Share

3 Alasan Lagi

Penulis: Alibn A.
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Dila menata gemuruh di dadanya. Dia tidak pernah menyangka ibu mertuanya yang selama ini baik padanya, hanya di depannya saja. Sesungguhnya Ibu Santi, mertuanya itu menjelek-jelekkan dirinya di depan Radit.

Dila ingin membuka pintu dan melangkah keluar, tetapi dia urungkan, karena tiba-tiba sebuah notifikasi panggilan masuk. Ibu mertuanya itu menjawab kembali panggilan tersebut.

"Iya, Dit!"

"Bu, Radit sudah transfer. Ibu jangan terlalu boros."

"Oh, sudah transfer?" Matanya membulat. "Makasih, ya, Nak. Kamu memang anak ibu yang sangat berbakti." Ia sangat kegirangan.

"Kok kamu nuduh ibu seperti itu, Dit?"

"Hanya peringatan saja, Bu. Radit khawatir jika tidak cukup gajiku yang akan aku kirim untuk Dila."

"Iya, udah." Bu Santi cemberut dengan sikap putranya yang menuduhnya boros.

Dila semakin terperangah. Bagaimana mungkin suaminya hanya mengirim uang untuk ibunya dan lelaki itu beralasan belum menerima gaji untuk membayar biaya operasinya.

Wanita itu ingin marah saat itu juga, jika Radit ada di dekatnya. Ia tidak menyangka dengan apa yang baru saja didengarnya.

Wanita bermata hazel itu berpura-pura menjatuhkan kunci kamar saat membuka pintu. Ia sengaja menjatuhkannya dua kali agar ibu mertuanya itu menyadari keberadaannya.

"Dila? Kamu sudah lama datang?" Ibu mertuanya itu sedikit terkejut dengan keberadaan mantunya.

Ia masih berbalik sambil mengamati Dila. Namun kemudian, ia pun kembali menenangkan diri agar tidak terlihat grogi. Ia berharap Dila tidak dengar percakapan tadi.

Tetap saja, dia tidak tahu bahwa Dila telah mendengar semua percakapannya lewat telepon tadi. Bagaimanapun juga kedoknya perlahan sudah diketahui.

"Lumayan, Bu. Belum cukup lama." Dila sengaja menguap agar dianggap baru saja bangun.

Ia masih harus berpura-pura untuk mengetahui lebih banyak keburukan apalagi yang akan ibu mertuanya sebut tentangnya. Apalagi suaminya banyak menyembunyikan sesuatu darinya.

Selama ini wanita tua itu hanya bersikap baik, walaupun Dila sadar terkadang beberapa pekerjaan rumah dibebankan padanya. Alasan ibu mertuanya karena kelelahan atau alasan klasik bahwa usianya sudah terlalu tua untuk bekerja yang banyak, juga berat.

Dila tahu, ibu mertuanya itu keluar rumah untuk menemui teman-teman gengnya hanya untuk saling memamerkan barang milik mereka.

"Kamu mau ke mana?"

"Mau ke dapur, Bu, mau ambil air putih," ucap Dila dengan langkah gontai sambil menahan rasa perih di bagian perutnya.

"Oh, iya. Hati-hati, ya." Bu Santi berlalu darinya.

Bukannya ia akan membantu anak mantunya mengambilkan air putih, ia justru meninggalkannya dan hanya mengucapkan kata-kata tadi.

Mungkin dulu, Dila tidak akan menyadari sikap tak acuh seperti tadi. Akan tetapi, saat ini Dila sudah tahu sikap ibu mertuanya yang sebenarnya.

Untuk sementara, ia harus menahan diri demi kesehatannya dan juga kedua anaknya.

Siang itu, Dila cukup lapar dan juga lemas, tetapi tidak sempat memasak. Tubuhnya belum bisa beraktivitas yang banyak apalagi berat.

Ia melihat jam di layar ponselnya. Ia khawatir jika Syifa bangun akan mencari makan. Untungnya beberapa kue, biskuit dan buah masih banyak. Kebetulan, ibu dan bapaknya membawakan untuknya saat pulang dari rumah sakit tadi.

