Jack bergegas pergi ke rumah Claire yang hanya tinggal beberapa puluh meter dari tempat yang berdiri sekarang. Rahang pria itu tampak mengeras karena ketidakjelasan yang membuatnya begitu tegang. Setibanya di depan rumah Claire, Jack menghentikan langkah kakinya. Pintu rumah Claire tertutup rapat. Rumah itu juga terlihat sangat sepi seolah tidak ada penghuninya. Hal itu jelas terasa aneh karena hampir setiap saat Claire melewatkan waktunya dengan ocehan-ocehan. Lagipula sebelum ini dia masih mendengar Claire berbicara dengan penuh semangat kepada sang ayah.Lalu ke mana mereka sekarang?Jack melangkah lagi menuju ke arah pintu rumah Claire. Saat berdiri di depan pintu itu, Jack mengetuknya dengan terburu-buru."Claire buka pintunya! Ini aku, Jack!" Jack berbicara dengan suara yang lantang.Namun tidak ada jawaban dari dalam rumah. Rumah itu benar-benar sepi!Kemudian Jack mengetuk pintu lagi. "Paman Bob, apa Paman ada di dalam? Bukakan pintunya, Paman. Tolong! Ini aku Jack."Tetap
Claire sempat terdiam menatap Jack dengan penuh arti. Namun dia segera mengendalikan perasaannya. Cepat-cepat dia duduk dan memanyunkan bibirnya. "Jangan menggodaku! Jika teman wanitamu yang menjadi manajer di toko baju itu melihat kita, dia akan berpikir macam-macam." Suara Claire terdengar kesal. Jack langsung duduk. Dia mendekatkan wajahnya ke wajah Claire. "Apa kamu cemburu?" Claire menjawab dengan nada naik, "Kenapa aku harus cemburu?!" Dia tidak mengerti mengapa tidak bisa menahan suaranya untuk tidak berbicara dengan nada seperti itu. Jika direnungkan dia bisa menyampaikannya dengan suara biasa saja, terlebih Jack duduk dekat dengannya. Suaranya bisa dengan mudah didengar oleh Jack, meski dia berbisik sekalipun. "Kenapa kamu tidak cemburu?" Jack menyangga dagunya. Claire mencebik melihat alis Jack turun naik. Dia melemparkan bantal kecil kepada Jack. "Kamu tidak pernah menjawab pertanyaan dengan benar! Setidaknya jawab dulu pertanyaanku, dan bukan malah balik bertanya."
Claire tidak berhenti berbicara selama menyetir. Dia sangat bersemangat. Selain senang bisa mengajak temannya menaiki mobil baru, dia juga senang karena tidak lama lagi akan tahu di mana Jack tinggal.Claire menoleh sesaat untuk melihat wajah Jack. Selama dia berbicara, Jack hanya memberikan jawaban sekadarnya. Claire menyerukan kening sebelum fokus melihat ke depan."Jack, kenapa kamu terlihat cemas?"Jack tersentak. Dia meringis menunjukkan barisan giginya yang putih dan bersih. "Benarkah? Em, mungkin aku hanya lelah. Hari ini luar biasa." Dia tersenyum konyol mengingat apa yang telah dia lakukan karena mencemaskan Claire."Kamu yakin tidak menyembunyikan sesuatu dariku?""Itu terlalu sulit untuk dilakukan. Bahkan jika aku berbicara dalam hati, kamu mungkin akan mendengarnya."Claire terkekeh. Dia mengangguk-angguk sebelum bertanya, "Jadi, kamu tinggal di mana sekarang? Kamu belum memberitahuku juga. Aku tidak bisa pergi ke sana jika kamu tidak menyebutkan alamatnya. Sebentar lagi a
Senyum di wajah Matthew lenyap seperti debu yang tersapu angin. Napasnya menjadi sesak setelah sang tuan muda menyebut nama Donald Pasmod. Hatinya yang semula terasa hangat atas kisah persahabatan Jack dan Claire yang manis, mendadak menjadi was-was.“Ada apa Matthew?” tanya Jack yang melihat perubahan ekspresi wajah bawahannya.“Tuan Muda,” Matthew mengambil jeda untuk menghela napas. Embusan napasnya terasa berat. Tidak dipungkiri, dia memang sangat mengkhawatirkan keselamatan Jack setiap kali menyinggung masalah Donald Pasmod.Apa yang dirasakan Matthew sepenuhnya wajar. Dia mengerti betapa berbahaya Donald Pasmod. Dan Matthew tentu tidak ingin hal buruk menimpa sang tuan.Lebih dari itu, Matthew tahu benar jika kebahagiaan Tom Roodenburg baru terasa genap oleh kehadiran Jack, yang pada akhirnya ditemukan setelah puluhan tahun pencarian. Dia tidak bisa membayangkan jika hal yang tidak diinginkan mengurangi kebahagian pria tua itu.Jack masih diam, menunggu Matthew melanjutkan ucapa
