Besok aku akan berjumpa dengan istri suamiku. Bisakah aku menjadi wanita berkarakter dengan kata-kata yang tegas dan kalimat yang bisa didengarkan dengan benar dan dimengerti. Bisakah aku memperlihatkan karakter yang kuat dan dominasiku sebagai istri pertama serta bahwa aku wanita berkelas yang tidak level dengan kehadirannya.Tapi jika ditilik lebih jauh wanita itu benar-benar berkompeten dan layak jadi maduku. Dia bahkan Lebih baik dan lebih cantik dariku. Posisinya sebagai supervisor manager membuatku benar-benar tidak bisa berkutik di hadapannya. Satu-satunya keunggulan ku hanya karena aku menikah lebih dahulu dan melahirkan lebih banyak anak darinya.Aku benar-benar rendah di hadapan wanita itu. Menyadari itu, aku tidak ingin membuat hatiku menjadi kecil dan merasa minder. Besok aku harus tetap terlihat tenang dan bisa berbicara dengan jelas. Aku ingin mempertegas perasaanku yang sesungguhnya bahwa aku tidak menyukai keberadaannya di dalam hidupku. Sampai kapanpun aku tidak akan
Setelah berbicara dengan anak mas Faisal dan berusaha untuk menenangkan pemuda itu aku segera memberi isyarat kepada Rima agar mengikuti keluar. Wanita yang tadinya masih bersimpuh di lantai dan memohon agar aku melanggangkan hubungannya dengan mas Faisal segera kusuruh bangun agar dia mengikutiku keluar.Anehnya wanita yang konon katanya adalah orang yang dihormati di kantornya itu dengan tidak berdayanya bangkit lalu mengikuti langkah kakiku.Sekarang lihat di sinilah kami duduk di ujung balkon rumah sakit sambil menatap lalu lalang kendaraan yang berjalan di bawah sana. Jajaran gedung dan rumah penduduk serta luasnya cakrawala menjadi pemandangan di siang itu. Aku dan dia duduk sambil memegang cangkir plastik berisi kopi, duduk dalam kediaman bibir kami masing-masing.."Jadi bagaimana Mbak apa keputusan yang akan Mbak ambil untuk kami?""Apa kini kau menggantungkan hidupmu di atas keputusanku? Apa kau yakin keputusanku adalah keputusan yang adil?""Aku tidak tahu tapi kau punya kei
Aku kembali dari rumah ibu mertua dengan langkah lunglai, setelah percakapan yang tidak sampai pada tujuan yang sesungguhnya, aku lelah terus diyakinkan untuk berdamai dengan rima, maka aku kembali mengendarai motor dengan pelan bahkan nyaris tidak bersemangat.Secara tak sengaja, saat aku berbelok, diri ini yang kehilangan fokus karena terlalu banyak berpikir, blank dan bingung, tiba tiba dikejutkan oleh gonggongan anjing dari sebuah rumah, aku berbelok dan tanpa sengaja menabrak motor seorang pria yang hendak ke sebelah kiri.Brak!Aku dan dia sama sama terjatuh, motor kami terhempas ke jalanan, aku terbentur dan tubuhku sakit sekali. Pria itu juga mengerang kaget, dia beristighfar dan segera mencoba bangkit."Aduh, astaga... apa ibu baik baik saja?" tanya pria berhelm hitam itu."Iya Pak." Pria yang baru kutabrak itu, bukannya marah, ia segera bangun dan membantuku berdiri, ia mengulurkan tangan, aku ragu menyambutnya, tapi dia menyunggingkan senyum yang cukup ramah sehingga aku pu
"Kenapa ucapanmu seakan-akan kau menjatuhkan talak kepada diriku, Aku ini adalah suamimu, Mutiara! Tidakkah kau sadar apa yang kau ucapkan? hanya wanita durhaka yang mengatakan semua itu kepada suaminya!" ujar mas Faisal sambil mengguncang bahuku."Cukup!" Aku langsung mengangkat telunjukku di depan wajahnya dengan tatapan yang tajam, "cukup ceramahmu, cukup!" aku berkata tegas."Aku sudah tidak tahan dengan lelaki sok suci, jadi tolong! Jangan buat aku melayangkan tangan karena itu tidak pantas bagi seorang wanita!" Air mataku, entah kenapa terus berderai setiap kali bertemu dengan Mas Faisal, mungkin karena begitu besar rasa cinta yang pernah kuberikan untuknya sehingga ketika aku terluka, luka itu maha dahsyat dan menyakitkan. "Lihatlah, aku sampai tak bisa mengendalikan tangisku di hadapanmu, Mas, aku begitu terluka dan kecewa. Kekecewaan itu terus menumpuk dan membuatku lelah, kejutan demi kejutan menggerus keyakinan diriku dan membuatku merasa bahwa ..." Sejenak aku nyaris ta
