Pada akhirnya setelah selesai percakapan dengan Rena aku mulai berpikir panjang dan memilih untuk tetap mengedepankan sikap bijaksana dan baik. Seburuk-buruknya perlakuan dan kemarahanku Aku tetaplah manusia yang punya hati nurani dan perasaan terhadap orang lain.(Aku akan buatkan bubur dan kirimkan itu lewat gojek.)Kukirimkan pesan kepada Mas Faisal lalu beranjak ke dapur untuk mulai menyiapkan makanan untuk anak tiriku. Aku mungkin adalah wanita yang keras kepala dan punya prinsip tapi untuk hal makanan tidaklah tega diri ini membiarkan seseorang kelaparan.Satu jam kemudian bubur sudah siap, berikut makanan untuk rima dan lauk pauk. Kuletakkan juga beberapa macam buah, dan air mineral. "Itu apa umi?"Tanya Rena yang kebetulan sudah rapi dan mau berangkat kuliah."umi akan mengirimkannya ke rumah sakit.""Kenapa Umi membabukan diri kepada wanita itu?""Ini tidak ada urusannya sama sekali dengannya, ini Antara Aku dan Mas Faisal juga tentang putranya.""Apa pedulinya keluarga kit
Benar! Aku sudah tidak sanggup berbagi lagi, Aku ingin mengakhiri semua dilema di antara keluarga ini. Jika sudah jelas semua perlakuan dan ucapan Mas Faisal yang sangat mencintai istrinya terlihat. Maka, akan kubiarkan dia memilih Jalan hidupnya sendiri Karena sejujurnya aku pun tidak ingin jadi penghalang kebahagiaan orang lain.Kalau dipikir lebih dalam dan disimak lebih jauh aku sendiri tidak mengerti Apa salah dan dosaku yang membuat suamiku tiba-tiba hilang dari dalam pelukanku. Baru kemarin kami hidup bahagia, penuh canda tawa dan berkecukupan kasih sayang, tiba-tiba situasi terbalik dan berubah 180 derajat.Kenapa bisa seperti itu, aku sendiri tidak tahu, yang pasti, aku harus mengambil keputusan bahwa semuanya sudah selesai.*Kututup telpon dengan perasaan hatiku yang entah kenapa menjadi lega-lega saja. Setelah mengatakan hal tadi kepada wanita cantik dengan tinggi 165 cm itu, aku merasa aku telah ikhlas melepas segalanya. Kupikir aku tidak punya alasan untuk bertahan. Wal
Suamiku tertegun mendengar perkataanku, dia nampak bingung dan kaget dengan permintaan yang begitu mengejutkan. Pisah!Ya, pisah saja daripada terus menyiksa batin sendiri, pura-pura bahagia dan baik-baik saja padahal sebenarnya aku akan gila. Pura-pura peduli dan bersikap mengalah padahal sebenarnya hati ini memberontak ingin marah. Astaghfirullah, kadang aku tersentak dengan pilihan hidupku sendiri yang pada akhirnya, aku harus kehilangan suami dan mengakhiri rumah tangga sampai di sini.Rumah tangga yang dulu sangat bahagia dan tidak kekurangan satu apapun."Tuhan, mengapa ujiannya begitu berat, jika Kau takdirkan perpisahan mengapa hatiku Kau anugerahkan dengan cinta yang mendalam?"Kadang aku menggumam dan berpikir sendiri, bertanya kepada Tuhan apa sebenarnya rencana yang Tuhan inginkan. Kenapa kami yang saling mencintai harus terpisahkan? Tidak, sesungguhnya Mas Faisal tidak benar-benar mencintaiku, andai dia mencintaiku dengan tulus tidak akan pernah dia meninggalkanku atau m
