Share

Friend's - 7

Fernanda memejamkan mata, mencoba bersikap tenang. Setelah mengembuskan napas panjang untuk meredakan amarah, ia berkata nyaring.

”Hai semua.” Ia melangkah mendekati kursi dan menyambar tas yang ia bawa. ”Asal tahu saja, aku memang malu dicampakkan. Harga diriku terluka, tapi ada orang tua yang Iebih aku kuatirkan, dari pada harga diriku.” Ia menegakkan tubuh dan tertawa. ”Aku pulang dulu, bye.”

“Nanda, jangan pulangl” teriak Julia

“Nanda, please.” Anis pun ikut merengek.

“Maafkan kami, Nanda. Kami nggak ada maksud rnenghina!"

Kali ini entah siapa ia yang bicara, Fernanda tak peduli. la rnelangkah cepat menembus kerumunan menuju pintu luar kafe. Ia tertegun, saat melihat hujan deras mengguyur. Teras kafe sepi, tidak ada satu orang pun karena semua berteduh di dalam.

Fernanda menyandarkan dirinya di tiang bangunan yang terletak sedikit menyamping dan agak tersembunyi dari pandangan, karena terhalang tanaman perdu. la memejamkan mata, berusaha mengusir rasa sedih di dada. Semua perkataan mereka tentang dia dan Evan, mengusik ketenangan yang telah ia bangun dua tahun ini.

”Bukannya aku sudah bilang, nggak suka lihat kamu nangis?”

Suara Daniel yang terdengar lembut di antara curah hujan mernbuat Fernanda membuka mata. "Kenapa kamu keluar?” tanyanya parau.

Daniel bergeming, tangannya terulur untuk mengusap air mata yang terlihat dalam keremangan. Sementara curah hujan makin lama makin deras, bahkan kini memerciki mereka berdua. la tak peduli, saat ini ia merasa tersiksa, melihat bintik air mata tercetak di wajah Fernanda.

”Mau kuantar pulang? Hujan terlalu deras.”

Fernanda menggeleng. “Aku bawa mobil sendiri.” la tak mengelak saat tangan Daniel meremas pundaknya dan menyebarkan kehangatan di sana.

Daniel mengangguk, memandang intens pada wanita yang masih bersandar di tiang.

“Mereka bermaksud membelamu, hanya saja, caranya salah."

“lya, aku tahu.”

“Kalau kamu marah, harusnya membentak. Jangan lari.”

Fernanda Iagi-Iagi menggeleng. “Aku nggak punya nyali buat itu. Aku yang dulu mungkin akan bertindak seperti itu. Marah, mengamuk, dan tak peduli pada perasaan orang Iain. Sekarang, berbeda.”

”Kenapa kamu jadi tidak percaya diri begini? Ke mana perginya Fernanda yang dulu pernah kukenal?" Daniel mengulurkan tangan, meraih dagu Fernanda dan membuat wanita itu mendongak. “Hapus air matamu, nanti maskaramu luntur.”

Keduanya bertatapan, Fernanda membiarkan Daniel menghapus air matanya. Entah perasaan dari mana, ia ingin sekali mencium laki-laki itu. Tanpa aba-aba, tanpa meminta sebelumnya, ia meraih wajah Daniel dan mencium bibirnya. Tak memedulikan di mana mereka berada sekarang.

“Hei, Nanda. What’s up.” Daniel terengah, saat serbuan bibir Fernanda terasa manis di mulutnya. Ia berusaha menghindar tapi wanita itu kini bahkan mengalungkan tangan ke lehernya dan melumat bibirnya.

Hasrat Daniel naik seketika, ia meraih wajah Fernanda dan mengulum lembut bibir bawah wanita itu. Keduanya saling berangkulan erat dan berbagi kehangatan di sela guyuran hujan. Fernanda terengah, menggesekkan tubuhnva ke tubuh kekar Daniel. Gairahnya naik, dan ada banyak hasrat yang butuh untuk disalurkan. Ia kembali mengulum bibir Daniel, kini bahkan meraba seluruh tubuh laki-laki itu, dari mulai punggung, pinggul, hingga kelelakiannya.

Daniel mendesah, mendesak tubuh Fernanda hingga ke tiang dan meraba dada wanita itu. Dengan mulut mencumbu leher, tangannya turun ke bagian bawah dan menyingkap rok yang dipakai wanita itu. Fernanda mengerang, saat sentuhan lembut bermain di kewanitaannya. Tak peduli akan keadaan sekitar, ia bergerak mendekat. Membuka sedikit pahanya dan membiarkan jari lembut Daniel menyentuhnya.

”Kamu basah?” bisik Daniel parau.

”Aah, kenapa memang,” jawab Fernanda terengah.

”Aku suka."

“Lalu, bisakah kamu membuatku orgasme sekarang?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status