Malam ini aku mencoba untuk berdamai kembali dengan hatiku. Mencoba menerima kenyataan bahwa segala sesuatu tidak harus sesuai dengan harapan. Mencoba untuk mengikuti filosofi Islam bahwa sebaik-baiknya manusia adalah orang yang paling banyak bersyukur dan meminta ampun atas dosanya.Setidaknya aku tidak kehilangan suami. Setidaknya anak-anakku masih sehat dan kami masih bertempat tinggal di kediaman yang layak, setidaknya kamu bisa makan dan hidup dengan baik. Aku harus mensyukuri semua itu dan tidak boleh banyak mengeluh.Aku harus kuat karena aku punya 3 orang anak yang membutuhkan kasih sayang, perhatian serta bimbingan. Aku harus kuat menghadapi hidup ini. Rima hanya batu kecil yang menghalangi jalanku, aku tak boleh terpengaruh.*Tok tok ...Tentukan ketukan pintu kamar menyadarkan aku dalam lamunan panjang dan doa-doa di dalam dzikirku. Kedua putriku datang dan mereka yang berdiri diambang pintu merasa prihatin melihat diri ini yang terlihat habis menangis.Kedua putriku yan
Habis sudah kesabaranku, habis sudah semua kelapangan hati dan pengendalian diri yang selama ini kupupuk untuk tetap tenang dan tidak menyakiti orang lain.Aku berusaha tidak menularkan kebencian dan perbuatan yang tidak menyenangkan meski orang lain melakukan itu kepadaku berkali-kali. Aku berusaha untuk tetap bersikap elegan dan menjadi wanita yang terhormat di mata siapapun tapi semua itu nyatanya sia-sia saja.Ingin segera aku pergi ke rumah sakit dan menemui Rima lalu membalas dengan sekakmat semua perkataannya tadi. Dia tidak perlu mengajari diriku tentang kesabaran dan ketulusan, penderitaan mana lagi yang tidak kurasakan, secara ekonomi, keluarga, cinta, bahkan sekarang semua yang kumiliki terasa sudah hilang.Dia tidak berhak merendahkan diriku sampai sebegitunya."Ya, aku akan ganti baju dan meluncur pergi."Saat aku menutup pintu kamar dan hendak keluar rumah, anak-anak yang sedang berkumpul di ruang tv nampak kaget dan heran."Umi mau ke mana lagi? Bukannya baru siang tad
"Baik, terima kasih, aku sudah dapatkan jawaban atas semua pertanyaanku selama ini." Aku mengangguk sendiri sambil memandangi wajahmu Faisal yang terlihat bingung dan juga serba salah."Apa maksudmu?""Aku mulai mempertanyakan cinta dan ketulusanmu, aku ingin tahu seperti apa perasaanmu yang sebenarnya padaku..." Aku menghela napas pelan, lalu berkata, "dan aku sudah mengerti, Mas."Sekuat tenaga aku menahan air mata, sekuat tenaga menahan gejolak yang ada di dalam dada. Tanpa banyak bicara kubalikkan badan dan segera meraih handel pintu untuk pergi."Umi!"Aku terkejut karena Reno tiba tiba memanggilku, kupandangi wajah pemuda yang sedang sakit itu, sementara ia juga menatapku."Umi, saya tahu umi benci sekali pada mama saya, tapi sebagai anak, saya berjanji akan melindungi nama sampai akhir hayat saya. Umi boleh melampiaskan kemarahan, tapi saya akan jadi perisai pelindung untuk kedua orang tuaku," ujar anak itu sambil menatapku dengan pandangan penuh makna."Ya, lakukan tugasmu den