Tidak tidak menjawab perkataan wanita itu tapi suamiku hanya beranjak saja, dia terdiam dan terlihat sekali dari raut wajahnya bahwa dia tidak nyaman dipertanyakan seperti itu. Disindir dengan sindiran yang paling keras dan tentu saja Mas Faisal sangat malu.Mengatakan kata-kata barusan entah kenapa wanita itu langsung beranjak dan pergi begitu saja. Tepat saat aku dipanggil untuk mendaftarkan guitar ke petugas pencatat Mas supaya saya di saat yang bersamaan juga datang dari kamar mandi."Jadi ada yang bisa saya bantu bu?" tanya seorang petugas yang duduk di depan komputer yang ada di hadapanku."Saya ingin mengajukan perceraian kepada suami saya.""Boleh saya tahu apa sebabnya agar bisa mencatatnya dengan benar?""Tentu. Intinya kami sudah tidak cocok bersama karena perselisihan dan kami putuskan untuk bisa bercerai baik-baik.""Mohon maaf sebelumnya Kalau segala sesuatu masih bisa diselesaikan dengan cara baik-baik Kenapa Ibu harus memilih bercerai. Kenapa tidak menyelesaikan saja
Setelah berpencarnya kami dari depan pengadilan agama Aku berjalan dengan langkah lunglai di sepanjang trotoar jalan. Usai berurusan dengan semua perintilan syarat-syarat pengadilan aku kembali melangkahkan kaki untuk pulang.Tepat di saat yang sama adzan di masjid terdekat berkumandang. Demi merasa tidak terlalu sedih dan bisa lega aku segera mampir ke sana dan pergi ke toilet wanita untuk mengambil air wudhu.Kuhamparkan sejadah lalu menunaikan salat. Berdoa dengan tetesan air mata dan kejujuran hati yang demikian banyak. Berdoa, meminta kepada Tuhan agar keputusan yang kuambil hari ini adalah keputusan terbaik yang tidak akan pernah kusesali. Memilih untuk mengakhiri rumah tangga. Mengakhiri cinta dan menutup hatiku bukanlah pilihan yang mudah. Udah aku harus memulai segalanya dari nol mereset kembali pengaturan curahan cinta dan hatiku yang mungkin akan kusetting kepada orang-orang yang layak menerima saja. Aku mungkin tidak bisa mencintai lagi seperti semula, terlalu dalam luka y
(Alhamdulillah karena akhirnya doa-doa saya terbayar sudah, harapan dan semua keinginan saya terkabul. Akhirnya suamiku bisa benar-benar bersama kami tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu.)(Oh aku ingin bertepuk tangan dan menangis haru atas kebahagiaanmu, selamat ya...) Terlalu sakit hati membuat diri ini mulai bersikap sinis dan kecewa pada diri sendiri yang terlalu baik pada orang lain tapi orang lain tidak pernah bisa menerima kebaikan dan ketulusanku. Aku selalu berusaha untuk mengalah dan memikirkan maslahat orang-orang di sekitarku tapi tidak ada seorangpun yang memikirkan diriku.Mau tidak mau aku terbiasa sinis dengan semua itu. Aku jadi benci dengan orang-orang munafik yang tadinya mengatakan Mereka ingin baik denganku tapi pada kenyataan sebenarnya mereka adalah ular berbisa yang ingin menyakiti.Tadinya Rima bilang dia ingin menjadi adik madu yang baik dan berusaha untuk mengalah padaku dan anak-anak tapi lihatlah kemudian, dia sendiri yang mengaku kalau dia benar-benar ber
Untuk beberapa saat aku sampai tidak bisa membendung air mata. Pergi melihat dia mengatakan kalimat demi kalimat yang menyakitkan lalu pergi begitu saja tanpa meninggalkan kata maaf membuat hati ini semakin terluka.Ya, hanya luka dan terus terluka, akhir-akhir ini hanya itu yang terus kurasakan, tanpa ada celah untuk tersenyum lega atau bahagia. Setelah Apa yang dilakukan padaku rasanya aku tidak bisa menemukan alasan untuk tersenyum lagi. Setidaknya sementara ini. Begitu banyak beban pikiran yang Mas Faisal diberikan, serta bertanggung jawab untuk bersikap baik kepada mertua dan orang tuaku sendiri. Memang aku bingung apa yang akan aku lakukan jika kami bercerai, tapi bertahan dalam pernikahan yang sudah beracun seperti ini malah akan membunuh kami perlahan-lahan.Usai menghapus air mata dan berusaha menguatkan hati aku segera pergi ke kamar Felicia untuk membujuk dan menghibur hatinya.Tok...tok."Aku tidak ingin membuka pintu atau membicarakan apapun. Umi keluar saja!" ucapnya da