Ia kembali melihat jam di layar ponselnya karena mulai gelisah. Ia berharap ibunya akan datang. Buah-buahan dan kue tidak mampu mengganjal rasa laparnya. Bayinya sangat kuat menyusu.

Tidak berselang lama, ia pun merasa sedikit lega. Seseorang mengetuk pintu. Ia berharap yang mengetuk pintu rumah adalah ibunya. Benar saja suara tersebut sangat akrab di telinganya.

Ia ingin bangun dari ranjang tempat tidur, menuju pintu untuk membukanya. Namun, dia tidak bisa karena bayinya masih menyusu.

Suara seseorang menggerakkan gagang pintu. "Silakan masuk, Bu!"

"Maaf, ya, Sayang." Ibu Maria mempercepat langkahnya, kemudian mendekati putrinya. "Tadi, di kedai ibu terlalu ramai. Ibu khawatir jika kalian belum makan. Nih, dimakan ya." Ibu Maria mengeluarkan beberapa tempat makanan untuk disantap oleh anaknya.

"Makasih, Bu. Tapi, Ibu gak perlu repot bolak-balik seperti ini. Ntar ibu kecapean. Ibu ka bisa menggunakan jasa kurir untuk mengantarnya."

"Gak papa. Sekalian Ibu ingin mengetahui keadaan kalian juga. Ibu kangen kedua cucu Ibu." Dila hanya bisa menjawab dengan senyuman.

"Mari biarkan Ibu bantu kamu bersandar."

Setelah membantunya bersandar, Ia menyendok beberapa makanan dan menyuapi putrinya.

"Makasih, Bu." Dila terharu dengan kebaikan ibunya yang tidak pernah berkurang sedikit pun, walaupun dia sudah menikah.

"Iya, gak usah gitu. Kamu kan putri Ibu. Jadi, Ibu bertanggung jawab juga tentang kondisimu."

"Lain kali, ibu pakai jasa kurir aja yang antar."

"Iya, kalau Ibu gak sempat. Kalau Ibu sempat, ibu aja yang datang," ucap wanita tua di depannya sambil menyuapi makanan.

"Tapi, kasihan pekerjaan ibu terlalu banyak yang harus diperhatikan. Apa gak capek kalau bolak-balik terus?"

"Kalau gitu, kamu saja yang lanjutkan usaha Ibu. Kamu tahu sendiri Ibu sudah terlalu tua untuk mengurus kedua kedai itu."

Sebenarnya, ibunya sudah lama menawarkan putrinya untuk mengelola kedai. Sayang sekali, Dila masih bekerja di Bank saat itu, sebelum akhirnya dia memutuskan resign karena harus merawat putrinya, Syifa dan juga karena bekas operasi yang mengharuskannya belum bisa beraktivitas berat kala itu.

Selain itu, suaminya yang meminta untuk berhenti juga dengan kesepakatan bahwa dia akan dicukupkan nafkahnya. Seiring waktu, lelaki yang menikahinya itu mulai berubah. Apalagi mendengarkan kenyataan pahit pagi tadi.

Tawaran ibunya tersebut sudah kesekian kali. Tidak dapat dihitung lagi karena saking banyaknya.

"Iya, Bu. Nanti kalau Dila udah baikan."

Setelah memikirkan sejenak, Dila memutuskan untuk mengurus kedai milik ibunya. Ia tidak boleh berharap terus pemberian dari suaminya. Ia harus bersiap dengan segala kemungkinan yang terburuk nanti. Apalagi mendengar percakapan tadi.

"Nah, gitu dong! Ibu udah lama nunggu jawabanmu." Senyum mengembang di bibir ibunya. "Tapi, nanti beritahu juga suamimu."

"Iya, Dila akan memberitahunya."

Setelah keheningan beberapa saat, Ibu Santi berkata, "Abangmu, Hendro akan tiba besok. Kebetulan dia cuti bulan ini."

