"Daddy, kenapa mommy belum pulang juga? sebenernya mommy kemana daddy. Be kangen sama mommy, udah satu minggu mommy ngga pulang," celetuk gadis kecil dengan wajah polosnya.
Mendengar kalimat itu hati Emil bergetar, bukan hanya Beverly yang merindukan Alzena, namun ia pun sangat merindukan istrinya itu."Sabar ya sayang, Daddy akan cari mommy kamu sampai ketemu, sampai saat ini daddy juga masih usaha buat cari mommy, dan ngga cuma deddy, om om polisi juga cari mommy, jadi Be tenang aja, mommy pasti ketemu," jawab Emil meraih kedua bahu gadis kecilnya itu.Yang kemudian merengkuhnya dan membawa dalam dekapannya, rengekan yang membuat Emil tak dapat tenang adalah saat rasa rindu yang dirasa Beverly pada sang ibu.Ditengah tengah kebersamaannya, tiba tiba...Dreet dreet!Sebuah panggilan masuk diponsel Emil, nama Aldo menari nari dilayar benda pipih itu, yang membuat Emil dengan cepat menjawabnya."Bagaimana do, apa kamu sud"Ada apa Maya?" tanya Sabrina dengan pandangan takut.Tak menyangka apa yang terjadi jika Maya mendengar ucapannya barusan?"Bu, saya titip anak anak ya, saya mau belanja sebentar," ucap Maya yang membuat Sabrina pun menghela nafas lega.Ia fikir Maya akan menegurnya karena mendengar ucapan itu, namun ternyata Maya ingin menitipkan anak anak, karena ia harus belanja bulanan untuk keperluan rumah."Oh, ya aku akan jaga anak anak.""Makasih," ucap Maya yang lalu meninggalkan tempat.Setelah kepergian Maya dengan sangat lega Sabrina terduduk dan menghela nafas. Rasa otaknya seketika adem kala ternyata Maya tak mendengar apa pun. Hampir saja jantungnya dibuat putus oleh Maya.•••"Anak anak, sampaikan pada kedua orang tua kalian ya, bahwa besok diharap kedatangan nya ke sekolah, untuk menyaksikan kalian baca puisi," ucap wanita guru TK tersebut, yang membuat suasana seketika riuh.Semua anak anak pun bersor
Pagi ini, Beverly yang tampak termenung ketika penampilan hendak ke sekolahnya sudah siap. Ia yang teringat akan ucapan guru nya disekolah, jika hari ini kedua orang tuanya harus hadir ke sekolah untuk menyaksikan penampilannya membaca puisi.Namun kembali lagi Beverly berfikir jika sang Mommy masih belum dapat ditemukan, lalu siapa yang akan menghadiri undangan tersebut? sementara Emil yang kini sedang membujuk sang anak."Be, daddy bisa kok datang ke sekolah be.""Tapi mommy gimana Daddy? kan harus sama mommy," ucap Beverly yang membuat Emil terdiam.Entah bagaimana cara menjelaskan pada Beverly, anak seusianya belum dapat menerima penjelasan serumit ini.Tiba tiba dari arah belakang, terdengar Sabrina menyambar percakapan itu."Atau oma aja yang datang? buat jadi mommy nya Be?" ucap Sabrina yang membuat Emil seketika mendongak kan wajahnya.Ia dapati Sabrina yang sudah berpenampilan rapi disana."Oma bisa loh
"Nona, ini ada susu hamil dan buah buahan untuk nona," ucap bi Sri yang kini memasuki ruang kamar Alzena.Melihat itu pun Alzena tertegun, berbagai macam buah, susu, dan makanan bergizi lainnya yang saat ini ada dihadapannya."Siapa yang beli ini semua bi?""Tuan Aland non, tapi dia ngga bisa nganter ke sini karena ada kerjaan mendadak," jawab Bi Sri yang membuat Alzena mengangkat Alis sebelah kirinya.Mendengar itu membuat Alzena berfikir, karena ia tak mengingat nomor ponsel Emil, ia hendak mencari di media sosialnya."Bi, apa bibi punya handphone? apa saya boleh pinjam?" tanya Alzena yang berharap sang bibi dapat memberikannya.Namun justru jawaban bibi membuat Alzena kecewa."Tidak non, tuan Aland tidak mengizinkan bibi bawa handphone." Mendengar jawaban itu seketika Alzena tak bersemangat kembali, Aland benar benar sudah mempersiapkan semuanya, bahkan dari hal hal yang tak terduga sekali pun.•••
