Share

44. canggung

Penulis: Ria Abdullah
last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-28 13:31:39

"Eh, euhm, se-sebaikmya saya masuk..." Aku ingin menghindari percakapan canggung itu karena merasa belum siap mental.

Aku belum menyiapkan diriku untuk tertarik kepada seorang lelaki mengingat diri ini baru saja ditinggalkan oleh suami. Bukannya menolak untuk move on dan melangkah ke depan, aku hanya butuh waktu untuk menghilangkan luka yang ada di hatiku kemudian membuka lebaran baru dengan orang lain.

"Kenapa Mutia menjadi gugup dan menghindari saya?"

Aduh, kini dia menyebut namaku dengan suara yang begitu lembut hingga aku benar-benar gemetar.

"Bu-bukan begitu, Mas. Ehm, sa-saya merasa tidak enak saja dengan orang yang ada di dalam karena kita berdua duduk di luar sini."

"Bukannya ayahnya Mutia yang meminta saya untuk mengajak kamu duduk ke teras?"

"Be-benar juga, ta-tapi ..." Mendadak mulutku ganggu tenggorokanku tercekat dan aku yang biasanya bicara lantang dan tegas tiba-tiba tidak mampu mengatakan apa-apa. Entah karena aku terpukau oleh pesona mas Rusdi ataukah aura dirinya
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (8)
goodnovel comment avatar
Hartati
Mutia lemah.... apa2 nangis
goodnovel comment avatar
Nurli Eriza
lebay dih mutia, ngapain jg negor dan byk tanya, klu cuma ujungnya nangis. masak masih ngingat y nggak ptg.
goodnovel comment avatar
Isabella
kenapa sih Mutia negur segala cuek in aja .
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Dua Puluh Tahun Dalam Sandiwara    45. tidak bisa

    Aku tidak bisa mengatakan apapun lagi selain hanya mampu berdiri dan mengusap air mata sementara lelaki itu beringsut kemeja kasir lalu membayar semua roti yang tadi jatuh sekaligus roti yang kupegang di tanganku."Saya bayar roti ibu itu juga," ujarnya pada kasir.Aku menoleh dan menggeleng cepat tanda bahwa aku tidak menerima tawaran itu. "Tidak apa apa, toh itu rotinya untuk anak anak," ujarnya sambil menyerahkan struk pembayaran."Tidak usah bersikap baik Mas.""Aku hanya mencoba agar kita tidak bermusuhan lagi."Hidup kami mulai membaik, perasaan yang tadinya bergejolak mulai mereda dan kami sudah berdamai dengan kenyataan. Di setiap waktuku aku selalu berdoa semoga kita tidak bertemu tapi entah kenapa Tuhan kembali mempertemukan kita. Maaf, saya harus pergi," ujarku."Tunggu Mutia!""Apa lagi?""Aku belum mengirimkan uang belanja untuk anak-anak bulan ini, jadi kebetulan aku membawa uang cash, aku ingin langsung memberikannya padamu."Seandainya itu uang ditujukan untuk nafkah

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-29
  • Dua Puluh Tahun Dalam Sandiwara    46. kubayangkan

    Tentu aku sangat terkejut dengan kedatangan lelaki itu karena kami saat itu sedang berada di moment bahagia dan penuh keharuan. Melihat ekspresi wajahnya yang sedikit kebingungan dan sinis aku jadi merasa tidak nyaman."Ada apa?" tanyaku. Pikiranku mendadak kosong karena aku tidak tahu apa yang harus kukatakan. Seharusnya aku tidak perlu menanyakan ada apa dia kemari Karena sejujurnya rumah ini adalah hasil keringatnya jadi dia masih berhak untuk datang kapanpun dengan alasan ingin bertemu anaknya."Maaf kalau aku datang di waktu yang tidak tepat.""Iya, tidak apa apa, langsung saja kau ada perlu apa?""Sebaiknya aku pulang saja," ujarnya sambil melirik cincin yang ada di jariku. Dia terlihat sedih dan kecil hati lebih saat memandang Mas Rusdi yang nampak sumringah dan bahagia bersama keluarganya."Oh, baiklah." Kupersilahkan dia untuk pergi karena aku tidak punya alasan untuk menahannya, apa pentingnya dia mengunjungiku di malam-malam begini setelah percakapan kami di toko kue sore

