"Apa maksudnya ayah, kami tidak mengerti apa yang ayah katakan."
"Dia adalah mantan kekasihku sebelum aku mengenal Ibu kalian. Perasaanku yang terdalam tidak bisa kukendalikan saat tiba-tiba aku bertemu dengannya di perusahaan yang sama. Kami mulai akrab lagi dan sadar bahwa kami saling mencintai dan tidak bisa dipisahkan. Karena diri itulah aku minta rima untuk menjadikanku suaminya, aku dan dia saling mencintai jadi tolong mengerti keadaan ini.""Oh jadi ayah ingin kami memahami perasaan ayah dan betapa besar cinta ayah pada wanita itu sementara ayah sendiri tidak memikirkan bagaimana kalau semua itu ternyata kami ketahui. Dan liat apa yang terjadi, kami benar-benar tahu kan. Sepandai-pandainya Ayah menyembunyikan bangkai pasti baunya akan tercium juga.""Maaf tapi aku tidak mau mengkonotasikan Rima dengan bangkai. Aku tahu hubunganku akan terungkap tapi aku tidak pernah bersiap untuk kejadian secepat ini.""18 tahun Ayah bilang cepat, 18 tahun sudah berapa puluh bulan, sudah ribuan hari terlewati dan tidak pernah terbesit sedikitpun dalam benak ayam untuk jujur kepada umi tentang kejadian sebenarnya. Jika ayah memang sama-sama mencintai istri Ayah kenapa ayah tidak berusaha untuk mempertemukan mereka lalu menjadikan mereka rukun dan damai?""Kalau begitu aku akan bertanya apakah kalau aku jujur apa kalian mau menerimanya? Tentu tidak bukan. Dalam keadaan kalian sudah dewasa seperti ini saja, kalian tidak bisa berpikir dengan bijak dan menilai objektif, apalagi jika aku jujur dalam keadaan kalian masih kecil dan labil.""Setidaknya lukanya tidak akan seberat ini ayah."Sebenarnya aku ingin bicara banyak juga tapi perdebatan antara putra sulungku dan ayahnya sudah mewakili seluruh isi hati ini. Aku tersengguk menangis mendengar percakapan dan kejujuran suamiku. mendengar dengan entengnya dia bicara tentang rasa cinta dan kasih sayangnya terhadap wanita itu. Tentang menu turunnya bawah ia tidak sanggup berpisah dengan kekasih pertamanya.Aku penasaran tentang berapa umur wanita itu dan di tahun berapakah mereka berjumpa. Apakah dulu Mereka adalah teman kuliah dan wanita itu adalah adik tingkatnya, ataukah dia adalah bekas calon istrinya yang pada akhirnya gagal berjodoh. Aku ingin tahu tentang jawaban itu dengan detail."Katakan kepada kami bagaimana agar kami bisa ikhlas dan lapang dada menerima rahasia yang ayah sembunyikan?" tanya Rena dengan air mata berderai. "Bagaimana kami menata hati kami yang patah, akibat kenyataan mengejutkan yang ayah berikan ini. Betapa teganya ayah pada kami.""Ayah selalu berencana ingin jujur tapi tidak pernah menemukan momen yang tepat," jawab maksud Faisal sambil mengusap wajahnya dengan kedua tangan."Bukannya kita selalu duduk dan berkumpul, saling berdiskusi dan mencurahkan semua keseharian kita. Kenapa ayah tidak pernah mau mengungkapkannya, meski itu sedikit demi sedikit saja?" tanya Rena, putriku yang duduk di bangku kuliah semester tiga."Ayah takut ...." Mas Faisal menjawab pertanyaan anaknya dengan nada rendah sambil meneteskan air mata lalu tertunduk begitu saja. Kami semua terhenyak dan tidak bisa mengatakan apapun lagi. Aku dan ketiga anakku saling memandang dan hanya saling menghela napas."Aku mau pergi saja dari rumah ini, aku muak dengan sandiwara orang tua sendiri," ujar Felicia sambil beranjak ke kamar."Tidak