Share

Pov Shiena

Pov Shiena.

Salah satu resiko menjadi seorang pengajar adalah harus siap mental kalau kalau ada murid yang nakal atau bandel. Itu lah yang aku hadapi sekarang.

Saat ini aku mengajar di sebuah kampus sebagai Dosen di Fakultas Ekonomi, kebetulan aku dipercaya menyampaikan mata kuliyah Etika berbisnis dan profesi dan juga PAI.

Hari ini aku benar benar dibuat kesal oleh salah seorang mahasiswa yang selalu terlambat dan sering juga ceplas ceplos disaat aku mengajar. Kalau saja aku seperti dosen yang lain, mungkin anak itu sudah diberi nilai D, tapi aku masih memberi dia kesempatan, meski dia sungguh menyebalkan.

Kali ini aku memberi mereka tugas untuk membuat makalah, tapi mahasiswa yang bernama Hadi ini selalu melakukan kesalahan dalam penyusunannya.

Karena besok aku mau mengambil cuti sampai seminggu, hari ini aku berbuat baik pada para mahasiswa yang makalahnya masih perlu perbaikan.

Ketika aku berada di kantin, aku mendengar Hadi dan Ilman menyebut-nyebut namaku, aku pun bergegas mendekati mereka.

"Eh, denger ya Man, Gue tuh udah punya cewek yang super duper kece..masih muda lagi..mana Mungkin gue ninggalin cewek gue yang super cantik cuma demi wanita seperti Bu Lidya yang super killer dan udah tua ..haha..sampai kapanpun dan walaupun di dunia ini gak ada cewek lain, gue gak bakal ngelirik tuh cewek. haha," ejeknya sambil kembali tertawa menertawakanku.

Sungguh, kini jantungku terasa diremas, mendengar semua ejekannya. Aku ingin sekali menumpahkan semua amarahku, tapi karena besok hari pernikahanku, aku tak mau ambil resiko dengan membuat keributan.

Aku harus bersikap manis dan bijaksana agar pernikahanku dilancarkan dan doaku dikabulkan.

Ilman terlihat salah tingkah karena telah menyadari keberadaanku, sedangkan si Hadi masih terus nyerocos menghinaku.

"Eh Man, lu kenapa? Kok, bengong gitu?" tanya Hadi pada Ilman, rupanya dia sadar bahwa ada yang tak beres dengan sikap temannya. Akhirnya dia bertanya sambil memutar badannya. Matanya membulat ketika melihatku sudah berdiri dibelakangnya.

"Ehmm, sudah selesai menggibahnya? " Aku menyapanya dengan suara yang sengaja aku buat sedingin salju.

"Hah, Bu Lidya? Saya ... saya." Dia melihatku dengan tergagap gagap.

Karena tak mau berdebat dengan pemuda ini, aku langsung menyuruhnya ke kantorku. Aku memberikan makalahnya yang belum dia sempurnakan.

Karena besok adalah hari pernikahanku, setelah selesai mengajar, aku putuskan untuk pergi ke Salon agar wajahku terlihat fresh saat hari pernikahan nanti.

Dengan wajah berbinar, aku keluar dari Salon setelah kulalui berbagai perawatan di Salon ini.

Namun, moodku harus berubah saat kulihat sosok mahasiswa yang selama ini selalu membuatku kesal.

Ya,siapa lagi kalau bukan si Hadi Firmansyah, entah sudah berapa kali aku bertemu dengannya hari ini.

Yang membuatku bertambah heran dengan tingkahnya, hari ini aku melihatnya menemani dua orang gadis dalm waktu bersamaan.

******

Pagi terlihat begitu cerah, secerah wajah wajah keluargaku hari ini.

Karena hari ini adalah hari pernikahanku yang kedua.

Setelah hampir 5 tahun aku menantikan kehadirannya kembali di hidupku, akhirnyaku putus kan untuk menghentikan penantianku.

Demi keluargaku, demi ibuku yang selalu terlihat murung karena memikirkan nasib pernikahanku yang digantung oleh mantan suamiku.

Aku menantinya karena aku kira bukan dia yang mengirimkan surat cerai itu, aku kira itu cuma akal akalan mertuaku yang memang tak setuju denganku.