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-29
  • Dua Puluh Tahun Dalam Sandiwara    47. Alhamdulillah

    Alhamdulillah hari-hariku mulai ceria dan bahagia, aku beruntung mengenal orang yang baik dan sudah diikat dengan tali kasih oleh keluarganya yang juga baik. Ini hari-hariku tidak sesepi dulu karena selalu ada yang mengirimkan pesan untuk sekedar menanyakan kabar atau mengingatkan bahwa aku harus hati-hati di jalan.Aku sedang sibuk bekerja, saat tiba-tiba istri mas Faisal datang ke hadapanku dan berdiri tanpa ekspresi apapun."Iya, selamat datang," ucapku dengan senyum ramah, senyum penuh kepalsuan yang sengaja aku tunjukkan dihadapannya padahal aku benar-benar muak dan benci."Aku ingin bicara!""Maaf aku sedang kerja," jawabku tak kalah dingin."Aku sudah bicara dengan puji bosmu, dia mengizinkanku.""Atas wewenang apa kamu memaksaku, kau pikir kau siapa?!""Mbak, aku hanya ingin minta maaf.""Maaf apa?""Atas sikapku sejak kemarin.""Oh, itu ... Ya udah, aku maafin, silakan pergi," jawabku sambil menulis nota Emas dengan cuek. Sejujurnya aku tidak pernah memaafkan dia tapi supaya

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-30
  • Dua Puluh Tahun Dalam Sandiwara    48

    "Ibu?" ucapanku masih tertahan di udara saat ibu mertua menatapku dengan penuh kebencian dan dendam."Aku tahu kalau Rima datang dalam keluarga ini setelah dirimu, bahkan dia pun tahu diri, kalau dia adalah istri kedua dan dia selalu mengalah atas semua kepentinganmu. Dia tahu persis bahwa kau pasti ingin menguasai Faisal untuk dirimu sendiri, karenanya, selama 20 tahun aku mencegah Rima untuk timbul di hadapanmu, aku melarangnya datang di hari pertama idul Fitri agar tidak berjumpa denganmu dan anak-anakmu, aku selalu melarangnya datang di semua momen penting keluarga, apa kau tahu apa yang dia rasakan selama 20 tahun lebih? rasa tertolak!"Ibu mertua menatapku sambil menunjukkan jemarinya ke wajahku."Dan kau, sebagai istri pertama yang selalu dimuliakan bahkan selalu diutamakan oleh seluruh keluarga, kami selalu mementingkan dirimu, kami selalu berusaha untuk menjaga perasaan dan martabatmu. Tidak bisakah kau sekali saja berterima kasih dan tidak membuat keriuhan apalagi sampai m

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-30
  • Dua Puluh Tahun Dalam Sandiwara    49. sumpah

    Melihat rima dan bunda yang terperangah, kemudian melihatku yang menangis, ayah mertua langsung paham apa yang terjadi bahwa kami baru saja bertengkar."Ada apa ini?""Ayah ... Ayah tahu bahwa seumur hidup aku tidak pernah ingin membuat masalah di dalam keluarga. Maaf karena aku berada di puncak ketidak sabaranku lagi. Maaf, karena aku sudah tidak sanggup menerima penghinaan ini," ucapku sambil mengusap wajah lalu berlalu dari hadapan mereka semua."Ini sertifikat kan? Kok robek begitu!" Ayah mertua tentu saja marah melihat surat propertinya yang sudah tercabik-cabik dan menjadi potongan kecil-kecil berhamburan di lantai."Wanita itu merobeknya!" jawab Rima."Lho kok bisa?!""Ibu sudah melemparnya ke wajahku sebagai bentuk penghinaannya atas perlawananku kepada menantu barunya. Dia tidak suka bahwa aku telah mencemooh istri Faisal, jadi ibu gunakan sertifikat itu untuk melecehkan diriku!""Lalu kau merobeknya?""Iya, karena tidak sepantasnya seseorang melakukan itu untuk merendahka