"Tidak usah ayah, kalau Ayah memintaku untuk menelpon maka Mas Faisal akan berasumsi bahwa aku telah mengadu dan membuat dia harus menghadapi kemarahan ayah dan ibu ....""Itu memang sudah resiko....""Dia mungkin tidak akan mengabulkannya untuk datang kemari.""Dia harus datang sebagai bentuk tanggung jawabnya sebagai seorang lelaki. Enak aja dia memperlakukan anakku seperti ini."cinta pertamaku yang berusia hampir 77 tahun itu masih ingin terlihat menunjukkan wibawa meski beliau sudah sepuh."Aku menjaga dan membesarkanmu dengan baik, aku menikahkanmu dengan seorang pria agar dia menjagamu untuk melanjutkan perjuanganku. Namun jika dia tidak menjaga amanat yang kuberikan maka percuma saja aku masih mempercayainya... Suruh datang dia kemari maka aku akan bicara dengan jelas kepadanya."Karena merasa tidak punya pilihan dan didesak terus oleh ayah maka aku pun segera mengambil ponselku dari dalam tas. Sesaat aku merasa ragu tapi karena Ibu memberi isyarat dengan anggukan maka aku pun
Mendengar ucapan ayah yang sangat memukul, Mas Faisal langsung mendekat dan bersimpuh di lutut ayah. Dia menyentuhnya dan segera minta maaf sedalam dalamnya."Ayah, maafkan saya dari hati terdalam, ampuni saya, saya sudah terlanjur melakukan ini.""Aku tidak melarangmu untuk menikah, itu hakmu, tapi alangkah baiknya jika itu kau kabarkan pada kami.""Iya ayah..." Mas Faisal entah kenapa menangis di hadapan ayah."Jika kau memberi tahuku, aku pasti akan memberi pengertian padanya, mungkin ia punya kekurangan sehingga kau meninggalkan dia...""Tidak ayah, istriku sama sekali tidak punya kekurangan.""Kalau begitu, kenapa kau tega melakukan ini padanya...!"Tak memiliki jawaban, Mas Faisal malah tergugu sedih dan tak bisa menahan perasaannya. Pria itu menangis dengan wajah tertunduk dan terus memohon maaf."Maafkan saya, tolong maafkan saya... Saya mohon ayah, saya akan memperbaiki sikap dan akhlak saya, saya akan coba membahagiakan istri saya lebih dari ini.""Sekarang, saya tidak lebih
Malam ini aku mencoba untuk berdamai kembali dengan hatiku. Mencoba menerima kenyataan bahwa segala sesuatu tidak harus sesuai dengan harapan. Mencoba untuk mengikuti filosofi Islam bahwa sebaik-baiknya manusia adalah orang yang paling banyak bersyukur dan meminta ampun atas dosanya.Setidaknya aku tidak kehilangan suami. Setidaknya anak-anakku masih sehat dan kami masih bertempat tinggal di kediaman yang layak, setidaknya kamu bisa makan dan hidup dengan baik. Aku harus mensyukuri semua itu dan tidak boleh banyak mengeluh.Aku harus kuat karena aku punya 3 orang anak yang membutuhkan kasih sayang, perhatian serta bimbingan. Aku harus kuat menghadapi hidup ini. Rima hanya batu kecil yang menghalangi jalanku, aku tak boleh terpengaruh.*Tok tok ...Tentukan ketukan pintu kamar menyadarkan aku dalam lamunan panjang dan doa-doa di dalam dzikirku. Kedua putriku datang dan mereka yang berdiri diambang pintu merasa prihatin melihat diri ini yang terlihat habis menangis.Kedua putriku yan
Habis sudah kesabaranku, habis sudah semua kelapangan hati dan pengendalian diri yang selama ini kupupuk untuk tetap tenang dan tidak menyakiti orang lain.Aku berusaha tidak menularkan kebencian dan perbuatan yang tidak menyenangkan meski orang lain melakukan itu kepadaku berkali-kali. Aku berusaha untuk tetap bersikap elegan dan menjadi wanita yang terhormat di mata siapapun tapi semua itu nyatanya sia-sia saja.Ingin segera aku pergi ke rumah sakit dan menemui Rima lalu membalas dengan sekakmat semua perkataannya tadi. Dia tidak perlu mengajari diriku tentang kesabaran dan ketulusan, penderitaan mana lagi yang tidak kurasakan, secara ekonomi, keluarga, cinta, bahkan sekarang semua yang kumiliki terasa sudah hilang.Dia tidak berhak merendahkan diriku sampai sebegitunya."Ya, aku akan ganti baju dan meluncur pergi."Saat aku menutup pintu kamar dan hendak keluar rumah, anak-anak yang sedang berkumpul di ruang tv nampak kaget dan heran."Umi mau ke mana lagi? Bukannya baru siang tad