"Bang Hendro pulang sendiri atau bersama anak dan istrinya?" Dila menatap ibunya yang sedang merapikan kembali tempat makanan.

"Bersama anak dan istrinya. Ibu dengar, cutinya sekitar sebulan. Jadi, mereka memutuskan untuk pulang."

***

"Tadi, Abang tidak sempat menemani kalian untuk pulang, Maaf, ya! Abang dengar dari ibu kalau kau akan diantar oleh ibu dan juga bapak," ucap Radit kepada istrinya yang sedang berbaring menyusu bayinya.

Lelaki dengan mata coklat itu baru saja membersihkan diri. Sudah sekitar dua jam yang lalu dia pulang dari kantor.

Dila sudah tidak peduli lagi dengan berbagai alasan yang disebutkan lelaki itu. Ia sudah kecewa dengan sikap suaminya yang tidak merasa bersalah.

Lelaki itu dengan mudahnya menyuruh untuk meminta ibunya membayar biaya operasi. Alasannya dia belum menerima gaji. Ternyata lelaki itu telah menerima gajinya. Buktinya, dia sudah mengirimkan uang untuk ibunya.

"Bang, jatah bulanan ini kamu udah kirim ke rekeningku? Aku mau pesan Pampers, susu dan juga kebutuhan bayi. ASI-ku belum terlalu banyak. Aku khawatir Nisya–bayi kita kehausan dan rewel."

"Oh, iya. Besok Abang akan kirim. Hari ini gaji Abang belum masuk."

Bab terkait

  • Dua Kali Persalinan tidak Dibiayai Suami   4 Aduan Wanita Tua

    Kening wanita itu semakin berkerut. Ia tidak menyangka dengan jawaban suaminya. Tidak diduga dia akan mendapatkan jawaban tersebut. Padahal, dia sudah tahu yang sesungguhnya. Ia hanya sengaja untuk mencoba kejujuran suaminya dan itulah yang didapatkan. Ia tidak mengerti lagi kenapa lelaki di depannya membohonginya. "Janji, ya, Mas. Besok ditransfer!" "Kamu kayak gak percaya Abang, Dil?" Lelaki itu merasa tersinggung. "Ya, aku hanya memperingatkan, Bang. Biaya kebutuhan bayi gak sedikit dan tidak bisa ditunda. Aku gak pegang duit lagi. Semuanya sudah habis untuk kebutuhan dapur di rumah ini.""Berarti benar yang ibu bilang kalau kau sangat boros?" tanya lelaki itu penuh penekanan."Boros? Uang segitu apa cukup untuk memenuhi kebutuhan dapur di rumah ini, juga kebutuhanmu? Asal Abang tau, aku disuruh memasak lauk pauk banyak di rumah karena kakakmu, Sela sering ke sini untuk membawa pulang beberapa lauk pauk itu ke rumahnya." Dila mulai tidak bisa menahan emosi karena dituduh boros

  • Dua Kali Persalinan tidak Dibiayai Suami   5 Teringat Suara Wanita

    "Membentak? Apa aku gak salah dengar, Bang?""Kau tidak perlu berpura-pura, Dil. Aku sudah tahu seperti apa kau itu.""Abang terlalu cepat mempercayai sesuatu dan tidak menanyakan dulu padaku. Aku tidak terima difitnah seperti ini terus, Bang." Dila segera menutup panggilan telepon tanpa menunggu ucapan balik dari suaminya.Deru napas di dadanya naik turun. Jari-jarinya meremas ponselnya. Ia pun meletakkan ponselnya ke atas kasur dengan sedikit kasar. Rasanya sesak dan sakit mendengar orang-orang terdekat di rumah yang ditinggali itu menuduh apalagi menyalahkannya. Perasaan sabar yang ditahan tidak mampu lagi dibendung. Dila sangat marah karena ucapan suaminya dan juga fitnah ibu mertuanya. Kejam sekali Bu Susan memfitnahnya kemudian mengadu ke putranya. "Halo ... Halo .... Dila! Aku belum selesai berbicara .... "Huff, wanita itu sangat tidak menghargai siapa yang diajak berbicara," gumam Radit sambil meletakkan kembali ponselnya. Ia sudah mencoba, menghubungi, tetapi tidak dijawa

