Setelah menyerahkan uang dari pelanggan ke kasir, Jack pergi ke dapur untuk memeriksa kotak pesanan. Sebelum dia berangkat ke SweetRoad City tadi, masih ada tiga kertas berisi daftar pesanan lainnya. Jack tersenyum karena hanya tinggal satu kertas di kotak pesanan, itu pun untuk diantar ke wilayah lain yang bukan tanggung jawabnya. "Catherine, apa tidak ada pesanan lainnya yang harus diantar sekarang? Sepertinya tadi aku melihat ada satu daftar yang perlu diantar ke sekitar sini."Catherine adalah pelayan yang juga bertugas mencatat pelanggan yang membeli pizza melalui layanan pesan antar. Dia meletakkan bolpoin sebelum mengangguk. "Aku meminta kurir lain untuk mengantarnya, Jack."Kedua alis Jack bertaut. "Kenapa? Apa mereka tidak sabar menungguku mengantarnya?" Terkadang alasan ketidaksabaran pelanggan membuat para kurir mengantarkan pizza ke wilayah berbeda.Catherine menggeleng. Dia meminta Jack datang padanya. "Lihatlah, kamu punya fans kawan!" Dia tersenyum sambil menyerahkan
Jack merasa ada yang tidak beres. Namun, dia tetap memegang setir sepeda dan mendorongnya masuk ke halaman rumah itu. Ketika melewati gerbang, dia menoleh sesaat untuk melihat ekspresi wajah satpam."Aku akan mengantarmu, Jack." Satpam itu berjalan di samping Jack dengan senyum penuh arti. Satpam menceritakan sedikit tentang pemilik rumah itu. "Tuanku bernama Berry Ansley. Dia memiliki banyak anak di rumah ini. Mereka semua hidup rukun damai, berkecukupan tanpa kurang suatu apa pun. Dan Tuan Ansley merasa sangat senang jika kedatangan tamu, itu akan menjadi hiburan tersendiri di tengah kesibukannya bekerja. Apalagi jik tamu itu adalah orang yang selama ini membuat putrinya senang, Tuan Ansley akan jauh lebih senang lagi."Jack tersenyum sesaat. Sejujurnya rumah itu terlalu sepi untuk hunian anak-anak. Semua orang tahu, satu anak bahkan bisa membuat museum menjadi sangat ramai dengan segala celoteh dan pertanyaan yang tidak pernah habis keluar dari mulut kecilnya. Apalagi jika ada ban
Jack mengamati orang-orang atletis itu. Tatapan mereka terlihat sangat mengintimidasi. Bahkan meski mereka tersenyum sekalipun, tidak mengubah suasana menegangkan di ruangan itu.Tidak berhenti sampai di situ, seseorang kemudian menutup pintu utama dengan cukup kuat.Brak!Jack sedikit berjingkat karena kaget. Dia menoleh ke arah pintu untuk melihat siapa orang yang berani mengejutkannya.Rupanya, itu adalah pria atletis lainnya. Dia mengayunkan tinju ke telapak tangannya sendiri, seperti ingin memperingatkan Jack.Jack berusaha untuk tetap tenang. Dia kembali melihat Berry Ansley. Wajahnya yang tadi tenang, sekarang tampak ketakutan. Suaranya pun terdengar sedikit bergetar saat bertanya, "Tu-tuan, kenapa pintunya ditutup? Lalu, si-siapa orang-orang ini?"Berry tertawa lagi. Dia rasa, ini adalah hari paling baik setelah beberapa lama dirinya terlalu serius mengurus banyak hal. Tawa Berry kemudian diikuti oleh para anak buahnya. Tawa mereka menggema. Jika dorang lain yang berada di ru
