Share

Dua Puluh Tahun Dalam Sandiwara
Dua Puluh Tahun Dalam Sandiwara
Author: Ria Abdullah

1. Kejutan

Author: Ria Abdullah
last update Last Updated: 2023-05-03 07:13:20

Teganya selama 20 tahun lebih kau menyembunyikan rahasia itu.

*

Sudah dua puluh tahun aku sembunyi di balik senyum dan kepura-puraanku, aku berdiri, bertahan kuat seperti karang yang diterjang ombak padahal sesungguhnya aku tidaklah lebih dari kapas yang rapuh. Dua puluh tahun lebih pernikahanku dengan Mas Faisal, 20 tahun lebih dengan 3 orang anak yang pintar dan berprestasi. Dari luar aku terlihat sebagai istri yang baik-baik saja tapi di dalamnya aku hanya bergelimang luka dan penderitaan, tiada hari tanpa menangis dan kecewa, tiada hari tanpa luka dan penderitaan. Akulah, wanita berkalung luka.

Jika dicari jawabannya mengapa aku bisa seperti ini maka biar kutuliskan kisah sedih hidupku.

*

Hari itu kuantarkan putraku ke jenjang hidupnya dari seorang remaja yang bergantung kepada orang tuanya menjadi seorang pria dewasa yang akan masuk ke dunia kerja. Di hari wisuda anakku, di momen kami seharusnya sangat bahagia di situlah aku mendapatkan jawaban Mengapa perubahan sikap suamiku menjadi begitu signifikan dalam beberapa tahun terakhir.

Putra pertamaku bernama Heri Pratama, aku bangga memilikinya sebagai putra yang cerdas dan berprestasi. Hari itu hari dia wisuda, kami sekeluarga datang dengan baju yang seragam, berharap kami akan membuat sebuah kenangan manis dalam satu frame foto dengan baju yang sama, dengan senyum yang hangat dengan kekompakan sebagai satu keluarga yang utuh dan bahagia. Tapi, entah kenapa tiba-tiba suamiku ingin pergi lebih cepat sebelum acara itu berakhir.

Dia terlihat menerima telepon dari seseorang lalu menjadi panik. Sehari sebelumnya itu adalah ulang tahun Heri sekaligus anniversary pernikahan kami yang ke-24. Sebenarnya aku dan Mas Faisal sudah berada di usia yang hampir separuh baya. Tugas kami hanya fokus kepada anak-anak, tugas kami adalah saling mencintai dan membimbing putra-putri kami untuk sukses kedepannya, mengantarkan mereka ke setiap jenjang kehidupannya, hingga mereka bisa bahagia, hingga kami pun bisa meninggalkan dunia ini dengan tenang.

Tapi semua itu hanya harapan, semua itu hancur luluh, berantakan setelah apa yang terjadi selanjutnya mematahkan hati dan impian baikku.

"Aku harus pergi?"

"Tidakkah kau ingin melihat anakmu ...."

"Kau saja yang lihat aku harus pergi!"

Dua putriku Rena dan Felicia terlihat heran melihat ayahnya yang tiba-tiba panik seolah sudah terjadi sebuah masalah yang sangat besar. Sebenarnya kami ingin menahan Mas Faisal tapi kami tidak berdaya. Pada akhirnya dia pergi begitu saja di puncak acara di saat tali toga anak kami dipindahkan di satu sisi ke sisi lain.

"Ayah, aneh sekali kenapa dia tiba-tiba pergi di saat penting seperti ini," tanya Rena putriku.

"Pasti ada hal penting tentang pekerjaannya."

Suamiku bekerja di perusahaan minyak, dia punya posisi penting dan sangat diandalkan, di saat-saat genting dialah yang akan dihubungi dan mengambil keputusan jadi posisi dan jabatan yang dia miliki juga setara dengan penghasilan yang dia dapatkan. Secara ekonomi kami berkecukupan, hanya saja itulah kurangnya, suamiku jarang memiliki waktu untuk kami karena dia punya banyak fokus dan tuntutan.

