Share

Ribetnya Jadi Playboy

Setelah membayar makananku, Aku bergegas menemui Leni di ruangannya.

Aku sengaja menemui Leni agar membantuku mengerjakan makalah ini.

"Mas, kita jalan yu! bosen tahu, ngerjain tugas kuliah mulu." Lena mulai merajuk.

"Ya, nanti kita jalan ke mall, tapi bantu Mas selesain tugas, ya!" rayuku padanya.

"Ok, Mas. Asal nanti Mas teraktir aku belanja sampai puas, ok?" Dia balik merayuku, hingga membuatku sampai tersedak mendengarnya.

"Gila ni cewek, matre banget, dia bilang mau belanja sepuasnya, bisa habis duit pegangan gue selama sebulan, untung dia cantik dan mau bantu gue ngerjain tugas. Kalau dia macam Bu Lidya yang jutek dan berwajah pas pasañ gitu, mana gue mau teraktir dia. Eh, tapi kenapa gue malah inget Bu Lidya ya? Ihhh amit-amit, dah." Aku membatin sambil bergidik mengingat wajah Bu Lidya.

Setelah kami selesai mengerjakan makalah, aku terpaksa menepati janjiku mengajaknya berbelanja di mall. Oh ,my God, gadis ini benar benar ingin menguras dompetku. Dia dengan asyiknya melenggang ke setiap toko dan mengambil segala macam yang dia suka.

Leni berjalan ke arah toko baju dan memilih beberapa potong baju yang kukira harganya di atas satu juta.

"Selamat datang, Mas, ada yang bisa saya bantu?" tanya salah satu pelayan toko itu dengan senyum yang sangat manis.

Aku membalas senyumnya, hingga membuat gadis itu tersipu malu.

"Ah, gak, Aku cuma lagi nganterin sepupu belanja" jawabku berbohong. Biasalah namanya juga buaya. Eh.

"Oh, dikira sama pacarnya. Kalau single, boleh dong kasih nomor w******p-nya?" uapnya lagi, seraya menyodorkan ponselnya.

Baru saja aku mau memberinya nomor, tiba-tiba ada yang menepuk bahuku dari belakang.

"Mas Hadi, kok, Mas disini, katanya lagi ngerjain makalah?"

Mataku membeliak ketika melihat Marina di depanku..

'Ahkkh, gimana ini, di dalam kan, ada Lena, bisa perang dunia ketiga, nih,' batinku.

"Hehe, Sayang. Kamu di sini ya, ini Mas cuma nganterin sepupu aja kok.

Eh, kamu sama siapa kesini? " Aku menjawab Marina sambil clingukan melihat ke dalam, takut si Leni melihatku.

"Maas, lihat sini dong! cocok gak nih bajunya?" Lena memanggilku dari dalam toko, membuatku kebingungan setengah mati.

"Sayang, sebentar, ya! Mas mau ke dalam dulu, sepupu mas manggil tuh. Kamu jalan aja ke cafe di sebelah sana, nanti Mas nyusul," titahku pada Marina sambil segera masuk ke dalam menemui Leni.

" Akhgkhghhh. Nasib dah, ternyata punya pacar lebih dari satu tuh, bukan membuat enak, malah membuat pusing," Aku mengusap kasar wajahku.

"Len, kamu udah selesai belum belanjanya sayang?" tanyaku pada Leni berharap dia mau pulang dan aku bisa menemui Marina.

"Belanja sih udah, tapi aku pengen perawatan ke salon, antar ya, Sayang?" pintanya merajuk. Ah sebaiknya kuturuti aja dia ke salon, nanti sambil nungguin dia, gue kan bisa nemui Marina.

Aku ternseyum penuh kemenangan karena bisa menghendel dua cewek sekali gus.

Kami pun pergi ke Salon yang dia maksud.

Namun, saat kami akan masuk, mataku menangkap sosok bayangan yang kukenal.

"Bu Lidya? Jadi dia suka nyalon juga, tapi kok wajahnya tetap gak pernah menarik, ya?" Aku membatin.

Aku menutup wajahku dengan majalah, berharap dia tak melihatku, tapi sialnya si Leni malah menyapanya.

"Bu Lidya, ibu dari Salon juga?" sapa si Leni sok ramah. Bu Lidya menengok dan tersenyum manis.

