"Sudahlah Umi..." Heri segera berdiri untuk memeluk dan mengusap air mataku yang menetes."Sudah ya...." Ia membingkai wajahku lalu melebarkan senyuman yang meneduhkan hati. Anakku juga mengecup keningku."Air mata bumi terlalu berharga untuk dibuang-buang atas alasan yang tidak berguna, ayo bangkit dan tersenyum karena sejatinya Umi adalah wanita yang mulia dan baik hati. Aku ingat Umi sudah membuatkan makanan untuk anak dan istri Ayah di rumah sakit... Itu sudah membuktikan bahwa umumnya adalah Wanita berhati luas yang penuh dengan kesabaran. Percayalah, Karma baik sudah menunggu Umi di masa depan.""Insya Allah," ucapku sambil memeluk anakku. Kedua putriku yang lain juga tak sanggup untuk tak ikut meneteskan air mata, tapi mereka tidak ikut sedih, justru mereka menangis bahagia karena sebentar lagi aku akan menikah dengan seorang pria yang baik. Semoga dia adalah jodoh terakhir yang tidak akan pernah menyakiti atau membohongiku lagi.Jujur saja aku trauma dengan jalinan pernikahan
Mobil mas Rusdi berhenti di depan rumahku tempat pukul 07.00 malam, aku diantarkan pulang setelah kami berbelanja dan pergi melihat katering lalu mengakhiri hari kami dengan makan malam di sebuah restoran ternama."Terima kasih ya mas karena sudah diajak jalan.""Sama sama, semoga kau senang.""Tentu," ujarku sambil membuka pintu mobil dan turun.Saat memasuki rumah dan mengucapkan salam anak-anak langsung antusias dan menyambut. Mereka tersenyum bahagia sambil menggodaku dengan kalimat 'cie calon pengantin.'Aku hanya menggeleng pelan sambil membalas senyum dan tawa mereka juga pertanyaan mereka yang ingin memastikan apa saja kegiatanku di hari itu."Bunda ngapain aja tadi?""Fitting gaun, pergi melihat catering, memilih gedung lalu bernegosiasi dengan pihak dekorasi kemudian makan malam.""Wah, kesibukan calon pengantin benar-benar padat ya...""Iya begitulah," jawabku tersenyum."Oh ya, apa Om Rusdi sangat baik dan manis kepada Bunda?""Sangat, bahkan dia membelaku." Aku menjawab
Aku dan anakku juga kaget mendengar berita yang terjadi, kami kehilangan kata-kata ketika melihat Mas Faisal dan rima yang langsung meloncat naik ke atas mobil mereka dan meluncur tancap gas sekencang mungkin.Kilang minyak di lepas pantai adalah instalasi yang sulit dijangkau dengan cepat, ketika terjadi ledakan, maka tempat yang memproses minyak mentah itu akan terbakar dengan cepat. Nyawa orang-orang yang bekerja di sana akan jadi taruhannya. Sekalipun mereka bisa kabur dengan naik kapal, evakuasi tidak akardrdn bisa secepat itu dan tetap saja jika ada ledakan besar, maka mereka akan kena hentakannya. Ya, Tuhan.Aku yakin Mas Faisal sangat tegang dan khawatir sekarang, dia takut karena dia adalah penanggung jawab proyek sekaligus engineering. Sedikit kesalahan saja dia pasti akan disalahkan, dia pasti akan dimarahi atau bahkan dituntut dengan ganti rugi atau penjara. Nah, masalah yang terjadi sekarang adalah ledakan. Dari ledakan Itu sudah pasti ada pencetusnya, dan pencetus mas