*

Tibalah sesi foto keluarga di mana Heri mulai bertanya tentang keberadaan ayahnya. Kuberitahu yang sebenarnya pada anakku dan coba memberinya pengertian bahwa kita bisa foto sesi wisuda di lain waktu di sebuah studio yang terkenal. Tadinya dia kecewa tapi, ya sudah, apa boleh buat... ia bilang tidak mengapa yang penting ayahnya tetap bisa mengerjakan tugasnya dengan baik.

Hari itu kami pulang dengan anakku yang masih memakai baju wisuda menyetir mobil. Saat kami terjebak kemacetan di dekat lampu merah, sebuah mobil ambulans lewat dengan tergesa-gesa, otomatis mobil-mobil dan motor yang ada berusaha untuk menepikan diri untuk memberi ambulans itu jalan termasuk mobil kami.

Saat melihat siluet orang yang berada di atas ambulans, dia adalah suamiku Mas Faisal Dia terlihat duduk di atas ambulans dengan wajah yang gelisah Dan panik. Tentu saja itu menimbulkan pertanyaan bagi kami, siapa gerangan yang sakit dan mengapa suamiku berada di ambulans itu dengan wajah yang sangat khawatir.

"Bukannya itu Ayah, kok ayah ada di ambulans?"

"Entahlah," jawabku.

Kucoba untuk menelpon Mas Faisal dan bertanya, tapi dia tidak mengangkat ponselnya. Andai tidak dalam kemacetan Aku ingin keluar dari mobil dan mengetuk ambulans itu untuk tahu apa yang terjadi, tapi tentu saja itu hal yang mustahil.

Saat lampu hijau menyala secepat kilat padat kendaraan terurai, ambulans itu melesat meninggalkan kami. Sementara mobil kami yang masih terseok di antara kendaraan yang berjubel hanya bisa pasrah. Qm

"Apakah kita bisa mengikuti ambulans itu?"

tanyaku kepada putraku.

"Ya, kalau dilihat dari logo ambulansnya, itu rumah sakit Surya Husada."

"Kalau begitu ayo kita ke sana mungkin itu adalah keluarga kita tapi ayah tidak mau memberitahu yang sebenarnya karena tidak mau merusak kebahagiaanmu," jawabku dengan perasaan yang sudah tidak karuan rasanya.

Aku ingin berusaha menenangkan diriku tapi kegelisahan itu entah kenapa semakin membuncah saja, seakan ada firasat yang benar-benar membuatku tidak nyaman. Aku ingin tahu apa yang terjadi dan siapa yang sedang sakit oleh karena itu ada perasaan tidak sabar dalam hatiku ingin segera melesat juga untuk mengikuti tepat di belakang ambulans itu.

*

Sudah sampai di lokasi parkir Kami berempat turun dan langsung pergi ke UGD untuk melihat siapa kiranya yang ayah dari putra-putriku antarkan.

Apakah itu adalah mertuaku atau apakah itu adalah bawahannya sehingga beliau merasa bertanggung jawab untuk membantu sebagai atasan?

*

Aku mendengar tangisan seorang wanita di ruang UGD. Aku coba mengedarkan pandanganku dan hanya ada satu orang wanita berpakaian biru ia terlihat rapi, sepertinya dia juga wanita pekerja karena di dadanya tergantung ID card.

"Ya Tuhan Tolong selamatkan anakku ...." wanita itu menggigil menangis sambil memohon, dia menutupi mulutnya dengan kedua tangan dan terlihat hancur sekali. Aku iba menyaksikan penderitaannya, aku ingin datang padanya dan menggenggam tangannya lalu berkata bahwa semuanya akan baik-baik saja tapi aku tidak berani melakukan itu karena khawatir akan menambah luka di hatinya.

Wanita itu terlihat cantik dengan jilbab berwarna Milo dan blazer hitam. Dia terlihat anggun dengan sepatu hak tinggi, wajahnya yang cantik hidungnya yang mancung serta matanya yang besar membuat dia nampak sempurna. Sekilas aku kagum oleh pesona wanita itu hingga aku hampir lupa dengan tujuanku sebenarnya datang ke rumah sakit itu.

Namun aku baru saja ingin pergi dari tempat wanita itu berdiri, tiba-tiba suamiku keluar dari balik tirai di mana dokter sedang memberikan penanganan bagi pasien. Dia menghampiri wanita dengan blazer hitam itu lalu merangkulnya.

