"Ekhem seneng ya yang habis ditembak Riska," ucap Alzena pada Emil yang kini melangkah melintasinya.Mendengar ucapan itu membuat Emil tersenyum, yang lalu dengan cepat mendekat dan terduduk disebelah Alzena."Bilang aja kalau cemburu," ucapnya melirik."Entah lah, harus sampai kapan aku menahan perasaan seperti ini terus, kalau bukan Riska, Sabrina yang sama sama selalu buat aku kesel."Mendengar ucapan itu, membuat Emil menghela nafas, perlahan Emil pun meraih tangan Alzena dan membawa dalam pangkuannya."Kamu tenang aja, cuma kamu yang ada dihati ku Zen," ucap Emil yang memandang tajam pada wajah sang istri.Mendengar ucapan itu rasanya bahagia sekali, karena bisa mendapatkan Emil adalah sesuatu yang luar biasa, diantara banyaknya wanita diluar sana yang mengidolakannya.Namun Alzena lah yang terpilih, meski mulanya dari sebuah perjodohan yang sama sama tak diinginkan, tapi nyatanya sekarang rasa cinta telah tumbuh diantara keduanya.Ditengah tengah kebersamaannya, tiba tiba Derrt
"Zen, sepertinya besok aku harus pergi ke London, ada pekerjaan disana," ucap Emil yang membuat Alzena terbelalak."London? pekerjaan apa mas? kenapa jauh banget?"Tak menjawab Emil yang bingung harus beralasan apa pada istrinya itu."Ada tugas dari prof Dirga, untuk mengisi di salah satu universitas di London, ngga lama kok satu atau dua hari aja disana, ngga papa kan?" tanya Emil yang membuat Alzena terdiam.Berat sekali menjawab pertanyaan itu, namun pekerjaan adalah sebuah tanggung jawab, jadi mau tak mau Alzena harus mengizinkannya karena itu adalah tanggung jawab Emil."Jadi hasil rapat semalam ini? kamu di minta ke London?" tanya Alzena yang membuat Emil mengangguk.Entah apa alasannya berbohong, padahal tujuan Emil ke London adalah untuk menemui Aland Rosewood sebagai klien yang memutuskan kerja sama dengan perusahaannya secara sepihak."Yaudah lah, mau gimana lagi itu kan tanggung jawab mas.""Lagi pula, ngga lama kok sayang kan cuma beberapa hari aja," ucap Emil yang membuat
"Emilio Cullen, ada apakah gerangan hingga sang tuan muda sudi menginjakan kakinya kemari?" ucap seorang laki laki yang usianya tak jauh berbeda dengan Emil.Disebuah ruangan megah, di salah satu perusahaan terbesar di London. Emilio menemui CEO Aland Rosewood."Aland Rosewood, ada sesuatu yang harus kita selesaikan saat ini.""I know, ini pasti karena batalnya kerja sama kita kan? rasanya aku tak perlu memberitahumu apa alasannya, I'm sure you already know that, Emilio," ucap Aland yang membuat Emil mengerutkan dahi.Sudah tau? apa nya yang sudah tau? ia tak mengetahui sama sekali apa alasannya? sebagai pemimpin perusahaan yang baik tak seharusnya membatalkan perjanjian begitu saja, apa lagi dengan alasan yang tidak jelas."Aku tak mengerti apa pun Aland, sekarang tolong beri penjelasan padaku, apa alasanmu memutuskan perjanjian ini begitu saja?""So, you really don't know why I canceled the collaboration?""I don't know"Kini langkah Aland pun mendekat, memandang tajam kearah Emil y
"Benar benar gila, apa maksudnya? lalu apa tujuannya ingin menikah dengan ayah Surya?" gumam Emil kala kini berada didalam mobil, dari bandara menuju kembali ke perusahaannya.Tak menunggu lama lagi pergi dari hadapan Aland Rosewood, ia tak sudi mendengar permintaan permintaan aneh yang dilontarkan kakak dari mantan kekasihnya tersebut.Tujuh tahun yang lalu."Mulai hari ini, kalian putuskan hubungan kalian, karena Sabrina akan segera menikah dengan pengusaha kaya. Dan kamu, kamu bukan tandingannya, menyingkir lah," ucap Aland dihadapan Emil.Ucapan itu membuat Emil terbelalak, tak ada petir tak ada hujan, Aland yang tiba tiba ingin memisahkan dua insan yang saling mencintai ini, hanya karena seorang laki laki yang lebih kaya dari keluarga Emil. Sementara Emil hanya mahasiswi S2 yang belum lulus."So, what can my sister expect from a man like you, Emilio? lebih baik ia menikah dengan pengusaha kaya, dan harta milik pribadinya.""Bukankah aku juga mempunyai keluarga yang kaya? dan aku