  • Dua Kali Persalinan tidak Dibiayai Suami   6 Kabar dari Nita

    Sejurus kemudian, notifikasi pesan terbaru ke ponsel tersebut. Dila kembali menoleh untuk membaca pesan tersebut. Walaupun dia tidak bisa membuka ponsel tersebut dan membaca isi pesan secara keseluruhan, dia masih bisa membaca lewat notifikasi di depan layar. Pesan masuk masih dari emoticon bunga mawar tadi.[Aku sudah terima, Yang. Makasih, ya! Jangan bosan menyayangiku terus. Kamu memang sangat aku andalkan] emoticon memberi ciuman.Deru dadanya semakin bergejolak dan terasa panas. Pesan tersebut sangat jelas tertulis di sana. Dila semakin yakin kalau Radit pasti berselingkuh atau memiliki hubungan dengan suara wanita di sambungan telepon saban hari dan seseorang dengan nama ber-emoticon bunga mawar.Pintu kamar mandi bergeser. Lelaki itu keluar dari kamar mandi setelah membersihkan badan. Ia berjalan, mendekati nakas dan meraih ponselnya. Ia mengetik sesuatu di layar benda pipih tersebut, kemudian meletakkannya kembali. Ia menuju lemari sambil sesekali bersiul. Wajahnya sudah be

  • Dua Kali Persalinan tidak Dibiayai Suami   7 Jawaban Pedas

    "Bang Radit! Trus dia ngapain ke restoran?""Nah, itu dia, Dil. Mungkin kau akan terkejut, Dil. Aku juga syok lihatnya. Tau gak siapa yang dia temui?""Maksudmu gimana, Nit?"Tidak berselang lama, Nita mengirim beberapa gambar yang diambilnya ke ponsel milik Dila. Dugaannya beberapa hari terakhir semakin membuatnya yakin. Ternyata, Radit memiliki wanita selingkuhan. Wajah wanita di dalam foto tersebut masih sangat muda dan tidak terlalu tua. Jelas sekali di gambar tersebut mereka terlihat sangat mesra. Radit beberapa kali mengelus tangan wanita di depannya dan mencubit dagu sambil tersenyum.Mata Dila menatap tajam ke gambar kemudian memerah karena sakit. Namun, perasaan jijik mulai membentuk dari sudut bibirnya. Lelaki itu sangat tidak malu mempertontonkan perlakuannya di depan orang banyak. Dila kemudian menutup video yang belum selesai ditontonnya. Nita merekam juga selain mengambil gambar kedua insan yang sangat intim dan mesra itu."Dil, kamu baik-baik saja 'kan?" Nita merasa

  • Dua Kali Persalinan tidak Dibiayai Suami   8 Kepergok

    Dila memasuki kamar di mana Asti dan kedua anaknya sudah lama menunggu di dalam. Asti sangat mengerti, sehingga membawa mereka agar tidak mendengar pertengkaran orang dewasa. Dila sudah tidak peduli dengan penilaian keluarga suaminya padanya. Keberadaannya saja dianggap sesuatu yang tidak berguna. Ia merasa seolah orang asing di rumah keluarga suaminya sendiri. Ipar yang julid, mertua yang menusuknya dari belakang, dan suami yang tidak tahu diri dan bertanggung jawab. Ia merasa muak dengan semua yang penuh kepura-puraan. Diam terus akan semakin ditindas. Ia sudah tidak tahan dengan semuanya. Pilihannya dia harus menentukan sendiri."Dila, kamu kenapa semakin berubah seperti ini? Abang seperti tidak mengenalmu lagi." Radit memasuki kamar. Dia belum puas berbicara dengan Dila sehingga mengikutinya ke kamar. "Maaf, Non. Saya izin keluar!" Asti merasa tidak nyaman ikut campur dengan masalah majikannya. Ia pun memutuskan keluar dengan membawa Syifa dan baby Nisya ke kamar kosong yang

