Cahaya matahari menyilaukan mataku yang baru saja terbuka. Aku berbalik menghadap ke sandaran sofa. Aku ketiduran di sofa lagi.
"Sayang, ayo sarapan, ibu sebentar lagi selesai memanggang roti," ucap ibuku dari arah dapur. Bagaimana dia bisa tahu kalau aku sudah bangun ya?
Ah aku malas memikirkannya. Aku menuju ke kamar mandi dan mencuci muka serta menggosok gigi.
Aku lalu memperhatikan bayangangku di cermin. Kejadian kemarin masih membekas dan wajahku sangat mencerminkan isi kepalaku saat ini yang juga tengah memikirkan kejadian kemarin.
Apa aku memang tidak se-cantik wanita itu?
Apa aku memang sangat kurang jika dibandingkan dengannya?
Apa semua kisah cintaku harus memiliki momen seperti ini?
Aku mungkin hanya salah lihat. Mungkin sebenarnya wanita itu tidak menciumnya. Hanya saja karena aku melihatnya dari arah yang tidak tepat, wanita itu jadi terlihat seperti sedang mencium bibir Sam.
"Dia menciumku di bibirku, kau ti
"Oke, jadi bagaimana kabar dari ibumu? Apa dia bersedia?" tanyaku tentang meminta ibu Sam untuk ikut menjadi donatur yayasan yang baru keluargaku dirikan."Yah, tentu saja dia dengan senang hati akan ikut membantu, tenang saja," jawab Sam."Kalau begitu semua beres, ayahku juga sudah siap dengan semua hal lainnya dan tinggal menunggu pembangunan markas selesai," ucapku seraya mengacungkan ibu jari."Apa kita mau mulai melakukannya dulu? Maksudku adalah sebaiknya kita mulai menyalurkan semua bantuan-bantuan yang kita dapatkan, meskipun markas memang belum selesai," saran Sam."Mungkin itu boleh juga, lebih cepat lebih baik, aku akan hubungi yang lain, supaya datang kerumahku dan mulai menyalurkan bantuan-bantuan yang sudah kita dapatkan," ucapku menyetujui saran Sam.Aku bergegas mengambil ponsel dan menelpon teman-temanku yang terlibat dalam pembangunan yayasan ini. Dan syukurlah mereka tidak memiliki jadwal yang benar-benar padat dan akan datang k
"Jadi, ketika kau menelpon Sam tadi, dimana dia berada?" tanya Carla mencoba membuka percakapan."Dirumah, sedang berolahraga," jawabku."Bukannya dia bilang dia tidak bisa ikut karena ada urusan dengan ibunya?""Mungkin urusannya nanti, jadi dia olahraga dulu untuk mengisi waktu," belaku."Hmm begitu ya, kita tidak tahu juga urusan macam apa yang akan dilakukan Sam dan juga ibunya."Aku hanya mengangkat bahu dan tidak mau ambil pusing soal ini. Aku mempercayainya."Sejak dia bertemu mantannya itu, apa ada yang berbeda darinya?" tanya Carla lagi."Tidak ada, Carla, dia tetap pria yang sama dan selalu aku cintai," jawabku."Kau tahu, sepertinya aku pernah bilang kepadamu sebelumnya, aku dan teman-teman tidak begitu tahu tentang kisah cinta Sam, dia tidak pernah membicarakannya, dan tidak pernah memperlihatkannya kepada orang-orang, hanya ketika bersamamu dia sering mengunggah kemesraan kalian," ucap Carla."Ya, aku
