"Baik, terima kasih, aku sudah dapatkan jawaban atas semua pertanyaanku selama ini." Aku mengangguk sendiri sambil memandangi wajahmu Faisal yang terlihat bingung dan juga serba salah."Apa maksudmu?""Aku mulai mempertanyakan cinta dan ketulusanmu, aku ingin tahu seperti apa perasaanmu yang sebenarnya padaku..." Aku menghela napas pelan, lalu berkata, "dan aku sudah mengerti, Mas."Sekuat tenaga aku menahan air mata, sekuat tenaga menahan gejolak yang ada di dalam dada. Tanpa banyak bicara kubalikkan badan dan segera meraih handel pintu untuk pergi."Umi!"Aku terkejut karena Reno tiba tiba memanggilku, kupandangi wajah pemuda yang sedang sakit itu, sementara ia juga menatapku."Umi, saya tahu umi benci sekali pada mama saya, tapi sebagai anak, saya berjanji akan melindungi nama sampai akhir hayat saya. Umi boleh melampiaskan kemarahan, tapi saya akan jadi perisai pelindung untuk kedua orang tuaku," ujar anak itu sambil menatapku dengan pandangan penuh makna."Ya, lakukan tugasmu den
Lama-lama suamiku terdengar melunjak seolah diberi hati lalu minta jantung. Aku baru saja ingin berdamai dengan perasaanku dan melupakan semua luka-luka yang ada tapi tiba-tiba saja dia memintaku untuk datang ke rumah sakit dan membawakan makanan untuk madu."Astagfirullah yang benar saja...."aku menggumam di dalam hati sambil mengurut dadaku. Astaghfirullah hallazim."Maaf Mas Aku tidak mau! Kenapa kau berpikiran kalau aku akan dengan sukarela mau menemui istri dan anakmu setelah pertengkaran yang terjadi malam tadi?""Rima adalah wanita yang pemaaf dan dia tidak akan mengingat-ingat semua itu kalau kau sudah bersikap baik padanya.""Apa peduliku, dia memaafkan atau tidak, Bukankah di zaman sekarang banyak sekali aplikasi online yang menyediakan makanan Kenapa tidak dipesan saja?""Kamu tahu kan kalau itu ditujukan untuk orang sakit. Aku tidak percaya jika makanannya dibuatkan orang lain apalagi saat ini putraku sedang sakit."Tetap saja aku tidak mau Mas, menghidupkan keikhlasan da
Pada akhirnya setelah selesai percakapan dengan Rena aku mulai berpikir panjang dan memilih untuk tetap mengedepankan sikap bijaksana dan baik. Seburuk-buruknya perlakuan dan kemarahanku Aku tetaplah manusia yang punya hati nurani dan perasaan terhadap orang lain.(Aku akan buatkan bubur dan kirimkan itu lewat gojek.)Kukirimkan pesan kepada Mas Faisal lalu beranjak ke dapur untuk mulai menyiapkan makanan untuk anak tiriku. Aku mungkin adalah wanita yang keras kepala dan punya prinsip tapi untuk hal makanan tidaklah tega diri ini membiarkan seseorang kelaparan.Satu jam kemudian bubur sudah siap, berikut makanan untuk rima dan lauk pauk. Kuletakkan juga beberapa macam buah, dan air mineral. "Itu apa umi?"Tanya Rena yang kebetulan sudah rapi dan mau berangkat kuliah."umi akan mengirimkannya ke rumah sakit.""Kenapa Umi membabukan diri kepada wanita itu?""Ini tidak ada urusannya sama sekali dengannya, ini Antara Aku dan Mas Faisal juga tentang putranya.""Apa pedulinya keluarga kit
Benar! Aku sudah tidak sanggup berbagi lagi, Aku ingin mengakhiri semua dilema di antara keluarga ini. Jika sudah jelas semua perlakuan dan ucapan Mas Faisal yang sangat mencintai istrinya terlihat. Maka, akan kubiarkan dia memilih Jalan hidupnya sendiri Karena sejujurnya aku pun tidak ingin jadi penghalang kebahagiaan orang lain.Kalau dipikir lebih dalam dan disimak lebih jauh aku sendiri tidak mengerti Apa salah dan dosaku yang membuat suamiku tiba-tiba hilang dari dalam pelukanku. Baru kemarin kami hidup bahagia, penuh canda tawa dan berkecukupan kasih sayang, tiba-tiba situasi terbalik dan berubah 180 derajat.Kenapa bisa seperti itu, aku sendiri tidak tahu, yang pasti, aku harus mengambil keputusan bahwa semuanya sudah selesai.*Kututup telpon dengan perasaan hatiku yang entah kenapa menjadi lega-lega saja. Setelah mengatakan hal tadi kepada wanita cantik dengan tinggi 165 cm itu, aku merasa aku telah ikhlas melepas segalanya. Kupikir aku tidak punya alasan untuk bertahan. Wal
