Aku peluk anakku dengan penuh kasih sayang lalu membelai rambutnya yang sudah berantakan dari balik hijab, aku tahu ada pergulatan hebat dari penampilan anakku, dia pasti saling jambak dan pukul dengan ibu tirinya, wajahnya lebam dan terlihat membiru."Kenapa sampai begini?" Kubingkai wajahnya dengan kedua tangan. Kupandangi wajahnya yang merasa bersalah dan terlihat lelah."Memangnya apa yang sudah dia katakan padamu?""Aku baru sampai dan wanita itu langsung mengusirku," jawabnya."Mungkin dia tak mau anaknya terusik dan di saat yang tepat ada keluarganya," desahku pelan."Justru karena itulah, aku ingin langsung bicara dan menyelesaikan semuanya.""Lalu apa yang terjadi?""Tante Rima memintaku untuk pergi dan kami pun bertengkar," jawabnya lirih."Apakah kau juga membuat dia berantakan?" "Ya."Ah, Aku hanya bisa menghela nafas sambil menahan perasaan yang ada di hatiku, sebagai Ibu pada anakku tapi aku tidak bisa membenarkan perbuatannya. Meski tahu dia sakit hati terhadap ayahnya
Jatuh air mataku mendengar ucapanmu spesial yang demikian gamblang. Aku tahu dia telah mengatakan kejujuran dengan sebenar-benarnya tentang perasaannya selama ini. Melalui air mataku dan jatuh di atas Quran yang sedang kubaca, melihat semua itu suamiku hanya bisa menunduk sambil membisikkan kata maaf."Jika kau sangat mencintainya Mengapa kau tidak terus terang saja, sehingga selama 20 tahun seorang wanita tidak selalu menangis dan yang satu lagi merasa nyaman. Kalau kau sangat menyayanginya maka aku bisa mengalah...""Menjandakan istri demi seorang istri yang lain juga bukan pilihan yang bijak, lagi pula selama ini aku terus berusaha membahagiakan kalian tidak peduli seberapa lelahnya aku dan seberapa rapuhnya jiwa ini untuk tidak bertahan di situasi yang sulit dan di dalam tekanan pekerjaan yang, aku selalu melakukan tugas-tugasku sebagai suami. Aku tidak pernah ingin menyakiti siapapun Aku sungguh ingin kamu dan dia bahagia sebagai istriku."Berderai air mata ini mendengarkan kali
Kini aku terduduk di atas sajadah sambil melafalkan doa dan terus-menerus mengadu kepada Allah, tentang kiranya apa yang harus aku lakukan. Jelas perceraian bukanlah solusi dari masalah ini.Masih ada cara lain.Jika diturutkan dan aku terbawa emosi tentulah diri ini pasti akan minta cerai dalam bulan ini juga, tapi ini bukan tentang diriku saja tapi juga tentang ketiga anakku. Tentang hubunganku dengan Mas Faisal dan rasa cinta yang sudah terlanjur berakar kuat selama 24 tahun.Apakah aku sebagai istri pertama yang juga punya hak harus mengalah demi Rima, Apakah aku harus kehilangan suamiku karena wanita itu. Jika kami sudah punya peran dan tugas masing-masing serta tidak saling mengganggu, lalu apa yang salah dengan semua itu. Apakah ini tentang ego kami yang ingin memiliki satu orang suami hanya untuk dirinya saja? Di mana-mana sifat wanita akan sama. Hanya mau suaminya untuk dirinya sendiri dan tidak mau berbagi. Inginnya aku berbicara dengan rima dari hati ke hati, serta ingin