"Ibu, dimana Sam? Apa dia tidak menjengukku?" tanyaku kepada ibuku."Ibu menelponnya beberapa kali sejak kemarin, namun, dia bilang kalau dia sedang di luar kota, urusan bisnis bersama ibunya, hari ini dia akan menyempatkan diri untuk menjengukmu," jawab ibuku."Menyempatkan diri?""Mungkin dia sangat sibuk, kau tahu kan kalau kalian berdua adalah fresh graduate, sudah sewajarnya kalau dia sibuk, mungkin dia sedang membicarakan pekerjaan bersama ibunya, kau tidak boleh berprasangka macam-macam padanya," jelas ibuku."Tapi aku kekasihnya, aku sangat membutuhkan kehadirannya saat ini.""Dan dia adalah manusia, dia pria biasa yang juga punya kehidupan, kau tidak boleh selalu bergantung pada seseorang, lagipula aku ada disini, apa kehadiranku tidak cukup?" bantah ibuku. Aku terbelalak mendengar kalimat yang baru saja diucapkan ibuku. Aku baru pertama kali mendengarnya seperti itu. Aku tidak sanggup berkata apa-apa."Maafkan ibu, sayang, sudah be
Teriakan Carla membuatku berhenti melamunkan fakta kalau Sam tidak benar-benar mencintaiku. Aku menoleh dan melihat teman-temanku yang menatapku dengan tatapan iba. Aku mencoba untuk tersenyum, namun, air mata malah membanjiri mataku dan jatuh membasahi pipi."Ava, maafkan aku," ucap Yura seraya menghapus air mataku."Kenapa kau meminta maaf? Dimana letak kesalahanmu? Apa hal yang kau ingin aku untuk maafkan?"Yura terdiam mendengar pertanyaanku tadi dan menunduk."Jangan meminta maaf jika kau tidak tahu kesalahanmu, itu memuakkan, lagipula, kau tidak salah, tidak usah dipikirkan."Yura tersentak dan kembali ke tempat duduknya semula. Teman-temanku yang lain hanya terdiam melihat sikapku dan akhirnya, keheningan menyapa ruangan ini."Sudah mulai gelap, aku harus beristirahat, terima kasih sudah datang menjengukku hari ini," ucapku seraya memutar kursi roda."Biar aku bant-""Tidak usah, aku bisa sendiri." Aku memotong uca
"Selamat datang di rumah, sayang!" sambut ayahku yang tengah menunggu dirumah. Ibu yang menjemputku karena ayah mungkin kelelahan setelah harus mengurus kecelakaan yang aku alami.Aku hanya tersenyum tipis mendengar sambutan yang ditujukan kepadaku itu dan duduk di sofa bersama ayah."Ayah, apa aku jelek?""Wow, kenapa kau tiba-tiba bertanya seperti itu? Tentu saja kau sangat cantik!" jawab ayahku seraya merangkulku."Apa sifatku sangat buruk hingga membuat pria lari dariku? Bahkan mempermainkanku seperti ini.""Sam?" tanya ayahku.Ibuku yang mendegar ayahku menanyakan tentang Sam segera menghampiri ayahku dan menyuruhnya untuk diam.Air mata kemudian turun membasahi pipiku dan semakin lama semakin deras."Apa yang terjadi, sayang? Bukankah kalian baik-baik saja? Apa dia mempermainkamu?" tanya ayahku dengan serius."Christian, sudahlah, lebih baik menenangkan Ava sekarang," ucap ibuku seraya memelukku.Patah
"Hey, sekarang sudah malam, kenapa kau berada di luar sini?""Hentikan perhatianmu itu, aku tahu kalau itu hanya kebohongan yang sama seperti yang kau katakan kepadaku kemarin-kemarin.""Tentang itu..., aku benar-benar minta maaf, Ava.""Kau pikir aku akan memaafkanku? Berikan aku alasan kenapa aku harus memaafkanmu?""Karena kau mencintaiku?"Aku terbelalak mendengarnya, alasan macam apa itu? Kejam sekali."Aku minta maaf, Ava, apa kau ingat? Kita memiliki waktu-waktu yang luar biasa saat bersama.""Hentikan omong kosongmu, aku benar-benar muak.""Aku tidak bohong, menyenangkan bisa bersamamu, kau gadis yang sangat menarik dan menyenangkan, tentu saja dalam arti yang baik.""Apa maksud perkataanmu?""Candaanmu, caramu bicara, tersenyum, dan tingkahmu yang lucu, aku sangat menyukainya.""Menjijikan, sudah terlambat mengatakan itu, dan sangat memuakkan mendengarmu mengucapkan itu, kau dan aku sudah berakhir.