"Be, daddy pergi dulu ya, mau cari mommy. Be doain semoga hari ini mommy ketemu," ucap Emil pada gadis kecil yang sedang bermain boneka dihalaman belakang rumahnya."Terserah daddy aja, Be ngga peduli lagi sama mommy," jawab Beverly yang membuat Emil terdiam.Sedikit tak mengerti dengan ucapan sang anak yang ia anggap bercanda."Be ngomong apa sih?""Daddy, mommy itu ngga sayang sama Be, buat apa Be doain?""Be, ngga boleh ya bicara kaya gitu. Kata siapa Mommy ngga sayang sama Be?""Nyata nya mommy pergi, kalau mommy sayang sama Be, mommy ngga akan ninggalin Be daddy.""Sayang, mommy ngga sengaja ninggalin kamu kok, dan ini daddy lagi berusaha buat cari mommy kamu.""Terserah daddy deh, Be ngga peduli," ucap Beverly yang lalu melangkah meninggalkan tempat.Kepergiannya membuat Emil tertegun, kalimat apa yang baru saja diucapkan sang anak? Bahkan selama ini ia tak pernah mengajari anaknya berbicara seper
"Tangan Emil kenapa mas? kok berdarah gitu?" tanya Maya kala kini Emil dan Adit kembali ke rumah."Bantai batang pohon," jawab Adit melirik Emil."Hah? ada ada aja Mil.""Entah lah, kamu fikir dengan begitu bisa nyelesain masalah? sampe tangan mu bengkak sekali pun kalau ngga dicari Alzena ngga mungkin kembali, aneh aneh, pake bantai batang pohon segala," cerocos Adit yang membuat Emil hanya terdiam.Wajar lah jika sang kakak memarahinya, karena itu memang tindakan konyol, karena tak dapat menahan emosi dan amarah, seketika Emil melempar tangannya begitu saja."Udah udah, sini biar aku obati," ucap Maya yang lalu meraih kotak p3k dan mengobati luka tangan Emil.Sementara Sabrina yang melihat itu pun, dengan cepat mendekat, berekspresi cemas karena melihat luka ditangan Emil."Loh, Mil tangan mu kenapa?" tanya Sabrina yang terus memperhatikan Maya yang sedang mengobati luka Emil."Ngga usah banyak tanya deh, mau
Hiks Hiks!"Aduh sakit, sakit banget perut ku," desah Sabrina dengan menahan rasa sakit.Ekspresi wajahnya sangat kesakitan dan kedua tangan yang terus menekan pada bagian perutnya."Tolong! perut ku sakit, tolong aku!" pekiknya.Mendengar suara itu pun, Emil yang sedang melintas seketika menghentikan langkahnya, ia mendengar Sabrina yang terus mengeluh kesakitan, dengan rintihan tangisannya.Tak berfikir lama, Emil yang dengan cepat mendekat. Ia dapati Sabrina yang terbaring meringkuk dengan tangan yang masih terus menekan perutnya."Sabrina, kamu kenapa?""Tolong aku Emilio, perut ku sakit banget, tolong!"Mengingat kondisi Sabrina yang saat ini sedang hamil, Emil pun segera membantu Sabrina, membawanya kerumah sakit untuk mendapat perawatan."Bagaimana dok? Sabrina kenapa?" tanya Emil setelah dokter wanita tersebut selesai memeriksa Sabrina."Tuan, istri tuan ini tidak bisa kelelahan, kandun