Jika ini sudah akhir dari hubungan kita, jika ini penutupan dari episode panjang tentang kebahagiaan dan keromantisan serta keharmonisan keluarga ini maka aku akan menutupnya dengan lembaran baik lalu menguncinya dan menyimpannya rapat-rapat sebagai kenangan.Aku bersumpah dan berjanji kepada diriku sendiri bahwa aku akan membuat Mas Faisal menyesal karena telah meninggalkan diri ini dan lebih memilih Rima. Aku bersumpah aku akan tumbuh menjadi wanita yang mandiri dan menunjukkan padanya bahwa aku masih bisa sukses tanpa kehadirannya.*Setelah terakhir kali dia datang dan menggamparku, hubungan kami jadi kaku dan tidak ada saling tegur sapa antara aku dan Faisal. Dia jadi jarang pulang, kalau pun pulang dia hanya mengambil pakaiannya lalu pergi begitu saja.Tidak ada tegur sapa meski kami saling menatap. Aku bergengsi menyapanya begitupun dia yang itu juga tidak mengatakan apa-apa. Mendadak kami menjadi seperti orang asing yang benar-benar seakan tidak saling mengenal tidak pernah me
Hari ini adalah hari Minggu dan minggu ini terasa terasa damai karena udara berhembus sejuk dan matahari bersinar dengan cerah. Daun-daun tumbuhan yang ada di sekitar rumah nampak hijau dan bunganya bermekaran, aku merasa senang menatapnya, perasaanku juga lebih cerah karena kelima anak kami berkumpul di rumah. Pukul 07.00 pagi kusiapkan sarapan lalu kami berkumpul di meja makan untuk sarapan bersama dan membicarakan impian-impian kami di masa depan. Anak-anak juga mengutarakan harapan mereka tentang karir dan kehidupan pribadinya, termasuk Nanda dan Nindy yang sebentar lagi akan menyandang gelar sarjana kedokteran.Kami juga membicarakan strategi bisnis dan bagaimana Mas Rusdi bertahan dengan kencangnya krisis dan persaingan antar perusahaan. Seperti biasa suamiku selalu memberikan arahan dan contoh-contoh kebijakan kepada kelima anak kami agar mereka punya bekal di masa depan dan belajar dari pengalaman itu.Tring....Saat kami asik sarapan, tiba-tiba ponselku berdering dari atas
Ya, waktu bergulir digantikan dengan hari dan musim-musim yang baik. Hubunganku dengan orang-orang sekitar juga jadi lebih baik, pun hubunganku dengan keluarga suamiku, serta dengan keluarga ayahnya anak anak. Mantan mertua yang dulu pernah sangat membela rima dan menyudutkanku, kini berbalik arah menjadi seperti semula baik dan penuh perhatian.Di akhir pekan kami sudah canangkan untuk berkumpul dengan keluarga sebagai bentuk quality time kami. Kadang pergi ke keluarganya Mas Rusdi kadang juga pergi ke keluargaku atau mungkin kami semua akan pergi piknik ke suatu tempat. Senang rasanya mengumpulkan kerabat dan keluarga besar di satu tempat lalu kami makan nasi liwet atau menikmati Barbeque sambil bercanda tawa dan melepas kerinduan.Tidak ada lagi permusuhan dan pertengkaran, terlebih sekarang anak-anak mendewasa dan mulai sibuk dengan kegiatannya menghasilkan uang, Rina juga semakin giat bekerja karena dia yang paling punya rencana untuk segera menikah.*Suatu hari aku dan Mas
