Tentu aku sangat terkejut dengan kedatangan lelaki itu karena kami saat itu sedang berada di moment bahagia dan penuh keharuan. Melihat ekspresi wajahnya yang sedikit kebingungan dan sinis aku jadi merasa tidak nyaman."Ada apa?" tanyaku. Pikiranku mendadak kosong karena aku tidak tahu apa yang harus kukatakan. Seharusnya aku tidak perlu menanyakan ada apa dia kemari Karena sejujurnya rumah ini adalah hasil keringatnya jadi dia masih berhak untuk datang kapanpun dengan alasan ingin bertemu anaknya."Maaf kalau aku datang di waktu yang tidak tepat.""Iya, tidak apa apa, langsung saja kau ada perlu apa?""Sebaiknya aku pulang saja," ujarnya sambil melirik cincin yang ada di jariku. Dia terlihat sedih dan kecil hati lebih saat memandang Mas Rusdi yang nampak sumringah dan bahagia bersama keluarganya."Oh, baiklah." Kupersilahkan dia untuk pergi karena aku tidak punya alasan untuk menahannya, apa pentingnya dia mengunjungiku di malam-malam begini setelah percakapan kami di toko kue sore
Alhamdulillah hari-hariku mulai ceria dan bahagia, aku beruntung mengenal orang yang baik dan sudah diikat dengan tali kasih oleh keluarganya yang juga baik. Ini hari-hariku tidak sesepi dulu karena selalu ada yang mengirimkan pesan untuk sekedar menanyakan kabar atau mengingatkan bahwa aku harus hati-hati di jalan.Aku sedang sibuk bekerja, saat tiba-tiba istri mas Faisal datang ke hadapanku dan berdiri tanpa ekspresi apapun."Iya, selamat datang," ucapku dengan senyum ramah, senyum penuh kepalsuan yang sengaja aku tunjukkan dihadapannya padahal aku benar-benar muak dan benci."Aku ingin bicara!""Maaf aku sedang kerja," jawabku tak kalah dingin."Aku sudah bicara dengan puji bosmu, dia mengizinkanku.""Atas wewenang apa kamu memaksaku, kau pikir kau siapa?!""Mbak, aku hanya ingin minta maaf.""Maaf apa?""Atas sikapku sejak kemarin.""Oh, itu ... Ya udah, aku maafin, silakan pergi," jawabku sambil menulis nota Emas dengan cuek. Sejujurnya aku tidak pernah memaafkan dia tapi supaya
"Ibu?" ucapanku masih tertahan di udara saat ibu mertua menatapku dengan penuh kebencian dan dendam."Aku tahu kalau Rima datang dalam keluarga ini setelah dirimu, bahkan dia pun tahu diri, kalau dia adalah istri kedua dan dia selalu mengalah atas semua kepentinganmu. Dia tahu persis bahwa kau pasti ingin menguasai Faisal untuk dirimu sendiri, karenanya, selama 20 tahun aku mencegah Rima untuk timbul di hadapanmu, aku melarangnya datang di hari pertama idul Fitri agar tidak berjumpa denganmu dan anak-anakmu, aku selalu melarangnya datang di semua momen penting keluarga, apa kau tahu apa yang dia rasakan selama 20 tahun lebih? rasa tertolak!"Ibu mertua menatapku sambil menunjukkan jemarinya ke wajahku."Dan kau, sebagai istri pertama yang selalu dimuliakan bahkan selalu diutamakan oleh seluruh keluarga, kami selalu mementingkan dirimu, kami selalu berusaha untuk menjaga perasaan dan martabatmu. Tidak bisakah kau sekali saja berterima kasih dan tidak membuat keriuhan apalagi sampai m
Melihat rima dan bunda yang terperangah, kemudian melihatku yang menangis, ayah mertua langsung paham apa yang terjadi bahwa kami baru saja bertengkar."Ada apa ini?""Ayah ... Ayah tahu bahwa seumur hidup aku tidak pernah ingin membuat masalah di dalam keluarga. Maaf karena aku berada di puncak ketidak sabaranku lagi. Maaf, karena aku sudah tidak sanggup menerima penghinaan ini," ucapku sambil mengusap wajah lalu berlalu dari hadapan mereka semua."Ini sertifikat kan? Kok robek begitu!" Ayah mertua tentu saja marah melihat surat propertinya yang sudah tercabik-cabik dan menjadi potongan kecil-kecil berhamburan di lantai."Wanita itu merobeknya!" jawab Rima."Lho kok bisa?!""Ibu sudah melemparnya ke wajahku sebagai bentuk penghinaannya atas perlawananku kepada menantu barunya. Dia tidak suka bahwa aku telah mencemooh istri Faisal, jadi ibu gunakan sertifikat itu untuk melecehkan diriku!""Lalu kau merobeknya?""Iya, karena tidak sepantasnya seseorang melakukan itu untuk merendahka