  • Dua Kali Persalinan tidak Dibiayai Suami   9 Wajah yang Sama

    Dila sudah berdiri tepat di tengah pintu sambil melipat kedua tangannya di atas dada. Tatapannya sangat tajam."Bang .... Siapa yang Abang ajak bicara? Jadi, seperti ini yang kau lakukan di belakangku? Abang punya hubungan dengan seseorang "kan? Jujur ...." Suara Dila sudah meninggi, kemudian terjeda. Seketika, lelaki itu membalikkan badan dan menoleh ke Dila. "Ssst ...." Ia memberi isyarat dengan menempelkan telunjuknya ke bibirnya. "Jadi, gitu Wan caranya merayu agar hati istrimu luluh kembali." Radit seolah masih serius berbicara di dalam sambungan telepon. "Sudah dulu, Wan. Kita sambung lagi besok." Ponsel yang menempel di telinga sudah diturunkan.Dila mengernyitkan dahi. Dia sangat tidak mengerti."Tadi, teman sedang curhat. Dia minta saran bagaimana meluluhkan hati pasangannya. Mereka sedang tidak akur. Jadi, Abang hanya bantu sebisanya." Radit memberi penjelasan."Teman? Abang tidak berbohong 'kan? Aku sudah mendengar semua percakapanmu, Bang. Jangan berani menipuku." Dila m

  • Dua Kali Persalinan tidak Dibiayai Suami   10 Panas

    Dila masih menatap foto tersebut. Pikirannya kembali membayangkan wajah wanita yang dibawa oleh Radit, kemudian membandingkannya. Ia sangat yakin mereka orang yang sama, hanya berbeda dari penampilan saja. Deru di dadanya memompa dan tidak menentu. "Ma, Papa dengan siapa tadi?" Dila menoleh pada putrinya sambil mengusap rambutnya. "Dengan ART yang akan membantu bersih-bersih di rumah nenek.""Kok, Mama sedih?""Tidak, Sayang." Dila buru-buru mengalihkan pandangannya ke arah lain. Ia tidak ingin putrinya melihat kalau ibunya bersedih. Ia memikirkan nasib kedua putrinya di kemudian hari tanpa sosok ayah di samping mereka. Ia mulai memikirkan matang-matang tentang keputusannya. Keputusannya untuk berpisah nanti akan mengorbankan nasib kedua putrinya. Hal itu yang mulai mengganggunya belakangan ini.Radit semakin nekat. Dia mencoba untuk membohongi istri dan keluarganya. Namun ternyata, dia salah. Istrinya sangat mudah mengenal siasatnya. Mungkin juga karena lelaki itu tidak bisa men

  • Dua Kali Persalinan tidak Dibiayai Suami   11 Kepergok

    Dorongan pintu sangat keras menghentak dinding. Cukup mengejutkan orang di dalam. Matanya sangat tajam seakan menembus setiap inci benda yang dipandangnya. Ia tidak menyangka lelaki itu sangat nekat membawa selingkuhannya di rumah. Deru jantungnya memompa makin tidak menentu. Kedua insan di dalam ruangan tersebut membeku. Seakan berubah menjadi batu. Lelaki bercambang itu kalang kabut. Ia tidak sempat menutup dirinya, begitu juga wanita yang berbaring itu. "Jadi, kalian yang berzina di rumah ini? Bang, kamu berzina dengan wanita pelacur ini?" teriak Dila, hingga suaranya terdengar di luar rumah.Dila berhenti di situ saja. Ia terus mencecar Radit dengan berbagai pertanyaan. Tentang pembicaraan lelaki itu di telepon saban hari dengan seorang wanita, dan suara yang menjawab di telepon. Ia baru ingat bahwa suara yang menjawab panggilannya di ponsel sangat mirip.Radit mulai mencari pakaiannya yang entah berserakan ke mana. Nafsu telah menguasai mereka, sehingga tidak sadar telah melem