Tidak lama kemudian setelah aku mengatakan itu mas Faisal keluar dari ruang sidang dengan didorong oleh Reno. Polisi memberi kesempatan kepada Rima untuk berpamitan kepada suami dan anaknya. Saat baru saja selesai berdebat denganku wanita itu kemudian beralih kepada suaminya sambil memicingkan mata dengan kesal."Hah, suamiku ...." Wanita itu tertawa sih ini sambil memandang Mas Faisal sementara suaminya menjadi heran dengan tingkah istrinya."Rima, maaf karena tidak ada yang bisa kulakukan untuk mendukungmu.""Tentu aja tidak," ucap wanita itu sambil bertepuk tangan ke wajah suaminya. "Kau sedang berada di kubu mutiara, suami dan anakku sudah berpaling dariku dan lebih memilih mantan istrinya. Aku bisa apa?!" Ucapnya Sambil tertawa dan memukul dadanya sendiri. Reno merasa tidak enak pada kami segera mendekat dan mencoba merangkul ibunya."Mama, tenangkanlah diri mama, kami akan cari pengacara agar mama bisa mendapatkan sedikit keringanan hukuman dan tetaplah bersikap baik selama be
Aku masih terdiam memikirkan percakapan kami beberapa saat yang lalu di rumah Mas Faisal. Sementara suamiku di sisiku mengemudi dengan tenang sambil mengikuti beberapa senandung lagu yang diputar di radio."Aku minta maaf ya Mas, aku sempat berpikiran negatif tentang dirimu._"Suamiku hanya menarik nafasnya lalu tersenyum dan menggeleng pelan,"Siapapun bisa berprasangka jika tidak diberi keterangan dengan lengkap. Kalau hanya mendengar berita sepotong-sepotong saja kadang seseorang akan menjadi salah paham. Karena aku menyadarinya, maka aku meluruskannya.""Kenapa kau tidak merasa tersinggung sama sekali atau kecewa padaku yang sudah berprasangka?""Kenapa aku harus bersikap sensitif kepada istriku? Wanita adalah tulang rusuk, kalau dia dipaksa lurus, atau dengan kata lain dia dipaksa untuk selalu pengertian dan memahamiku, maka itu adalah keputusan yang salah.""Aku terkejut karena kau sangat pengertian Mas.""Aku selalu pengertian dari dulu," jawabnya sambil membelokkan kemudi mob
"Agak lama rupanya kalian membuat kopi ya," ucap Mas Rusdi sambil menatap diriku dan Reno yang canggung karena dicurigai olehnya."Kami berbincang sebentar, berbasa-basi sambil saling menanyakan kabar karena aku dan reno sudah sama tidak saling menyapa secara pribadi."Lelaki yang telah menjadi suamiku selama 2 tahun lebih itu menatap aku dan mantan suamiku secara bergantian lalu anak tiriku."Aku menangkap kecurigaanmu terhadapku dan aku tahu pasti Reno sudah memberitahu semuanya," ujar Mas Rusdi."Aku tidak mengerti apa yang kau katakan Mas, ayo minum kopinya," ucapku sambil meletakkan cangkir kopi di depannya."Melalui kesempatan ini aku ingin bicara dari hati ke hati dengan kalian, terutama dengan Faisal.""Ada apa?" tanya Mas Faisal dengan wajah sedikit kaget dan bingung."Aku minta maaf karena apa yang kulakukan sudah sejauh ini cukup menyakiti perasaanmu tapi aku tidak punya pilihan lain untuk mengungkapkan kebenaran sehingga aku harus membawa istrimu ke rumahku. Percayalah,
Melihat sikap suamiku yang seolah berbeda dari kenyataannya, Aku jadi penasaran sudah sejauh apa yang dia lakukan untuk melindungi kami. Aku memang mencintainya dan percaya padanya aku yakin atas semua keputusan dan tindakannya tapi aku tidak ingin dia terlalu berlebihan dan sampai berlumuran dosa.Dosa kemarin saja belum dicuci dan ditebus apalagi sekarang ditambahkan dengan dosa-dosa yang baru. Sungguh aku tak sanggup. Kini kami menyambangi Mas Faisal yang terlihat terbaring di sebuah kasur yang sudah disediakan di ruang tv. Dari dulu kebiasaannya Ia memang suka berada di ruang tengah kalau sedang sakit, agar dia bisa melihat aktivitas anggota keluarga dan tetap bersama dengan orang orang yang dia cintai sepanjang waktu. Tapi itu dulu, saat bersamaku. Kami basa basi sejenak, hingga akhirnya Mas Faisal meminta Reno untuk membuatkan minuman ke dapur."Reno, minta asisten untuk membuatkan kita minuman.""Si mbak lagi libur Pa, aku aja yang buatkan," jawabnya."Biar umi bantu," ujar