Sebuah mobil Rolls-Royce Phantom memasuki halaman gedung Big Roodgroup. Mobil mewah itu berhasil menarik perhatian orang-orang yang dilewati, tanpa terkecuali Sophie Parker. "Memangnya siapa yang datang? Kenapa para penjaga dan staf sampai berdiri di depan pintu utama untuk menyambutnya?" tanya Sophie pada dirinya sendiri sebab tidak ada siapa pun di sampingnya. Sophie baru saja keluar dari tempat parkir Big Roodgroup ketika mendapati sebuah mobil mewah memasuki gedung. Mobil itu tidak menuju tempat parkir, tetapi berhenti sejajar dengan pintu utama gedung. Sophie sendiri datang ke perusahaan besar tempat mantan pacarnya bekerja dulu bukan tanpa alasan. Dia di sana untuk melakukan wawancara kerja. Sejak Sophie dipecat dari Hotel BlueLux, dia mengalami kesulitan untuk mencari kerja. Hal itu karena kabar tentang alasan dia dipecat beredar di kalangan para petinggi perusahaan lainnya. Entah bagaimana hal itu terjadi, tapi Sophie kerap menerima penolakan dari tempat-tempat yang dia la
Sophie menatap Jack lekat-lekat nyaris tanpa berkedip ketika mantannya itu keluar dari dalam lift."Sophie." Jack berusaha menarik kedua ujung bibirnya ke belakang.Perlahan senyum tersungging juga di wajah Sophie. Sebenarnya dia terlalu terkejut. Selain karena kemunculan Jack yang sama sekali tidak dia duga, pria itu muncul dengan penampilan yang sangat berbeda.Jack tampak menawan dengan setelan yang digunakan. Dia juga mengenakan sepatu pantofel hitam mengkilap. Penampilan Jack semakin sempurna karena jam tangan berkelas yang melingkar di tangannya. Lebih dari itu, mata Sophie yang teliti, sangat yakin jika semua yang dipakai Jack adalah barang branded dan original. 'Bagaimana mungkin Jack memakai semua itu? Dari mana dia mendapatkannya?'Walaupun dalam hati Sophie bertanya-tanya demikian, cara pandangnya terhadap Jack sudah berbeda. Jika dia yang dulu, Sophie pasti akan berpikir jika Jack mencuri, menipu, atau melakukan hal-hal buruk lainnya. Namun sekarang, Sophie yakin dari man
Claire mengambil sebuah paper bag. Aroma menggoda segera memasuki hidung Jack."Burger?" tanya Jack ketika Claire menyerahkan paper bag itu padanya. "Kamu memintaku keluar untuk memberikan ini?" "Ya, kamu harus makan. Itu burger combo spesial. Aku melihat seorang pelanggan memesannya, lalu teringat padamu. Bawa dan makanlah. Kamu pasti belum sarapan. Sekarang turun turun dari mobilku karena aku harus segera kembali ke King Pizza."Jack tersenyum miring, merasa konyol dan haru sekaligus. Dia menatap tajam Claire."Ada apa? Jangan bilang kamu sudah makan. Aku tahu kamu tidak membiarkanku melihat kosmu karena entah seburuk apa tempat tinggalnya sekarang. Dan itu semua pasti karena kamu tidak punya uang." Suara Claire terdengar yakin. "Berhenti bersikap sombong oke?" lanjutnya sambil mengacak-acak rambut Jack."Apa kamu tidak melihat pakaianku? Lihatlah jamku. Apa ini bisa aku dapatkan jika tidak memiliki uang?"Claire tertawa. "Mungkin atasan atau temanmu memberikan miliknya untukmu.""
