"Kenapa ucapanmu seakan-akan kau menjatuhkan talak kepada diriku, Aku ini adalah suamimu, Mutiara! Tidakkah kau sadar apa yang kau ucapkan? hanya wanita durhaka yang mengatakan semua itu kepada suaminya!" ujar mas Faisal sambil mengguncang bahuku."Cukup!" Aku langsung mengangkat telunjukku di depan wajahnya dengan tatapan yang tajam, "cukup ceramahmu, cukup!" aku berkata tegas."Aku sudah tidak tahan dengan lelaki sok suci, jadi tolong! Jangan buat aku melayangkan tangan karena itu tidak pantas bagi seorang wanita!" Air mataku, entah kenapa terus berderai setiap kali bertemu dengan Mas Faisal, mungkin karena begitu besar rasa cinta yang pernah kuberikan untuknya sehingga ketika aku terluka, luka itu maha dahsyat dan menyakitkan. "Lihatlah, aku sampai tak bisa mengendalikan tangisku di hadapanmu, Mas, aku begitu terluka dan kecewa. Kekecewaan itu terus menumpuk dan membuatku lelah, kejutan demi kejutan menggerus keyakinan diriku dan membuatku merasa bahwa ..." Sejenak aku nyaris ta
"Tidak usah ayah, kalau Ayah memintaku untuk menelpon maka Mas Faisal akan berasumsi bahwa aku telah mengadu dan membuat dia harus menghadapi kemarahan ayah dan ibu ....""Itu memang sudah resiko....""Dia mungkin tidak akan mengabulkannya untuk datang kemari.""Dia harus datang sebagai bentuk tanggung jawabnya sebagai seorang lelaki. Enak aja dia memperlakukan anakku seperti ini."cinta pertamaku yang berusia hampir 77 tahun itu masih ingin terlihat menunjukkan wibawa meski beliau sudah sepuh."Aku menjaga dan membesarkanmu dengan baik, aku menikahkanmu dengan seorang pria agar dia menjagamu untuk melanjutkan perjuanganku. Namun jika dia tidak menjaga amanat yang kuberikan maka percuma saja aku masih mempercayainya... Suruh datang dia kemari maka aku akan bicara dengan jelas kepadanya."Karena merasa tidak punya pilihan dan didesak terus oleh ayah maka aku pun segera mengambil ponselku dari dalam tas. Sesaat aku merasa ragu tapi karena Ibu memberi isyarat dengan anggukan maka aku pun
Mendengar ucapan ayah yang sangat memukul, Mas Faisal langsung mendekat dan bersimpuh di lutut ayah. Dia menyentuhnya dan segera minta maaf sedalam dalamnya."Ayah, maafkan saya dari hati terdalam, ampuni saya, saya sudah terlanjur melakukan ini.""Aku tidak melarangmu untuk menikah, itu hakmu, tapi alangkah baiknya jika itu kau kabarkan pada kami.""Iya ayah..." Mas Faisal entah kenapa menangis di hadapan ayah."Jika kau memberi tahuku, aku pasti akan memberi pengertian padanya, mungkin ia punya kekurangan sehingga kau meninggalkan dia...""Tidak ayah, istriku sama sekali tidak punya kekurangan.""Kalau begitu, kenapa kau tega melakukan ini padanya...!"Tak memiliki jawaban, Mas Faisal malah tergugu sedih dan tak bisa menahan perasaannya. Pria itu menangis dengan wajah tertunduk dan terus memohon maaf."Maafkan saya, tolong maafkan saya... Saya mohon ayah, saya akan memperbaiki sikap dan akhlak saya, saya akan coba membahagiakan istri saya lebih dari ini.""Sekarang, saya tidak lebih
Malam ini aku mencoba untuk berdamai kembali dengan hatiku. Mencoba menerima kenyataan bahwa segala sesuatu tidak harus sesuai dengan harapan. Mencoba untuk mengikuti filosofi Islam bahwa sebaik-baiknya manusia adalah orang yang paling banyak bersyukur dan meminta ampun atas dosanya.Setidaknya aku tidak kehilangan suami. Setidaknya anak-anakku masih sehat dan kami masih bertempat tinggal di kediaman yang layak, setidaknya kamu bisa makan dan hidup dengan baik. Aku harus mensyukuri semua itu dan tidak boleh banyak mengeluh.Aku harus kuat karena aku punya 3 orang anak yang membutuhkan kasih sayang, perhatian serta bimbingan. Aku harus kuat menghadapi hidup ini. Rima hanya batu kecil yang menghalangi jalanku, aku tak boleh terpengaruh.*Tok tok ...Tentukan ketukan pintu kamar menyadarkan aku dalam lamunan panjang dan doa-doa di dalam dzikirku. Kedua putriku datang dan mereka yang berdiri diambang pintu merasa prihatin melihat diri ini yang terlihat habis menangis.Kedua putriku yan