Lama-lama suamiku terdengar melunjak seolah diberi hati lalu minta jantung. Aku baru saja ingin berdamai dengan perasaanku dan melupakan semua luka-luka yang ada tapi tiba-tiba saja dia memintaku untuk datang ke rumah sakit dan membawakan makanan untuk madu."Astagfirullah yang benar saja...."aku menggumam di dalam hati sambil mengurut dadaku. Astaghfirullah hallazim."Maaf Mas Aku tidak mau! Kenapa kau berpikiran kalau aku akan dengan sukarela mau menemui istri dan anakmu setelah pertengkaran yang terjadi malam tadi?""Rima adalah wanita yang pemaaf dan dia tidak akan mengingat-ingat semua itu kalau kau sudah bersikap baik padanya.""Apa peduliku, dia memaafkan atau tidak, Bukankah di zaman sekarang banyak sekali aplikasi online yang menyediakan makanan Kenapa tidak dipesan saja?""Kamu tahu kan kalau itu ditujukan untuk orang sakit. Aku tidak percaya jika makanannya dibuatkan orang lain apalagi saat ini putraku sedang sakit."Tetap saja aku tidak mau Mas, menghidupkan keikhlasan da
Pada akhirnya setelah selesai percakapan dengan Rena aku mulai berpikir panjang dan memilih untuk tetap mengedepankan sikap bijaksana dan baik. Seburuk-buruknya perlakuan dan kemarahanku Aku tetaplah manusia yang punya hati nurani dan perasaan terhadap orang lain.(Aku akan buatkan bubur dan kirimkan itu lewat gojek.)Kukirimkan pesan kepada Mas Faisal lalu beranjak ke dapur untuk mulai menyiapkan makanan untuk anak tiriku. Aku mungkin adalah wanita yang keras kepala dan punya prinsip tapi untuk hal makanan tidaklah tega diri ini membiarkan seseorang kelaparan.Satu jam kemudian bubur sudah siap, berikut makanan untuk rima dan lauk pauk. Kuletakkan juga beberapa macam buah, dan air mineral. "Itu apa umi?"Tanya Rena yang kebetulan sudah rapi dan mau berangkat kuliah."umi akan mengirimkannya ke rumah sakit.""Kenapa Umi membabukan diri kepada wanita itu?""Ini tidak ada urusannya sama sekali dengannya, ini Antara Aku dan Mas Faisal juga tentang putranya.""Apa pedulinya keluarga kit
Benar! Aku sudah tidak sanggup berbagi lagi, Aku ingin mengakhiri semua dilema di antara keluarga ini. Jika sudah jelas semua perlakuan dan ucapan Mas Faisal yang sangat mencintai istrinya terlihat. Maka, akan kubiarkan dia memilih Jalan hidupnya sendiri Karena sejujurnya aku pun tidak ingin jadi penghalang kebahagiaan orang lain.Kalau dipikir lebih dalam dan disimak lebih jauh aku sendiri tidak mengerti Apa salah dan dosaku yang membuat suamiku tiba-tiba hilang dari dalam pelukanku. Baru kemarin kami hidup bahagia, penuh canda tawa dan berkecukupan kasih sayang, tiba-tiba situasi terbalik dan berubah 180 derajat.Kenapa bisa seperti itu, aku sendiri tidak tahu, yang pasti, aku harus mengambil keputusan bahwa semuanya sudah selesai.*Kututup telpon dengan perasaan hatiku yang entah kenapa menjadi lega-lega saja. Setelah mengatakan hal tadi kepada wanita cantik dengan tinggi 165 cm itu, aku merasa aku telah ikhlas melepas segalanya. Kupikir aku tidak punya alasan untuk bertahan. Wal
Suamiku tertegun mendengar perkataanku, dia nampak bingung dan kaget dengan permintaan yang begitu mengejutkan. Pisah!Ya, pisah saja daripada terus menyiksa batin sendiri, pura-pura bahagia dan baik-baik saja padahal sebenarnya aku akan gila. Pura-pura peduli dan bersikap mengalah padahal sebenarnya hati ini memberontak ingin marah. Astaghfirullah, kadang aku tersentak dengan pilihan hidupku sendiri yang pada akhirnya, aku harus kehilangan suami dan mengakhiri rumah tangga sampai di sini.Rumah tangga yang dulu sangat bahagia dan tidak kekurangan satu apapun."Tuhan, mengapa ujiannya begitu berat, jika Kau takdirkan perpisahan mengapa hatiku Kau anugerahkan dengan cinta yang mendalam?"Kadang aku menggumam dan berpikir sendiri, bertanya kepada Tuhan apa sebenarnya rencana yang Tuhan inginkan. Kenapa kami yang saling mencintai harus terpisahkan? Tidak, sesungguhnya Mas Faisal tidak benar-benar mencintaiku, andai dia mencintaiku dengan tulus tidak akan pernah dia meninggalkanku atau m