Rahang Berry Ansley mengeras. Dia menggenggam kuat pistol di tangannya seolah tidak rela jika harus melepaskannya."Jadi, kamu tidak menyayangi anakmu, Tuan Ansley?" Jack menjaga kewaspadaannya. Dia tidak melonggarkan sedikit pun cengkeramannya dari sandera sambil sesekali mengawasi anak buah Berry di belakangnya.Berry tersenyum miring. "Apa yang akan kamu lakukan jika aku tidak mau membuang senjataku?"Tangan Jack yang melintang di leher lawan bisa merasakan jika pria dalam penguasaannya itu baru saja menelan ludah. Dia pasti merasa terancam karena sang tuan justru menanyakan hal yang berlainan dari perintah Jack."Tidak masalah. Keputusan ada di tanganmu, Tuan. Lagipula, kamu memiliki banyak anak. Jadi, kehilangan satu nyawa, bukanlah masalah besar. Benar?"Ucapan Jack berhasil membuat anak buah Berry, baik yang menjadi sanderanya maupun tidak, merasa was-was. "Apa menurutmu dia benar-benar akan menembak Christoper jika Tuan Ansley tidak mendengarkan peringatannya?""Aku tidak tah
Belum sampai Jack menyelesaikan hitungannya, suatu tembakan mengejutkan semua orang. Jack sempat mendengar pria dalam cengkeramannya melenguh kesakitan atas timah panas yang mengenainya. Pria malang itu juga sempat menyebut nama sang tuan dengan suara parau. Tapi itu bukan ulah Jack! Telunjuk Jack masih diam, meski telah siaga melingkari pelatuk sejak tadi. Jadi, siapa yang menembak anak buah Berry? "Pengabdianmu aku terima, cukup sampai di sini saja. Selamat jalan, Christopher." Benar, orang yang menembak anak buah Berry, tidak lain adalah Berry sendiri. Tindakannya itu sangat tidak terduga. Bahkan para anak buahnya yang sudah lama mengenal dirinya pun tidak berpikir Berry akan melakukannya. Mereka hanya mengira kalau hal paling buruk yang mungkin terjadi adalah sang tuan membiarkan Jack menembak Christoper. Tapi ternyata ... 'Hanya Tuan Pasmod yang bisa menekanku!' desis Berry dalam hati puas. Dia tersenyum miring atas keangkuhan yang tidak berkurang sedikit pun. Dia merasa
Berry bangkit dari duduknya dengan kerutan di dahinya. “Ada apa?!” “Tu-tuan, bukan rombongan Tuan Pasmod yang datang, tetapi ...”Kalimat itu masih menggantung, dan tidak sempat terselesaikan karena tersela oleh sebuah teriakan keras, “Angkat tangan!”Teriakan mengintimidasi dari seorang pria dengan setelan hitam itu diikuti oleh banyaknya pria dengan pakaian yang sama, memasuki rumah Berry Ansley. Mereka semua merapat dengan sebuah revolver tergenggam di tangan masing-masing.Mata Berry terbelalak melihat kedatangan tamu mengejutkan itu. Oh, mereka bukan tamu, melainkan penyusup!“Si-siapa kalian?” Berry tergagap seketika sambil mengangkat kedua tangannya. Pistol yang sejak tadi dia genggam erat, pada akhirnya dia lepaskan juga.Para penyusup itu kemudian membuat Berry dan para anak buahnya berkumpul untuk berlutut bersama. Semuanya mengangkat tangan untuk keselamatan masing-masing.Wajah Berry menjadi seputih kertas karena syok sekaligus takut. Dia sulit mempercayai ini. Semua terj
Jack keluar dari kediaman Berry dengan wajah santai seolah tidak pernah terjadi hal buruk padanya. Dia bahkan menghentikan laju sepedanya lagi ketika melihat satpam tergeletak tak sadarkan diri di dekat gerbang sambil memegang tengkuknya. Jack tersenyum sebelum membawa si satpam ke dalam pos jaganya. Dia membuat satpam itu duduk di kursi."Sayang sekali kamu bekerja pada orang yang keji."Jack meninggalkan satpam itu dan keluar dari halaman rumah Berry Ansley. "Claire akan menanyakan banyak hal karena aku tidak lekas kembali."Baru saja dia membicarakan Claire dengan dirinya sendiri, sebuah telepon dari teman sekaligus manajernya itu masuk."Dia pasti mau mengomeliku sekarang," kata Jack sebelum mengangkat panggilan dari Claire."Halo.""Halo Jack, di mana kamu?"Kening Jack berkerut mendengar suara Claire seperti orang yang sedang menangis. "Claire, apa terjadi sesuatu?""Ayahku, Jack. Paman Louis meneleponku, katanya, ayahku ditemukan tidak sadarkan diri di kamarnya." Claire semaki