Besok aku akan berjumpa dengan istri suamiku. Bisakah aku menjadi wanita berkarakter dengan kata-kata yang tegas dan kalimat yang bisa didengarkan dengan benar dan dimengerti. Bisakah aku memperlihatkan karakter yang kuat dan dominasiku sebagai istri pertama serta bahwa aku wanita berkelas yang tidak level dengan kehadirannya.Tapi jika ditilik lebih jauh wanita itu benar-benar berkompeten dan layak jadi maduku. Dia bahkan Lebih baik dan lebih cantik dariku. Posisinya sebagai supervisor manager membuatku benar-benar tidak bisa berkutik di hadapannya. Satu-satunya keunggulan ku hanya karena aku menikah lebih dahulu dan melahirkan lebih banyak anak darinya.Aku benar-benar rendah di hadapan wanita itu. Menyadari itu, aku tidak ingin membuat hatiku menjadi kecil dan merasa minder. Besok aku harus tetap terlihat tenang dan bisa berbicara dengan jelas. Aku ingin mempertegas perasaanku yang sesungguhnya bahwa aku tidak menyukai keberadaannya di dalam hidupku. Sampai kapanpun aku tidak akan
Setelah berbicara dengan anak mas Faisal dan berusaha untuk menenangkan pemuda itu aku segera memberi isyarat kepada Rima agar mengikuti keluar. Wanita yang tadinya masih bersimpuh di lantai dan memohon agar aku melanggangkan hubungannya dengan mas Faisal segera kusuruh bangun agar dia mengikutiku keluar.Anehnya wanita yang konon katanya adalah orang yang dihormati di kantornya itu dengan tidak berdayanya bangkit lalu mengikuti langkah kakiku.Sekarang lihat di sinilah kami duduk di ujung balkon rumah sakit sambil menatap lalu lalang kendaraan yang berjalan di bawah sana. Jajaran gedung dan rumah penduduk serta luasnya cakrawala menjadi pemandangan di siang itu. Aku dan dia duduk sambil memegang cangkir plastik berisi kopi, duduk dalam kediaman bibir kami masing-masing.."Jadi bagaimana Mbak apa keputusan yang akan Mbak ambil untuk kami?""Apa kini kau menggantungkan hidupmu di atas keputusanku? Apa kau yakin keputusanku adalah keputusan yang adil?""Aku tidak tahu tapi kau punya kei
Aku kembali dari rumah ibu mertua dengan langkah lunglai, setelah percakapan yang tidak sampai pada tujuan yang sesungguhnya, aku lelah terus diyakinkan untuk berdamai dengan rima, maka aku kembali mengendarai motor dengan pelan bahkan nyaris tidak bersemangat.Secara tak sengaja, saat aku berbelok, diri ini yang kehilangan fokus karena terlalu banyak berpikir, blank dan bingung, tiba tiba dikejutkan oleh gonggongan anjing dari sebuah rumah, aku berbelok dan tanpa sengaja menabrak motor seorang pria yang hendak ke sebelah kiri.Brak!Aku dan dia sama sama terjatuh, motor kami terhempas ke jalanan, aku terbentur dan tubuhku sakit sekali. Pria itu juga mengerang kaget, dia beristighfar dan segera mencoba bangkit."Aduh, astaga... apa ibu baik baik saja?" tanya pria berhelm hitam itu."Iya Pak." Pria yang baru kutabrak itu, bukannya marah, ia segera bangun dan membantuku berdiri, ia mengulurkan tangan, aku ragu menyambutnya, tapi dia menyunggingkan senyum yang cukup ramah sehingga aku pu
"Kenapa ucapanmu seakan-akan kau menjatuhkan talak kepada diriku, Aku ini adalah suamimu, Mutiara! Tidakkah kau sadar apa yang kau ucapkan? hanya wanita durhaka yang mengatakan semua itu kepada suaminya!" ujar mas Faisal sambil mengguncang bahuku."Cukup!" Aku langsung mengangkat telunjukku di depan wajahnya dengan tatapan yang tajam, "cukup ceramahmu, cukup!" aku berkata tegas."Aku sudah tidak tahan dengan lelaki sok suci, jadi tolong! Jangan buat aku melayangkan tangan karena itu tidak pantas bagi seorang wanita!" Air mataku, entah kenapa terus berderai setiap kali bertemu dengan Mas Faisal, mungkin karena begitu besar rasa cinta yang pernah kuberikan untuknya sehingga ketika aku terluka, luka itu maha dahsyat dan menyakitkan. "Lihatlah, aku sampai tak bisa mengendalikan tangisku di hadapanmu, Mas, aku begitu terluka dan kecewa. Kekecewaan itu terus menumpuk dan membuatku lelah, kejutan demi kejutan menggerus keyakinan diriku dan membuatku merasa bahwa ..." Sejenak aku nyaris ta
