Setelah tiba di kamarnya, Jack langsung mandi. Hari ini cukup melelahkan karena tingkah Mary dan teman-temannya juga. Namun, dia senang karena akhirnya Paman Bob sudah pulih dan pulang dari rumah sakit. Jack mengelap rambutnya yang basah dengan handuk. Matanya tersita oleh sisa uang pemberian Claire yang dia letakkan di atas meja. Jack tersenyum mengingat sahabatnya itu. Mengubah kebiasaan memang bukanlah hal yang mudah. Sejak Jack belum tahu jati dirinya yang sesungguhnya, Claire dan ayahnya sering membantunya dalam masa-masa sulit. Masih hangat dalam ingatan Jack ketika Paman Bob memberikan seluruh uang penjualan meja hias padanya untuk membayar biaya berobatnya di rumah sakit. Ketika itu Jack terkena demam berdarah dan sudah menjadi sebatang kara sepeninggalan sang pengasuh, Jane Marshall.Jack berjalan mendekati meja itu. Dia duduk di kursi premium dan mengambil uang dari Claire.“Dia memang wanita yang baik.” Hati Jack tergelitik mengingat Claire memberikan segepok uang tabunga
Kemunculan Jack yang tiba-tiba, membuat Renee dan Bruce terkejut. “Renee, aku senang melihatmu sudah sadar. Kenapa kamu turun? Ayo kembali berbaring di tempat tidur. Tidak tau kenapa dokter tidak kunjung datang. Mungkin terkena macet. Kamu berbaring saja dengan nyaman sambil menunggu dokter."Renee melirik pada Bruce. Dia segera menunduk rendah menyadari Bruce sedang memelototinya. Karena itu, Renee terpaksa menjawab, “Tidak perlu, Tuan Muda. Saya sudah baik-baik saja. Terima kasih banyak untuk kebaikan, Tuan Muda.”“Jangan sungkan. Berbaringlah dulu setidaknya sampai dokter datang. Saat dokter memastikan keadaanmu baik-baik saja, kamu bisa kembali ke kamarmu untuk beristirahat.”Mendengar hal itu, Bruce segera melambaikan tangannya. “Itu tidak perlu, Tuan Muda. Renee sudah baik-baik saja. Mohon untuk membiarkan dia kembali bekerja. Jika tidak, Renee akan menangis semalam suntuk karena merasa sebagai pelayan yang tidak berguna. Jika itu terjadi, dia akan membuat pelayan lainnya tidak
Claire berjalan cepat menuju pintu. Dadanya terasa panas seperti mau meledak. Ketika sudah berdiri di belakang pintu, Claire melepas sepatunya. Dia mengangkat sepatu itu dengan tangan kanan selagi tangan kirinya bersiap untuk membuka pintu. Sedangkan untuk ponselnya, dia jepit menggunakan pundak dan telinga.'Lihat saja aku akan membuat kalian kapok hari ini juga!'Claire menarik gagang pintu dengan perlahan. Ketika pintu telah terbuka, dia mengayunkan sepatunya untuk dilemparkan ke tamu yang datang. "Nona!" teriak seorang lelaki yang berdiri di depan pintu rumah Claire. Dia sampai memejamkan mata selagi kedua tangannya melingkupi kepala.Mengetahui bahwa tamunya bukanlah sales yang biasa datang, Claire menurunkan kembali sepatunya. Dia menatap lelaki di hadapannya, melihatnya dari ujung kaki hingga ke ujung kepala.Dalam hati Claire berkata 'Siapa mereka? Penampilan Mereka tampak berkelas. Untung saja aku menahan sepatuku.'Ketika Claire mengatakan itu di dalam hatinya, dari balik t
Di dalam kamarnya Jack merasa sedikit cemas. Dia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di rumah Claire hingga wanita itu memutuskan panggilan tanpa menjelaskan apa pun. Jack berbicara pada dirinya sendiri, "Bagaimana kalau ternyata tamu yang datang itu memang salesman? Apa mungkin salesman itu memiliki niat yang buruk kepada Claire? Selama ini dia datang dan menawarkan kondom pada Claire bukan tanpa alasan. Jangan-jangan dia sudah mengincar Claire sejak lama!" Jack mulai menduga-duga.Jika memikirkan hal tersebut, hati Jack menjadi semakin tidak tenang. Dia melihat ke arah jam dinding. "Masih ada waktu," ucapnya. Bahkan jika memang hal ini tidak terselesaikan tepat waktu, dia akan membatalkan makan malamnya bersama Matthew.Pada akhirnya Jack memutuskan untuk pergi ke rumah Claire saja. Dia ingin memastikan bahwa sahabatnya itu baik-baik saja. "Cepat pergi ke rumah Claire, tapi turunkan Aku di tempat yang agak jauh dari rumahnya," perintah Jack pada pengawalnya dengan kening yang