"Selamat Umi."Seorang pemuda mendatangiku, dengan jas biru dan celana chinos berwarna krem, pemuda tampan yang masih tertatih akibat kecelakaan motor itu mendekat dan mengulurkan tangannya. Aku membalasnya dan dia pun mencium tanganku."Selamat atas pertunangannya Umi," ujarnya dengan senyum hangat dan terlihat tulus sekali. Aku terkejut karena Reno datang ke pesta pertunanganku. Aku blank menatapnya dan tidak menyangka kalau dia akan hadir di sini tanpa diundang."Reno ... Siapa yang mengantarmu ke sini?""Aku tidak akan mau melewatkan momen bahagia untuk Umi. Ini adalah hadiah untuk pertunangan Umi" ujar Reno sambil memberikanku sebuah kotak.""Terima kasih ya," ucapku pelan. Mas rusdi juga menyalami bocah yang kusebut sebagai anak sambung itu. Mas Rudi memeluknya dan menepuk-nepuk pundak lelaki muda itu dengan senyum bangga dan senang."Terima kasih sudah datang ke sini, tapi apakah orang tuamu datang?""Tidak Om, ayah menyuruh saya datang.""Wow, Aku kagum karena seorang pemuda d
"Umi ... Sekali lagi tolong jangan dimasukkan ke dalam hati apa yang Reno katakan. Sebenarnya saya tidak mau mengungkapkan kalimat-kalimat semacam itu di hari bahagia umi. Juga hal itu menunjukkan kalau saya adalah anak dari penghianat yang lancang. Namun dengan tidak bermaksud merusak perasaan umi saya ingin mengatakan yang sebenarnya agar semua sadar dan paham kondisinya. Dipaksa seperti apapun papa tetap bersi keras untuk mempertahankan kami."Dewasa sekali anak ini dalam mengambil sikap. Sayang ucapannya sedikit berlebihan sebagai remaja tujuh belasan."Aku menggumam dalam hatiku sambil mengangguk pelan, berusaha tersenyum demi menunjukkan bahwa diriku baik-baik saja dan tidak tersinggung dengan perkataannya."Ucapanmu membuat Umi sedikit curiga dan waspada mengingat bahwa kau adalah anaknya Rima. Ibumu pasti tidak menyukaiku karena aku tidak pernah menerima kehadirannya.""Tidak juga, mama tahu diri kok Umi," ujarnya sambil mengangkat kotak air dan menjauh dariku. Ia susun kot
Ya...Di sinilah kami sekarang, di Danau wisata yang ada tempat di jantung kota. Tempat-tempatnya cukup rindang dan asri, banyak spot tempat duduk yang nyaman serta mengambil foto. Tiupan angin yang sejuk serta pemandangan danau yang menyenangkan membuat siapapun akan betah berada di sana.Ada banyak sekali pengunjung dan yang duduk di sekitar kami, anak-anak kecil berlarian sambil bermain gelembung udara dan bola. Dari kejauhan orang tua mereka mengawasi dengan senyum bangga dan bahagia karena melihat kelincahan anak mereka. Sekilas aku teringat kenangan masa lalu bersama Mas Faisal di mana setiap hari Minggu Kami selalu rutin membawa anak-anak pergi berwisata. Meski tidak ke tempat yang mahal tapi setidaknya Mas Faisal memberikan kami kesempatan untuk menyegarkan pikiran dan bermain. Herannya, setiap full hari Minggu itu dia habiskan bersamaku, lalu kapan dia akan menghabiskannya bersama Rima. Sungguh pertanyaan yang tidak pernah kudapatkan jawabannya dan aku ingin sekali mendeng
"Mama, jangan bilang begitu, Saya hanya ingin dekat dengan saudaraku," ucap reno sambil mendekati ibunya, tapi reaksi wanita itu sungguh mengejutkan, karena tiba-tiba dia langsung menampar wajah anaknya dengan keras hingga pemuda itu memegangi wajahnya yang memerah dan terkejut sekali."Mama?" Sungguh kasihan anak itu karena ditampari di hadapan semua orang, aku dan ketika saudaranya yang lain juga terkejut sampai menutup mulut kami dengan tangan. Mas Faisal juga kaget dan langsung menarik Rima dari depan kami."Mama, teganya mama memukul saya?!""Beraninya kau, sudah kubilang kau jangan berinteraksi dengan keluarga ini karena mereka tidak pernah menyukai kita!" teriak Rima dengan emosi.Memangnya apa salahnya, toh kami tidak mengajarkan hal buruk atau memberi pengaruh jahat."Tante, Tante kan punya jabatan dan berpendidikan ya, kok sikap dan ucapan tante sama sekali tidak mencerminkan kedua hal itu? Apa salahnya anak tante datang kemari dan bergaul dengan kami? toh, kami tidak perna