"Tidak usah ayah, kalau Ayah memintaku untuk menelpon maka Mas Faisal akan berasumsi bahwa aku telah mengadu dan membuat dia harus menghadapi kemarahan ayah dan ibu ....""Itu memang sudah resiko....""Dia mungkin tidak akan mengabulkannya untuk datang kemari.""Dia harus datang sebagai bentuk tanggung jawabnya sebagai seorang lelaki. Enak aja dia memperlakukan anakku seperti ini."cinta pertamaku yang berusia hampir 77 tahun itu masih ingin terlihat menunjukkan wibawa meski beliau sudah sepuh."Aku menjaga dan membesarkanmu dengan baik, aku menikahkanmu dengan seorang pria agar dia menjagamu untuk melanjutkan perjuanganku. Namun jika dia tidak menjaga amanat yang kuberikan maka percuma saja aku masih mempercayainya... Suruh datang dia kemari maka aku akan bicara dengan jelas kepadanya."Karena merasa tidak punya pilihan dan didesak terus oleh ayah maka aku pun segera mengambil ponselku dari dalam tas. Sesaat aku merasa ragu tapi karena Ibu memberi isyarat dengan anggukan maka aku pun
Hari ini adalah hari Minggu dan minggu ini terasa terasa damai karena udara berhembus sejuk dan matahari bersinar dengan cerah. Daun-daun tumbuhan yang ada di sekitar rumah nampak hijau dan bunganya bermekaran, aku merasa senang menatapnya, perasaanku juga lebih cerah karena kelima anak kami berkumpul di rumah. Pukul 07.00 pagi kusiapkan sarapan lalu kami berkumpul di meja makan untuk sarapan bersama dan membicarakan impian-impian kami di masa depan. Anak-anak juga mengutarakan harapan mereka tentang karir dan kehidupan pribadinya, termasuk Nanda dan Nindy yang sebentar lagi akan menyandang gelar sarjana kedokteran.Kami juga membicarakan strategi bisnis dan bagaimana Mas Rusdi bertahan dengan kencangnya krisis dan persaingan antar perusahaan. Seperti biasa suamiku selalu memberikan arahan dan contoh-contoh kebijakan kepada kelima anak kami agar mereka punya bekal di masa depan dan belajar dari pengalaman itu.Tring....Saat kami asik sarapan, tiba-tiba ponselku berdering dari atas
Ya, waktu bergulir digantikan dengan hari dan musim-musim yang baik. Hubunganku dengan orang-orang sekitar juga jadi lebih baik, pun hubunganku dengan keluarga suamiku, serta dengan keluarga ayahnya anak anak. Mantan mertua yang dulu pernah sangat membela rima dan menyudutkanku, kini berbalik arah menjadi seperti semula baik dan penuh perhatian.Di akhir pekan kami sudah canangkan untuk berkumpul dengan keluarga sebagai bentuk quality time kami. Kadang pergi ke keluarganya Mas Rusdi kadang juga pergi ke keluargaku atau mungkin kami semua akan pergi piknik ke suatu tempat. Senang rasanya mengumpulkan kerabat dan keluarga besar di satu tempat lalu kami makan nasi liwet atau menikmati Barbeque sambil bercanda tawa dan melepas kerinduan.Tidak ada lagi permusuhan dan pertengkaran, terlebih sekarang anak-anak mendewasa dan mulai sibuk dengan kegiatannya menghasilkan uang, Rina juga semakin giat bekerja karena dia yang paling punya rencana untuk segera menikah.*Suatu hari aku dan Mas