Beberapa bulan berlalu, terlihat perubahan bentuk tubuh terkhusus perut pada Alzena juga Sabrina, usia kandungan itu sudah memasuki lima bulan.Dan selama lima bulan itu juga, Alzena yang masih belum terbebas dari tahanan rumah mewah Aland.Beruntungnya, disana Alzena mendapat perlakuan yang sangat baik, meski ia sedang menjadi tawanan, namun sepertinya tawanan tersayang Aland Rosewood.Hari ini, Alzena yang terduduk terdiam dan merenung memikirkan hidupnya. Akankah hidup terus begini? yang terus berkecukupan, bergelimang kemewahan, karena sang penculik telah memperlakukan nya dengan sangat baik.Namun jika tak dapat bersama anak dan suaminya, apa yang dapat membuat Alzena bertahan? hari ini rasa rindu kian menggebu, air mata berlinang dengan perasaan yang tak karuan."Aku rindu kalian."Kalimat itulah yang kembali terucap dari bibir Alzena, Perlahan Alzena pun menundukkan wajahnya, memperhatikan perut buncitnya dengan mata merem
Sesampainya dirumah Aland."Mana kamar untuk ku? aku mau tidur kak, rasanya capek banget, kesel banget, aku mau tidur sampai besok, jangan ganggu aku," cerocos Sabrina.Memasuki rumah yang baru pertama kali ia datangi, alih alih menyapa sang kakak, Sabrina justru menanyakan ruang kamar untuknya.Karena tubuhnya tak sabar lagi untuk berbaring"Tuh," jawab Alan dengan pandangan tertuju pada ruang kamar disebelah kirinya.Yang membuat pemandangan Sabrina mengikuti arah pandangan Alan, yang kemudian mengangguk dan dengan cepat berjalan.Kepergian Sabrina membuat Aland tak berkedip, dengan terus berfikir bagaimana jika Sabrina bertemu Alzena disini? Sementara selama ini Aland berkata Alzena berada ditempat yang membuatnya menderita, bukan berada di dalam sangkar emas ini.Seperti yang diucapkan Sabrina, ia yang tak keluar kamar hingga kini pagi menyapanya, jam menunjukan pukul 09:00 Sabrina yang masih bergelut dengan selimut ditem
Delapan bulan kemudian.Perusahaan yang sudah kembali meningkat, Emil berhasil membangun perusahaannya dengan sangat pesat."Alhamdulilah, kita ada dititik ini. Do terimakasih atas semuanya, tanpa kamu saya tidak akan menjadi seperti sekarang lagi.""Sama sama tuan, saya juga berterimakasih karena tuan sudah memberi banyak bonus untuk saya.""Itu hak kamu Do, kamu pantas menerimanya."Masih tak menyangka Emil dan Aldo dapat secepat ini mengembalikan kejayaan yang pernah terhempas. Kini Emil Group kembali berdiri kokoh diatas rata rata.Banyak sekali perusahaan lain yang menginginkan sebuah kerja sama, karena kinerja Emil selaku pemimpin dianggap sangat baik."Terimakasih pak, terimakasih banyak. Semoga kita dapat bekerja sama dengan baik.""Pasti pak pasti. Kalau begitu kami permisi, selamat siang.""Ya, selamat siang."Lagi, sebuah tender yang dapat Emil raih, membuat Emil dan Aldo tersenyum b
"Ibu..." Pekik Alzena yang seketika terbangun dari tidurnya.Keringat dingin mengucur deras, nafas yang memburu kencang seperti seseorang yang kelelahan.Sebuah mimpi yang menghampiri membuat Alzena terkejut, pandangan termenung dengan dada naik turun."Ternyata aku cuma mimpi," gumam Alzena.Sesaat kemudian, Emil yang kini membuka pintu dan masuk ia dapati Alzena yang masih terdiam dengan pandangan merenungnya."Zen, kamu kenapa?" tanya Emil setelah kini ia berada di dekat sang istri."Aku mimpiin ibu mas," jawab Alzena yang membuat Emil terdiam.Seketika ingatannya tertuju akan kejadian siang tadi yang membuat bulu kuduknya berdiri. Dengan cepat Emil pun meraih tangan Alzena dan menatapnya dengan tajam."Sayang, aku minta maaf ya sama kamu, jujur aku ngga ada maksud apa apa, aku cemburu karena aku terlalu takut kehilangan kamu," ucap Emil yang membuat Alzena tertegun."Mas, udah ya aku ngga papa kok.