"Mas, Aku sangat takut jangan sampai terjadi sesuatu kepada anak kita ...."

Hah? Aku tercengang bahkan jantungku hampir saja berhenti berdegup saking kagetnya aku. Aku tidak percaya pendengaranku, aku terkejut dan tungkaiku seketika merasa lemas. Aku khawatir sebelum anak-anak melihat apa yang terjadi aku harus bisa mengalihkan keadaan.

Tapi apa yang harus kulakukan dengan keadaan seperti ini, seorang wanita sedang khawatir tentang keadaan anaknya dan menangis lalu dia merangkul suamiku, sementara aku dan anak-anaknya berusaha mencari keberadaannya.

Ya Tuhan situasi macam apa ini.

Dan ya, ia bilang apa tadi? Anak kita? Apakah itu adalah anak dia dan suamiku? Oh, tidak mungkin! Aku tidak akan bisa menerima itu.

Wanita itu masih menangis tersedu dalam pelukan suamiku sementara aku masih berdiri terpaku diantara ujung dua koridor. Dari sisi timur putra dan putriku yang masih terlihat rapi dengan baju seragam mereka kini mendatangiku. Jika mereka sampai di sini dan menoleh ke arah kanan, maka mereka akan menyaksikan ayahnya sedang berpelukan dengan wanita lain.

apa yang harus aku lakukan?!

"Aku tidak sanggup kehilangan reno, Dia satu-satunya anak kita, buah hati kita..."

"Iya sayang, itu tidak akan terjadi, dokter akan berusaha memberikan perawatan yang terbaik."

"Padahal aku sudah mencegahnya untuk pergi dengan anak-anak motor tapi entah kenapa putraku tidak mendengarkanku...." Wanita itu merintih dalam tangisnya lalu tiba-tiba lemas dan terpaksa harus di papah untuk dibawa duduk ke kursi yang ada di dekat tembok.

Aku termangu, aku terkejut dan tidak tahu apa yang harus kukatakan. Anak-anak tinggal 2 meter jaraknya sementara aku sudah panik. secara refleks aku menggeleng-gelengkan kepalaku dan mengayunkan tanganku pertanda bahwa tidak ada apa-apa di tempat itu namun entah kenapa kakiku seolah terpaku dengan bumi dan tidak bisa bergerak.

"Ada apa umi terus berdiri di situ?"

"Tidak....ti-tidak...."

Tenggorokanku tercekat, Aku gemetar antara luka yang tiba-tiba menghantam kepalaku dengan kenyataan pahit yang menusuk jantungku, aku ingin bertanya menangis dan berteriak tapi di sisi lain aku harus menjaga perasaan dan mental anakku. Aku ingin berlari agar anak-anakku tidak perlu menyaksikan apa yang terjadi tapi 5 detik kemudian mereka melihatnya mereka menyaksikan ayahnya memeluk wanita yang sedang lemas, Mereka melihat kekasih kesayangan mereka sedang mencium kening wanita lain dan memberinya sebuah kekuatan. Tentu saja anak-anakku langsung terkejut dan syok melihat kenyataan itu.

Comments (5)
goodnovel comment avatar
Harfendi Kartawijaya
hhhhhhhhhhhh
goodnovel comment avatar
Fransiscaroom
bikin greget
goodnovel comment avatar
margaretta putri tirani
Gemes banget baca ya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Dua Puluh Tahun Dalam Sandiwara    2. Kaget sekali

    "Ayah, apa itu ayah?" tanya Rena putri keduaku."Iya, betul, itu ayah," jawab adiknya."Ayah!" kedua putriku serempak memanggil Mas Faisal, dia yang dipanggil langsung tersentak kaget dan gelagapan, wajah Mas Faisal mendadak pias karena mendapati putri dan putranya memergokinya. Juga diriku dengan perasaan yang sudah tidak karuan.Aku ingin menangis, tapi aku butuh alasan lebih untuk mengeluarkan air mata, terlalu syok membuat jantungku berdebar kencang, tidak karuan, hingga dada ini memanas."Oh kalian, Maaf kalian harus menyaksikan semua ini," ucap wanita dengan jilbab Milo itu sambil mengusap air matanya dia bangun, terlihat berusaha menarik nafasnya dan menghapus air matanya sekali lagi, kemudian maju mendekat menghadapi kami."Apa ini maksudnya, Yah?" tanya Heri dengan heran."Uhm, maaf, sebenarnya ini bukan waktunya tapi karena kalian sudah menyaksikannya maka mau tak mau aku harus mengatakannya.""Mengatakan apa?" tanyaku dengan tenggorokan tercekat."Lebih jelas lagi, apa hubu

