"Mbak, bikin kaget aja ih. Aku kira siapa," ucap Mia saat melihat Queenza lah yang menepuk pundaknya. "Mbak kok ke sini?" Lanjutnya lagi yang heran saat Queenza mengikutinya."Aku juga penasaran Mi sama apa yang mereka obrolkan," sahut Queenza."Terus, ngapain Mbak nyuruh aku ke sini kalau ujung-ujungnya Mbak ikut," omel Mia.Queenza menatap Mia."Kenapa gak boleh? Kamu marah?" tanya Queenza dengan nada bicara yang serius.Mia tersenyum meringis. Ia dengan segera menggelengkan kepalanya."Enggak apa-apa boleh kok, apa sih yang enggak buat Mbak Queen," ucap Mia."Ya udah, kalau kamu mau balik ke sana. Balik aja," perintah Queenza.Mia yang mendengar itu pun menatap Queenza dengan wajah tak percayanya."Iya, kamu duduk aja di sana. Biar aku sendiri yang ke sana," ucap Queenza yang tau arti dari tatapan Mia.Mia dengan semangat menganggukan kepalanya dan segera berlari meninggalkan Queenza.Queenza yang melihat tingkah Mia pun menggelengkan kepalanya. Kemudian ia pun melanjutkan langkahny
Niki yang mendengar celetukan Abi kemudian menatap Abi dan melepaskan pelukannya pada Queenza."Barusan kamu bilang apa?" tanya Niki pada Abi.Abi yang mendengar pertanyaan Niki terkejut, dan menatap Niki dengan wajah bingungnya."Emang aku bilang apa?" tanya Abi yang memang tidak sadar dengan ucapannya tadi."Kamu tadi bilang, gak salah aku suka sama kamu. Itu apa maksudnya?" tanya Niki, ia lalu melihat Abi dan Queenza bergantian. "Apa memang kalian ada sesuatu?" tanyanya lagi dengan wajah penuh curiga.Queenza dan Abi dengan cepat menggelengkan kepalanya bersamaan."Gak mungkin aku suka sama perempuan urakan macam dia," ejek Abi pada Queenza.Queenza yang akan menjawab tuduhan Niki pun urung dan menatap Abi dengan sengit."Siapa juga yang suka sama laki-laki macam kamu Bang, cuma perempuan yang kesabarannya tingkat dewa Bang yang bisa bertahan sama Abang," ledek Queenza.Abi hendak membalas ucapan Queenza. Akan tetapi Niki sudah lebih dulu menyela."Udah, udah. Kenapa malah jadi sali
"Kamu kenapa?" tanya semua orang yang ada di sana dengan khawatir."Aku lupa," teriak Queenza sambil melepaskan pelukan Dimas dan berlari keluar."Queen," teriak Dimas, ia hendak turun dari atas ranjang. Namun urung saat Abi menahannya."Biar aku aja yang mengejar Queen," ucap Abi sambil pergi berlalu dari sana.Dimas menatap sendu pintu kamar yang sudah tertutup itu."Kamu tenang aja, Queenza akan baik-baik aja, dia mungkin melupakan sesuatu," ucap Niki mencoba menenangkan Dimas yang terlihat khawatir."Hmm," jawab Dimas.Di tempat lain.Abi berlari untuk mengejar Queenza."Dek ... Dek kamu kenapa?" teriak Abi sambil terus berlari mengejar Queenza."Aku lupa Bang, tadi ke sini sama Mia," balas Queenza tanpa menghentikan larinya. Ia celingukan ke arah di mana Mia tadi berada.Abi terus berlari dan saat ia sudah dekat dengan Queenza, Abi pun menahan tangan Queenza."Dek tunggu," ucap Abi sambil terengah-enggah.Queenza menghentikan langkahnya dan mengatur napasnya."Tadi kamu ke sini sa