Tidak tidak menjawab perkataan wanita itu tapi suamiku hanya beranjak saja, dia terdiam dan terlihat sekali dari raut wajahnya bahwa dia tidak nyaman dipertanyakan seperti itu. Disindir dengan sindiran yang paling keras dan tentu saja Mas Faisal sangat malu.Mengatakan kata-kata barusan entah kenapa wanita itu langsung beranjak dan pergi begitu saja. Tepat saat aku dipanggil untuk mendaftarkan guitar ke petugas pencatat Mas supaya saya di saat yang bersamaan juga datang dari kamar mandi."Jadi ada yang bisa saya bantu bu?" tanya seorang petugas yang duduk di depan komputer yang ada di hadapanku."Saya ingin mengajukan perceraian kepada suami saya.""Boleh saya tahu apa sebabnya agar bisa mencatatnya dengan benar?""Tentu. Intinya kami sudah tidak cocok bersama karena perselisihan dan kami putuskan untuk bisa bercerai baik-baik.""Mohon maaf sebelumnya Kalau segala sesuatu masih bisa diselesaikan dengan cara baik-baik Kenapa Ibu harus memilih bercerai. Kenapa tidak menyelesaikan saja
Hari ini adalah hari Minggu dan minggu ini terasa terasa damai karena udara berhembus sejuk dan matahari bersinar dengan cerah. Daun-daun tumbuhan yang ada di sekitar rumah nampak hijau dan bunganya bermekaran, aku merasa senang menatapnya, perasaanku juga lebih cerah karena kelima anak kami berkumpul di rumah. Pukul 07.00 pagi kusiapkan sarapan lalu kami berkumpul di meja makan untuk sarapan bersama dan membicarakan impian-impian kami di masa depan. Anak-anak juga mengutarakan harapan mereka tentang karir dan kehidupan pribadinya, termasuk Nanda dan Nindy yang sebentar lagi akan menyandang gelar sarjana kedokteran.Kami juga membicarakan strategi bisnis dan bagaimana Mas Rusdi bertahan dengan kencangnya krisis dan persaingan antar perusahaan. Seperti biasa suamiku selalu memberikan arahan dan contoh-contoh kebijakan kepada kelima anak kami agar mereka punya bekal di masa depan dan belajar dari pengalaman itu.Tring....Saat kami asik sarapan, tiba-tiba ponselku berdering dari atas
Ya, waktu bergulir digantikan dengan hari dan musim-musim yang baik. Hubunganku dengan orang-orang sekitar juga jadi lebih baik, pun hubunganku dengan keluarga suamiku, serta dengan keluarga ayahnya anak anak. Mantan mertua yang dulu pernah sangat membela rima dan menyudutkanku, kini berbalik arah menjadi seperti semula baik dan penuh perhatian.Di akhir pekan kami sudah canangkan untuk berkumpul dengan keluarga sebagai bentuk quality time kami. Kadang pergi ke keluarganya Mas Rusdi kadang juga pergi ke keluargaku atau mungkin kami semua akan pergi piknik ke suatu tempat. Senang rasanya mengumpulkan kerabat dan keluarga besar di satu tempat lalu kami makan nasi liwet atau menikmati Barbeque sambil bercanda tawa dan melepas kerinduan.Tidak ada lagi permusuhan dan pertengkaran, terlebih sekarang anak-anak mendewasa dan mulai sibuk dengan kegiatannya menghasilkan uang, Rina juga semakin giat bekerja karena dia yang paling punya rencana untuk segera menikah.*Suatu hari aku dan Mas