Minggu-minggu ini aku dan keluargaku sangat sibuk, setelah berkutat dengan kasus tentang Rima, anak-anakku disibukkan dengan bergantian menjenguk dan menjaga ayah mereka. Seminggu aku tidak keluar rumah karena sibuk mengurusi suami dan anak-anakku. Aku juga melakukan healing dengan membereskan perabotan dan menata koleksi piring keramik yang kusukai. Juga aku juga pergi menghabiskan waktu dengan mas Rusdi untuk menenangkan pikiranku dari beberapa konflik yang terjadi di minggu-minggu kemarin.Banyak hal yang sudah kami bicarakan, terkait rencana di masa depan, bagaimana kelancaran usaha serta pendidikan anak-anak. Aku dan suamiku berkomitmen untuk tetap bekerja keras demi keluarga kami. Meski suamiku sudah dibilang pensiun dengan semua usaha dan kekayaannya serta sudah punya banyak investasi tapi tidak menjadikan hal itu sebagai alasan untuk berleha-leha saja. Kami berkomitmen untuk tetap giat sambil menghabiskan masa-masa bersama dengan bahagia.Kami juga menyempatkan waktu untuk
Hatiku memanas mendengar ungkapan dan kejujurannya, ternyata selama ini dia dan Mas Faisal mempermainkan perasaan dan akalku. Mereka memanfaatkan ketulusan hatiku untuk bersenang-senang dan menertawai kepolosanku yang selalu percaya pada suami, aku seperti mainan yang ditonton dari jauh dan ditertawakan. Aku seperti lelucon yang layak dijadikan komedi dan seperti hiburan gratis bagi mereka berdua. Miris dan menyakitkan sekali. Wanita itu masih tertawa di hadapanku sementara aku tetap tenang memperhatikan ia berbahagia dengan semua ilusi di dalam hatinya, kubiarkan ia mengenang masa lalu karena mungkin dengan begitu ia bisa meredakan penderitaan di hatinya atas kenyataan yang ada. Sekalipun dia bahagia telah menipuku tapi kenyataan yang ada di depan matanya tidak bisa dihindarkan, penjara dan hukuman sudah menunggu, tidak ada yang bisa menyelamatkan dia karena bukti sudah kuat dan saksi juga telah memberikan keterangannya.Dia masih tergelak, tergelak, menertawai kebodohanku yang sela
Banyak yang terjadi setelah aku pulang dari rumah sakit, aku dan ketiga putra putriku sempat duduk di ruang keluarga untuk membahas masalah ayah mereka yang sakit, dan tentang apa yang akan terjadi di masa depan, antara mereka, Reno dan ayah mereka."Kami tidak masalah memperbaiki hubungan dan menerima mereka baik baik, tapi kalau si Reno banyak tingkah tentu saja aku tidak akan tahan," ujar Rena."Dengan apa yang terjadi kurasa anak itu sudah banyak belajar Kak," ujar Felicia sambil menatap kedua kakaknya."Aku harap begitu, dalam konflik yang terjadi di keluarga kita ini ... tidak ada seorangpun yang menang, ibaratnya, menang jadi arang dan kalah jadi abu.""Hmm, benar, tapi Umi tidak pernah merasa berkompetisi dengan tante Rima. Tante rimalah yang menganggap Umi sebagai saingan dan selalu berusaha mengalahkannya, ujungnya dia pusing sendiri lalu putus asa dan mengambil jalan pintas yang tidak ia pikirkan konsekuensinya. Sekarang, setelah semuanya hancur barulah timbul penyesalan d