamu mau dariku?"Nada bicara Rafi barusan malah terdengar seperti sedang merendahkan.Sahabatku tertawa sinis, lalu segera membuang kue dari Rafi ke tempat sampah."Rafi, aku sudah nggak suka makan kue blueberry lagi, begitu juga denganmu. Aku mau membuang semuanya."Rafi sontak terdiam.Sahabatku tidak lagi melihat ke arahnya, dan menarik tanganku untuk berjalan ke parkiran.Namun, Rafi masih belum menyerah. Dia mengirimkan berbagai macam hadia

Latest chapter

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 8

    Rafi terdiam sebentar, baru lanjut berkata, "Omong-omong, besok malam ada acara makan malam, jadi temani aku."Dulu, Rafi sangat enggan muncul bersama sahabatku di depan umum. Dia tidak pernah membawa Winda ke acara manapun.Sekarang, dia malah meminta Winda untuk ikut dengannya. Itu artinya Rafi ingin mengakui Winda sebagai istrinya di depan umum.Winda tersenyum dingin, "Untuk apa baru memperkenalkanku sekarang? Apa mau bilang kalau aku mantan istrimu?"Rafi mengerutkan kening, "Winda, aku sudah membelikan kue biar kamu senang, apa lagi yang kamu mau dariku?"Nada bicara Rafi barusan malah terdengar seperti sedang merendahkan.Sahabatku tertawa sinis, lalu segera membuang kue dari Rafi ke tempat sampah."Rafi, aku sudah nggak suka makan kue blueberry lagi, begitu juga denganmu. Aku mau membuang semuanya."Rafi sontak terdiam.Sahabatku tidak lagi melihat ke arahnya, dan menarik tanganku untuk berjalan ke parkiran.Namun, Rafi masih belum menyerah. Dia mengirimkan berbagai macam hadia

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 7

    Sahabatku tertawa dingin."Dengar ya, Rafi, aku nggak akan mungkin mau rujuk denganmu lagi seumur hidup! Jadi jangan berharap!"Setelah mengatakan hal itu, Winda segera mengakhiri panggilan telepon.Rafi berusaha meneleponnya lagi, tapi kali ini Winda langsung memblokirnya.Tidak lama kemudian, Riko juga meneleponku. Sepertinya dia baru saja pulang kerja dan tahu kalau aku sudah pindah.Aku tidak mengangkat telepon darinya.Dia kemudian mengirimiku pesan."Kamu pindah ke mana? Kenapa nggak bilang dulu? Kondisimu kan masih lemah, kamu perlu istirahat yang cukup.""Pulanglah, oke? Nggak apa kalau kamu nggak mau bicara denganku sekarang. Kita bisa membicarakan masalah kita nanti setelah kesehatanmu pulih."Dalam hitungan menit, Riko sudah mengirimiku puluhan pesan. Ponselku terus bergetar tanpa henti.Saat kami masih bersama dulu, dia tidak pernah mengirimkan pesan lebih dari tiga kalimat. Biasanya akulah yang terus-menerus mengiriminya pesan, lalu dia akan membalasnya dengan satu pesan s

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 6

    Riko baru mau menjawab pertanyaanku, tapi sudah lebih dulu terdengar suara ketukan pintu. Seorang pelayan dari rumah datang dengan membawa sekotak makanan.Riko menerimanya, lalu meletakkannya di atas meja. Dia menuangkan semangkuk bubur dan mencoba menyuapiku."Ini bubur yang dimasak khusus oleh koki keluarga kami, sangat bagus untuk kondisimu sekarang."Aku menatapnya tidak suka, "Keluar kamu dari sini, Riko!"Riko tidak marah, dia tetap memegang mangkuk bubur dan dengan lembut berkata, "Bagaimana kalau kamu makan buburnya dulu, baru setelah itu aku keluar?"Aku mengabaikannya.Riko lalu berkata lirih, "Aku tahu aku salah. Kamu boleh marah atau memukulku, terserah. Mulai sekarang, aku nggak akan berhubungan lagi dengan Anita. Ayo kita hidup bersama dengan baik."Riko tidak pernah bersikap seperti ini di depanku. Tapi aku sudah terlanjur mati rasa padanya."Kamu nggak perlu melakukan semua ini. Apa pun yang kamu lakukan sudah nggak ada gunanya lagi. Kembalikan saja nenek dan anakku da

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 5

    Riko hanya diam saja.Anita memasang ekspresi lembut dan penuh perhatian, lalu meraih lengan Riko, "Jangan menyalahkan dirimu, Riko. Ini bukan salahmu. Kamu kan nggak tahu kalau dia sedang hamil. Kamu nggak sengaja mendorongnya. Lagipula, neneknya juga sudah tua, bisa meninggal kapan saja. Itu semua bukan salahmu."Riko menepis tangan Anita dan menatapnya dengan tatapan dingin.Anita pun menatapnya dengan tatapan kaget. Dia lalu memaksakan senyuman dan bertanya."Kenapa kamu menatapku begitu, Riko?"Riko bertanya dengan nada dingin, "Waktu itu, apakah Kiki yang lari sendiri, atau memang kamu yang sengaja melepaskannya?"Anita dengan wajah tanpa dosa balik bertanya, "Kamu curiga kalau aku sengaja melepaskan Kiki supaya kamu membantuku mencarinya?"Riko tidak menjawab pertanyaannya, dan malah berkata dengan sinis, "Kita nggak perlu berhubungan lagi mulai sekarang."Anita langsung menitihkan air mata, "Apa maksud ucapanmu ini? Kita kan sudah lama kenal, bukankah kamu tahu aku ini seperti