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-30
  • Dua Puluh Tahun Dalam Sandiwara    50. sudahlah Mas

    "Sudahlah Umi..." Heri segera berdiri untuk memeluk dan mengusap air mataku yang menetes."Sudah ya...." Ia membingkai wajahku lalu melebarkan senyuman yang meneduhkan hati. Anakku juga mengecup keningku."Air mata bumi terlalu berharga untuk dibuang-buang atas alasan yang tidak berguna, ayo bangkit dan tersenyum karena sejatinya Umi adalah wanita yang mulia dan baik hati. Aku ingat Umi sudah membuatkan makanan untuk anak dan istri Ayah di rumah sakit... Itu sudah membuktikan bahwa umumnya adalah Wanita berhati luas yang penuh dengan kesabaran. Percayalah, Karma baik sudah menunggu Umi di masa depan.""Insya Allah," ucapku sambil memeluk anakku. Kedua putriku yang lain juga tak sanggup untuk tak ikut meneteskan air mata, tapi mereka tidak ikut sedih, justru mereka menangis bahagia karena sebentar lagi aku akan menikah dengan seorang pria yang baik. Semoga dia adalah jodoh terakhir yang tidak akan pernah menyakiti atau membohongiku lagi.Jujur saja aku trauma dengan jalinan pernikahan

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-31
  • Dua Puluh Tahun Dalam Sandiwara    51. ledakan karma

    Mobil mas Rusdi berhenti di depan rumahku tempat pukul 07.00 malam, aku diantarkan pulang setelah kami berbelanja dan pergi melihat katering lalu mengakhiri hari kami dengan makan malam di sebuah restoran ternama."Terima kasih ya mas karena sudah diajak jalan.""Sama sama, semoga kau senang.""Tentu," ujarku sambil membuka pintu mobil dan turun.Saat memasuki rumah dan mengucapkan salam anak-anak langsung antusias dan menyambut. Mereka tersenyum bahagia sambil menggodaku dengan kalimat 'cie calon pengantin.'Aku hanya menggeleng pelan sambil membalas senyum dan tawa mereka juga pertanyaan mereka yang ingin memastikan apa saja kegiatanku di hari itu."Bunda ngapain aja tadi?""Fitting gaun, pergi melihat catering, memilih gedung lalu bernegosiasi dengan pihak dekorasi kemudian makan malam.""Wah, kesibukan calon pengantin benar-benar padat ya...""Iya begitulah," jawabku tersenyum."Oh ya, apa Om Rusdi sangat baik dan manis kepada Bunda?""Sangat, bahkan dia membelaku." Aku menjawab

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-31
  • Dua Puluh Tahun Dalam Sandiwara    52. aku dan anakku

    Aku dan anakku juga kaget mendengar berita yang terjadi, kami kehilangan kata-kata ketika melihat Mas Faisal dan rima yang langsung meloncat naik ke atas mobil mereka dan meluncur tancap gas sekencang mungkin.Kilang minyak di lepas pantai adalah instalasi yang sulit dijangkau dengan cepat, ketika terjadi ledakan, maka tempat yang memproses minyak mentah itu akan terbakar dengan cepat. Nyawa orang-orang yang bekerja di sana akan jadi taruhannya. Sekalipun mereka bisa kabur dengan naik kapal, evakuasi tidak akardrdn bisa secepat itu dan tetap saja jika ada ledakan besar, maka mereka akan kena hentakannya. Ya, Tuhan.Aku yakin Mas Faisal sangat tegang dan khawatir sekarang, dia takut karena dia adalah penanggung jawab proyek sekaligus engineering. Sedikit kesalahan saja dia pasti akan disalahkan, dia pasti akan dimarahi atau bahkan dituntut dengan ganti rugi atau penjara. Nah, masalah yang terjadi sekarang adalah ledakan. Dari ledakan Itu sudah pasti ada pencetusnya, dan pencetus mas