"Mbak kenapa diam aja? Gak jadi masuk?" tanya Mia yang heran melihat Queenza yang hanya diam saja di ambang pintu.Mereka yang ada di dalam ruangan Dimas spontan melihat ke arah Queenza saat mendengar ucapan Mia.Queenza yang baru saja tersadar dari rasa terkejutnya pun perlahan memundurkan langkah kakinya dan segera berlari meninggalkan ruangan itu.Mia yang terkejut melihat Queenza yang berlari begitu saja spontan berteriak."Mbak ... Mbak Queen," teriak Mia sambil berlari mengejar Queenza.Dimas yang terkejut pun segera bagun dari atas tubuh seseorang dan hendak mengejar Queenza."Kamu mau ke mana Dimas?" tanya Niki, ia menahan tangan Dimas."Aku mau kejar Queenza," ucap Dimas sambil melepaskan tangan Niki yang memegang tangannya."Kamu di sini aja. Biar aku yang kejar dia, kaki kamu masih sakit, jadi gak boleh dulu digerakan," ujar Niki. "Aku lebih mementingkan Queenza daripada kondisiku sekarang, kamu di sini aja dan urus saja kekacauan ini," ucap Dimas pada Niki, setelahnya ia p
"Oke lanjutkan," ucap Abi saat ia sudah menolak panggilan yang masuk.Dimas hendak bicara. Namun lagi-lagi tertahan saat ponsel Abi kembali berdering."Angkat saja dulu, siapa tau itu penting," ucap Dimas.Abi menggelengkan kepalanya. "Gak penting, yang penting sekarang adalah penyebab Queenza seperti itu. Jadi teruskan ucapanmu tadi," ujar Abi."Oke ... tadi Queenza itu gak se—"Lagi dan lagi. Ucapan Dimas terjeda dengan deringan ponselnya Abi.Abi yang geram pun mengangkat telepon itu dan berniat ingin memarahi orang yang sudah mengganggunya itu. "Hallo, siapa sih dari tadi ganggu terus," ucap Abi saat ia sudah mengangkat telepon itu."Pak Abi, ini saya Mia," balas orang di sebrang telepon sana.Abi yang hendak menutup teleponnya urung saat mendengar jika Mialah yang sudah menghubunginya."Mia?" "Iya Mia," jawab Mia."Bukannya kamu gak bawa ponsel?" tanya Abi yang heran."Saya pake ponsel suster Pak," jawab Mia. Lalu ia pun melanjutkan ucapannya saat ingat tunuannya menelepon Abi.
Mia terkejut saat seseorang menarik tanganya dan menyeretnya."Hei, kamu siapa?" teriak Mia sambil memberontak dan mencoba melepaskan cengkraman tangan orang itu."Saya yang harusnya tanya sama kamu. Kamu itu siapa dan mau apa masuk ke dalam ruangan bos saya," ucap lelaki tampan yang tak lain adalah Alvin, asisten setianya Dimas."Bos?" tanya Mia dengan wajah yang kebingungan. "Siapa bos kamu? Perasaan mbak Queen gak punya karyawan seganteng kamu deh? Pak Abi juga seingat saya gak ada tuh yang ganteng, kecuali pak Riki asistennya pak Abi. Terus kamu karyawannya siapa? Jangan ngada-ngada ya, saya bisa laporin kamu ke polisi karena sudah berbuat kasar sama saya," ucapnya lagi panjang lebar.Alvin mengerutkan keningnya. 'Jadi dia kenal sama bu bos,' batinya sambil terus memandang Mia dari atas sampai bawah."Hei, kamu lihat apa? Jangan macam-macam ya! Maaf ya pak, mungkin kamu itu salah ruangan. Yang ada di dalam ruangan itu bos saya mbak Queen, bukan bos kamu," ucap Mia lagi, ia melepask
"Astaga Mbak, bikin kaget aja," ucap Mia saat melihat petugas penginapan yang hendak mengetuk pintu kamarnya."Maaf Bu, saya hanya ingin memastika apa Ibu baik-baik saja? Tadi saya ditugaskan untuk mengecek keadaan Ibu karena permintaan suami Ibu sebelum ia pergi," ucap petugas itu dengan ramah. "Apa Ibu butuh sesuatu?" tanyanya lagi dengan senyuman merekah di bibirnya."Suami?" ucap Mia dengan lantang. Ia terkejut saat mendengar ucapan petugas yang ada di depannya ini. Beberapa saat kemudian ia pun tersadar akan sosok Alvin. Mungkin petugas di sini menganggap jika Alvin adalah suaminya. Pikir Mia. Mia lalu tersenyum pada petugas itu."Ah, saya baik-baik saja Mbak, dan saya kebetulan belum butuh sesuatu," ucap Mia sambil tersenyum canggung."Baiklah Bu, kalau begitu saya permisi ya Bu." Lalu petugas itu pun pergi setelahnya.Mia menghembuskan napasnya dengan kasar. Ia lalu melihat jam yang melingkar di tangannya."Udah malam banget ternyata. Ya sudah lah
