Untuk beberapa saat aku sampai tidak bisa membendung air mata. Pergi melihat dia mengatakan kalimat demi kalimat yang menyakitkan lalu pergi begitu saja tanpa meninggalkan kata maaf membuat hati ini semakin terluka.Ya, hanya luka dan terus terluka, akhir-akhir ini hanya itu yang terus kurasakan, tanpa ada celah untuk tersenyum lega atau bahagia. Setelah Apa yang dilakukan padaku rasanya aku tidak bisa menemukan alasan untuk tersenyum lagi. Setidaknya sementara ini. Begitu banyak beban pikiran yang Mas Faisal diberikan, serta bertanggung jawab untuk bersikap baik kepada mertua dan orang tuaku sendiri. Memang aku bingung apa yang akan aku lakukan jika kami bercerai, tapi bertahan dalam pernikahan yang sudah beracun seperti ini malah akan membunuh kami perlahan-lahan.Usai menghapus air mata dan berusaha menguatkan hati aku segera pergi ke kamar Felicia untuk membujuk dan menghibur hatinya.Tok...tok."Aku tidak ingin membuka pintu atau membicarakan apapun. Umi keluar saja!" ucapnya da
Jika ini sudah akhir dari hubungan kita, jika ini penutupan dari episode panjang tentang kebahagiaan dan keromantisan serta keharmonisan keluarga ini maka aku akan menutupnya dengan lembaran baik lalu menguncinya dan menyimpannya rapat-rapat sebagai kenangan.Aku bersumpah dan berjanji kepada diriku sendiri bahwa aku akan membuat Mas Faisal menyesal karena telah meninggalkan diri ini dan lebih memilih Rima. Aku bersumpah aku akan tumbuh menjadi wanita yang mandiri dan menunjukkan padanya bahwa aku masih bisa sukses tanpa kehadirannya.*Setelah terakhir kali dia datang dan menggamparku, hubungan kami jadi kaku dan tidak ada saling tegur sapa antara aku dan Faisal. Dia jadi jarang pulang, kalau pun pulang dia hanya mengambil pakaiannya lalu pergi begitu saja.Tidak ada tegur sapa meski kami saling menatap. Aku bergengsi menyapanya begitupun dia yang itu juga tidak mengatakan apa-apa. Mendadak kami menjadi seperti orang asing yang benar-benar seakan tidak saling mengenal tidak pernah me
Tidak mau buang waktu lama setelah percakapan demi percakapan yang menyakitkan hati maka kau putuskan untuk menghubungi pihak pengacara untuk mempercepat proses pengadilan dan menyelesaikan gugatan perceraian antara Aku dan Mas Faisal.Aku minta kepada kuasa hukum agar dia segera membela dan memenangkan gugatanku, juga agar tuntutanku atas nafkah dan hak anak terpenuhi. Aku tidak akan melepaskan Mas Faisal pergi begitu saja tanpa bertanggung jawab kepada sisa perjalanan hidup putra dan putrinya. Dia harus tetap membiayai anak-anaknya apapun yang terjadi.Aku tidak ingin sisa perasaanku yang ada untuk Mas Faisal menghambat keinginanku untuk berpisah darinya. Aku harus membedakan logika, realitas dan perasaanku. Aku harus membedakan mana yang merupakan kepentingan dan mana keegoisan. Benci dan dendam tapi aku tidak akan mengedepankan semua emosi negatif itu untuk segera berpisah.Untuk akhirnya mengalah karena aku sudah lelah makan hati oleh rasa iri dan kecewa terhadap perbuatan Mas Fa
Berkat pertengkaran itu aku dan Mas Faisal jadi berjarak, segera dengan penuh emosi dan nafas yang memburu lelaki itu masuk ke dalam rumah dan mengambil pakaiannya yang ada di kamar. Aku mengikutinya pelan-pelan karena ingin tahu apa yang akan dia lakukan. Ternyata dia mengambil cover dari atas lemari lalu memasukkan sisa pakaian yang ada ke dalamnya.Dengan kasarnya ialah takkan pakaian-pakaian itu dan beberapa aksesoris miliknya ke dalam koper dengan cara sedikit dilempar dengan keras. Botol-botol parfum berdentingan karena dihempaskan olehnya. Aku terdiam sambil berdiri dan menatap semua adegan itu tanpa banyak bicara."Jika ini keinginanmu maka aku akan pergi sekarang juga dari kehidupanmu, tapi jangan pernah kau menyesal!" Entah kenapa dia mengatakannya dengan emosi. Dia masih ingin mencoba mempengaruhi keluarga aku mengubah keputusan dan segera minta maaf padanya. Tapi sayangnya aku sudah tidak peduli lagi. Bagiku semua ucapan dan ancaman itu sudah tidak berguna lagi karena ap