Ternyata dia manis juga kalau tersenyum. Eh, kenapa gue jadi muji tuh cewek tua.

"Eh, kamu Len. Iya ni, ibu baru saja perawatan wajah, kamu mau nyalon juga? " jawabnya dengan senyum ramah pada Lena, tapi saat melihatku dia bersikap acuh.

Ahh sial ni dosen.

"Iya, Bu, Mmm, kalau gitu saya masuk dulu, ya Bu. Ayo Sayang, kita masuk!" pamit Leni pada Bu Lidya sambil menggamit tanganku.

Sekilas kulihat Bu Lidya menggelengkan kepalanya sambil berdecak kesal. Entah apa yang ada dipikirkannya.

Setelah Leni masuk ke ruang perawatan, aku gunakan kesempatan ini untuk menemui Marina yang sejak tadi kusuruh menunggu di cafe.

"Hai sayang, udah pesen makanan belum?" tanyaku pada Marina sambil duduk didepannya.

"Belum, Sayang, kan nungguin kamu," jawabnya manja. Belum sempat kami memesan apa pun, dari belakang terdengar suara yang sepertinya aku kenal. Seperti suara Si Dosen Galak!

"Hadi, kamu?"

Aku menengok ke belakang, benar saja, di belakangku kini Bu Lidya berdiri sambil memandangku penuh keheranan.

Aku yakin dia heran karena tadi dia melihatku bersama Leni dan sekarang malah bersama Marina. Ah, masaboodo, emangnya gue pikirin.

"Eh ibu, mau makan juga?" tanyaku berbasa-basi sambil memberikan senyuman terbaikku untuk dosenku yang super cantik jika dilihat dari sedotan, eh.

"Sayang, ini siapa? Kakak kamu?" tanya Marina dengan pandangan menyelidik.

"Ooh, ini bukan, ini bukan kakakku, tapi beliau ini dosenku," jawabku lagi-lagi diiringi senyum yang kubuat semanis gula.

"Hadi, tadi kan kamu bersama si?" tanya Bu Lidya. Dia sepertinya akan membicarakan tentang si Leni, karena tadi dia sempat melihatku bersama Leni.

Aku yang faham dia mau bertanya Leni pun segera mengalihkan pembicaraan.

"Oh, iya tadi saya sama sepupu saya, Bu, tapi sekarang dia dah pulang, Bu," jawabku gugup. Aku takut sekali Bu Lidya akan membongkar kebohonganku didepan Marina.

Bu Lidya mendengus gusar, namun dia tak berkata apa apa lagi.

Dia hanya memutar bola matanya sinis.

" Ya udah, jangan lupa setelah ini serahkan makalah kamu! saya akan kembali ke kampus sekarang," ujar Bu Lidya sambil berlalu pergi. Dasar tuh cewek tua! yang dia ingat cuma pelajaran dan pelajaran kuliah, apa dia gak bosen ya, seumur hidupnya digunakan untuk belajar.

Setelahnya kusuruh Marina memesan makanan yang dia inginkan. "Mbak, aku mau pesen Pizza, plus Chiken Krispy, plus kentang goreng. Jangan lupa kasih nasi juga ya, bareng ayamnya!" ucap Marina sambil menunjuk ke arah daftar menu yang diberikan sang pelayan cafe.

Glek! aku menelan saliva mendengar Marina memesan makanan segitu banyaknya. "Buseet dah, ni cewek, apa dia gak makan selama berhari-hari, ya?" aku membatin sambil cengengesan melirik ke arah Mbak pelayannya yang ternyata lumayan cantik.

"Mas, kok, malah senyam-senyum sama si Mbaknya sih?" sentak Marina sambil memanyunkan bibirnya lima senti.

"Hehehe enggak kok, sayang. Mas cuma iseng. kali aja dikasih diskon," bisikku di telinga Marlina sampai membuat gadis itu cekikikan.

Tak lama kemudian, makanan yang dipesan pun tiba.

Setelah dilihat Bill-nya ternyata mencapai angka satu juta. Duh, bisa bangkrut gue. Gimana gue minta lagi sama Mama gue.?

Belum sempat aku mengantar dia pulang, Leni sudah menelefonku lagi. Duh, kira-kira dia habis berapa ya, di salon? akhgkh, beneran habis nih duit gue!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status