Mas terus dia memang baik hati sejak awal dan punya tutur bahasa serta sifat yang lembut langsung tersenyum dan menepuk bahu Reno."Sudah jangan emosi, aku tidak membatasimu. Wajar seorang anak menyayangi ibu tirinya....""Mengapa Anda menegaskan kalau dia adalah ibu tiriku. Apa bedanya ibu tiri dan ibu sambung?! Anda seolah memberikan batas di mana Aku tidak boleh melanggarnya hanya dengan kata 'ibu tiri!"Aku rasanya tersentuh dan terharu sekali mendengar anak itu mengatakan bahwa tidak ada bedanya antara Ibu sambung atau ibu kandung. Hanya saja, penyampaian dia pada calon suamiku membuatku tidak enak."Sudah ... sudah... Reno, makasih sayang atas makanannya, kembalilah ke sekolahmu.""Umi pulang jam berapa sore nanti aku akan menjemput Umi?!"Aduh, aku terkejut dengan perhatian dan bagaimana posesifnya anak tiriku ini pada diriku. Aku hanya tersenyum dan menolaknya dengan halus."Tidak usah aku akan pulang dengan om Rusdi, karena kami harus pergi ke katering untuk memastikan menu y
Hari ini adalah hari Minggu dan minggu ini terasa terasa damai karena udara berhembus sejuk dan matahari bersinar dengan cerah. Daun-daun tumbuhan yang ada di sekitar rumah nampak hijau dan bunganya bermekaran, aku merasa senang menatapnya, perasaanku juga lebih cerah karena kelima anak kami berkumpul di rumah. Pukul 07.00 pagi kusiapkan sarapan lalu kami berkumpul di meja makan untuk sarapan bersama dan membicarakan impian-impian kami di masa depan. Anak-anak juga mengutarakan harapan mereka tentang karir dan kehidupan pribadinya, termasuk Nanda dan Nindy yang sebentar lagi akan menyandang gelar sarjana kedokteran.Kami juga membicarakan strategi bisnis dan bagaimana Mas Rusdi bertahan dengan kencangnya krisis dan persaingan antar perusahaan. Seperti biasa suamiku selalu memberikan arahan dan contoh-contoh kebijakan kepada kelima anak kami agar mereka punya bekal di masa depan dan belajar dari pengalaman itu.Tring....Saat kami asik sarapan, tiba-tiba ponselku berdering dari atas
Ya, waktu bergulir digantikan dengan hari dan musim-musim yang baik. Hubunganku dengan orang-orang sekitar juga jadi lebih baik, pun hubunganku dengan keluarga suamiku, serta dengan keluarga ayahnya anak anak. Mantan mertua yang dulu pernah sangat membela rima dan menyudutkanku, kini berbalik arah menjadi seperti semula baik dan penuh perhatian.Di akhir pekan kami sudah canangkan untuk berkumpul dengan keluarga sebagai bentuk quality time kami. Kadang pergi ke keluarganya Mas Rusdi kadang juga pergi ke keluargaku atau mungkin kami semua akan pergi piknik ke suatu tempat. Senang rasanya mengumpulkan kerabat dan keluarga besar di satu tempat lalu kami makan nasi liwet atau menikmati Barbeque sambil bercanda tawa dan melepas kerinduan.Tidak ada lagi permusuhan dan pertengkaran, terlebih sekarang anak-anak mendewasa dan mulai sibuk dengan kegiatannya menghasilkan uang, Rina juga semakin giat bekerja karena dia yang paling punya rencana untuk segera menikah.*Suatu hari aku dan Mas