Jack dan Claire saling menatap sesaat. Mereka terkejut mendengar ucapan penjaga. "Apa katamu tadi? Apa kamu tidak mendengar kami? Ayahku dalam keadaan gawat darurat. Daripada mencemaskan biaya pengobatan, semestinya kamu mencemaskan keselamatan ayahku!" Claire berusaha keras untuk tidak memukul penjaga itu. Suaranya yang lantang membuat orang-orang yang duduk mengantre di depan resepsionis menoleh padanya. "Jangan berteriak padaku! Ayahmu hanya akan menjadi masalah untuk rumah sakit ini, jika kalian tidak sanggup membayar biaya pengobatannya. Jadi, cepatlah pergi sekarang dan jangan membuat keributan. Sebenarnya kalian harus membayar juga karena telah menggunakan ranjang dorong itu. Tapi aku akan mengabaikannya sebagai bentuk simpatiku." Penjaga itu berbalik. Dia tersenyum ramah pada para pengunjung rumah sakit yang melihatnya. Lantas, dia berjalan menuju tempatnya semula. Claire yang sudah sangat marah berjalan menyusulnya untuk memberikan sebuah pukulan keras. "Argh!" Penjaga
Bulan bundar sempurna. Dari loteng Greenroad Villa, angin membuat pucuk pohon cemara seperti sedang menggesek-gesekkan tubuhnya pada purnama. Ada kopi yang mengepul di dalam dua cangkir putih di atas meja kayu. Tangan yang kekar tampak mengambil satu di antara cangkir itu. “Ini sangat indah,” kata Claire setelah sang suami menyesap kopi. Dia mengagumi pemandangan malam hari di tempat itu. Jack menggeleng. “Ada yang lebih indah dari ini.” Dengan wajah berseri Claire menyahut. “Benarkah?” “Hm.” Jack kembali menyeruput kopi buatannya sendiri. “Cepat katakan padaku. Aku ingin melihatnya besok.” Claire semakin bersemangat. “Kenapa harus menunggu besok?” “Jadi, aku bisa melihatnya sekarang?” “Tentu saja.” Claire bertepuk tangan kegirangan. “Di mana aku bisa melihatnya?” Dia menarik kursinya agar lebih dekat dengan Jack. “Pergilah ke kamar.” Claire yang mendengarkan suaminya dengan sungguh-sungguh mengernyetkan keningnya. Namun, dia tetap berkata, “Lalu?” “Saat kamu berdiri di de
Orang-orang terkejut dengan reaksi Jack atas apa yang dilakukan Claire, tanpa terkecuali Claire itu sendiri. Sejak mengenal Jack hingga mereka memutuskan untuk menikah, Jack tidak pernah membentaknya, kecuali hanya jika dia bersalah.‘Lalu, apa salahku?’ batin Claire sambil menatap suaminya.Beberapa wanita yang berada di kursi tamu juga tidak menyangka bahwa sang tuan muda akan membentak istrinya. Mereka sampai memegangi dada karena terkejut. Menurut pandangan mereka, apa yang dilakukan Claire sudah benar.Orang-orang yang kurang ajar itu pantas mendapat dua sampai tiga tamparan lagi. Beberapa di antara tamu malah ingin menjambak mereka juga.Jika Claire syok, tidak demikian dengan Lady. Meski tamparan Claire membuat pipinya terasa sakit, dia senang mengetahui sang tuan muda dengan cepat membentak istrinya karena sudah bersikap kasar. Itu artinya, dia masih memiliki kesempatan. Entah kesempatan apa yang dimaksud oleh Lady.“Tuan Muda,” ucap Matthew merasa perlu untuk membela Claire.