Tidak lama kemudian setelah aku mengatakan itu mas Faisal keluar dari ruang sidang dengan didorong oleh Reno. Polisi memberi kesempatan kepada Rima untuk berpamitan kepada suami dan anaknya. Saat baru saja selesai berdebat denganku wanita itu kemudian beralih kepada suaminya sambil memicingkan mata dengan kesal."Hah, suamiku ...." Wanita itu tertawa sih ini sambil memandang Mas Faisal sementara suaminya menjadi heran dengan tingkah istrinya."Rima, maaf karena tidak ada yang bisa kulakukan untuk mendukungmu.""Tentu aja tidak," ucap wanita itu sambil bertepuk tangan ke wajah suaminya. "Kau sedang berada di kubu mutiara, suami dan anakku sudah berpaling dariku dan lebih memilih mantan istrinya. Aku bisa apa?!" Ucapnya Sambil tertawa dan memukul dadanya sendiri. Reno merasa tidak enak pada kami segera mendekat dan mencoba merangkul ibunya."Mama, tenangkanlah diri mama, kami akan cari pengacara agar mama bisa mendapatkan sedikit keringanan hukuman dan tetaplah bersikap baik selama be
Aku masih terdiam memikirkan percakapan kami beberapa saat yang lalu di rumah Mas Faisal. Sementara suamiku di sisiku mengemudi dengan tenang sambil mengikuti beberapa senandung lagu yang diputar di radio."Aku minta maaf ya Mas, aku sempat berpikiran negatif tentang dirimu._"Suamiku hanya menarik nafasnya lalu tersenyum dan menggeleng pelan,"Siapapun bisa berprasangka jika tidak diberi keterangan dengan lengkap. Kalau hanya mendengar berita sepotong-sepotong saja kadang seseorang akan menjadi salah paham. Karena aku menyadarinya, maka aku meluruskannya.""Kenapa kau tidak merasa tersinggung sama sekali atau kecewa padaku yang sudah berprasangka?""Kenapa aku harus bersikap sensitif kepada istriku? Wanita adalah tulang rusuk, kalau dia dipaksa lurus, atau dengan kata lain dia dipaksa untuk selalu pengertian dan memahamiku, maka itu adalah keputusan yang salah.""Aku terkejut karena kau sangat pengertian Mas.""Aku selalu pengertian dari dulu," jawabnya sambil membelokkan kemudi mob
"Agak lama rupanya kalian membuat kopi ya," ucap Mas Rusdi sambil menatap diriku dan Reno yang canggung karena dicurigai olehnya."Kami berbincang sebentar, berbasa-basi sambil saling menanyakan kabar karena aku dan reno sudah sama tidak saling menyapa secara pribadi."Lelaki yang telah menjadi suamiku selama 2 tahun lebih itu menatap aku dan mantan suamiku secara bergantian lalu anak tiriku."Aku menangkap kecurigaanmu terhadapku dan aku tahu pasti Reno sudah memberitahu semuanya," ujar Mas Rusdi."Aku tidak mengerti apa yang kau katakan Mas, ayo minum kopinya," ucapku sambil meletakkan cangkir kopi di depannya."Melalui kesempatan ini aku ingin bicara dari hati ke hati dengan kalian, terutama dengan Faisal.""Ada apa?" tanya Mas Faisal dengan wajah sedikit kaget dan bingung."Aku minta maaf karena apa yang kulakukan sudah sejauh ini cukup menyakiti perasaanmu tapi aku tidak punya pilihan lain untuk mengungkapkan kebenaran sehingga aku harus membawa istrimu ke rumahku. Percayalah,
Melihat sikap suamiku yang seolah berbeda dari kenyataannya, Aku jadi penasaran sudah sejauh apa yang dia lakukan untuk melindungi kami. Aku memang mencintainya dan percaya padanya aku yakin atas semua keputusan dan tindakannya tapi aku tidak ingin dia terlalu berlebihan dan sampai berlumuran dosa.Dosa kemarin saja belum dicuci dan ditebus apalagi sekarang ditambahkan dengan dosa-dosa yang baru. Sungguh aku tak sanggup. Kini kami menyambangi Mas Faisal yang terlihat terbaring di sebuah kasur yang sudah disediakan di ruang tv. Dari dulu kebiasaannya Ia memang suka berada di ruang tengah kalau sedang sakit, agar dia bisa melihat aktivitas anggota keluarga dan tetap bersama dengan orang orang yang dia cintai sepanjang waktu. Tapi itu dulu, saat bersamaku. Kami basa basi sejenak, hingga akhirnya Mas Faisal meminta Reno untuk membuatkan minuman ke dapur."Reno, minta asisten untuk membuatkan kita minuman.""Si mbak lagi libur Pa, aku aja yang buatkan," jawabnya."Biar umi bantu," ujar