Aku memandangi kolam ikan yang terletak di belakang rumahku. Hari sudah sangat malam dan ikan-ikan lucu di kolam mungkin mengantuk, jadi mereka tidak muncul ke permukaan ketika aku menyentuh air menggunakan tanganku."Lupakan, Ava, hidupmu tidak melulu soal cinta," batinku."Ibu dan ayah sangat mencintaimu, Ava, mereka menjemput dan menyiapkan masakan kesukaanmu, apakah itu semua tidak cukup untuk membuktikan betapa mereka mencintaimu? Tenanglah, sembuhkan dirimu, kau akan baik-baik saja," batinku lagi.Sebelumnya aku sudah sembuh bukan? Aku bersenang-senang. Bersama teman-temanku, bersama pria yang membohongiku, bersama orang tuaku, aku rasa saat itu aku sudah sembuh.Aku memang beberapa kali terluka, namun aku berhasil sembuh lagi, namun kali ini, semuanya terlalu menyakitkan. Sosok penyembuh itulah yang menyakitiku dengan kebohongan supernya. Kenapa dia bisa sangat menginginkan uang? Padahal aku sendiri memiliki banyak uang, namun aku tidak selal
Aku tidak mungkin sudah gila. Aku baik-baik saja. Semua itu hanya halusinasi.Aku lalu memperhatikan wajahku untuk terakhir kalinya di pagi ini dan mengenakan sweaterku lalu pergi ke luar kamar mandi dan memakai sepatu di samping ayahku gang tengah duduk di sofa."Ayah tadi mendengar teriakan dari kamarmu, apa yang terjadi?" tanya ayahku."Kecoa, menjijikan," dustaku.Ayahku lalu menghela napas panjang seraya menatap malas kepadaku. Dia lalu lanjut mengetik sesuatu di ponselnya dan memgabaikanku.Aku lalu menunggu ibuku di mobil seraya memainkan ponselku. Namun, tiba-tiba sesuatu seperti menabrak kaca depan mobil hingga hancur dan serpihan kacanya menusuk ke wajahku. Aku berteriak seraya melihat diriku dari kaca spion."AVA! ADA APA SAYANG? KENAPA BERTERIAK?" tanya ayahku panik seraya membuka pinto mobil yang ternyata tidak apa-apa.Pecahan kaca itu menghilang dari wajahku, kaca mobil masih utuh, malah terlihat mengkilap k
Aku bangun pagi ini dengan perasaaan segar dan bersemangat karena aku memiliki hal penting untuk dilakukan hari ini. Aku bergegas menuju ke kamar mandi dan mandi untuk membuat tubuhku semakin segar.Setelah mandi, aku pergi menuju ke ruang tamu dan mendapati ibuku yang tengah memasak sarapan. Dia tampak heran melihat aku yang masih pagi begini sudah mandi.“Mau kemana pagi-pagi sekali?” tanya ibuku.“Tidak kemana-mana, sedang ingin saja,” jawabku seraya tersenyum dan menunjukkan gigiku.Ibuku hanya menggelengkan kepala dan memasang ekspresi yang mengisyaratkan “terserah kau saja” di wajahnya.“Dimana ayah?” tanyaku.“Sepertinya di taman, bersama Finn,” jawab ibuku seraya membalik telur goreng.Semenjak Finn datang, ayahku selalu bangun sangat pagi dan menghabiskan waktu bersama Finn sampai waktu sarapan. Entah itu jalan-jalan pagi mengelilingi lingkungan rumah kami, atau hany
Malam menyapa. Kegiatan bakti sosial itu berlangsung sampai sore dan kami semua melewatkan jam makan siang sehingga kami memutuskan untuk makan bersama di restoran. Aku melihat unggahan akun sosial media yayasan kami yang dikelola oleh Yura sebagai bagian dokumentasi.Semua komentar positif dilontarkan oleh para pengguna sosial media di tiap unggahan serta semua hati dan ibu jari yang berjumlah ribuan berada disana. Aku tersenyum bahagia, dan aku ingin sedikit berteriak mengetahui rasa senangku, tapi aku tidak ingin terlihat memalukan di restoran ini.“Haruskah kita melakukan rapat sekarang? Nyonya ketua?” tanya Mason seraya menyeruput es tehnya.“Entahlah, aku rasa kita bisa melakukannya di pertemuan berikutnya, aku memiliki semua hal yang perlu kita evaluasi, aku bisa melakukan pertemuan kapan saja, tergantung kepada kalian, mungkin ada yang sibuk? Atau tidak bisa datang? Karena itu, untuk menghindari hal tersebut, aku ingin agar kita menyesu