Tidak dipungkiri, aura yang keluar dari Jack membuat empat wanita itu tertekan. Mereka tampak mencengkeram pakaian sendiri untuk menyembunyikan tangan mereka yang bergetar karena takut. “Lady,” panggil Jack karena empat wanita itu membisu tanpa kata. Lady memaksakan diri untuk tersenyum. “Sa-saya, Tuan Muda.” Jack tertawa mendengar Lady yang dahulu mengoloknya sebagai pecundang, kini memanggilnya dengan sebutan demikian, dan itu dikatakan dengan nada bicara yang lembut. “Kamu bersikeras ingin menemuiku. Katakan, sesudah ini, apa yang kamu inginkan?” Jack memasukkan kedua tangannya ke dalam saku. Sejujurnya, reaksi Jack yang berubah-ubah, terkadang tampak murka, terkadang begitu ramah, malah membuat Lady bingung. Dia sadar benar jika Jack berhak murka. Dan dia akan menerima apa saja yang akan Jack lakukan. Lady sempat menoleh ke kanan dan ke kiri untuk melihat ekspresi wajah teman-temannya. Dia yakin, ekspresi wajahnya sekarang juga tidak jauh berbeda dari mereka; takut, cemas, be
Para pengawal menunda untuk menyeret Sophie dan kawan-kawannya keluar karena mendengar ucapan berwibawa dari seorang pria. Itu adalah ucapan yang tidak mungkin mereka abaikan.Benar, Jack sendiri yang menahan para pengawalnya meringkus para wanita pembuat onar. Kini, tempat itu seperti membeku. Semua orang bergeming melihat wajah tenang Jack selagi bertanya-tanya apa yang akan terjadi berikutnya."Apa yang akan Tu-tuan Muda lakukan?" tanya Gary menyaksikan Jack berjalan ke tepi panggung usai berpamitan dengan istrinya. Meskipun Gary hanya melihat dari layar kaca televisi, napasnya ikut tertahan juga.Sebagai orang yang memiliki banyak kesalahan pada Jack, Gary tentu mencemaskan kehidupannya. Dia menjadi paham tentang hal buruk yang terus menimpanya, walau itu tidak seburuk apa yang menimpa David, Gary sempat frustrasi atas grafik hidupnya yang merosot. Melihat keadaannya sekarang, sudah mampu menjelaskan segala kesialan yang menimpanya.Lalu, bagaimana jika ternyata kesialannya masih
Satu teriakan itu berhasil memprovokasi tamu undangan lainnya. Kini tempat itu dipenuhi oleh seruan yang meminta Tuan Muda Roodenburg untuk mencium istrinya. Kedua pipi Claire memerah mendengarnya. Dia bahkan melepas rangkulannya dari leher Jack, sedikit tertunduk menghadap para hadirin. Jack mengambil napas melihat istrinya demikian. Dia mendekatkan wajahnya pada Claire, membuat para hadirin menghentikan seruan mereka. Semua tegang menunggu apa yang akan Tuan Muda lakukan. “Jangan cemas. Aku tidak akan melakukannya di depan umum,” bisik Jack sangat rendah, hingga hanya Claire yang bisa mendengarnya. Wanita itu menoleh pada suaminya dengan wajah cerah. Sementara para hadirin masih menanti sang tuan muda melakukan apa yang mereka harapkan. Dalam saat-saat sunyi itu, mendadak terdengar panggilan dari deret kursi belakang. “TUAN MUDA!!” Orang-orang terkejut. Mereka menoleh ke belakang, ke sumber suara, demi melihat kenampakan wanita yang begitu lancang memanggil Tuan Muda Roodenbu
Prosesi pernikahan Tuan Muda Roodenburg dengan Nona Claire Boutcher telah selesai. Kini, persahabatan mereka sudah resmi menjadi hubungan suami istri dengan ikatan cinta yang suci. Kebahagiaan itu tergambar jelas di wajah kedua mempelai, keluarga, dan para tamu undangan, kecuali empat sekawan yang duduk di kursi belakang. Sophie yang sejak tadi menitikan air mata, kini memeluk Lady untuk menyembunyikan isakannya setelah melihat Jack mencium kening Claire. Masih hangat dalam ingatan Sophie, selama dia dan Jack dahulu berpacaran, Jack tidak pernah meminta ciuman darinya. Sedangkan saat menjadi kekasih David, pria itu meminta segalanya darinya, bahkan di hari pertama mereka berpacaran. Sungguh, dahulu Sophie menilai Jack sebagai pecundang meski dalam hal percintaan. Sementara dia memberikan penilaian sangat tinggi untuk David, dan menganggapnya sebagai pria sejati yang bergairah. ‘Tapi lihat sekarang. Jack menikahi Claire di depan seluruh warga Rhineland dengan gagah dan penuh kharisma