"Sudahlah Umi..." Heri segera berdiri untuk memeluk dan mengusap air mataku yang menetes."Sudah ya...." Ia membingkai wajahku lalu melebarkan senyuman yang meneduhkan hati. Anakku juga mengecup keningku."Air mata bumi terlalu berharga untuk dibuang-buang atas alasan yang tidak berguna, ayo bangkit dan tersenyum karena sejatinya Umi adalah wanita yang mulia dan baik hati. Aku ingat Umi sudah membuatkan makanan untuk anak dan istri Ayah di rumah sakit... Itu sudah membuktikan bahwa umumnya adalah Wanita berhati luas yang penuh dengan kesabaran. Percayalah, Karma baik sudah menunggu Umi di masa depan.""Insya Allah," ucapku sambil memeluk anakku. Kedua putriku yang lain juga tak sanggup untuk tak ikut meneteskan air mata, tapi mereka tidak ikut sedih, justru mereka menangis bahagia karena sebentar lagi aku akan menikah dengan seorang pria yang baik. Semoga dia adalah jodoh terakhir yang tidak akan pernah menyakiti atau membohongiku lagi.Jujur saja aku trauma dengan jalinan pernikahan
Mobil mas Rusdi berhenti di depan rumahku tempat pukul 07.00 malam, aku diantarkan pulang setelah kami berbelanja dan pergi melihat katering lalu mengakhiri hari kami dengan makan malam di sebuah restoran ternama."Terima kasih ya mas karena sudah diajak jalan.""Sama sama, semoga kau senang.""Tentu," ujarku sambil membuka pintu mobil dan turun.Saat memasuki rumah dan mengucapkan salam anak-anak langsung antusias dan menyambut. Mereka tersenyum bahagia sambil menggodaku dengan kalimat 'cie calon pengantin.'Aku hanya menggeleng pelan sambil membalas senyum dan tawa mereka juga pertanyaan mereka yang ingin memastikan apa saja kegiatanku di hari itu."Bunda ngapain aja tadi?""Fitting gaun, pergi melihat catering, memilih gedung lalu bernegosiasi dengan pihak dekorasi kemudian makan malam.""Wah, kesibukan calon pengantin benar-benar padat ya...""Iya begitulah," jawabku tersenyum."Oh ya, apa Om Rusdi sangat baik dan manis kepada Bunda?""Sangat, bahkan dia membelaku." Aku menjawab
Aku dan anakku juga kaget mendengar berita yang terjadi, kami kehilangan kata-kata ketika melihat Mas Faisal dan rima yang langsung meloncat naik ke atas mobil mereka dan meluncur tancap gas sekencang mungkin.Kilang minyak di lepas pantai adalah instalasi yang sulit dijangkau dengan cepat, ketika terjadi ledakan, maka tempat yang memproses minyak mentah itu akan terbakar dengan cepat. Nyawa orang-orang yang bekerja di sana akan jadi taruhannya. Sekalipun mereka bisa kabur dengan naik kapal, evakuasi tidak akardrdn bisa secepat itu dan tetap saja jika ada ledakan besar, maka mereka akan kena hentakannya. Ya, Tuhan.Aku yakin Mas Faisal sangat tegang dan khawatir sekarang, dia takut karena dia adalah penanggung jawab proyek sekaligus engineering. Sedikit kesalahan saja dia pasti akan disalahkan, dia pasti akan dimarahi atau bahkan dituntut dengan ganti rugi atau penjara. Nah, masalah yang terjadi sekarang adalah ledakan. Dari ledakan Itu sudah pasti ada pencetusnya, dan pencetus mas
"Selamat Umi."Seorang pemuda mendatangiku, dengan jas biru dan celana chinos berwarna krem, pemuda tampan yang masih tertatih akibat kecelakaan motor itu mendekat dan mengulurkan tangannya. Aku membalasnya dan dia pun mencium tanganku."Selamat atas pertunangannya Umi," ujarnya dengan senyum hangat dan terlihat tulus sekali. Aku terkejut karena Reno datang ke pesta pertunanganku. Aku blank menatapnya dan tidak menyangka kalau dia akan hadir di sini tanpa diundang."Reno ... Siapa yang mengantarmu ke sini?""Aku tidak akan mau melewatkan momen bahagia untuk Umi. Ini adalah hadiah untuk pertunangan Umi" ujar Reno sambil memberikanku sebuah kotak.""Terima kasih ya," ucapku pelan. Mas rusdi juga menyalami bocah yang kusebut sebagai anak sambung itu. Mas Rudi memeluknya dan menepuk-nepuk pundak lelaki muda itu dengan senyum bangga dan senang."Terima kasih sudah datang ke sini, tapi apakah orang tuamu datang?""Tidak Om, ayah menyuruh saya datang.""Wow, Aku kagum karena seorang pemuda d