"Mas, lepas ya. Kita kan mau makan, gimana coba kiya makannya kalau posisi kita kayak gini," bujuk Queenza. Ia menvoba bersanar dengan sikap Dimas yang seperti ini."Ya kamu kalau mau makan. Makan aja," balas Dimas."Terus kamu makannya gimana? Susah Mas," ucap Queenza lagi."Aku gak makan, kamu aja yang makan," jawab Dimas dengan santainya.Queenza yang mendengar itu sontak melepaskan dengan paksa tangan Dimas yang melingkar di perutnya."Sayang!" Queenza tak menghiraukan panggilan Dimas dan malah pergi ke sisi ranjangnya dan duduk di sana."Sayang, kamu marah?" tanya Dimas saat melihat Queenza hanya diam saja. Ia melihat makanan yang dibiarkan begitu saja oleh Queenza. "Sayang! Jawab dong,"Queenza tak menjawab dan masih diam."Sayang. Bicaralah. Aku minta maaf kalau salah," pinta Dimas.Queenza masih diam.Lama menunggu, Queenza pun tak kunjung berbocara dan mambuat Dimas frustasi, ia yang tak bisa didiamkan seperti ini pun perlahan me
Lama Dimas menunggu, sampai akhirnya pintu ruangan itu terbuka dan munculah dokter Manda. Ia pun segera bangkit dari duduknya dan bergegas menghampiri dokter."Dok bagaimana keadaan istri dan anak saya? Mereka berdua selamatkan? Mereka baik-baik saja kan Dok?" tanya Dimas."Sebelumnya saya ucapkan selamat ya Pak, anak Bapak lahir dengan selamat. Namun harus di inkubator karena anak Bapak lahir prematur, dan untuk istri Bapak ...." Dokter Manda menjeda ucapannya lalu menatap sedih Dimas."Istri saya kenapa Dok? Dia baik-baik saja kan?" tanya Dimas dengan panik dan khawatir.Dokter Manda menghela napasnya sebelum ia melanjutkan ucapannya. "Beruntungnya Bu Queenza bisa bertahan dan selamat, hanya saja sekarang dia perlu pengawasan ketat karena tadi beliau sempat pendarahan hebat. Dan kita akan terus memantaunya."Dimas hanya bisa terdiam mendengar ucapan dokter. Tak lama kemudian Queenza pun dipindahkan ke ruang perawatan."Mas," panggil Queenza dengan suara yang sangat lirih saat ia su
Sepanjang perjalanan pulang Dimas hanya diam melamun sembari menatap kosong jalanan yang mereka lewati, dia sengaja memanggil Alvin untuk menjemput mereka karena ia tidak ada tenaga untuk menyetir saking syoknya menerima kabar dari dokter yang menangangi Queenza."Mas," panggil Queenza.Dimas tidak menyahut dan masih diam saja. Ia tersadar dari lamunanya saat Queenza menggenggam erat tangannya. Dan dengan cepat ia pun menoleh ke arah sang istri."Kamu kenapa diam saja dari tadi, Mas? Apa ada seuatu yang menggangu pikiran kamu? Atau aku ada salah sama kamu?" tanya Queenza yang heran melihat Dimas diam saja sedari tadi.Dimas hanya menggelengkan kepalanya, "Pasti sudah terjadi sesuatu ya saat aku pergi tadi?" tanya Queenza lagi yang curiga dengan itu. Karena Dimas diam terus semenjak ia pergi ke toilet.Dimas lagi-lagi hanya menggelengkan kepalanya, ia melepaskan genggaman tangan Queenza dan kembali menatap ke arah jendela.Queenza menghela napasnya dengan panjang. Ia pun tak bertanya l