Bab terbaru

  • Dua Kali Persalinan tidak Dibiayai Suami   61 Penangkapan

    Sebuah notifikasi panggilan masuk ke ponselnya. Herjunot segera menjawab panggilan tersebut. “Ada apa, Vid?”“Laporan yang anda minta beberapa minggu lalu sudah kami kumpulkan. Apakah anda ingin aku kirimkan sekarang, Tuan?”“Okay, silakan! Aku akan mengeceknya segera.”Herjunot beranjak menuju kamar kemudian duduk di kursi dan menyalakan laptop miliknya. Dengan segera membuka kotak masuk di email setelah laptop on. Beberapa menit kemudian pesan yang dinantikannya sudah masuk. Ia pun membuka dan memperhatikan dengan seksama isi laporan tersebut. Beranjak tempat duduknya dan segera meraih blazer miliknya. “Sayang, aku harus ke kantor sekarang. See you!” Herjunot mengecup keningnya.“Hati-hati ya, Mas. Jangan ngebut kalau mengendarai mobil.”“Gak, kok, Nato yang akan mengantarku ke kantor.”“Syukurlah.”Dila mengantarnya sekaligus menemani hingga ke depan pintu. Senyum indah ia berikan sebelum lelaki tampan yang disayanginya masuk ke mobil. Herjunot membalas senyum itu kemudian melambai

  • Dua Kali Persalinan tidak Dibiayai Suami   60 Meleburnya Dua Insan

    Mereka pun tiba di depan kamar. Pintu kamar terbuka dengan mudah. Herjunot membukanya dengan menggunakan kaki, kebetulan tidak terkunci rapat. Lelaki dengan tubuh atletis itu meletakan istrinya ke atas ranjang tempat tidur. Setelah membersihkan badan dan mengganti pakaian, Dila kembali duduk ke tepi ranjang. Tidak berselang lama Herjunot kembali duduk di sampingnya. Mereka bercengkerama bersama hingga tak terasa malam semakin larut. Herjunot menyandarkan kepala istrinya ke dada miliknya. Kedua insan yang sedang dimabuk asmara itu melewati malam yang syahdu dengan penuh gelora. Dila menoleh ke atas dan menatap wajah yang sangat menawan itu. “Mas, apakah kau tidak akan menyesal menikahiku?”“Pertanyaan macam apa itu? Kenapa kau tiba-tiba bertanya seperti itu?”“Tidak, Mas. Aku hanya khawatir dengan keadaan dan statusku yang sekarang. Aku seorang janda.”“Aku sudah memperhitungkan segalanya. Lagipula yang memutuskan untuk menikahimu adalah aku, bukan siapapun. Itu berarti aku memang mem

  • Dua Kali Persalinan tidak Dibiayai Suami   59 Rayuan Maut Herjunot

    “Ya, Abang benar. Biasanya, tangisan anak kecil hanya sebagai siasat untuk meluluhkanmu, Bang.”“Nah, itu yang Abang maksud.”Hati Serly menjadi plong dari beban pikiran yang menyelimutinya tadi. Ia merasa dirinya masih sangat dibutuhkan oleh suaminya. Ia sangat bangga mendengar kata-kata tersebut keluar dari mulut lelaki di sampingnya. Matanya tidak berhenti menatap lelaki yang sedang menyetir mobil tersebut dengan puas diri. “Kamu kenapa aneh gitu, Ser?”“Aneh kenapa, Bang?” “Kenapa menatapku terus seperti itu? Senyum-senyum pula ….” Radit merasa aneh dengan sikap istrinya.“Ti-dak, kok, Bang.” Serly tergagap karena ketahuan suaminya menatap terus sambil tersenyum. Ia pun menolehkan kepala dan menatap lurus ke depan.Mobil masih terus melaju, mengantar mereka kembali ke rumah. Radit masih menyetir, tetapi matanya sesekali melirik ke Serly. Ia masih bertanya-tanya dengan sikap wanita, yang duduk di sampingnya. Sebelumnya, ia melihat raut wajah Serly yang cemberut di pesta tadi, kemu