Tidak lama kemudian setelah aku mengatakan itu mas Faisal keluar dari ruang sidang dengan didorong oleh Reno. Polisi memberi kesempatan kepada Rima untuk berpamitan kepada suami dan anaknya. Saat baru saja selesai berdebat denganku wanita itu kemudian beralih kepada suaminya sambil memicingkan mata dengan kesal."Hah, suamiku ...." Wanita itu tertawa sih ini sambil memandang Mas Faisal sementara suaminya menjadi heran dengan tingkah istrinya."Rima, maaf karena tidak ada yang bisa kulakukan untuk mendukungmu.""Tentu aja tidak," ucap wanita itu sambil bertepuk tangan ke wajah suaminya. "Kau sedang berada di kubu mutiara, suami dan anakku sudah berpaling dariku dan lebih memilih mantan istrinya. Aku bisa apa?!" Ucapnya Sambil tertawa dan memukul dadanya sendiri. Reno merasa tidak enak pada kami segera mendekat dan mencoba merangkul ibunya."Mama, tenangkanlah diri mama, kami akan cari pengacara agar mama bisa mendapatkan sedikit keringanan hukuman dan tetaplah bersikap baik selama be
Aku masih terdiam memikirkan percakapan kami beberapa saat yang lalu di rumah Mas Faisal. Sementara suamiku di sisiku mengemudi dengan tenang sambil mengikuti beberapa senandung lagu yang diputar di radio."Aku minta maaf ya Mas, aku sempat berpikiran negatif tentang dirimu._"Suamiku hanya menarik nafasnya lalu tersenyum dan menggeleng pelan,"Siapapun bisa berprasangka jika tidak diberi keterangan dengan lengkap. Kalau hanya mendengar berita sepotong-sepotong saja kadang seseorang akan menjadi salah paham. Karena aku menyadarinya, maka aku meluruskannya.""Kenapa kau tidak merasa tersinggung sama sekali atau kecewa padaku yang sudah berprasangka?""Kenapa aku harus bersikap sensitif kepada istriku? Wanita adalah tulang rusuk, kalau dia dipaksa lurus, atau dengan kata lain dia dipaksa untuk selalu pengertian dan memahamiku, maka itu adalah keputusan yang salah.""Aku terkejut karena kau sangat pengertian Mas.""Aku selalu pengertian dari dulu," jawabnya sambil membelokkan kemudi mob
"Agak lama rupanya kalian membuat kopi ya," ucap Mas Rusdi sambil menatap diriku dan Reno yang canggung karena dicurigai olehnya."Kami berbincang sebentar, berbasa-basi sambil saling menanyakan kabar karena aku dan reno sudah sama tidak saling menyapa secara pribadi."Lelaki yang telah menjadi suamiku selama 2 tahun lebih itu menatap aku dan mantan suamiku secara bergantian lalu anak tiriku."Aku menangkap kecurigaanmu terhadapku dan aku tahu pasti Reno sudah memberitahu semuanya," ujar Mas Rusdi."Aku tidak mengerti apa yang kau katakan Mas, ayo minum kopinya," ucapku sambil meletakkan cangkir kopi di depannya."Melalui kesempatan ini aku ingin bicara dari hati ke hati dengan kalian, terutama dengan Faisal.""Ada apa?" tanya Mas Faisal dengan wajah sedikit kaget dan bingung."Aku minta maaf karena apa yang kulakukan sudah sejauh ini cukup menyakiti perasaanmu tapi aku tidak punya pilihan lain untuk mengungkapkan kebenaran sehingga aku harus membawa istrimu ke rumahku. Percayalah,
Melihat sikap suamiku yang seolah berbeda dari kenyataannya, Aku jadi penasaran sudah sejauh apa yang dia lakukan untuk melindungi kami. Aku memang mencintainya dan percaya padanya aku yakin atas semua keputusan dan tindakannya tapi aku tidak ingin dia terlalu berlebihan dan sampai berlumuran dosa.Dosa kemarin saja belum dicuci dan ditebus apalagi sekarang ditambahkan dengan dosa-dosa yang baru. Sungguh aku tak sanggup. Kini kami menyambangi Mas Faisal yang terlihat terbaring di sebuah kasur yang sudah disediakan di ruang tv. Dari dulu kebiasaannya Ia memang suka berada di ruang tengah kalau sedang sakit, agar dia bisa melihat aktivitas anggota keluarga dan tetap bersama dengan orang orang yang dia cintai sepanjang waktu. Tapi itu dulu, saat bersamaku. Kami basa basi sejenak, hingga akhirnya Mas Faisal meminta Reno untuk membuatkan minuman ke dapur."Reno, minta asisten untuk membuatkan kita minuman.""Si mbak lagi libur Pa, aku aja yang buatkan," jawabnya."Biar umi bantu," ujar