Dua minggu yang lalu kandungan Queenza genap berusia tujuh bulan. Dan sejak dua minggu yang lalu kondisi Queenza semakin hari semakin lemah. Bahkan untuk berjalan sejauh lima meter saja dirinya tidak mampu.Karena Queenza yang sudah bertekad akan mempertahankan janinnya meski nyawa taruhannya. Demi kebahagiaan Dimas, Queenza akan melakukan apa saja, termasuk jika dirinya harus mengorbankan nyawa demi mempertahankan anak mereka. Dan menahan semua rasa sakit yang ia rasa selama ini.Bagi Queenza, kebahagiaannya adalah melihat Dimas bahagia. Dan kebahagiaan suaminya terletak pada janin di perutnya.Semakin tua usia kandungannya, dokter menyarankan Queenza untuk lebih sering melakukan check up. Untuk memastikan sang ibu dan janinnya baik-baik saja, dokter menyarankan Queenza untuk melakukan check up setiap satu minggu sekali sejak usia kandungannya memasuki lima bulan. Jadi sejak dua bulan yang lalu dirinya hampir setiap minggu datang ke rumah sakitDan untuk menghindari kecurigaan Dimas,
Queenza menatap sang adik dan menggelengkan kepalanya. Ia sangat berharap jika Syifa tidak memberitahukan tentang kondisinya pada Dimas. "Dokter bilang apa? Queenza harus apa?" tanya Dimas, ia sangat penasaran dengan ucapan Syifa yang menggantung. "Harus bed rest, dia gak boleh kelelahan dan gak boleh mengerjakan pekerjaan yang berat, dan Mas juga jangan pernah ninggalin Mbak Queenz sendiri di rumah. Kalau memang tidak ada yang bisa menjaga Mbak Queen, Mas bisa hubungi aku mulai sekarang," ucap Syifa panjang lebar. Ia mengurungkan niatnya untuk memberitahu Dimas saat ia melihat wajah Queenza yang terlihat memohon kepadanya. Tapi, ia akan tetap memberitahu Dimas jika Queenza tak juga memberitahu.Dimas tersenyum pada Syifa."Kamu tenang aja, Mas gak akan biarin Mbak kamu turun dari atas ranjang, dia akan terus istirahat di tempat tidur sampai melahirkan," sahut Dimas.Queenza dan Syifa membelalakan matanya saat mendengar ucapan Dimas."Terus, kalau Mbak Queen gak boleh turun dari ranj
Queenza kini sudah tiba di rumah setelah dokter memberinya izin untuk pulang.Syifa membaringkan Queenza di kasur lalu setelahnya ia menyuruh Queenza untuk istirahat. "Mbak, aku hubungi mas Dimas aja ya, biar dia pulang," bujuk Syifa karena sedari tadi Queenza tidak memperbolehkan Syifa menghubungi Dimas."Gak usah, dia bentar lagi juga pulang. Mbak gak mau ganggu pekerjaannya," sahut Queenza.Syifa pun menganggukan kepalanya, ia tidak ingin memaksa lagi dan akan mencoba menghargai keputusan kakaknya."Ya udah, Mbak istirahat aja ya. Nanti kalau ada apa-apa hubungi aku atau teriak. Ini ponsel Mbak aku simpan di sini ya biar Mbak gak susah menggapainya dan pintu gak akan aku tutup biar kalau ada apa-apa Mbak bisa teriak," ucap Syifa panjang lebar.Queenza yang memang sudah lemas dan mengantuk pun tak menjawab dan hanya menganggukan krpalanya dengan lemah.Syifa tersenyum kecil saat melihat Queenza tertidur, ia pun membenarkan selimut Queenza dan setelahny
Empat tahun pun telah berlalu sejak kejadian itu. Syifa baru saja pulang dari luar negeri setelah lama ia tak pulang-pulang."Surprise, Happy anniversary ya Mbak," ucap Syifa yang baru saja tiba di rumah Queenza. "Gak kerasa pernikahan kalian sudah berusia empat tahun saja. Semoga rumah tangga kalian selalu diselimuti kebahagiaan dan segera beri aku keponakan yang lucu ya Mbak."Queenza tersenyum kecil menanggapi doa sang adik. Ia juga sangat berharap kehadiran seorang anak, namun nyatanya selama empat tahun menikah dengan Dimas ia sama sekali belum merasakan garis dua lagi, setiap kali ia periksa pasti gagal dan itu membuatnya kecewa."Kamu datang-datang udah bikin heboh saja," ucap Queenza sambil merentangkan kedua tangannya menyambut sang adik. Ia sangat merindukan Syifa yang sudah lama tak ia jumpai.Syifa mendekat dan langsung memeluk Queenza. Ia kini sudah bahagia dengan kehidupannya dan berusaha untuk melupakan cintanya kepada Alvin dan sudah mengikhlaskan Alvin untuk Mia. "Kam