Jack bergegas pergi ke rumah Claire yang hanya tinggal beberapa puluh meter dari tempat yang berdiri sekarang. Rahang pria itu tampak mengeras karena ketidakjelasan yang membuatnya begitu tegang. Setibanya di depan rumah Claire, Jack menghentikan langkah kakinya. Pintu rumah Claire tertutup rapat. Rumah itu juga terlihat sangat sepi seolah tidak ada penghuninya. Hal itu jelas terasa aneh karena hampir setiap saat Claire melewatkan waktunya dengan ocehan-ocehan. Lagipula sebelum ini dia masih mendengar Claire berbicara dengan penuh semangat kepada sang ayah.Lalu ke mana mereka sekarang?Jack melangkah lagi menuju ke arah pintu rumah Claire. Saat berdiri di depan pintu itu, Jack mengetuknya dengan terburu-buru."Claire buka pintunya! Ini aku, Jack!" Jack berbicara dengan suara yang lantang.Namun tidak ada jawaban dari dalam rumah. Rumah itu benar-benar sepi!Kemudian Jack mengetuk pintu lagi. "Paman Bob, apa Paman ada di dalam? Bukakan pintunya, Paman. Tolong! Ini aku Jack."Tetap
Claire sempat terdiam menatap Jack dengan penuh arti. Namun dia segera mengendalikan perasaannya. Cepat-cepat dia duduk dan memanyunkan bibirnya. "Jangan menggodaku! Jika teman wanitamu yang menjadi manajer di toko baju itu melihat kita, dia akan berpikir macam-macam." Suara Claire terdengar kesal. Jack langsung duduk. Dia mendekatkan wajahnya ke wajah Claire. "Apa kamu cemburu?" Claire menjawab dengan nada naik, "Kenapa aku harus cemburu?!" Dia tidak mengerti mengapa tidak bisa menahan suaranya untuk tidak berbicara dengan nada seperti itu. Jika direnungkan dia bisa menyampaikannya dengan suara biasa saja, terlebih Jack duduk dekat dengannya. Suaranya bisa dengan mudah didengar oleh Jack, meski dia berbisik sekalipun. "Kenapa kamu tidak cemburu?" Jack menyangga dagunya. Claire mencebik melihat alis Jack turun naik. Dia melemparkan bantal kecil kepada Jack. "Kamu tidak pernah menjawab pertanyaan dengan benar! Setidaknya jawab dulu pertanyaanku, dan bukan malah balik bertanya."
Claire tidak berhenti berbicara selama menyetir. Dia sangat bersemangat. Selain senang bisa mengajak temannya menaiki mobil baru, dia juga senang karena tidak lama lagi akan tahu di mana Jack tinggal.Claire menoleh sesaat untuk melihat wajah Jack. Selama dia berbicara, Jack hanya memberikan jawaban sekadarnya. Claire menyerukan kening sebelum fokus melihat ke depan."Jack, kenapa kamu terlihat cemas?"Jack tersentak. Dia meringis menunjukkan barisan giginya yang putih dan bersih. "Benarkah? Em, mungkin aku hanya lelah. Hari ini luar biasa." Dia tersenyum konyol mengingat apa yang telah dia lakukan karena mencemaskan Claire."Kamu yakin tidak menyembunyikan sesuatu dariku?""Itu terlalu sulit untuk dilakukan. Bahkan jika aku berbicara dalam hati, kamu mungkin akan mendengarnya."Claire terkekeh. Dia mengangguk-angguk sebelum bertanya, "Jadi, kamu tinggal di mana sekarang? Kamu belum memberitahuku juga. Aku tidak bisa pergi ke sana jika kamu tidak menyebutkan alamatnya. Sebentar lagi a
Senyum di wajah Matthew lenyap seperti debu yang tersapu angin. Napasnya menjadi sesak setelah sang tuan muda menyebut nama Donald Pasmod. Hatinya yang semula terasa hangat atas kisah persahabatan Jack dan Claire yang manis, mendadak menjadi was-was.“Ada apa Matthew?” tanya Jack yang melihat perubahan ekspresi wajah bawahannya.“Tuan Muda,” Matthew mengambil jeda untuk menghela napas. Embusan napasnya terasa berat. Tidak dipungkiri, dia memang sangat mengkhawatirkan keselamatan Jack setiap kali menyinggung masalah Donald Pasmod.Apa yang dirasakan Matthew sepenuhnya wajar. Dia mengerti betapa berbahaya Donald Pasmod. Dan Matthew tentu tidak ingin hal buruk menimpa sang tuan.Lebih dari itu, Matthew tahu benar jika kebahagiaan Tom Roodenburg baru terasa genap oleh kehadiran Jack, yang pada akhirnya ditemukan setelah puluhan tahun pencarian. Dia tidak bisa membayangkan jika hal yang tidak diinginkan mengurangi kebahagian pria tua itu.Jack masih diam, menunggu Matthew melanjutkan ucapa