Suamiku tertegun mendengar perkataanku, dia nampak bingung dan kaget dengan permintaan yang begitu mengejutkan. Pisah!Ya, pisah saja daripada terus menyiksa batin sendiri, pura-pura bahagia dan baik-baik saja padahal sebenarnya aku akan gila. Pura-pura peduli dan bersikap mengalah padahal sebenarnya hati ini memberontak ingin marah. Astaghfirullah, kadang aku tersentak dengan pilihan hidupku sendiri yang pada akhirnya, aku harus kehilangan suami dan mengakhiri rumah tangga sampai di sini.Rumah tangga yang dulu sangat bahagia dan tidak kekurangan satu apapun."Tuhan, mengapa ujiannya begitu berat, jika Kau takdirkan perpisahan mengapa hatiku Kau anugerahkan dengan cinta yang mendalam?"Kadang aku menggumam dan berpikir sendiri, bertanya kepada Tuhan apa sebenarnya rencana yang Tuhan inginkan. Kenapa kami yang saling mencintai harus terpisahkan? Tidak, sesungguhnya Mas Faisal tidak benar-benar mencintaiku, andai dia mencintaiku dengan tulus tidak akan pernah dia meninggalkanku atau m
Tidak tidak menjawab perkataan wanita itu tapi suamiku hanya beranjak saja, dia terdiam dan terlihat sekali dari raut wajahnya bahwa dia tidak nyaman dipertanyakan seperti itu. Disindir dengan sindiran yang paling keras dan tentu saja Mas Faisal sangat malu.Mengatakan kata-kata barusan entah kenapa wanita itu langsung beranjak dan pergi begitu saja. Tepat saat aku dipanggil untuk mendaftarkan guitar ke petugas pencatat Mas supaya saya di saat yang bersamaan juga datang dari kamar mandi."Jadi ada yang bisa saya bantu bu?" tanya seorang petugas yang duduk di depan komputer yang ada di hadapanku."Saya ingin mengajukan perceraian kepada suami saya.""Boleh saya tahu apa sebabnya agar bisa mencatatnya dengan benar?""Tentu. Intinya kami sudah tidak cocok bersama karena perselisihan dan kami putuskan untuk bisa bercerai baik-baik.""Mohon maaf sebelumnya Kalau segala sesuatu masih bisa diselesaikan dengan cara baik-baik Kenapa Ibu harus memilih bercerai. Kenapa tidak menyelesaikan saja
Setelah berpencarnya kami dari depan pengadilan agama Aku berjalan dengan langkah lunglai di sepanjang trotoar jalan. Usai berurusan dengan semua perintilan syarat-syarat pengadilan aku kembali melangkahkan kaki untuk pulang.Tepat di saat yang sama adzan di masjid terdekat berkumandang. Demi merasa tidak terlalu sedih dan bisa lega aku segera mampir ke sana dan pergi ke toilet wanita untuk mengambil air wudhu.Kuhamparkan sejadah lalu menunaikan salat. Berdoa dengan tetesan air mata dan kejujuran hati yang demikian banyak. Berdoa, meminta kepada Tuhan agar keputusan yang kuambil hari ini adalah keputusan terbaik yang tidak akan pernah kusesali. Memilih untuk mengakhiri rumah tangga. Mengakhiri cinta dan menutup hatiku bukanlah pilihan yang mudah. Udah aku harus memulai segalanya dari nol mereset kembali pengaturan curahan cinta dan hatiku yang mungkin akan kusetting kepada orang-orang yang layak menerima saja. Aku mungkin tidak bisa mencintai lagi seperti semula, terlalu dalam luka y
(Alhamdulillah karena akhirnya doa-doa saya terbayar sudah, harapan dan semua keinginan saya terkabul. Akhirnya suamiku bisa benar-benar bersama kami tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu.)(Oh aku ingin bertepuk tangan dan menangis haru atas kebahagiaanmu, selamat ya...) Terlalu sakit hati membuat diri ini mulai bersikap sinis dan kecewa pada diri sendiri yang terlalu baik pada orang lain tapi orang lain tidak pernah bisa menerima kebaikan dan ketulusanku. Aku selalu berusaha untuk mengalah dan memikirkan maslahat orang-orang di sekitarku tapi tidak ada seorangpun yang memikirkan diriku.Mau tidak mau aku terbiasa sinis dengan semua itu. Aku jadi benci dengan orang-orang munafik yang tadinya mengatakan Mereka ingin baik denganku tapi pada kenyataan sebenarnya mereka adalah ular berbisa yang ingin menyakiti.Tadinya Rima bilang dia ingin menjadi adik madu yang baik dan berusaha untuk mengalah padaku dan anak-anak tapi lihatlah kemudian, dia sendiri yang mengaku kalau dia benar-benar ber