“Ada satu tempat lagi yang harus kita datangi, ini sangat penting, jadi kau tidak boleh menolak, ajak saja Finn, mereka tidak melarang anjing untuk datang,” ucap Carla seraya menyeruput minumannya.“Kemana?” tanyaku ingin tahu.Carla tidak menjawab dan Finn mengonggong dari belakang. Dia tampak senang berada di dalam mobil, dan aku mengelus kepalanya.Kami lalu masuk ke sebuah komplek perumahan elit dimana banyak sekali rumah-rumah berukuran besar. Aku tidak pernah pergi kesini sebelumnya, jadi ini semua terasa asing untukku.“Ini mau kemana? Aku tidak pernah kesini,” ucapku kebingungan.Carla masih tidak menjawab, namun dia tersenyum riang dan kami kemudian berhenti di sebuah rumah mewah dengan banyak mobil terparkir di depannya. Carla lalu mengajak kami masuk ke dalam dan aku membukakan pintu untuk Finn. Ketika aku sampai di depan pintu, terdengar suara berisik dari dalam.“Hai Ava!” teriak s
“SELAMAT DATANG DI PET CONVENTION TAHUNAN!!”Seorang wanita menyambut kami yang tengah berjalan memasuki sebuah tanah lapang yang dipenuhi tenda-tenda dan balon-balon. Carla yang terlihat sangat bersemangat menarik tanganku menuju ke salah satu dari tenda-tenda itu.Aku melihat ke sekelilingku dan memang benar, ada banyak sekali binatang-binatang unik dan lucu disini. Aku menghampiri sebuah tenda yang memiliki beberapa ekor landak berwarna putih dan aku mengelus duri-duri di punggungnya dengan lembut. Landak itu terlihat menyukai perlakuanku kepadanya. Entahlah, dia memejamkan matanya dan terlihat santai, jadi aku berasumsi kalau dia menyukaiku.“Ava Ava!! Lihat ini, dia sangat lucu!” teriak Carla dari tenda disebelahku. Dia menggendong seekor anak monyet berwarna putih.“Ah kau benar, dia sangat lucu!” ucapku seraya mengelus rambut putihnya. Dia juga terlihat mneyukainya.“Dia spesies yang langka, negara t
Sesampainya dirumah, aku membaringkan tubuhku di atas ranjang empuk di kamarku dan memandangi langit-langit kamarku. Aku memperhatikan lenganku yang terlihat sedikit berisi dibandingkan beberapa bulan yang lalu.“Aku rasa aku sedikit gendut, sepertinya memang benar,” gumamku seraya meremas lengan kiriku dengan tanganku.Aku lalu berdiri menghadap cermin dan memandangi cermin. Memandangi tubuhku dan beralih menatap mataku sendiri yang juga menatapku di sisi lain cermin.Asap. Dimana-mana ada asap, dan cerminku mulai retak. Luka di wajahku yang sudah mengering, terkelupas. Kakiku bergemetar hebat. Aku sudah mengalami ini berkali-kali, namun, aku masih merasa takut. Di dalam hati, aku berteriak. Ketika aku mengalihkan pandangan ke tempat tidurku, disana terbaring tubuh Carla dengan darah berlumuran dimana-dimana.“AVA!!”Aku menoleh, mencari asal suara yang ternyata datang dari ibuku yang tengah memperhatikan aku dari pintu kam