    Last Updated : 2023-05-03
  • Dua Puluh Tahun Dalam Sandiwara    3. menunggu di depan ruang UGD

    Lama kami menunggu di depan ruang UGD, menunggu dengan perasaan gelisah serta kebingungan kami. Saking sibuknya dengan emosi masing-masing, aku dan anakku hanya bisa saling memandang tanpa kami membicarakan apapun. Raut wajah gelisah dari putra sulungku juga terlihat jelas, dia terus menggoyangkan kaki dan meremas jemarinya. Di balik ruangan itu ada Mas Faisal yang sedang mendampingi anaknya yang kini berjuang dengan maut.Kudengar anak itu mengebut bersama dengan teman geng motor lalu mengalami tabrakan. Kabarnya kepalanya pecah dan dia banyak mengeluarkan darah. Saat tirai sempat disibak aku bisa melihat tangan itu anak itu meneteskan darah juga kakinya. Di lantai banyak perban darah yang berserakan. Sehingga aku bisa membayangkan betapa repot dan tegangnya situasi yang sedang dihadapi Mas Faisal sekarang."Sebaiknya kita pulang saja karena ini bukan waktu yang tepat untuk bertanya, sepertinya ayahmu juga masih sibuk.""Apakah Bunda pura-pura-pura mengesampingkan perasaan Bunda?""H

    Last Updated : 2023-05-03
  • Dua Puluh Tahun Dalam Sandiwara    4. Membisu

    Sepanjang perjalanan putra dan putriku hanya membisu tapi aku jelas menangkap kegelisahan dan pertanyaan yang ada di dalam benak mereka. Tatapan mata putra sulungku lurus ke depan saat dia menyetir dengan tegangnya, sementara 2 adiknya yang duduk di jok belakang hanya menerawang menatap keluar jendela.Aku sendiri hanya bisa menarik nafas dalam sambil menelaah kembali kejadian selama 20 tahun lebih. Bisa-bisanya aku tidak menyadari gelagat suamiku. Biasanya seorang perempuan akan punya insting yang tajam tapi entah kenapa perasaan dan kecurigaan tumpul sekali.Selanjutnya, aku pun tidak tahu apa yang harus aku lakukan.*Sesampainya di rumah kami masuk dan membuka pintu lalu pergi ke kamar masing-masing untuk mengganti baju. Aku minta anak-anak untuk mandi dan bergabung ke meja makan karena tidak lama lagi aku akan menyiapkan makan malam."Segera mandi dan gabung ke meja makan, karena bunda akan masak dan menggoreng sosis, bikin sambal pasti enak.""Bunda tidak usah repot-repot mau ma

    Last Updated : 2023-05-03
  • Dua Puluh Tahun Dalam Sandiwara    5. ternyata mantan kekasihnya

    "Apa maksudnya ayah, kami tidak mengerti apa yang ayah katakan.""Dia adalah mantan kekasihku sebelum aku mengenal Ibu kalian. Perasaanku yang terdalam tidak bisa kukendalikan saat tiba-tiba aku bertemu dengannya di perusahaan yang sama. Kami mulai akrab lagi dan sadar bahwa kami saling mencintai dan tidak bisa dipisahkan. Karena diri itulah aku minta rima untuk menjadikanku suaminya, aku dan dia saling mencintai jadi tolong mengerti keadaan ini.""Oh jadi ayah ingin kami memahami perasaan ayah dan betapa besar cinta ayah pada wanita itu sementara ayah sendiri tidak memikirkan bagaimana kalau semua itu ternyata kami ketahui. Dan liat apa yang terjadi, kami benar-benar tahu kan. Sepandai-pandainya Ayah menyembunyikan bangkai pasti baunya akan tercium juga.""Maaf tapi aku tidak mau mengkonotasikan Rima dengan bangkai. Aku tahu hubunganku akan terungkap tapi aku tidak pernah bersiap untuk kejadian secepat ini.""18 tahun Ayah bilang cepat, 18 tahun sudah berapa puluh bulan, sudah ribuan