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-31

Bab terbaru

  • Dua Puluh Tahun Dalam Sandiwara    123. akhirnya minta maaf

    Hari ini adalah hari Minggu dan minggu ini terasa terasa damai karena udara berhembus sejuk dan matahari bersinar dengan cerah. Daun-daun tumbuhan yang ada di sekitar rumah nampak hijau dan bunganya bermekaran, aku merasa senang menatapnya, perasaanku juga lebih cerah karena kelima anak kami berkumpul di rumah. Pukul 07.00 pagi kusiapkan sarapan lalu kami berkumpul di meja makan untuk sarapan bersama dan membicarakan impian-impian kami di masa depan. Anak-anak juga mengutarakan harapan mereka tentang karir dan kehidupan pribadinya, termasuk Nanda dan Nindy yang sebentar lagi akan menyandang gelar sarjana kedokteran.Kami juga membicarakan strategi bisnis dan bagaimana Mas Rusdi bertahan dengan kencangnya krisis dan persaingan antar perusahaan. Seperti biasa suamiku selalu memberikan arahan dan contoh-contoh kebijakan kepada kelima anak kami agar mereka punya bekal di masa depan dan belajar dari pengalaman itu.Tring....Saat kami asik sarapan, tiba-tiba ponselku berdering dari atas

  • Dua Puluh Tahun Dalam Sandiwara    122. ya!

    Ya, waktu bergulir digantikan dengan hari dan musim-musim yang baik. Hubunganku dengan orang-orang sekitar juga jadi lebih baik, pun hubunganku dengan keluarga suamiku, serta dengan keluarga ayahnya anak anak. Mantan mertua yang dulu pernah sangat membela rima dan menyudutkanku, kini berbalik arah menjadi seperti semula baik dan penuh perhatian.Di akhir pekan kami sudah canangkan untuk berkumpul dengan keluarga sebagai bentuk quality time kami. Kadang pergi ke keluarganya Mas Rusdi kadang juga pergi ke keluargaku atau mungkin kami semua akan pergi piknik ke suatu tempat. Senang rasanya mengumpulkan kerabat dan keluarga besar di satu tempat lalu kami makan nasi liwet atau menikmati Barbeque sambil bercanda tawa dan melepas kerinduan.Tidak ada lagi permusuhan dan pertengkaran, terlebih sekarang anak-anak mendewasa dan mulai sibuk dengan kegiatannya menghasilkan uang, Rina juga semakin giat bekerja karena dia yang paling punya rencana untuk segera menikah.*Suatu hari aku dan Mas

  • Dua Puluh Tahun Dalam Sandiwara    121. tidak lama kemudian

    Tidak lama kemudian setelah aku mengatakan itu mas Faisal keluar dari ruang sidang dengan didorong oleh Reno. Polisi memberi kesempatan kepada Rima untuk berpamitan kepada suami dan anaknya. Saat baru saja selesai berdebat denganku wanita itu kemudian beralih kepada suaminya sambil memicingkan mata dengan kesal."Hah, suamiku ...." Wanita itu tertawa sih ini sambil memandang Mas Faisal sementara suaminya menjadi heran dengan tingkah istrinya."Rima, maaf karena tidak ada yang bisa kulakukan untuk mendukungmu.""Tentu aja tidak," ucap wanita itu sambil bertepuk tangan ke wajah suaminya. "Kau sedang berada di kubu mutiara, suami dan anakku sudah berpaling dariku dan lebih memilih mantan istrinya. Aku bisa apa?!" Ucapnya Sambil tertawa dan memukul dadanya sendiri. Reno merasa tidak enak pada kami segera mendekat dan mencoba merangkul ibunya."Mama, tenangkanlah diri mama, kami akan cari pengacara agar mama bisa mendapatkan sedikit keringanan hukuman dan tetaplah bersikap baik selama be