Queenza berlari ke luar kamarnya dengan wajah yang diliputi oleh amarah, ia berlari sekencang mungkin sambil terus mencengkram ponsel sang suami."Syifa," teriak Queenza sambil menggedor-gedor pintu kamar Syifa dengan sangat kencang. "Syifa buka!"Queenza tak memedulikan orang-orang kini menatapnya, yang ia pikirkan sekarang adalah penjelasan dari sang adik.Syifa yang memang ada di kamarnya membuka pintu dan terkejut saat melihat Queenza kini menatapnya dengan sangat tajam.Tanpa bicara Queenza masuk dan menyeret Syifa."Mbak kenapa? Ada apa. Kenapa Mbak teriak-teriak di depan pintu kamarku?" tanya Syifa yang heran dengan kakaknya."Jelaskan, apa maksud dari vidio ini." Queenza menyodorkan ponsel Dimas pada Syifa.Syifa pun menerima ponsel itu dan melihat apa yang dimaksud oleh sang kakak. Mata Syifa membulat saat melihat vidio di dalam ponsel itu. Namun beberapa saat kemudian ia tertawa.Queenza yang melihat itu hanya mampu mengernyitkan dahinya. Kenapa adiknya malah tertawa seperti
"Sayang, kenapa kamu belum tidur? Ini udah malam lho." ucap Dimas yang heran melihat istrinya masih terjaga. "Kenapa Hmm? Kamu mau lagi?"Queenza seketika menoleh dan memelototi Dimas."Kamu itu ya Mas. Kenapa pikirannya ke sana mulu, heran deh aku." Queenza menggeleng-gelengkan kepalanya, ia heran kenapa suaminya ini selalu mesum.Dimas terkekeh pelan lalu mencubit pelan hidung Queenza."Terus kenapa kamu bemum tidur? Kamu mikirin apa, hmm? Masalah yang tadi?" tanya Dimas, ia lalu membawa kepala Queenza agar bersandar di dada bidangnya.Queenza mendongakkan kepalanya."Iya Mas. Kok aku merasa aneh ya?" "Aneh kenapa sayang?" tanya Dimas, sebelah alisnya terangkat."Iya aneh. Aku tadi udah desak Alvin buat jujur, kenapa bisa mereka tidur di kamar kita. Tapi jawaban Alvin selalu sama. Tidak tau! Kan aneh. Coba deh Mas, besok kamu yang tanya Alvin. Siapa tau aja dia mau terbuka kalau bicaranya sesama lelaki. Aku gak mau Mas kalau sampai Alvin mempermain
"Syifa bangun," teriak Queenza. Ia langsung menarik tangan adiknya itu untuk bangun. "Apa-apaan kalian. Kenapa bisa kalian tidur bersama?"Queenza menatap tajam Syifa yang sudah terbangun."Ada apa Mbak?" tanya Syifa dengan polosnya."Ada apa? Kamu nanya ada apa? Kamu lihat, siapa yang tidur di sebelah kamu Syifa," bentak Queenza.Syifa mengikuti arah yang ditunjuk Queenza."Ya ampun," ucap Syifa terkejut. Queenza berdecak kesal. Ia menatap sinis Syifa."Apa yang sudah kalian lakukan di kamarku? Kenapa kalian bisa tidur dengan tubuh yang polos seperti ini? Jangan bilang kalau kalian habis ...." Queenza menutup mulutnya, ia sungguh tidak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini.Queenza lalu berjalan ke samping kasur di mana seorang lelaki yang sangat Queenza kenal tertidur pulas di sana."Bangun!" Queenza menepuk cukup keras pipi lelaki itu. Ia sungguh merasa sangat kesal melihat semua ini. "Alvin bangun!" teriaknya lagi dengan sangat kencang.Alvin terkesiap saat Queenza menarik tan