Ya, tepat di penghujung Ramadan, minggu kemarin, palu diketuk tanda bahwa kami sudah sah berpisah, surat cerai telah terbit dan tinggal diambil saja. Di penghujung Ramadan ini aku mendapatkan hadiah kehilangan suami, keluarga hancur dan Hadiah hari raya tanpa orang terkasih. Yang biasanya berlima, jadi hanya berempat saja.Seperti biasa, selalu ada sesi foto keluarga, di mana aku dan Mas Faisal akan duduk di kursi dan ketiga anak kami akan berdiri di belakang dengan senyum bahagia dan baju baru mereka. Tapi kali ini semuanya terasa berbeda dan menyedihkan, aku sendirian duduk di kursi sementara ketiga anakku berdiri dan mengapit diri ini. Ada kepedihan yang sulit kubahasakan di dalam hatiku tapi aku berusaha menahannya dengan senyum. Ada sensasi pilu yang mendesak di lubuk hatiku, tapi tidak lucu rasanya menangis di hari raya sementara semua orang merayakan kemenangan karena sudah berhasil menjalankan ibadah puasa selama 30 hari.Di lubuk hati yang terdalam aku merasa kehilangan da
Kamu masuk ke dalam rumah mertua aku dengan perasaan canggung yang tidak terkira. Ada banyak sekali anggota keluarga dan kerabat serta tetangga dari ayah ibu mertua yang terkenal baik dan ramah kepada lingkungan di sekitarnya.Para iparku berkumpul bersama pasangan masing-masing juga lengkap dengan keponakan, melihatku datang mereka semua yang tadinya tertawa bahagia dan bercanda-canda langsung terdiam dan memperhatikan Mas Faisal beserta istrinya. Nampaknya aku mengerti Kalau mereka mulai merasa tak nyaman dan canggung sekali."Assalamualaikum," ucapku dengan nada suara yang nyaris saja bergetar karena aku sendiri juga tidak tahu harus bagaimana dengan situasi ini."Waalaikumsalam," ucap ayah mertua yang sedang duduk di sisi cucu kesayangannya, Siapa lagi kalau bukan pemuda tampan yang berkulit bening dengan rambut sedikit panjang yang di belah tengah. Dia masih menggunakan perban dan alat bantu di kakinya dan duduk di atas kursi roda.Melihatku dan ketiga saudara kandungnya datang,
Mendapatkan jawaban rima yang begitu arogan aku hanya tersenyum, tersenyum dengan segala rasa lucu yang kini menggelitik hatiku. Dia merasa memenangkan segalanya padahal sebenarnya ...ah, aku tidak akan menyebutnya tokoh antagonis karena yang antagonis di sini adalah mas Faisal.Aku memilih untuk memenangkan diriku, memenangkan hati dan perasaanku. Tidak lagi melayani perdebatan apalagi merusak momen di hari raya."Baiklah, semuanya mohon tenang dan diamlah, ini adalah hari raya di mana kita seharusnya bahagia dan saling memaafkan. Ayo anak anak, kalau kalian sudah selesai bermaafan dengan kaki nenek kalian maka kita harus segera pulang," ujarku pada anak anakku."Lho kok cepat?" Tanya ibu mertua. Aku tahu dia sedikit tidak nyaman karena anak-anak belum makan. Tapi aku tidak mau lebih lama lagi di tempat itu karena itu akan menimbulkan sakit hati yang lebih dalam lagi."Sudah cukup ibu, terima kasih atas kebaikan dan keramahan keluarga ibu. Saya beruntung sekali bisa berada di sini da
Usai makan, kuminta anak-anakku untuk beristirahat meredakan kesedihan hati dan kemurungan yang mereka rasakan. Aku tahu tahun ini kami benar-benar berada dalam situasi yang dilema dan sedih. Anak-anak sedang berada di fase kesulitan menerima kenyataan tapi aku tahu mereka perlahan-lahan akan mengerti. Sulit memang, memaksa keadaan menjadi cepat berubah seperti ini. Dari rumah yang tadinya memiliki imam jadi tidak punya peneduh dan pengayom. satu-satunya tumpuan harapan hanya Heri tapi Herri memutuskan untuk berangkat ke luar negeri melanjutkan program beasiswa S2 yang merupakan kesempatan yang tidak boleh disia-siakan. Sebagai ibu yang baik aku tidak akan menghalangi keinginannya. Tapi jujur aku tidak mau dia pergi ke sana disebabkan bentuk pelarian atas kekecewaan dia kepada ayahnya.Aku masih belum membicarakan rencana jangka panjang tentang kelangsungan anak-anak dan juga rencana Heri, kami terlalu sibuk hingga akhir-akhir ini sering luput dalam kesibukan masing masing.*Menjela