Minggu-minggu ini aku dan keluargaku sangat sibuk, setelah berkutat dengan kasus tentang Rima, anak-anakku disibukkan dengan bergantian menjenguk dan menjaga ayah mereka. Seminggu aku tidak keluar rumah karena sibuk mengurusi suami dan anak-anakku. Aku juga melakukan healing dengan membereskan perabotan dan menata koleksi piring keramik yang kusukai. Juga aku juga pergi menghabiskan waktu dengan mas Rusdi untuk menenangkan pikiranku dari beberapa konflik yang terjadi di minggu-minggu kemarin.Banyak hal yang sudah kami bicarakan, terkait rencana di masa depan, bagaimana kelancaran usaha serta pendidikan anak-anak. Aku dan suamiku berkomitmen untuk tetap bekerja keras demi keluarga kami. Meski suamiku sudah dibilang pensiun dengan semua usaha dan kekayaannya serta sudah punya banyak investasi tapi tidak menjadikan hal itu sebagai alasan untuk berleha-leha saja. Kami berkomitmen untuk tetap giat sambil menghabiskan masa-masa bersama dengan bahagia.Kami juga menyempatkan waktu untuk
Hatiku memanas mendengar ungkapan dan kejujurannya, ternyata selama ini dia dan Mas Faisal mempermainkan perasaan dan akalku. Mereka memanfaatkan ketulusan hatiku untuk bersenang-senang dan menertawai kepolosanku yang selalu percaya pada suami, aku seperti mainan yang ditonton dari jauh dan ditertawakan. Aku seperti lelucon yang layak dijadikan komedi dan seperti hiburan gratis bagi mereka berdua. Miris dan menyakitkan sekali. Wanita itu masih tertawa di hadapanku sementara aku tetap tenang memperhatikan ia berbahagia dengan semua ilusi di dalam hatinya, kubiarkan ia mengenang masa lalu karena mungkin dengan begitu ia bisa meredakan penderitaan di hatinya atas kenyataan yang ada. Sekalipun dia bahagia telah menipuku tapi kenyataan yang ada di depan matanya tidak bisa dihindarkan, penjara dan hukuman sudah menunggu, tidak ada yang bisa menyelamatkan dia karena bukti sudah kuat dan saksi juga telah memberikan keterangannya.Dia masih tergelak, tergelak, menertawai kebodohanku yang sela
Banyak yang terjadi setelah aku pulang dari rumah sakit, aku dan ketiga putra putriku sempat duduk di ruang keluarga untuk membahas masalah ayah mereka yang sakit, dan tentang apa yang akan terjadi di masa depan, antara mereka, Reno dan ayah mereka."Kami tidak masalah memperbaiki hubungan dan menerima mereka baik baik, tapi kalau si Reno banyak tingkah tentu saja aku tidak akan tahan," ujar Rena."Dengan apa yang terjadi kurasa anak itu sudah banyak belajar Kak," ujar Felicia sambil menatap kedua kakaknya."Aku harap begitu, dalam konflik yang terjadi di keluarga kita ini ... tidak ada seorangpun yang menang, ibaratnya, menang jadi arang dan kalah jadi abu.""Hmm, benar, tapi Umi tidak pernah merasa berkompetisi dengan tante Rima. Tante rimalah yang menganggap Umi sebagai saingan dan selalu berusaha mengalahkannya, ujungnya dia pusing sendiri lalu putus asa dan mengambil jalan pintas yang tidak ia pikirkan konsekuensinya. Sekarang, setelah semuanya hancur barulah timbul penyesalan d