Nak, kalau kau tinggalkan umi seperti ini maka hidup umi akan semakin merana.""Hati Feli tidak bisa menerima semua ini umi, Feli sudah dikhianati dan ditipu ayah. Bagaimana Felly akan berjumpa dengannya setiap hari kalau Feli sudah benci dan kecewa.""Nak, ayah minta maaf," ujar Mas Faisal sambil mendekati Felicia, putriku menangis, meronta tapi Mas Faisal memeluknya dengan erat."Lepaskan ayah, aku benci ayah. Ternyata aku bukanlah kesayangan Ayah karena diatasku Ayah punya anak lain. Ayah membohongiku ayah bilang tidak ada yang lebih memenuhi hati ayah selain aku. Aku sedih melihat bagaimana ayah panik ketika anak ayah kritis, sementara di saat yang sama, Ayah mengabaikan perasaan kami. Ayah bohong!" Putriku melepas pelukan ayahnya lalu berlari ke kamarnya dan menutup pintunya dengan kencang.Kedua anakku yang lain juga membubarkan diri dengan wajah kecewa. Mereka meski sudah ditahan, tetap saja tak mau melanjutkan pembicaraan lagi.Sekarang tinggallah aku dan suamiku yang saling menatap. Dia ingin bicara tapi aku segera memberi isyarat dengan tangan."Maaf, aku mau salat malam dulu. Kita masih bisa melanjutkan pekerjaan jika nanti aku punya tenaga untuk mendengarkanmu. Tapi jika hatiku sudah lelah maka izinkan aku untuk tertidur saja di atas sajadah," jawabku dengan tenggorokan tercekat. Ada sensasi bengkak dan luka mendalam di dadaku yang aku tahan lewat ucapan dan kalimat yang lirih.Di saat-saat puncak kemarahanku aku tetap ingin berusaha tetap sabar dan tegar.Selagi mengambil wudhu air mataku menetes bersama dengan usapan air yang aku basuhkan ke wajah. Tak sanggup bertahan betapa lukanya dan berdarahnya dadaku saat ini.Bahkan saat aku bersujud pun tangisan itu tetap mengalir pilu mengalir pilu.Betapa teganya suamiku menghianati diri ini yang sudah mengabdikan diri dan memberikannya cinta yang suci. Kurang apalagi pengabdianku selama 24 tahun. Bahkan aku tidak pernah berani berjalan keluar rumah atau berbicara tanpa izin dirinya.Teganya ia padaku.Setelah mengucapkan salam dari salat malamku aku angkat tangan setinggi mungkin lalu berdoa untuk memohon kekuatan kepada Sang Pencipta. Dengan segala kerendahan hati dan pengharapan aku memohon kepadaNya, agar Tuhan sekiranya sudah membantu meringankan penderitaan dan luka yang begitu besar ini.Untuk kesekian kalinya aku mengusap air mata yang sudah tidak berhenti mengalir sejak siang tadi. Tak ingin diriku sebenarnya menunjukkan air mata di hadapan anak-anak tapi semakin besar kekuatan yang aku keluarkan untuk tegar semakin rapuh diri ini rasanya.Aku tergugah sampai mukena dan telapak tanganku basah, aku menangis dan tidak bisa menahan gejolak yang ada di dalam dada. Bukan tentang perselingkuhan dan hubungan yang pada akhirnya jadi pernikahan dan menghasilkan anak, tapi tentang betapa jahatnya dia membohongiku. Betapa liciknya dia berpura-pura bahagia di hadapanku, bersikap seolah dia adalah suami yang paling mencintaiku di dunia, pandai berbuat mesra seakan-akan aku adalah wanita