  • Dua Kali Persalinan tidak Dibiayai Suami   58 Syifa Menahan Papanya

    Secara reflek Martin melakukannya. Hatinya mengarahkan untuk menuntun wanita tersebut. Raut wajahnya tidak menunjukan ekspresi sedih, marah atau canggung sedikitpun. Dila masih bertanya-tanya sambil sesekali melirik lelaki itu. Dila sadar banyak mata menatap mereka. Ia bingung bagaimana harus menyikapi tindakan Martin. Ia ingin memberi isyarat kepada Martin, tetapi tak enak hati karena semua sudah memperhatikan mereka. Kakinya tetap melangkah mengikuti arah ke mana lelaki itu mengantarnya. Herjunot menatap lelaki yang sedang berjalan dengan calon istrinya tersebut dengan tatapan penuh tanda tanya. Hingga mereka mulai mendekat padanya. “Silakan duduk calon iparku!” Martin mepersilakan Dila untuk duduk dengan melemparkan senyuman. “Terima kasih.”Akhirnya, Herjunot mengembuskan napas. Tanda tanya dan kebingungan tadi seketika lenyap. Martin meliriknya sebentar dengan menyunggingkan senyuman. “Selamat berbahagia, my brother!” ucapnya kemudian kembali menghampiri Celline yang sempa

  • Dua Kali Persalinan tidak Dibiayai Suami   57 Genggaman Tangan Martin

    Bab 57Dila terperanjat. “Ma-af, aku tidak mengerti apa maksudmu.”“Sejak pertama kali melihatmu, aku langsung jatuh hati padamu. Kau orang yang menyenangkan. Aku sangat suka bila mengobrol denganmu.”“Maaf, Mas, aku tidak bisa. Aku sudah tunangan dengan Herjunot. Kau sangat tahu kami saling mencintai.”“Aku tahu ini salah, tapi kau sudah terlanjur memikat hatiku.”“Mencintai beda dengan mengagumi. Mungkin anda hanya mengagumi.”“Aku serius, Dila. Aku harus jujur aku mencintai.”Dila deg-degan. Ia tak menyangka akan bertemu dengan seseorang yang sangat berani mengungkapkan isi hati padanya secara langsung. Namun, ia juga menjadi was-was karena lelaki itu tidak peduli dengan jawabannya. Sebelumnya, ia sudah mengatakan bahwa ia tidak bisa menerima lelaki itu. “Maaf, Aku tidak bisa. Bolehkah, aku melanjutkan pekerjaanku?” Dila merasa tidak nyaman bila ditatap terlalu dekat. Ia tidak pernah sedekat ini dengan orang asing baginya. Secara tiba-tiba, pintu ruangan Dila dibuka. Keduanya men

  • Dua Kali Persalinan tidak Dibiayai Suami   56 Martin di Butik Dila

    Bab 56“Aku, Tuan?” tanya Serly dengan nada bergetar. “Ya, aku berbicara denganmu. Siapa lagi?”“Baik, Tuan.” Wajah ceria Serly berubah suram. Tadi, ia berpikir semua telah selesai ketika Herjunot menyuruh mereka pergi. Ia mulai senang. Namun, semuanya berubah dalam beberapa detik di saat bos suaminya itu memanggil dan memintanya berhenti.“Dila, ada yang ingin kamu sampaikan padanya?”Dila menoleh ke Herjunot. Sebenarnya, ia tidak ingin membahas Serly dan mengingat perlakuan wanita itu. Bila melihat Serly, ia seperti melihat iblis berwujud manusia. Sangat berbahaya. “Aku ingin dia menjauh dari sini.” Dila sama sekali malas berurusan dengan wanita itu. Ia pun berlalu dan pergi lebih dulu ke ruang kerja Herjunot. Ia malas bertemu dengan Serly. Kini tinggal Herjunot dan Serly. Herjunot pun menatap Serly. “Kau harus mendapatkan kata maaf darinya, kemudian aku akan melepaskanmu. Jika tidak, hidupmu tidak akan aman. Kau tahu akhirnya ke mana? Kau akan berakhir di penjara dan membusuk