  • Dua Puluh Tahun Dalam Sandiwara    120. semoga

    Aku masih terdiam memikirkan percakapan kami beberapa saat yang lalu di rumah Mas Faisal. Sementara suamiku di sisiku mengemudi dengan tenang sambil mengikuti beberapa senandung lagu yang diputar di radio."Aku minta maaf ya Mas, aku sempat berpikiran negatif tentang dirimu._"Suamiku hanya menarik nafasnya lalu tersenyum dan menggeleng pelan,"Siapapun bisa berprasangka jika tidak diberi keterangan dengan lengkap. Kalau hanya mendengar berita sepotong-sepotong saja kadang seseorang akan menjadi salah paham. Karena aku menyadarinya, maka aku meluruskannya.""Kenapa kau tidak merasa tersinggung sama sekali atau kecewa padaku yang sudah berprasangka?""Kenapa aku harus bersikap sensitif kepada istriku? Wanita adalah tulang rusuk, kalau dia dipaksa lurus, atau dengan kata lain dia dipaksa untuk selalu pengertian dan memahamiku, maka itu adalah keputusan yang salah.""Aku terkejut karena kau sangat pengertian Mas.""Aku selalu pengertian dari dulu," jawabnya sambil membelokkan kemudi mob

  • Dua Puluh Tahun Dalam Sandiwara    119. suami pandai

    "Agak lama rupanya kalian membuat kopi ya," ucap Mas Rusdi sambil menatap diriku dan Reno yang canggung karena dicurigai olehnya."Kami berbincang sebentar, berbasa-basi sambil saling menanyakan kabar karena aku dan reno sudah sama tidak saling menyapa secara pribadi."Lelaki yang telah menjadi suamiku selama 2 tahun lebih itu menatap aku dan mantan suamiku secara bergantian lalu anak tiriku."Aku menangkap kecurigaanmu terhadapku dan aku tahu pasti Reno sudah memberitahu semuanya," ujar Mas Rusdi."Aku tidak mengerti apa yang kau katakan Mas, ayo minum kopinya," ucapku sambil meletakkan cangkir kopi di depannya."Melalui kesempatan ini aku ingin bicara dari hati ke hati dengan kalian, terutama dengan Faisal.""Ada apa?" tanya Mas Faisal dengan wajah sedikit kaget dan bingung."Aku minta maaf karena apa yang kulakukan sudah sejauh ini cukup menyakiti perasaanmu tapi aku tidak punya pilihan lain untuk mengungkapkan kebenaran sehingga aku harus membawa istrimu ke rumahku. Percayalah,

  • Dua Puluh Tahun Dalam Sandiwara    118. iya

    Melihat sikap suamiku yang seolah berbeda dari kenyataannya, Aku jadi penasaran sudah sejauh apa yang dia lakukan untuk melindungi kami. Aku memang mencintainya dan percaya padanya aku yakin atas semua keputusan dan tindakannya tapi aku tidak ingin dia terlalu berlebihan dan sampai berlumuran dosa.Dosa kemarin saja belum dicuci dan ditebus apalagi sekarang ditambahkan dengan dosa-dosa yang baru. Sungguh aku tak sanggup. Kini kami menyambangi Mas Faisal yang terlihat terbaring di sebuah kasur yang sudah disediakan di ruang tv. Dari dulu kebiasaannya Ia memang suka berada di ruang tengah kalau sedang sakit, agar dia bisa melihat aktivitas anggota keluarga dan tetap bersama dengan orang orang yang dia cintai sepanjang waktu. Tapi itu dulu, saat bersamaku. Kami basa basi sejenak, hingga akhirnya Mas Faisal meminta Reno untuk membuatkan minuman ke dapur."Reno, minta asisten untuk membuatkan kita minuman.""Si mbak lagi libur Pa, aku aja yang buatkan," jawabnya."Biar umi bantu," ujar