Tidak lama kemudian setelah aku mengatakan itu mas Faisal keluar dari ruang sidang dengan didorong oleh Reno. Polisi memberi kesempatan kepada Rima untuk berpamitan kepada suami dan anaknya. Saat baru saja selesai berdebat denganku wanita itu kemudian beralih kepada suaminya sambil memicingkan mata dengan kesal."Hah, suamiku ...." Wanita itu tertawa sih ini sambil memandang Mas Faisal sementara suaminya menjadi heran dengan tingkah istrinya."Rima, maaf karena tidak ada yang bisa kulakukan untuk mendukungmu.""Tentu aja tidak," ucap wanita itu sambil bertepuk tangan ke wajah suaminya. "Kau sedang berada di kubu mutiara, suami dan anakku sudah berpaling dariku dan lebih memilih mantan istrinya. Aku bisa apa?!" Ucapnya Sambil tertawa dan memukul dadanya sendiri. Reno merasa tidak enak pada kami segera mendekat dan mencoba merangkul ibunya."Mama, tenangkanlah diri mama, kami akan cari pengacara agar mama bisa mendapatkan sedikit keringanan hukuman dan tetaplah bersikap baik selama be
Aku masih terdiam memikirkan percakapan kami beberapa saat yang lalu di rumah Mas Faisal. Sementara suamiku di sisiku mengemudi dengan tenang sambil mengikuti beberapa senandung lagu yang diputar di radio."Aku minta maaf ya Mas, aku sempat berpikiran negatif tentang dirimu._"Suamiku hanya menarik nafasnya lalu tersenyum dan menggeleng pelan,"Siapapun bisa berprasangka jika tidak diberi keterangan dengan lengkap. Kalau hanya mendengar berita sepotong-sepotong saja kadang seseorang akan menjadi salah paham. Karena aku menyadarinya, maka aku meluruskannya.""Kenapa kau tidak merasa tersinggung sama sekali atau kecewa padaku yang sudah berprasangka?""Kenapa aku harus bersikap sensitif kepada istriku? Wanita adalah tulang rusuk, kalau dia dipaksa lurus, atau dengan kata lain dia dipaksa untuk selalu pengertian dan memahamiku, maka itu adalah keputusan yang salah.""Aku terkejut karena kau sangat pengertian Mas.""Aku selalu pengertian dari dulu," jawabnya sambil membelokkan kemudi mob
"Agak lama rupanya kalian membuat kopi ya," ucap Mas Rusdi sambil menatap diriku dan Reno yang canggung karena dicurigai olehnya."Kami berbincang sebentar, berbasa-basi sambil saling menanyakan kabar karena aku dan reno sudah sama tidak saling menyapa secara pribadi."Lelaki yang telah menjadi suamiku selama 2 tahun lebih itu menatap aku dan mantan suamiku secara bergantian lalu anak tiriku."Aku menangkap kecurigaanmu terhadapku dan aku tahu pasti Reno sudah memberitahu semuanya," ujar Mas Rusdi."Aku tidak mengerti apa yang kau katakan Mas, ayo minum kopinya," ucapku sambil meletakkan cangkir kopi di depannya."Melalui kesempatan ini aku ingin bicara dari hati ke hati dengan kalian, terutama dengan Faisal.""Ada apa?" tanya Mas Faisal dengan wajah sedikit kaget dan bingung."Aku minta maaf karena apa yang kulakukan sudah sejauh ini cukup menyakiti perasaanmu tapi aku tidak punya pilihan lain untuk mengungkapkan kebenaran sehingga aku harus membawa istrimu ke rumahku. Percayalah,
Melihat sikap suamiku yang seolah berbeda dari kenyataannya, Aku jadi penasaran sudah sejauh apa yang dia lakukan untuk melindungi kami. Aku memang mencintainya dan percaya padanya aku yakin atas semua keputusan dan tindakannya tapi aku tidak ingin dia terlalu berlebihan dan sampai berlumuran dosa.Dosa kemarin saja belum dicuci dan ditebus apalagi sekarang ditambahkan dengan dosa-dosa yang baru. Sungguh aku tak sanggup. Kini kami menyambangi Mas Faisal yang terlihat terbaring di sebuah kasur yang sudah disediakan di ruang tv. Dari dulu kebiasaannya Ia memang suka berada di ruang tengah kalau sedang sakit, agar dia bisa melihat aktivitas anggota keluarga dan tetap bersama dengan orang orang yang dia cintai sepanjang waktu. Tapi itu dulu, saat bersamaku. Kami basa basi sejenak, hingga akhirnya Mas Faisal meminta Reno untuk membuatkan minuman ke dapur."Reno, minta asisten untuk membuatkan kita minuman.""Si mbak lagi libur Pa, aku aja yang buatkan," jawabnya."Biar umi bantu," ujar