“Dari suaranya saja, jelas sekali jika Tuan Muda adalah orang yang ramah dan rendah hati. Daripada dirinya, jelas kita semua yang mendapat kesempatan untuk hadir di acara ini begitu bahagia dan merasa terhormat. Kita benar-benar beruntung. Bahkan jika seseorang membeli undangan pernikahan dari Tuan Muda dengan harga fantastis, aku akan dengan yakin menolaknya. Ini benar-benar momen patah hati yang paling berharga.” Grace tersenyum lebar dengan pandangan mata tertuju pada layar besar yang ada di sisi kanan panggung. Dalam layar itu menampilkan sosok pria bertopeng yang menyita perhatian seluruh manusia di Rhineland.Dua layar besar memang sengaja disediakan di samping panggung demi membantu para hadirin yang duduk di kursi belakang, supaya tetap bisa melihat dengan jelas jalannya acara. Apa yang ditampilkan dalam layar itu adalah apa yang terlihat di layar televisi juga. Sebenarnya Grace dan rombongan sedikit kecewa karena mereka mendapat kursi di deret paling belakang, tetapi mereka
"Jika yang berbicara ini adalah David yang dahulu, aku pasti percaya. Tapi David, sekarang kamu bahkan hanya tinggal di kos sempit ini. Tidak mungkin kamu bertemu dengan wanita dari kelas atas." Gary mengambil kripik kentang dan mengunyahnya dengan santai. Tidak ada lagi rasa segan atau was-was akan membuat David tersinggung. "Mungkin saja David melihatnya saat masih menjadi manajer keuangan di Big Roodgroup." Gary menimpali.Namun, David masih bergeming. Dia tidak menggeser sedikit pun pandangannya dari kaca televisi. Kerutan di keningnya semakin banyak."David." Bahkan panggilan pelan dari Gary membuat David terkejut.Sambil menggelengkan kepala, David berkata, "Tidak salah lagi, dia memang wanita itu."Ryan bertanya, "Apa yang kamu bicarakan?" "Aku sangat yakin, dia, mempelai wanita Tuan Muda Roodenburg adalah wanita kasar yang bekerja di King Pizza. Dia berteriak-teriak memakiku dan Sophie. Dia melarang kami masuk ke kedai itu."Gary dan Ryan sempat melihat satu sama lain sebelu
Greenroad Villa hari ini terlihat sangat ramai. Para pelayan begitu sibuk ke sana ke mari mengurus segala keperluan, apalagi sejak tadi para tamu sudah mulai datang.Banyak tamu istimewa yang datang ke acara pernikahan paling mewah dan fenomenal ini, misalnya para pejabat, artis, konglomerat, dan lain sebagainya. Mereka sangat antusias mengingat ini adalah pernikahan pewaris tunggal keluarga Roodenburg, keluarga dengan kekayaan, popularitas, dan pengaruh paling besar.Memangnya siapa yang mau melewatkan undangan pernikahan pewaris tunggal dari keluarga nomor satu dari orang-orang kelas atas?"Sebenarnya, aku masih trauma dengan kejadian di malam amal itu." Lady menggandeng lengan Sophie. "Aku tidak menyangka jika undangan pernikahan itu asli. Rasanya ini terlalu ... mendadak, super mendadak. Untung saja kalian memaksaku ikut, jika tidak, aku akan lebih menyesal lagi karena tidak hadir di acara berbahagia idolaku, meski mungkin tidak lama lagi aku akan menangisinya." Lady melanjutkan.