"tidak aku tidak mau perceraian adalah perkara yang sangat dibenci Tuhan dan tidak boleh dilakukan kecuali dengan alasan yang sangat mendesak. Aku tidak pernah berbuat selalu dimata menyakitimu aku selalu menafkahimu lahir dan batin dan juga bersikap baik kepadamu dan anak-anak Jadi kau tidak punya alasan untuk meminta cerai dariku, Mutiara.""Mas, dengan menyembunyikan hubunganmu seperti itu kau telah cukup memberiku alasan untuk meninggalkanmu.""Bahkan pengadilan agama pun akan mempersulit alasan permintaan caramu hanya karena aku menikah lagi. Kau akan kerepotan karena harus membayar biaya dan mendatangkan saksi juga keluarga kita akan merasa sangat malu dengan semua ini."Apa itu berusaha memegang kedua bahuku lalu menatap mataku berusaha untuk membujuk diri ini agar tidak terpaku dengan keputusanku. Tapi hati ini sudah terlampau sakit bagai ditusuk duri, berdarah-darah dan sulit disembuhkan lagi. Aku ingin segera lepas dari ini agar aku tidak lagi memandang wajahnya. Bukan karen
"cukup sudah!"Kuhempas tangannya yang masih melingkar di pinggangku, "Bukannya kamu menyesal menyakitiku tapi kau malah menyesal karena tidak segera membawa dia ke dalam rumah ini. Apa yang ada dalam pikiran dan isi kepalamu Mas Kenapa kau begitu egois sekali dan tidak menimbang perasaanku dan anak-anak!" Mau tak mau aku terpaksa marah padahal hari sudah malam dan bisa saja tetangga mendengarkan kami."Astaghfirullah .... aku minta maaf mutiara niatku adalah niat yang baik. Bukannya kalian menyesali kalau aku tidak jujur sejak awal? dari situ aku menemukan kesadaran bahwa seharusnya aku memang jujur dari awal, karena jika memang itu terjadi pastilah saat ini kita sudah saling menyayangi dan mencintai.""Itu hanya khayalan dan angan-anganmu saja! tidaklah mungkin aku dan rima bisa akur kalau kami berdua bersaing untuk mendapatkan hatimu, cukup satu yang membuatku sangat penasaran, Apakah kau merasa keren dan hebat saat punya dua orang wanita di dalam hidupmu. Yang satunya wanita yang
Apa boleh buat aku harus mentransfer sejumlah uang ke rekeningnya. Aku kirimkan sekitar 2 juta Karena aku tahu persis kebutuhan di rumah sakit sangat banyak. Meski dia punya istri yang juga mungkin punya gaji, tapi akan terhina sekali jika seorang lelaki terlihat tidak memiliki uang.Pagi-pagi anak-anak sudah riuh di meja makan. Mereka mendiskusikan tentang ayahnya dan apa kiranya keputusan terbaik yang akan mereka ambil untuk menyikapi pernikahan Mas Faisal dan rima."Aku rasa kita harus membuat Ayah memilih antara kita atau anaknya....""Mungkin dia berat ke istrinya....""Buat wanita itu menceraikan ayah," jawab Felicia."Kita akan berdosa dan dicap egois jika memisahkan pernikahan seorang suami dan istrinya, mau tidak mau kita harus bersabar.""Sabar sampai mati?" tanya Heri."Kita tidak punya alasan untuk menyudutkan ayah karena selama ini Ayah selalu bersikap baik dan menafkahi Bunda," keluh Rena.Aku yang pusing mendengarkan percakapan mereka hanya bisa menarik nafas, lalu mend
Aku peluk anakku dengan penuh kasih sayang lalu membelai rambutnya yang sudah berantakan dari balik hijab, aku tahu ada pergulatan hebat dari penampilan anakku, dia pasti saling jambak dan pukul dengan ibu tirinya, wajahnya lebam dan terlihat membiru."Kenapa sampai begini?" Kubingkai wajahnya dengan kedua tangan. Kupandangi wajahnya yang merasa bersalah dan terlihat lelah."Memangnya apa yang sudah dia katakan padamu?""Aku baru sampai dan wanita itu langsung mengusirku," jawabnya."Mungkin dia tak mau anaknya terusik dan di saat yang tepat ada keluarganya," desahku pelan."Justru karena itulah, aku ingin langsung bicara dan menyelesaikan semuanya.""Lalu apa yang terjadi?""Tante Rima memintaku untuk pergi dan kami pun bertengkar," jawabnya lirih."Apakah kau juga membuat dia berantakan?" "Ya."Ah, Aku hanya bisa menghela nafas sambil menahan perasaan yang ada di hatiku, sebagai Ibu pada anakku tapi aku tidak bisa membenarkan perbuatannya. Meski tahu dia sakit hati terhadap ayahnya
