Happy Reading Semuanya!Iris matanya memperhatikan lelaki yang menjadi suaminya tampak mengantri untuk membeli tiket bioskop saat ini, Eva tidak mengerti. Kenapa Zaidan begitu memperdulikan dirinya yang hanya membuat masalah besar untuk lelaki itu bahkan kemungkinan menghambat, tetapi Zaidan sama sekali tidak mempermasalahkan apa yang terjadi pada dirinya.Bibirnya tersenyum saat Zaidan tampak menunjukkan dua tiket untuk mereka menonton film yang sedang tren saat ini, jujur ia mulai merasa nyaman dengan kehadiran Zaidan sekarang ini disisinya.“Terima kasih ya Mas,”“Semua untuk kamu, kenapa kita harus menonton bersama-sama dengan pengunjung lain? Kalau kamu mau, saya bisa menyewa tempatnya.” Zaidan meskipun mengeluh tetap akan mengutamakan Eva terlebih dahulu, iris matanya memperhatikannya yang digenggam oleh sang istri yang tersenyum lembut.“Saya ingin menonton bersama-sama dengan pengunjung lain, saya merasa nyaman begitu. Enggak ada sensasinya kalau kita hanya menonton berdua, sa
Happy Reading Semuanya!“Bagaimana jika referensi kamu yang ini... di rubah dengan yang ini? Karena menurut saya itu bagian yang paling penting dan pas, atau kamu bisa mencari referensi lainnya.” Eva mempoutkan bibirnya mendengar perkataan dari sang suami barusan.Sudah hampir tiga jam Zaidan mengawasinya untuk mengerjakan skripsi yang belum kunjung ia kerjakan, otak Eva sudah mendidih dan mungkin jika ingin membuat telur goreng di atas kepalanya kemungkinan besar akan matang.Suaminya menguras isi kepalanya.“Lalu bagian ini, bisa kamu tambahkan dengan kerangka berpikir atau sistematika penulisan.” Kepala Eva kini hanya bisa mengangguk lelah, rasa ingin pergi ke suatu tempat ingin ia lakukan sekarang.“Kamu mendengarkan saya?” tanya Zaidan.“Iya,”Alis mata Zaidan menaik sebelah memandang sang istri yang kini hanya memasang wajah lelah, entah apalagi yang diinginkan oleh istrinya. Baru juga ia suruh mengerjakan skripsi tapi sudah seperti ini.“Jadwal sidang pertama itu awal bulan ini
Happy Reading Semuanya! Iris mata Eva memperhatikan lelaki yang menjadi suaminya tampak gugup sendiri, padahal ia sama sekali tidak merasa gugup di sidang pertamanya. Zaidan berjalan kesana kemari merasa panik dengan situasi saat ini, padahal Zaidan akan menyaksikannya langsung di dalam ruangan yang sama dengan dirinya. “Kamu tunda sidangnya saja bagaimana?” Alis mata Eva menaik sebelah, apa yang dikatakan suaminya barusan? Bukankah lebih cepat lebih baik. Memang siapa yang mengusulkan pertama kali untuk mengikuti sidang pertama. Emosi sekali Eva. “Apanya yang ditunda? Saya sudah ada di depan ruangan dan sudah daftar,” sahut Eva sembari cemberut memandang Zaidan kini mengacak rambutnya kesal. “Ini pasti gara-gara saya, kamu sampai sakit seperti ini. Kamu saat ini sedang sakit karena saya, pasti kamu sakit dan gugup bersatu menjadi satu.” Zaidan menangkup wajah sang istri di depannya yang berwajah pucat. Iris matanya memperhatikan pupil mata sang istri yang menatapnya dalam. Tang
Happy Reading Semuanya! Mereka rencana memang akan pergi ke Switzerland harus gagal karena kejadian tidak diinginkan terjadi, Eva tidak mengerti dengan keadaan kakaknya dan sang suami juga begitu. Mereka sudah siap untuk pergi tapi orang tuanya mengabarinya jika sang kakak kecelakaan dan tidak ingin melakukan pengobatan jika Zaidan tidak berada di sisinya. Eva tidak mengerti. Sangat tidak mengerti. Apa hubungannya dengan sang suami serta kecelakaan ini? Memang suaminya dokter. “Saya bukan seorang dokter, bagaimana bisa mengobati seseorang? Saya juga bukan suami dari Livy. Untuk apa saya berada di sisi dia? Saya memiliki seorang istri dan ada hati yang harus saya jaga.” Perempuan dengan nama Eva itu terdiam menatap sang kakak yang merintih kesakitan, ia sendiri tidak bisa mengeluarkan sepatah kata apapun. Ia bingung melihat keduanya, sebenarnya Eva tidak rela tapi ia kasihan dengan sang kakak.“Kakak kesakitan Mas, saya enggak masalah sama sekali jika Mas harus membantu Kak Livy. D