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 4

    Ketika aku terbangun, aku sudah berada di atas ranjang rumah sakit.Aku meraba perutku yang masih datar, dan bisa merasakan kalau anak itu sudah tidak ada lagi.Hatiku sakit seperti ditusuk pisau. Air mata pun mengalir dari sudut mataku.Lalu terdengar suara serak Riko yang bertanya dari samping, "Kenapa kamu nggak memberitahuku kalau sedang hamil?"Aku berbalik dan menatapnya dengan tatapan dingin.Di hari nenek meninggal, aku pingsan. Winda takut terjadi sesuatu padaku, jadi dia meminta dokter untuk memeriksa kondisiku. Dari situ baru diketahui kalau aku sedang hamil.Aku sebenarnya enggan memberitahukan tentang kehamilanku pada Riko, karena tahu dia tidak mencintaiku. Jadi, dia pasti juga tidak menginginkan anak dalam kandunganku. Aku berencana membesarkan anak ini sendirian, tapi malah kehilangan anak itu.Dalam waktu beberapa hari saja, aku sudah kehilangan dua orang yang sangat kucintai.Dadaku terasa sesak, aku nyaris tidak bisa bernapas.Melihatku menangis pilu membuat Riko ber

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 3

    Sebelumnya aku juga pernah membicarakan soal perceraian dengan Riko. Tapi dia selalu marah, dan akhirnya aku yang meminta maaf dan membujuknya agar mau memaafkanku. Makanya, dia mengira aku juga hanya sedang kesal saja seperti sebelumnya.Aku balas menjawab, "Riko, kali ini aku serius. Ayo kita cerai. Kita bertemu di depan Kantor Catatan Sipil besok pagi jam setengah sembilan."Riko segera membalas, "Oke, kalau memang kamu mau cerai. Akan kukabulkan keinginanmu itu."Aku tidak membalas pesannya lagi.Keesokan paginya, sesaat setelah aku dan Winda sampai di lokasi, Riko dan Anita juga datang.Riko dan Anita pernah berpacaran saat masih kuliah, tapi mereka putus karena kesalahpahaman. Meskipun sudah bertahun-tahun berlalu, Riko rupanya masih belum bisa melupakan Anita.Aku menatap anjing peliharaan di pelukan Anita, kemudian teringat wajah nenekku saat meninggal. Rasa sakit tiba-tiba menghujam dadaku.Riko lalu berjalan mendekat, dia sempat melirikku sekilas saat hendak masuk gedung.Aku

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 2

    Riko terdiam sejenak."Mely pasti sudah gila. Dia bahkan bohong dan bilang kalau neneknya mati. Suruh dia jangan main-main lagi, cukup! Aku pasti akan kembali setelah urusanku selesai."Riko sudah lebih dulu mematikan telepon sebelum sahabatku sempat angkat bicara lagi.Sahabatku mengembalikan ponselku lagi padaku, dan aku melihat unggahan terbaru dari akun Twitter Anita.Dia sedang memeluk anjing peliharaannya di tepi laut sambil tersenyum lebar.Di bawah unggahan tersebut tertulis, "Kiki hampir hilang, untung saja ayahnya menemukannya tepat waktu. Kami senang sekali!"Aku tersenyum getir melihat unggahan tersebut, air mataku terus mengalir deras.Sungguh ironis.Riko bukannya menyelamatkan nenekku, malah berkeliling dan liburan bersama mantan kekasihnya serta anjing peliharaannya.Pernikahanku dengan Riko benar-benar karena sebuah kebetulan semata.Dia adalah dokter yang merawat nenekku. Saat itu, nenek membutuhkan biaya pengobatan yang sangat besar, dan aku sangat cemas karena tidak

  • Dua Sahabat yang Bercerai   Bab 1

    "Riko, kita cerai!"Aku baru saja mengirimkan pesan itu, dan langsung mendapatkan telepon darinya."Mely, kamu ini benar-benar nggak ada habisnya, ya! Kemarin kamu bohong dan bilang kalau nenekmu sekarat. Sekarang kamu malah mengancam mau cerai. Lagi pula, resepsi pernikahan kan cuma syarat saja. Memangnya sepenting itu?""Kemarin aku juga sudah bilang kalau anjing Anita hilang, dan dia sangat cemas. Peliharaan itu sudah menemaninya selama bertahun-tahun, dan sangat penting baginya. Anjing kan juga makhluk hidup, apa perlu kamu cemburu begini? Apa kamu nggak punya belas kasihan sedikit?"Hatiku terasa sangat sedih mendengarnya mengkritikku seperti itu.Kemarin adalah hari dimana resepsi pernikahanku dan Riko akan digelar, tapi Riko malah tiba-tiba pergi setelah mendapatkan telepon dari seseorang.Nenekku sampai terkena serangan jantung karena marah. Aku segera membawanya ke rumah sakit, tapi dokter di sana bilang kalau hanya Riko yang bisa melakukan operasi jantung. Jadi, aku pun menel

DMCA.com Protection Status