Makanan yang kami pesan datang dan aku masih belum menyentuh steak yang aku pesan. Aku masih memikirkan semua yang Liam katakan seraya melihat ke arah ayah dan ibuku yang tengah bercanda bersama Ruby dan juga nenek Liam.“Beberapa jam sebelum makan malam, menghabiskan waktu bersama kedua orang tuaku yang menyenangkan ini,” ucapku dalam hati.Sejak awal bertemu dengannya, dia merubah hidupku. Dan aku rasa aku sudah mengatakannya ratusan kali. Gadis bergelimang harta namun sarat akan kasih sayang, gadis yang memiliki sebuah istana namun tidak bisa dianggap rumah, gadis yang bisa mendapatkan semua yang dia inginkan kecuali cinta yang tulus, semuanya berubah hanya dalam satu hari dimana aku memutuskan untuk mencari sarapan di pagi yang cerah dalam kondisi mengantuk.“Ava, sayang, kenapa kau tidak makan?” tanya ayahku yang tengah mengobrol dengan Liam. Dia melihatku dengan wajah khawatir.“Ah iya, aku hanya sedang memikir
Kakiku tidak bisa berhenti bergemetar karena makan malam bersama Liam yang akan dilangsungkan beberapa jam lagi. Ayah dan ibuku sudah siap, begitu juga dengan aku. Tapi, aku benar-benar merasa takut yang tidak wajar, padahal aku hanya akan pergi makan malam di luar bersama keluargaku.“Sayang, apa kau benar-benar se-takut itu?” tanya ibuku yang sepertinya melihat kegelisahan di wajahku.“Entahlah, tapi, aku tidak bisa selamanya menghindar bukan?”“Kau benar, tapi kau tidak perlu buru-buru,” ujar ibuku lagi.“Tidak apa-apa, ini hanya makan malam, lagipula, aku tidak tahu kenapa aku harus merasakan ini, padahal aku sempat mencintai orang lain setelah aku dan dia tidak lagi saling menghubungi, jadi, aku berkesimpulan kalau rasa takut ini hanya rasa takut untuk sementara waktu, setelah beberapa saat aku di meja makan, tentu saja aku akan baik-baik saja,” jelasku.Ibuku hanya tersenyum dan kami meninggalka
Aku membuka mataku setelah semalaman tertidur di depan televisi. Semalam, aku memutar film Titanic untuk membantuku tidur, karena itu film yang sangat membosankan dan benar saja, aku bisa bangun pagi ini karena aku berhasil tidur semalam.“Selamat pagi, sayang,” ucap ibuku seraya membuka gorden dan mematikan lampu yang masih menyala.“Pagi, bu, apa ayah belum bangun?”“Belum, dia masih tidur sekarang, apa kau mau sarapan duluan?” tanya ibuku.“Boleh, aku ingin sereal milik ayah, sepertinya enak,” pintaku kepada ibuku.“Beberapa hari yang lalu kau meledek ayah karena makan sereal itu, tapi sekarang kau menginginkannya,” komentar ibuku seraya menahan tawa.“Ah sudahlah, semalam ada iklan tentang sereal itu dan itu benar-benar menggugah selera,” ucapku seraya memanyunkan bibir.“Kalau begitu kau cuci dulu wajahmu, agar terlihat lebih segar,” ucap ibuku de
Pertemuanku dengan orang tua Michael Pattertson kemarin, sejujurnya masih membuatku bingung. Sudah ada beberapa orang di dalam hidupku yang menganggap kalau uang akan memberiku kebahagiaan, padahal, tidak seperti itu.Jika aku ceritakan ulang, aku baru merasa bahagia ketika seseorang mau mengerti akan diriku, ketika aku merasa di cintai meskipun pada akhirnya itu hanya kebohongan dan juga kegagalan, ketika aku bisa bersama keluargaku, bersenda gurau bersama mereka, ketika aku bisa menceritakan berbagai masalah kepada teman baikku, aku sudah cukup bahagia.Aku rasa, kebahagiaanku tidak melulu soal uang, karena sebelum aku bertemu dengan Liam, aku juga belum paham bagaimana bahagia menurut orang-orang, dan ternyata, mereka hanya berpikiran kalau ada uang, maka akan bahagia.Liam dan Sam, membuatku merasa bahagia. Mereka membuatku merasa di cintai, namun, keduanya berakhir dalam kegagalan, dan yang kedua membuat semuanya menjadi runyam. Kebohongan, ancaman, dan ras