Happy Reading Semuanya! Eva menyentuh pipi sang suami yang hanya mempoutkan bibirnya, sudah hampir dua jam suami sekaligus dosen pembimbingnya tidak ingin buka suara dan berbicara dengannya selama perjalanan. Alhasil Eva hanya bersandar nyaman pada lengan Zaidan sembari mempoutkan bibirnya dan sekarang ia sudah memikirkan caranya supaya sang suami mau bicara lagi dengan mencolek pipi Zaidan. “Sayang... sudah dong ngambeknya,” rengek Eva. “Kamu enggak adil Eva, kamu memanggil Kevin dengan sebutan ‘Mas’ di pertemuan kalian yang kedua dan kamu membutuhkan banyak waktu untuk membuat panggilan ‘Mas’ ke saya. Itu enggak adil Eva,” Kevin yang mendengar perkataan dari rekannya itu hanya menggeleng, ribut sekali keduanya. Tetapi lelaki dengan wajah tampan itu tahu kalau tatapan mata Zaidan dengan Eva sama sekali tidak bisa dibohongi, begitupun sebaliknya. Mereka akan bahagia dengan pernikahan ini, kan? Kevin tidak yakin karena kakak dari Eva terlihat tidak bisa diam untuk merusak pernikaha
Happy reading semuanya! “Tubuh kamu kenapa sangat cantik dan membuat saya bergairah terus menerus, Eva.” Kalimat yang baru saja diutarakan oleh Zaidan barusan membuat Eva hanya menghela napas perlahan, ia hanya bisa pasrah menuruti keinginan dari sang suami yang menginginkan mandi bersama yang berujung sesuatu lebih akan terjadi. Memang tidak ada yang bisa menebak jalan pikiran dari suaminya itu, sudahlah ia pasrah saja. Toh, tidak ada yang bisa ia lakukan juga. “Mas, saya itu mau makan dari tadi. Kenapa Mas siksa saya di kamar mandi?” tanya Eva dengan suara kesal. “Kamu bisa menikmati makanan sepuas yang kamu mau nanti, saya juga sudah memberikan makanan tadi. Kamu saja yang mudah lapar. Sekarang ada hal yang harus kamu nikmatin," Eva memasang wajah cemberut mendengar perkataan dari suaminya barusan. "Apa?" Bibir Zaidan tersenyum mendengar penuturan dari perempuan yang menjadi istrinya itu, Eva terlihat kesal tetapi tidak bisa berkata apa-apa. "Kita bisa menikmati pemandangan
Happy Reading Semuanya! Tatapan matanya mengarah pada lelaki di depannya, ia mengenal. Sangat mengenal lelaki yang mendadak meninggalkannya tanpa alasan jelas, kepalanya menunduk dan dadanya berdegub sangat cepat sekarang ini. Ada rasa cinta lama yang belum selesai. "Kamu... gimana kabarnya? Maaf aku pergi tanpa kasih kabar kamu, aku sudah mendengar semua berita tentang kamu dan aku sudah berpikir. Kamu bukan orang yang seperti itu, Eva yang aku kenal adalah orang baik, pengertian, dan enggak berani macam-macam. Orang munafik seperti aku memang enggak pantas buat dapatkan hati kamu," Eva memperhatikan sang suami yang hanya memasang wajah datar tepat di sebelah gerobak penjual martabak. Entah bagaimana mereka bisa bertemu di tempat yang seperti ini, perempuan muda itu tidak tahu jika bermainnya Logan sangat jauh. "Logan, kenapa lo ada di sini?" tanya Eva. "Rumah orang tua gue disini, mereka ingin menghabiskan masa tuanya di tempat yang sejuk. Gue pulang saja sebelum sidang nanti,
Happy Reading Semuanya! Tangan Zaidan meremas dibagian perutnya, untuk pertama kalinya ia merasakan sakit yang seperti ini. Matanya yang terpejam perlahan terbuka dan menampilkan wajah cantik istrinya yang masih memejamkan matanya, jam dinding menunjukkan pukul 2 dini hari dan ia merasakan sakit yang amat hebat. Bibirnya ia gigit agar tidak mengganggu tidur sang istri yang kini mulai merasa tidak nyaman dan terganggu dipelukannya. "Mas, kenapa?" tanya Eva dengan suara serak. "Eva, tolong saya! Perut saya sakit," Eva yang baru saja mengumpulkan nyawanya langsung berdiri menyalakan lampu kamar mereka dan memperhatikan Zaidan tengah merintih kesakitan. "Mas, kenapa ih? Kok kesakitan begitu?" tanya Eva sembari mengusap peluh yang keluar dari wajah Zaidan saat ini. "Perut saya sakit, panggil dokter Eva!" pinta Zaidan. Eva menggigit bibirnya, apakah ada dokter di waktu dini hari seperti sekarang ini. Lagian ada-ada saja suaminya itu, lihat saja sekarang malah jatuh sakit. Katanya