"Iya kak? ada apa?" ucap Alzena melalui media ponsel yang menghubungkannya dengan Adit.Istri dari Dosen sekaligus CEO tampan itu, menjawab panggilannya dengan aktifitas sibuknya didapur. Seperti biasa setiap pagi sebelum berangkat ke kampus Alzena selalu menyiap sarapan untuk sang suami."Zen, sepulang kampus, kamu langsung toko perhiasan ya kakak tunggu disana," ucap Adit yang membuat gerak Alzena terhenti."Toko perhiasan, memang ada apa kak?""Sabrina, selalu beralasan tiap kali ayah ajak pergi untuk mempersiapkan pernikahan mereka, makanya kakak putusin, biar kita aja yang siapin semuanya."Mendengar ucapan itu seketika membuat hati Alzena tak tenang, beralasan untuk mengulur waktu, padahal hanya tinggal tiga minggu lagi hari pernikahannya tiba."Sebenernya apa sih maunya perempuan itu kak? katanya mau nikah sama ayah, tapi setelah kita izinin malah banyak alasan, apa ini gara gara dia yang ketemu lagi sama mantannya? jadi ada keraguan untuk dia nikah sama ayah?""Zen, positif th
Sepulang dari kampus, seperti janji Alzena pada Adit, yang hendak menemuinya di toko perhiasan, untuk memulai menyiapkan satu persatu persiapan pernikahan antara sang ayah dengan Sabrina."Mas, setelah ini aku ngga langsung pulang ya, aku ada janji mau ketemu sama kak Adit," ucap Alzena pada Emil di ruangannya."Janji, ketemu dimana?""Di toko perhiasan," jawab Alzena yang membuat Emil mengangkat alis sebelah kirinya."Mau beli perhiasan? kalau gitu aku ikut.""Serius mau ikut?""Ya," jawabnya seraya menutup layar laptop yang sedari tadi menyala."Udah yuk, kita berangkat sekarang," ajak Emil yang dengan cepat meraih tangan Alzena, dan membawanya melangkah keluar ruangan.Kini tentang pernikahannya tak lagi mereka rahasiakan, bahkan genggaman tangan mereka pun yang kini menjadi pemandangan bagi semua mahasiswa/i yang melihat. Emil dan Alzena tak lagi memperdulikan berbagai ucapan yang akan terlontar dari yang melihat. Justru menjadi kebanggaan tersendiri bagi Alzena karena telah menj
Dreet dreet!Terdengar ponsel Emil berbunyi, di jam yang menunjukan pukul 21:00. Nama Aldo kembali menari nari dilayar ponselnya. Jika Aldo sudah menghubungi sudah pasti ada sesuatu yang cukup serius.Melihat ponsel yang terus berdering sementara sang pemilik tak mendengar, dengan cepat Alzena meraih ponsel itu, dan memperhatikan siapa seseorang dibalik ponsel tersebut."Kenapa nama ini sering banget telfon mas Emil?" gumam Alzena setelah ia melihat nama Aldo yang kembali terlihat."Aldo kan laki laki, tapi kenapa sering banget telfon ke nomor mas Emil? apa jangan jangan..." ucapannya terhenti setelah terlintas hal negatif dalam otaknya.Sementara ponsel yang masih terus berdering, hingga berulangkali, Emil yang kini mendengar pun segera beranjak untuk mendekati ponselnya, ia dapati Alzena yang sedang tertegun menatap layar ponsel itu."Siapa Zen?" tanya Emil yang membuat Alzena seketika menoleh."Mas, ini Alda telfon?"
"Istri? maaf nona saya tidak tahu, emm kalau begitu mari ikut saya nona," ucap Aldo yang lalu melangkah memasuki lif, dan menuju sebuah ruangan, yang terus diikuti oleh Alzena."Maaf nona, sepertinya anda harus menunggu disini, kurang lebih satu jam, karena tuan Emil sedang berada diruang meeting, ada klien penting yang menemuinya, dan nanti setelah meeting selesai, saya akan sampaikan kedatangan nona," imbuh Aldo setelah membawa Alzena memasuki sebuah ruangan megah, berAC dengan interior mewah."Ya, trimakasih pak."Kini Aldo pun meninggalkan tempat, meninggalkan Alzena seorang diri ditempat yang belum pernah sama sekali ia datangi."Ada apa ini? siapa mas Emil sebenarnya? meeting sama klien penting, aku fikir mas Emil mau ketemuan sama Alda," gumam Alzena bingung.Diruangan ini, Alzena memperhatikan tiap sudutnya dengan seksama. Banyak sekali piagam penghargaan yang tertempel didinding, barang mewah dan beberapa lukisan mahal diujung sa