Jatuh air mataku mendengar ucapanmu spesial yang demikian gamblang. Aku tahu dia telah mengatakan kejujuran dengan sebenar-benarnya tentang perasaannya selama ini. Melalui air mataku dan jatuh di atas Quran yang sedang kubaca, melihat semua itu suamiku hanya bisa menunduk sambil membisikkan kata maaf."Jika kau sangat mencintainya Mengapa kau tidak terus terang saja, sehingga selama 20 tahun seorang wanita tidak selalu menangis dan yang satu lagi merasa nyaman. Kalau kau sangat menyayanginya maka aku bisa mengalah...""Menjandakan istri demi seorang istri yang lain juga bukan pilihan yang bijak, lagi pula selama ini aku terus berusaha membahagiakan kalian tidak peduli seberapa lelahnya aku dan seberapa rapuhnya jiwa ini untuk tidak bertahan di situasi yang sulit dan di dalam tekanan pekerjaan yang, aku selalu melakukan tugas-tugasku sebagai suami. Aku tidak pernah ingin menyakiti siapapun Aku sungguh ingin kamu dan dia bahagia sebagai istriku."Berderai air mata ini mendengarkan kali
Kini aku terduduk di atas sajadah sambil melafalkan doa dan terus-menerus mengadu kepada Allah, tentang kiranya apa yang harus aku lakukan. Jelas perceraian bukanlah solusi dari masalah ini.Masih ada cara lain.Jika diturutkan dan aku terbawa emosi tentulah diri ini pasti akan minta cerai dalam bulan ini juga, tapi ini bukan tentang diriku saja tapi juga tentang ketiga anakku. Tentang hubunganku dengan Mas Faisal dan rasa cinta yang sudah terlanjur berakar kuat selama 24 tahun.Apakah aku sebagai istri pertama yang juga punya hak harus mengalah demi Rima, Apakah aku harus kehilangan suamiku karena wanita itu. Jika kami sudah punya peran dan tugas masing-masing serta tidak saling mengganggu, lalu apa yang salah dengan semua itu. Apakah ini tentang ego kami yang ingin memiliki satu orang suami hanya untuk dirinya saja? Di mana-mana sifat wanita akan sama. Hanya mau suaminya untuk dirinya sendiri dan tidak mau berbagi. Inginnya aku berbicara dengan rima dari hati ke hati, serta ingin
Besok aku akan berjumpa dengan istri suamiku. Bisakah aku menjadi wanita berkarakter dengan kata-kata yang tegas dan kalimat yang bisa didengarkan dengan benar dan dimengerti. Bisakah aku memperlihatkan karakter yang kuat dan dominasiku sebagai istri pertama serta bahwa aku wanita berkelas yang tidak level dengan kehadirannya.Tapi jika ditilik lebih jauh wanita itu benar-benar berkompeten dan layak jadi maduku. Dia bahkan Lebih baik dan lebih cantik dariku. Posisinya sebagai supervisor manager membuatku benar-benar tidak bisa berkutik di hadapannya. Satu-satunya keunggulan ku hanya karena aku menikah lebih dahulu dan melahirkan lebih banyak anak darinya.Aku benar-benar rendah di hadapan wanita itu. Menyadari itu, aku tidak ingin membuat hatiku menjadi kecil dan merasa minder. Besok aku harus tetap terlihat tenang dan bisa berbicara dengan jelas. Aku ingin mempertegas perasaanku yang sesungguhnya bahwa aku tidak menyukai keberadaannya di dalam hidupku. Sampai kapanpun aku tidak akan