Bruuukkk!"Aduhh.""Maaf maaf."Alzena dan Jody yang kini saling pandang setelah bertabrakan."Jody.""Zen, hay kamu disini juga?""Iya, aku lagi belanja bulanan. Kamu belanja juga?""Iya nih."Entah apa yang membuat Alzena tiba tiba terkekeh, membuat Jody mengerutkan dahinya."Kenapa tiba tiba ketawa sih?""Makanya buruan nikah Jod, biar ngga belanja sendiri kaya gini."Tak menjawab Jody yang justru tersenyum dan berkata."Belum ada yang cocok dihati.""Mau nunggu apa lagi Jod? kamu udah punya segalanya sekarang udah mapan, udah saat nya kamu nikah.""Maunya sih gitu Zen, tapi kan yang namanya perasaan ngga bisa dipaksa," jawab Jody yang membuat Alzena terdiam dan hanya mengangguk.Ditengah tengah percakapannya tiba tiba Emil datang dan terkejut melihat sang istri tampak sedang bersenda gurau dengan mantannya.Diperhatikan tak merasa diperh
"Bagaimana Do? mereka menerima kan?""Iya tuan mereka mau bekerja sama dengan perusahaan kita."Begitulah perbincangan yang terjadi antara Emil dan Aldo diruang kerjanya. Ditengah tengah perbincangannya tiba tiba..Tok tok tok!Terdengar suara ketukan pintu yang membuat Emil dan Aldo menghentikan percakapannya."Masuk."Perlahan pintu pun terbuka, seorang laki laki yang kini melangkah memasuki ruangan Emil, membuat pandangan Aldo dan Emil tak berkedip memperhatikannya."Jody," gumam Emil yang pandangannya terus menatap laki laki yang kini melangkah mendekat.Ada urusan apa Jody datang menemui Emil? untuk urusan pekerjaan kah? atau urusan yang lainnya?"Selamat siang pak Emil," sapa Jody sopan."Siang Jod, silahkan duduk.""Kalau begitu saya permisi ya tuan," ucap Aldo yang kemudian beranjak dan meninggalkan tempat."Ada apa Jod?" tanya Emil pada Jody setelah kini Jody terduduk
"Mas, kamu udah sampek mana? buruan pulang ya, aku punya kejutan buat kamu," ucap Alzena pada Emil melalui media ponselnya."Kejutan, apa?""Suprise dong, kalau aku bilang sekarang bukan kejutan namanya, nanti aku bilang nya kalau kamu udah sampek rumah aja.""Dasar kamu ya buat aku penasaran aja. Yaudah iya ini aku udah mau sampe kok, tunggu ya jangan lupa kejutannya," ucap Emil yang membuat Alzena terkekeh.Wajah ayu yang tampak berbinar itu terus tersenyum menandakan kebahagiaan. Tut tut tut!Panggilan pun terputus. Sementara Alzena yang sedang duduk bersama Adit, Maya, Zidan dan Beverly."Horeee.. Be mau punya adik," pekik Beverly kegirangan.Membuat semua yang memandang tersenyum bahagia."Selamat ya Zen, akhirnya Be mau punya adik.""Iya kak May, semoga kak may juga cepet menyusul ya.""Amin."Beberapa menit kemudian.Terdengar deru mobil yang kini me
Hari demi hari berlalu, Emil yang yang kini telah bangkit dan kembali dengan pekerjaan utamanya, merintis perusahaan mulai dari nol bukanlah hal yang mudah.Kini kembali masa itu sedang ia jalani, yang harus penuh semangat dan bekerja keras, kini perusahaan nya telah beroperasi kembali, meski belum sesukses dulu namun kini masih berjalan perlahan.Sementara Alzena yang tampaknya begitu frustasi dengan perkara hutang yang telah ia lakukan. Hatinya tak tenang setiap kali teringat akan hutang yang beberapa hari lagi harus ia lunasi."Yaallah, satu minggu lagi hutang itu harus lunas, dan aku harus gimana? aku belum punya uang sebanyak itu," ucap Alzena dengan pandangan merenung."Apa aku harus jujur sama mas Emil tapi kalau dia kaget dan sakit kepala lagi gimana?" tambahnya dengan ekspresi wajah tegang.Baru saja berhenti bibirnya berkata tiba tiba, Em yang kini datang dan bertanya."Ada apa Zen? kamu lagi mikirin sesuatu?"