Minggu-minggu ini aku dan keluargaku sangat sibuk, setelah berkutat dengan kasus tentang Rima, anak-anakku disibukkan dengan bergantian menjenguk dan menjaga ayah mereka. Seminggu aku tidak keluar rumah karena sibuk mengurusi suami dan anak-anakku. Aku juga melakukan healing dengan membereskan perabotan dan menata koleksi piring keramik yang kusukai. Juga aku juga pergi menghabiskan waktu dengan mas Rusdi untuk menenangkan pikiranku dari beberapa konflik yang terjadi di minggu-minggu kemarin.Banyak hal yang sudah kami bicarakan, terkait rencana di masa depan, bagaimana kelancaran usaha serta pendidikan anak-anak. Aku dan suamiku berkomitmen untuk tetap bekerja keras demi keluarga kami. Meski suamiku sudah dibilang pensiun dengan semua usaha dan kekayaannya serta sudah punya banyak investasi tapi tidak menjadikan hal itu sebagai alasan untuk berleha-leha saja. Kami berkomitmen untuk tetap giat sambil menghabiskan masa-masa bersama dengan bahagia.Kami juga menyempatkan waktu untuk
Hatiku memanas mendengar ungkapan dan kejujurannya, ternyata selama ini dia dan Mas Faisal mempermainkan perasaan dan akalku. Mereka memanfaatkan ketulusan hatiku untuk bersenang-senang dan menertawai kepolosanku yang selalu percaya pada suami, aku seperti mainan yang ditonton dari jauh dan ditertawakan. Aku seperti lelucon yang layak dijadikan komedi dan seperti hiburan gratis bagi mereka berdua. Miris dan menyakitkan sekali. Wanita itu masih tertawa di hadapanku sementara aku tetap tenang memperhatikan ia berbahagia dengan semua ilusi di dalam hatinya, kubiarkan ia mengenang masa lalu karena mungkin dengan begitu ia bisa meredakan penderitaan di hatinya atas kenyataan yang ada. Sekalipun dia bahagia telah menipuku tapi kenyataan yang ada di depan matanya tidak bisa dihindarkan, penjara dan hukuman sudah menunggu, tidak ada yang bisa menyelamatkan dia karena bukti sudah kuat dan saksi juga telah memberikan keterangannya.Dia masih tergelak, tergelak, menertawai kebodohanku yang sela
Banyak yang terjadi setelah aku pulang dari rumah sakit, aku dan ketiga putra putriku sempat duduk di ruang keluarga untuk membahas masalah ayah mereka yang sakit, dan tentang apa yang akan terjadi di masa depan, antara mereka, Reno dan ayah mereka."Kami tidak masalah memperbaiki hubungan dan menerima mereka baik baik, tapi kalau si Reno banyak tingkah tentu saja aku tidak akan tahan," ujar Rena."Dengan apa yang terjadi kurasa anak itu sudah banyak belajar Kak," ujar Felicia sambil menatap kedua kakaknya."Aku harap begitu, dalam konflik yang terjadi di keluarga kita ini ... tidak ada seorangpun yang menang, ibaratnya, menang jadi arang dan kalah jadi abu.""Hmm, benar, tapi Umi tidak pernah merasa berkompetisi dengan tante Rima. Tante rimalah yang menganggap Umi sebagai saingan dan selalu berusaha mengalahkannya, ujungnya dia pusing sendiri lalu putus asa dan mengambil jalan pintas yang tidak ia pikirkan konsekuensinya. Sekarang, setelah semuanya hancur barulah timbul penyesalan d