Habis sudah kesabaranku, habis sudah semua kelapangan hati dan pengendalian diri yang selama ini kupupuk untuk tetap tenang dan tidak menyakiti orang lain.Aku berusaha tidak menularkan kebencian dan perbuatan yang tidak menyenangkan meski orang lain melakukan itu kepadaku berkali-kali. Aku berusaha untuk tetap bersikap elegan dan menjadi wanita yang terhormat di mata siapapun tapi semua itu nyatanya sia-sia saja.Ingin segera aku pergi ke rumah sakit dan menemui Rima lalu membalas dengan sekakmat semua perkataannya tadi. Dia tidak perlu mengajari diriku tentang kesabaran dan ketulusan, penderitaan mana lagi yang tidak kurasakan, secara ekonomi, keluarga, cinta, bahkan sekarang semua yang kumiliki terasa sudah hilang.Dia tidak berhak merendahkan diriku sampai sebegitunya."Ya, aku akan ganti baju dan meluncur pergi."Saat aku menutup pintu kamar dan hendak keluar rumah, anak-anak yang sedang berkumpul di ruang tv nampak kaget dan heran."Umi mau ke mana lagi? Bukannya baru siang tad
"Baik, terima kasih, aku sudah dapatkan jawaban atas semua pertanyaanku selama ini." Aku mengangguk sendiri sambil memandangi wajahmu Faisal yang terlihat bingung dan juga serba salah."Apa maksudmu?""Aku mulai mempertanyakan cinta dan ketulusanmu, aku ingin tahu seperti apa perasaanmu yang sebenarnya padaku..." Aku menghela napas pelan, lalu berkata, "dan aku sudah mengerti, Mas."Sekuat tenaga aku menahan air mata, sekuat tenaga menahan gejolak yang ada di dalam dada. Tanpa banyak bicara kubalikkan badan dan segera meraih handel pintu untuk pergi."Umi!"Aku terkejut karena Reno tiba tiba memanggilku, kupandangi wajah pemuda yang sedang sakit itu, sementara ia juga menatapku."Umi, saya tahu umi benci sekali pada mama saya, tapi sebagai anak, saya berjanji akan melindungi nama sampai akhir hayat saya. Umi boleh melampiaskan kemarahan, tapi saya akan jadi perisai pelindung untuk kedua orang tuaku," ujar anak itu sambil menatapku dengan pandangan penuh makna."Ya, lakukan tugasmu den
Lama-lama suamiku terdengar melunjak seolah diberi hati lalu minta jantung. Aku baru saja ingin berdamai dengan perasaanku dan melupakan semua luka-luka yang ada tapi tiba-tiba saja dia memintaku untuk datang ke rumah sakit dan membawakan makanan untuk madu."Astagfirullah yang benar saja...."aku menggumam di dalam hati sambil mengurut dadaku. Astaghfirullah hallazim."Maaf Mas Aku tidak mau! Kenapa kau berpikiran kalau aku akan dengan sukarela mau menemui istri dan anakmu setelah pertengkaran yang terjadi malam tadi?""Rima adalah wanita yang pemaaf dan dia tidak akan mengingat-ingat semua itu kalau kau sudah bersikap baik padanya.""Apa peduliku, dia memaafkan atau tidak, Bukankah di zaman sekarang banyak sekali aplikasi online yang menyediakan makanan Kenapa tidak dipesan saja?""Kamu tahu kan kalau itu ditujukan untuk orang sakit. Aku tidak percaya jika makanannya dibuatkan orang lain apalagi saat ini putraku sedang sakit."Tetap saja aku tidak mau Mas, menghidupkan keikhlasan da
Pada akhirnya setelah selesai percakapan dengan Rena aku mulai berpikir panjang dan memilih untuk tetap mengedepankan sikap bijaksana dan baik. Seburuk-buruknya perlakuan dan kemarahanku Aku tetaplah manusia yang punya hati nurani dan perasaan terhadap orang lain.(Aku akan buatkan bubur dan kirimkan itu lewat gojek.)Kukirimkan pesan kepada Mas Faisal lalu beranjak ke dapur untuk mulai menyiapkan makanan untuk anak tiriku. Aku mungkin adalah wanita yang keras kepala dan punya prinsip tapi untuk hal makanan tidaklah tega diri ini membiarkan seseorang kelaparan.Satu jam kemudian bubur sudah siap, berikut makanan untuk rima dan lauk pauk. Kuletakkan juga beberapa macam buah, dan air mineral. "Itu apa umi?"Tanya Rena yang kebetulan sudah rapi dan mau berangkat kuliah."umi akan mengirimkannya ke rumah sakit.""Kenapa Umi membabukan diri kepada wanita itu?""Ini tidak ada urusannya sama sekali dengannya, ini Antara Aku dan Mas Faisal juga tentang putranya.""Apa pedulinya keluarga kit