  • Dua Puluh Tahun Dalam Sandiwara    117. tentang reno

    Minggu-minggu ini aku dan keluargaku sangat sibuk, setelah berkutat dengan kasus tentang Rima, anak-anakku disibukkan dengan bergantian menjenguk dan menjaga ayah mereka. Seminggu aku tidak keluar rumah karena sibuk mengurusi suami dan anak-anakku. Aku juga melakukan healing dengan membereskan perabotan dan menata koleksi piring keramik yang kusukai. Juga aku juga pergi menghabiskan waktu dengan mas Rusdi untuk menenangkan pikiranku dari beberapa konflik yang terjadi di minggu-minggu kemarin.Banyak hal yang sudah kami bicarakan, terkait rencana di masa depan, bagaimana kelancaran usaha serta pendidikan anak-anak. Aku dan suamiku berkomitmen untuk tetap bekerja keras demi keluarga kami. Meski suamiku sudah dibilang pensiun dengan semua usaha dan kekayaannya serta sudah punya banyak investasi tapi tidak menjadikan hal itu sebagai alasan untuk berleha-leha saja. Kami berkomitmen untuk tetap giat sambil menghabiskan masa-masa bersama dengan bahagia.Kami juga menyempatkan waktu untuk

  • Dua Puluh Tahun Dalam Sandiwara    116

    Hatiku memanas mendengar ungkapan dan kejujurannya, ternyata selama ini dia dan Mas Faisal mempermainkan perasaan dan akalku. Mereka memanfaatkan ketulusan hatiku untuk bersenang-senang dan menertawai kepolosanku yang selalu percaya pada suami, aku seperti mainan yang ditonton dari jauh dan ditertawakan. Aku seperti lelucon yang layak dijadikan komedi dan seperti hiburan gratis bagi mereka berdua. Miris dan menyakitkan sekali. Wanita itu masih tertawa di hadapanku sementara aku tetap tenang memperhatikan ia berbahagia dengan semua ilusi di dalam hatinya, kubiarkan ia mengenang masa lalu karena mungkin dengan begitu ia bisa meredakan penderitaan di hatinya atas kenyataan yang ada. Sekalipun dia bahagia telah menipuku tapi kenyataan yang ada di depan matanya tidak bisa dihindarkan, penjara dan hukuman sudah menunggu, tidak ada yang bisa menyelamatkan dia karena bukti sudah kuat dan saksi juga telah memberikan keterangannya.Dia masih tergelak, tergelak, menertawai kebodohanku yang sela

  • Dua Puluh Tahun Dalam Sandiwara    115. melihat Rima

    Banyak yang terjadi setelah aku pulang dari rumah sakit, aku dan ketiga putra putriku sempat duduk di ruang keluarga untuk membahas masalah ayah mereka yang sakit, dan tentang apa yang akan terjadi di masa depan, antara mereka, Reno dan ayah mereka."Kami tidak masalah memperbaiki hubungan dan menerima mereka baik baik, tapi kalau si Reno banyak tingkah tentu saja aku tidak akan tahan," ujar Rena."Dengan apa yang terjadi kurasa anak itu sudah banyak belajar Kak," ujar Felicia sambil menatap kedua kakaknya."Aku harap begitu, dalam konflik yang terjadi di keluarga kita ini ... tidak ada seorangpun yang menang, ibaratnya, menang jadi arang dan kalah jadi abu.""Hmm, benar, tapi Umi tidak pernah merasa berkompetisi dengan tante Rima. Tante rimalah yang menganggap Umi sebagai saingan dan selalu berusaha mengalahkannya, ujungnya dia pusing sendiri lalu putus asa dan mengambil jalan pintas yang tidak ia pikirkan konsekuensinya. Sekarang, setelah semuanya hancur barulah timbul penyesalan d

DMCA.com Protection Status