    Last Updated : 2023-05-03
  • Dua Puluh Tahun Dalam Sandiwara    6. dalam doa dan kesedihanku

    Setelah mengucapkan salam dari salat malamku aku angkat tangan setinggi mungkin lalu berdoa untuk memohon kekuatan kepada Sang Pencipta. Dengan segala kerendahan hati dan pengharapan aku memohon kepadaNya, agar Tuhan sekiranya sudah membantu meringankan penderitaan dan luka yang begitu besar ini.Untuk kesekian kalinya aku mengusap air mata yang sudah tidak berhenti mengalir sejak siang tadi. Tak ingin diriku sebenarnya menunjukkan air mata di hadapan anak-anak tapi semakin besar kekuatan yang aku keluarkan untuk tegar semakin rapuh diri ini rasanya.Aku tergugah sampai mukena dan telapak tanganku basah, aku menangis dan tidak bisa menahan gejolak yang ada di dalam dada. Bukan tentang perselingkuhan dan hubungan yang pada akhirnya jadi pernikahan dan menghasilkan anak, tapi tentang betapa jahatnya dia membohongiku. Betapa liciknya dia berpura-pura bahagia di hadapanku, bersikap seolah dia adalah suami yang paling mencintaiku di dunia, pandai berbuat mesra seakan-akan aku adalah wanita

    Last Updated : 2023-05-03
  • Dua Puluh Tahun Dalam Sandiwara    7. ingin pisah

    "tidak aku tidak mau perceraian adalah perkara yang sangat dibenci Tuhan dan tidak boleh dilakukan kecuali dengan alasan yang sangat mendesak. Aku tidak pernah berbuat selalu dimata menyakitimu aku selalu menafkahimu lahir dan batin dan juga bersikap baik kepadamu dan anak-anak Jadi kau tidak punya alasan untuk meminta cerai dariku, Mutiara.""Mas, dengan menyembunyikan hubunganmu seperti itu kau telah cukup memberiku alasan untuk meninggalkanmu.""Bahkan pengadilan agama pun akan mempersulit alasan permintaan caramu hanya karena aku menikah lagi. Kau akan kerepotan karena harus membayar biaya dan mendatangkan saksi juga keluarga kita akan merasa sangat malu dengan semua ini."Apa itu berusaha memegang kedua bahuku lalu menatap mataku berusaha untuk membujuk diri ini agar tidak terpaku dengan keputusanku. Tapi hati ini sudah terlampau sakit bagai ditusuk duri, berdarah-darah dan sulit disembuhkan lagi. Aku ingin segera lepas dari ini agar aku tidak lagi memandang wajahnya. Bukan karen

    Last Updated : 2023-05-16
  • Dua Puluh Tahun Dalam Sandiwara    8. cukup sudah luka ini

    "cukup sudah!"Kuhempas tangannya yang masih melingkar di pinggangku, "Bukannya kamu menyesal menyakitiku tapi kau malah menyesal karena tidak segera membawa dia ke dalam rumah ini. Apa yang ada dalam pikiran dan isi kepalamu Mas Kenapa kau begitu egois sekali dan tidak menimbang perasaanku dan anak-anak!" Mau tak mau aku terpaksa marah padahal hari sudah malam dan bisa saja tetangga mendengarkan kami."Astaghfirullah .... aku minta maaf mutiara niatku adalah niat yang baik. Bukannya kalian menyesali kalau aku tidak jujur sejak awal? dari situ aku menemukan kesadaran bahwa seharusnya aku memang jujur dari awal, karena jika memang itu terjadi pastilah saat ini kita sudah saling menyayangi dan mencintai.""Itu hanya khayalan dan angan-anganmu saja! tidaklah mungkin aku dan rima bisa akur kalau kami berdua bersaing untuk mendapatkan hatimu, cukup satu yang membuatku sangat penasaran, Apakah kau merasa keren dan hebat saat punya dua orang wanita di dalam hidupmu. Yang satunya wanita yang

    Last Updated : 2023-05-16
  • Dua Puluh Tahun Dalam Sandiwara    9. terpaksa menolong