"Mas, kepalanya sakit lagi ya mas? mas Emil. mas," tanya Alzena pada laki laki yang meringkuk kesakitan itu.Sementara Aldo yang melihatnya bingung, belum sempat Emil menjawab pertanyaan sang istri tiba tiba...Bruuukk!Tubuh kekar Emil terjatuh dan tergeletak dibawah."Mas Emil," pekik Alzena yang lalu menolong dan menopang kepala Emil.Sementara Aldo yang dengan cepat membantu Alzena untuk memasukan Emil kedalam mobilnya. Dan dengan cepat melaju menuju rumah sakit."Aku kan udah bilang mas, kondisi mas belum mampu, tapi mas malah ngeyel," gerutu Alzena sepanjang perjalanan."Lebih cepat ya Do, saya khawatir terjadi apa apa pada suami saya.""Baik nyonya."Aldo pun menambah laju kecepatannya, hingga kini sampailah mereka dirumah sakit, dengan cepat Emil dibawa keruang periksa.Alzena dan Aldo yang menunggunya dengan risau, panik dan khawatir dengan keadaan Emil. Membuat hati sang istri tak ten
Jam menunjukan pukul 02:00 dini hari, Emil yang merasakan dahaga, perlahan beranjak dan melangkahkan kaki menuju dapur, untuk menuang air putih ke dalam gelas kosong yang telah ia siapkan.Kemudian Emil pun menenggaknya hingga tandas, kembali langkahnya hendak memasuki ruang kamar, namun langkahnya seketika terhenti kala ia melihat sebuah ruangan yang pintunya tak tertutup rapat.Perlahan langkahnya berjalan mendekati ruangan tersebut, karena rasa penasaran dan ingin tahu.Tempat yang tidak lain adalah ruangan kerjanya itu, ia memasuki dengan langkah ragu. Ruangan yang terasa asing dan sepeti tak pernah berada didalamnya, meski pun hatinya berkata ini adalah tempat ternyamannya saat itu."Ini ruangan apa?" gumam Emil dengan pandangan yang terus tertuju pada setiap sudut ruangan.Diruangan itu terdapat banyak foto dan piagam penghargaan miliknya, namanya terpampang jelas dalam sebuah piagam yang tertempel didinding.Melihat semua
"Kamu kenapa mas? aku perhatiin dari tadi kamu bengong," tanya Alzena yang kini menghampirinya Emil dihalaman belakang."Ngga papa, aku cuma kepikiran Sabrina," jawab Emil yang membuat Alzena terkejut.Deg!Hatinya seakan ingin terlepas dari tempatnya, mendengar sang suami memikirkan sang mantan, yang baru saja pergi menghadap ilahi."Ngga nyangka aja, secepat ini dia pergi, dia kan masih muda," tambah Emil yang membuat Alzena masih tertegun memperhatikan wajahnya."Namanya juga azal mas, ngga ada yang tau. Apa ada yang kamu inget lagi dari masa lalu kamu dengan Sabrina?" tanya Alzena yang akhirnya terucap setelah bersusah payah merangkai kata."Ngga, aku ngga inget apa apa lagi."Mendengar jawaban itu Alzena menghela nafas lega, jujur ia tak ingin masa lalunya bersama Sabrina terlebih dulu diingat oleh Emil."Zen," panggil Emil yang memutuskan lamunan Alzena."Iya.""Bantu aku yuk! bantu aku m