  • Dua Kali Persalinan tidak Dibiayai Suami   55 Radit dan Sherly Dipergok

    “Dila ….” Walaupun masih dalam kebingungan, ia tetap menyapa wanita di depannya.Martin beberapa kali mengajak Dila untuk mengobrol. Dia terlalu asyik mengobrol dan sesekali menanyakan perihal Herjunot ke Dila, sehingga tak sadar bahwa mereka terlalu lama mengobrol. Semakin mereka mengobrol, semakin membuat Martin ingin tahu lebih jauh. Dila merupakan teman yang asyik untuk diajak mengobrol apapun. “Aku dengar bahwa kalian sudah lama menjalin hubungan. Benarkah begitu?”“Iya, semenjak di masa sekolah menengah ….”Celline hampir saja tersedak oleh air yang diminumnya. Ia segera melap mulutnya dengan tisu. Ia tidak menoleh ke Dila. Namun, telinganya mendengar jelas jawaban Dila tadi.“Kau tidak apa-apa, Sayang?” tanya Martin sambil menyodorkan tisu padanya.“Tidak, Sayang. Aku hanya terburu-buru tadi.” Martin kembali menoleh ke lawan bicaranya. “Mungkin sebaiknya kita makan agar makanan ini tidak dingin.”“Benar. Yuk, kita makan!”“Oh, ya. Tadi, kau bilang, hubungan kalian semenjak ma

  • Dua Kali Persalinan tidak Dibiayai Suami   54 Dila dan Celline

    Herjunot menoleh ke wanita di samping Martin. Wanita itu menyunggingkan senyum yang mengisyaratkan sesuatu bahwa dia juga bisa mendapatkan yang lebih daripada lelaki di depannya. “Kenalkan, aku Celline ….” Wanita itu seolah merasa tidak mengenal Herjunot. Ia bersikap dingin saat mengulurkan tangan.“Herjunot ….” Lelaki itu membalas uluran tangannya.Di satu sisi, ia bahagia melihat wanita di depannya telah menemukan pengganti dirinya. Namun di sisi lain, ia merasa kasihan dengan sepupunya. Ia khawatir wanita itu memiliki tendensi lain. Apapun itu, ia tetap mendukung sepupunya, karena Martin sudah sering bercerita dengannya mengenai wanita ini. Ia ingin memberitahu sepupunya tentang Celline yang sesungguhnya. Akan tetapi, ia tak mau merusak hubungan sepupunya yang masih seumur jagung. Tak baik juga baginya ikut campur masalah hubungan orang lain. Ia berharap suatu saat semua akan terungkap juga dengan sendiri. Martin sepertinya sangat tergila-gila dengan Celline. Lelaki itu sering b

  • Dua Kali Persalinan tidak Dibiayai Suami   53 Bertemu Seseorang

    Beberapa hari mulai berlalu, Dila sudah bisa beraktivitas. Namun, pergelangan tangan bagian kirinya masih dibalut dengan kain karena tulangnya ada sedikit keretakan. Dia belum bisa beraktivitas berat, hanya bisa berjalan ke butik dan kedai saja. Baru kali ini, ia mulai beraktivitas kembali, setelah kurang lebih dua minggu ia tidak diperbolehkan untuk beraktivitas. Ia sangat bersemangat dan antusias dengan aktivitasnya. Ia sangat merindukan rutinitasnya tersebut. Hari ini, ia sedang di butik, memeriksa beberapa sketsa buatannya dan juga karyawannya. Biasanya sebulan sekali dia akan merancang sekaligus mengeluarkan produk terbaru. Biasanya, dia akan mempertimbangkan selera pasar juga agar selalu up to date. Sebuah notifikasi panggilan masuk ke ponselnya. Ia pun menjawab panggilan tersebut. Ia sangat antusias menjawab panggilan tersebut. Padahal baru sehari mereka berpisah, tetapi seperti sebulan.“Apa kabar, Dil?”“Baik, Mas. Gimana kabarmu di situ?”“Di sini, aku baik juga. Kangen ni

DMCA.com Protection Status