Tapi hari itu, setelah aku tanyakan langsung padanya melalui sambungan telfon, ternyata surat itu memang benar dia yang menulisnya.

Hatiku hancur berkeping, 4 tahun lebih, aku berada dalam penantian semu.

Pantas saja selama empat tahun ini dia tak mau mengangkat telfon dariku. Walaupun setiap bulan dia selalu transfer uang yang tak sedikit untuk putri kami. Selama 4 tahun ini, setiap bulan dia mengirim uang ke rekeningku, tanpa sepatah kata. Hanya sms banking yang tiap bulan aku terima, sms banking yang berisi angka puluhan juta yang selalu mengisi rekeningku disetiap bulannya.

"Mamaa!" Suara merdu bidadari kecilku menyadarkanku dari lamunan.

"Mama, kok mama nangs lagi? Kan mama dah janji sama Basmah, mama gak akan nangis lagi?" ucap Basmah sambil menghapus air mataku. Sungguh, ocehan si kecil ini laksana embun penyejuk kalbu yang selalu menenangkan jiwaku.

"Iya Sayang. Mama gak nangis, kok," jawabku seraya menyeka air mata yang tak berhenti menggenangi mataku.

"Na, kamu udah siap, kan? Itu di depan ada calon suami dan mertuamu sudah datang," ujar mamaku yang tiba tiba masuk ke kamarku.

Aku hanya mengangguk, dengan berat hati, aku melangkah keluar. Sebenarnya aku sama sekali tak menginginkan pernikahan ini, tapi karena aku tak mau membuat ibu sedih, aku terpaksa menurut.

Keluargaku menyambutku dengan senyum bahagia saat aku keluar dengan kebaya dan rok coklat ala pengantin.

Aku sangat bahagia melihat senyuman yang terukir di wajah mereka. Namun, aku melihat kejanggalan di wajah calon mertua dan suamiku, mereka terlihat tak senang bahkan pandangan mereka padaku terasa menusuk jantungku.

"Nak Shiena, kami langsung saja ya. Sebelum kalian nikah, kamu harus tunjukan pada kami surat cerai dan surat jandamu," ucap calon mama mertuaku dengan penuh keangkuhan.

Deg..

Ucapan itu membuatku merasa beku, karena terus terang saja aku belum dicerai secara negara oleh suamiku. Hanya sebuah surat yang dia tanda tangani dan sebaris chat watssap di handphoneku yang aku punya sebagai bukti perceraianku.

"Maaf Bu, saya hanya punya bukti ini " Aku menyerahkan poto surat dan chat watssap pada mereka.

Mereka mengambilnya dan menanggapinya dengan cibiran yang luar biasa menyakitkan.

"Hanya ini Nak? Maaf ya Bu, kalau cuma ini bukti cerainya, saya gak mau menikahkan anak saya sama Nak Shiena, karena kami dengar anak ibu ini sebnarnya gak nikah di sana," ujar perempuan itu sekali lagi yang membuat mamaku naik pitam.

"Jaga mulut ibu,ya! Kalau memang ibu tak mau menikahkan anak ibu, ya sudah. Silahkan pergi dari sini! Tidak usah menghina anak saya.

Dengar baik baik ya Bu! anak saya di sana menikah secara sah, cuma nasibnya kurang baik karena mendapat mertua yang tak setuju dengan mereka. Makanya mereka diceraikan paksa, asal ibu tau, sampai sekarang mereka masih mengirim anak kami uang!" Teriak ibuku lantang. Ibu terisak dan tergugu, namun itu tak membuat jiwa keibuannya terpuruk.

Seorang Ibu pasti akan marah ketika mendengar anakya dihina. Jika anaknya dihina, seorang ibu akan berubah menjadi singa yang siap menerkam.

"Ya sudah, ngapain saya nikahkan anak saya dengan janda gak jelas seperti anak ibu. Ayo semuanya ! kiita pergi dari rumah yang gak jelas ini." sahut ibu itu sambil menarik tangan anaknya. Mereka pun keluar dari rumahku dengan angkuhnya.

Aku jatuh terkulai dilantai, sementara ibuku jatuh pingsan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status