Minggu-minggu ini aku dan keluargaku sangat sibuk, setelah berkutat dengan kasus tentang Rima, anak-anakku disibukkan dengan bergantian menjenguk dan menjaga ayah mereka. Seminggu aku tidak keluar rumah karena sibuk mengurusi suami dan anak-anakku. Aku juga melakukan healing dengan membereskan perabotan dan menata koleksi piring keramik yang kusukai. Juga aku juga pergi menghabiskan waktu dengan mas Rusdi untuk menenangkan pikiranku dari beberapa konflik yang terjadi di minggu-minggu kemarin.Banyak hal yang sudah kami bicarakan, terkait rencana di masa depan, bagaimana kelancaran usaha serta pendidikan anak-anak. Aku dan suamiku berkomitmen untuk tetap bekerja keras demi keluarga kami. Meski suamiku sudah dibilang pensiun dengan semua usaha dan kekayaannya serta sudah punya banyak investasi tapi tidak menjadikan hal itu sebagai alasan untuk berleha-leha saja. Kami berkomitmen untuk tetap giat sambil menghabiskan masa-masa bersama dengan bahagia.Kami juga menyempatkan waktu untuk
Hatiku memanas mendengar ungkapan dan kejujurannya, ternyata selama ini dia dan Mas Faisal mempermainkan perasaan dan akalku. Mereka memanfaatkan ketulusan hatiku untuk bersenang-senang dan menertawai kepolosanku yang selalu percaya pada suami, aku seperti mainan yang ditonton dari jauh dan ditertawakan. Aku seperti lelucon yang layak dijadikan komedi dan seperti hiburan gratis bagi mereka berdua. Miris dan menyakitkan sekali. Wanita itu masih tertawa di hadapanku sementara aku tetap tenang memperhatikan ia berbahagia dengan semua ilusi di dalam hatinya, kubiarkan ia mengenang masa lalu karena mungkin dengan begitu ia bisa meredakan penderitaan di hatinya atas kenyataan yang ada. Sekalipun dia bahagia telah menipuku tapi kenyataan yang ada di depan matanya tidak bisa dihindarkan, penjara dan hukuman sudah menunggu, tidak ada yang bisa menyelamatkan dia karena bukti sudah kuat dan saksi juga telah memberikan keterangannya.Dia masih tergelak, tergelak, menertawai kebodohanku yang sela
Banyak yang terjadi setelah aku pulang dari rumah sakit, aku dan ketiga putra putriku sempat duduk di ruang keluarga untuk membahas masalah ayah mereka yang sakit, dan tentang apa yang akan terjadi di masa depan, antara mereka, Reno dan ayah mereka."Kami tidak masalah memperbaiki hubungan dan menerima mereka baik baik, tapi kalau si Reno banyak tingkah tentu saja aku tidak akan tahan," ujar Rena."Dengan apa yang terjadi kurasa anak itu sudah banyak belajar Kak," ujar Felicia sambil menatap kedua kakaknya."Aku harap begitu, dalam konflik yang terjadi di keluarga kita ini ... tidak ada seorangpun yang menang, ibaratnya, menang jadi arang dan kalah jadi abu.""Hmm, benar, tapi Umi tidak pernah merasa berkompetisi dengan tante Rima. Tante rimalah yang menganggap Umi sebagai saingan dan selalu berusaha mengalahkannya, ujungnya dia pusing sendiri lalu putus asa dan mengambil jalan pintas yang tidak ia pikirkan konsekuensinya. Sekarang, setelah semuanya hancur barulah timbul penyesalan d