    Apa boleh buat aku harus mentransfer sejumlah uang ke rekeningnya. Aku kirimkan sekitar 2 juta Karena aku tahu persis kebutuhan di rumah sakit sangat banyak. Meski dia punya istri yang juga mungkin punya gaji, tapi akan terhina sekali jika seorang lelaki terlihat tidak memiliki uang.Pagi-pagi anak-anak sudah riuh di meja makan. Mereka mendiskusikan tentang ayahnya dan apa kiranya keputusan terbaik yang akan mereka ambil untuk menyikapi pernikahan Mas Faisal dan rima."Aku rasa kita harus membuat Ayah memilih antara kita atau anaknya....""Mungkin dia berat ke istrinya....""Buat wanita itu menceraikan ayah," jawab Felicia."Kita akan berdosa dan dicap egois jika memisahkan pernikahan seorang suami dan istrinya, mau tidak mau kita harus bersabar.""Sabar sampai mati?" tanya Heri."Kita tidak punya alasan untuk menyudutkan ayah karena selama ini Ayah selalu bersikap baik dan menafkahi Bunda," keluh Rena.Aku yang pusing mendengarkan percakapan mereka hanya bisa menarik nafas, lalu mend

    Last Updated : 2023-05-16

Latest chapter

  • Dua Puluh Tahun Dalam Sandiwara    123. akhirnya minta maaf

    Hari ini adalah hari Minggu dan minggu ini terasa terasa damai karena udara berhembus sejuk dan matahari bersinar dengan cerah. Daun-daun tumbuhan yang ada di sekitar rumah nampak hijau dan bunganya bermekaran, aku merasa senang menatapnya, perasaanku juga lebih cerah karena kelima anak kami berkumpul di rumah. Pukul 07.00 pagi kusiapkan sarapan lalu kami berkumpul di meja makan untuk sarapan bersama dan membicarakan impian-impian kami di masa depan. Anak-anak juga mengutarakan harapan mereka tentang karir dan kehidupan pribadinya, termasuk Nanda dan Nindy yang sebentar lagi akan menyandang gelar sarjana kedokteran.Kami juga membicarakan strategi bisnis dan bagaimana Mas Rusdi bertahan dengan kencangnya krisis dan persaingan antar perusahaan. Seperti biasa suamiku selalu memberikan arahan dan contoh-contoh kebijakan kepada kelima anak kami agar mereka punya bekal di masa depan dan belajar dari pengalaman itu.Tring....Saat kami asik sarapan, tiba-tiba ponselku berdering dari atas

  • Dua Puluh Tahun Dalam Sandiwara    122. ya!

    Ya, waktu bergulir digantikan dengan hari dan musim-musim yang baik. Hubunganku dengan orang-orang sekitar juga jadi lebih baik, pun hubunganku dengan keluarga suamiku, serta dengan keluarga ayahnya anak anak. Mantan mertua yang dulu pernah sangat membela rima dan menyudutkanku, kini berbalik arah menjadi seperti semula baik dan penuh perhatian.Di akhir pekan kami sudah canangkan untuk berkumpul dengan keluarga sebagai bentuk quality time kami. Kadang pergi ke keluarganya Mas Rusdi kadang juga pergi ke keluargaku atau mungkin kami semua akan pergi piknik ke suatu tempat. Senang rasanya mengumpulkan kerabat dan keluarga besar di satu tempat lalu kami makan nasi liwet atau menikmati Barbeque sambil bercanda tawa dan melepas kerinduan.Tidak ada lagi permusuhan dan pertengkaran, terlebih sekarang anak-anak mendewasa dan mulai sibuk dengan kegiatannya menghasilkan uang, Rina juga semakin giat bekerja karena dia yang paling punya rencana untuk segera menikah.*Suatu hari aku dan Mas

  • Dua Puluh Tahun Dalam Sandiwara    121. tidak lama kemudian

    Tidak lama kemudian setelah aku mengatakan itu mas Faisal keluar dari ruang sidang dengan didorong oleh Reno. Polisi memberi kesempatan kepada Rima untuk berpamitan kepada suami dan anaknya. Saat baru saja selesai berdebat denganku wanita itu kemudian beralih kepada suaminya sambil memicingkan mata dengan kesal."Hah, suamiku ...." Wanita itu tertawa sih ini sambil memandang Mas Faisal sementara suaminya menjadi heran dengan tingkah istrinya."Rima, maaf karena tidak ada yang bisa kulakukan untuk mendukungmu.""Tentu aja tidak," ucap wanita itu sambil bertepuk tangan ke wajah suaminya. "Kau sedang berada di kubu mutiara, suami dan anakku sudah berpaling dariku dan lebih memilih mantan istrinya. Aku bisa apa?!" Ucapnya Sambil tertawa dan memukul dadanya sendiri. Reno merasa tidak enak pada kami segera mendekat dan mencoba merangkul ibunya."Mama, tenangkanlah diri mama, kami akan cari pengacara agar mama bisa mendapatkan sedikit keringanan hukuman dan tetaplah bersikap baik selama be

  • Dua Puluh Tahun Dalam Sandiwara    120. semoga

    Aku masih terdiam memikirkan percakapan kami beberapa saat yang lalu di rumah Mas Faisal. Sementara suamiku di sisiku mengemudi dengan tenang sambil mengikuti beberapa senandung lagu yang diputar di radio."Aku minta maaf ya Mas, aku sempat berpikiran negatif tentang dirimu._"Suamiku hanya menarik nafasnya lalu tersenyum dan menggeleng pelan,"Siapapun bisa berprasangka jika tidak diberi keterangan dengan lengkap. Kalau hanya mendengar berita sepotong-sepotong saja kadang seseorang akan menjadi salah paham. Karena aku menyadarinya, maka aku meluruskannya.""Kenapa kau tidak merasa tersinggung sama sekali atau kecewa padaku yang sudah berprasangka?""Kenapa aku harus bersikap sensitif kepada istriku? Wanita adalah tulang rusuk, kalau dia dipaksa lurus, atau dengan kata lain dia dipaksa untuk selalu pengertian dan memahamiku, maka itu adalah keputusan yang salah.""Aku terkejut karena kau sangat pengertian Mas.""Aku selalu pengertian dari dulu," jawabnya sambil membelokkan kemudi mob

  • Dua Puluh Tahun Dalam Sandiwara    119. suami pandai

    "Agak lama rupanya kalian membuat kopi ya," ucap Mas Rusdi sambil menatap diriku dan Reno yang canggung karena dicurigai olehnya."Kami berbincang sebentar, berbasa-basi sambil saling menanyakan kabar karena aku dan reno sudah sama tidak saling menyapa secara pribadi."Lelaki yang telah menjadi suamiku selama 2 tahun lebih itu menatap aku dan mantan suamiku secara bergantian lalu anak tiriku."Aku menangkap kecurigaanmu terhadapku dan aku tahu pasti Reno sudah memberitahu semuanya," ujar Mas Rusdi."Aku tidak mengerti apa yang kau katakan Mas, ayo minum kopinya," ucapku sambil meletakkan cangkir kopi di depannya."Melalui kesempatan ini aku ingin bicara dari hati ke hati dengan kalian, terutama dengan Faisal.""Ada apa?" tanya Mas Faisal dengan wajah sedikit kaget dan bingung."Aku minta maaf karena apa yang kulakukan sudah sejauh ini cukup menyakiti perasaanmu tapi aku tidak punya pilihan lain untuk mengungkapkan kebenaran sehingga aku harus membawa istrimu ke rumahku. Percayalah,

  • Dua Puluh Tahun Dalam Sandiwara    118. iya

    Melihat sikap suamiku yang seolah berbeda dari kenyataannya, Aku jadi penasaran sudah sejauh apa yang dia lakukan untuk melindungi kami. Aku memang mencintainya dan percaya padanya aku yakin atas semua keputusan dan tindakannya tapi aku tidak ingin dia terlalu berlebihan dan sampai berlumuran dosa.Dosa kemarin saja belum dicuci dan ditebus apalagi sekarang ditambahkan dengan dosa-dosa yang baru. Sungguh aku tak sanggup. Kini kami menyambangi Mas Faisal yang terlihat terbaring di sebuah kasur yang sudah disediakan di ruang tv. Dari dulu kebiasaannya Ia memang suka berada di ruang tengah kalau sedang sakit, agar dia bisa melihat aktivitas anggota keluarga dan tetap bersama dengan orang orang yang dia cintai sepanjang waktu. Tapi itu dulu, saat bersamaku. Kami basa basi sejenak, hingga akhirnya Mas Faisal meminta Reno untuk membuatkan minuman ke dapur."Reno, minta asisten untuk membuatkan kita minuman.""Si mbak lagi libur Pa, aku aja yang buatkan," jawabnya."Biar umi bantu," ujar

  • Dua Puluh Tahun Dalam Sandiwara    117. tentang reno

    Minggu-minggu ini aku dan keluargaku sangat sibuk, setelah berkutat dengan kasus tentang Rima, anak-anakku disibukkan dengan bergantian menjenguk dan menjaga ayah mereka. Seminggu aku tidak keluar rumah karena sibuk mengurusi suami dan anak-anakku. Aku juga melakukan healing dengan membereskan perabotan dan menata koleksi piring keramik yang kusukai. Juga aku juga pergi menghabiskan waktu dengan mas Rusdi untuk menenangkan pikiranku dari beberapa konflik yang terjadi di minggu-minggu kemarin.Banyak hal yang sudah kami bicarakan, terkait rencana di masa depan, bagaimana kelancaran usaha serta pendidikan anak-anak. Aku dan suamiku berkomitmen untuk tetap bekerja keras demi keluarga kami. Meski suamiku sudah dibilang pensiun dengan semua usaha dan kekayaannya serta sudah punya banyak investasi tapi tidak menjadikan hal itu sebagai alasan untuk berleha-leha saja. Kami berkomitmen untuk tetap giat sambil menghabiskan masa-masa bersama dengan bahagia.Kami juga menyempatkan waktu untuk

  • Dua Puluh Tahun Dalam Sandiwara    116

    Hatiku memanas mendengar ungkapan dan kejujurannya, ternyata selama ini dia dan Mas Faisal mempermainkan perasaan dan akalku. Mereka memanfaatkan ketulusan hatiku untuk bersenang-senang dan menertawai kepolosanku yang selalu percaya pada suami, aku seperti mainan yang ditonton dari jauh dan ditertawakan. Aku seperti lelucon yang layak dijadikan komedi dan seperti hiburan gratis bagi mereka berdua. Miris dan menyakitkan sekali. Wanita itu masih tertawa di hadapanku sementara aku tetap tenang memperhatikan ia berbahagia dengan semua ilusi di dalam hatinya, kubiarkan ia mengenang masa lalu karena mungkin dengan begitu ia bisa meredakan penderitaan di hatinya atas kenyataan yang ada. Sekalipun dia bahagia telah menipuku tapi kenyataan yang ada di depan matanya tidak bisa dihindarkan, penjara dan hukuman sudah menunggu, tidak ada yang bisa menyelamatkan dia karena bukti sudah kuat dan saksi juga telah memberikan keterangannya.Dia masih tergelak, tergelak, menertawai kebodohanku yang sela

  • Dua Puluh Tahun Dalam Sandiwara    115. melihat Rima

    Banyak yang terjadi setelah aku pulang dari rumah sakit, aku dan ketiga putra putriku sempat duduk di ruang keluarga untuk membahas masalah ayah mereka yang sakit, dan tentang apa yang akan terjadi di masa depan, antara mereka, Reno dan ayah mereka."Kami tidak masalah memperbaiki hubungan dan menerima mereka baik baik, tapi kalau si Reno banyak tingkah tentu saja aku tidak akan tahan," ujar Rena."Dengan apa yang terjadi kurasa anak itu sudah banyak belajar Kak," ujar Felicia sambil menatap kedua kakaknya."Aku harap begitu, dalam konflik yang terjadi di keluarga kita ini ... tidak ada seorangpun yang menang, ibaratnya, menang jadi arang dan kalah jadi abu.""Hmm, benar, tapi Umi tidak pernah merasa berkompetisi dengan tante Rima. Tante rimalah yang menganggap Umi sebagai saingan dan selalu berusaha mengalahkannya, ujungnya dia pusing sendiri lalu putus asa dan mengambil jalan pintas yang tidak ia pikirkan konsekuensinya. Sekarang, setelah semuanya hancur barulah timbul penyesalan d

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status