Setelah bertemu dengan Jack secara tidak sengaja, Sophie tidak bisa berhenti memikirkan mantan kekasihnya itu. Dia berusaha keras untuk fokus saja pada wawancaranya, tetapi bayangan Jack tetap merasuki pikirannya.Untung saja hal tersebut tidak sampai mengacaukan konsentrasi Sophie. Dia tetap bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Kepala HRD dengan lancar. Dari mimik wajah Kepala HRD, Sophie berharap banyak jawabannya tadi tidak mengecewakan. Dan sekarang, dia menjadi sangat gugup karena sebentar lagi nasibnya akan ditentukan.Hasil seleksi wawancara tadi akan diberitahukan sore ini. Calon karyawan yang lolos ataupun tidak akan mendapat pesan pemberitahuan. Mereka yang lolos secara otomatis akan diterima di Big Roodgroup. Dan tentu saja Sophie ingin mendapatkan pesan berisi kabar baik itu.!!Notifikasi pesan masuk di ponsel Sophie berbunyi. Wanita itu mendekap ponselnya sambil memejamkan mata. Dia melihat layar ponselnya. Detik itu pula dia menelan ludah ketika melihat bahwa pesa
Bulan bundar sempurna. Dari loteng Greenroad Villa, angin membuat pucuk pohon cemara seperti sedang menggesek-gesekkan tubuhnya pada purnama. Ada kopi yang mengepul di dalam dua cangkir putih di atas meja kayu. Tangan yang kekar tampak mengambil satu di antara cangkir itu. “Ini sangat indah,” kata Claire setelah sang suami menyesap kopi. Dia mengagumi pemandangan malam hari di tempat itu. Jack menggeleng. “Ada yang lebih indah dari ini.” Dengan wajah berseri Claire menyahut. “Benarkah?” “Hm.” Jack kembali menyeruput kopi buatannya sendiri. “Cepat katakan padaku. Aku ingin melihatnya besok.” Claire semakin bersemangat. “Kenapa harus menunggu besok?” “Jadi, aku bisa melihatnya sekarang?” “Tentu saja.” Claire bertepuk tangan kegirangan. “Di mana aku bisa melihatnya?” Dia menarik kursinya agar lebih dekat dengan Jack. “Pergilah ke kamar.” Claire yang mendengarkan suaminya dengan sungguh-sungguh mengernyetkan keningnya. Namun, dia tetap berkata, “Lalu?” “Saat kamu berdiri di de
Orang-orang terkejut dengan reaksi Jack atas apa yang dilakukan Claire, tanpa terkecuali Claire itu sendiri. Sejak mengenal Jack hingga mereka memutuskan untuk menikah, Jack tidak pernah membentaknya, kecuali hanya jika dia bersalah.‘Lalu, apa salahku?’ batin Claire sambil menatap suaminya.Beberapa wanita yang berada di kursi tamu juga tidak menyangka bahwa sang tuan muda akan membentak istrinya. Mereka sampai memegangi dada karena terkejut. Menurut pandangan mereka, apa yang dilakukan Claire sudah benar.Orang-orang yang kurang ajar itu pantas mendapat dua sampai tiga tamparan lagi. Beberapa di antara tamu malah ingin menjambak mereka juga.Jika Claire syok, tidak demikian dengan Lady. Meski tamparan Claire membuat pipinya terasa sakit, dia senang mengetahui sang tuan muda dengan cepat membentak istrinya karena sudah bersikap kasar. Itu artinya, dia masih memiliki kesempatan. Entah kesempatan apa yang dimaksud oleh Lady.“Tuan Muda,” ucap Matthew merasa perlu untuk membela Claire.
Tidak dipungkiri, aura yang keluar dari Jack membuat empat wanita itu tertekan. Mereka tampak mencengkeram pakaian sendiri untuk menyembunyikan tangan mereka yang bergetar karena takut. “Lady,” panggil Jack karena empat wanita itu membisu tanpa kata. Lady memaksakan diri untuk tersenyum. “Sa-saya, Tuan Muda.” Jack tertawa mendengar Lady yang dahulu mengoloknya sebagai pecundang, kini memanggilnya dengan sebutan demikian, dan itu dikatakan dengan nada bicara yang lembut. “Kamu bersikeras ingin menemuiku. Katakan, sesudah ini, apa yang kamu inginkan?” Jack memasukkan kedua tangannya ke dalam saku. Sejujurnya, reaksi Jack yang berubah-ubah, terkadang tampak murka, terkadang begitu ramah, malah membuat Lady bingung. Dia sadar benar jika Jack berhak murka. Dan dia akan menerima apa saja yang akan Jack lakukan. Lady sempat menoleh ke kanan dan ke kiri untuk melihat ekspresi wajah teman-temannya. Dia yakin, ekspresi wajahnya sekarang juga tidak jauh berbeda dari mereka; takut, cemas, be
Para pengawal menunda untuk menyeret Sophie dan kawan-kawannya keluar karena mendengar ucapan berwibawa dari seorang pria. Itu adalah ucapan yang tidak mungkin mereka abaikan.Benar, Jack sendiri yang menahan para pengawalnya meringkus para wanita pembuat onar. Kini, tempat itu seperti membeku. Semua orang bergeming melihat wajah tenang Jack selagi bertanya-tanya apa yang akan terjadi berikutnya."Apa yang akan Tu-tuan Muda lakukan?" tanya Gary menyaksikan Jack berjalan ke tepi panggung usai berpamitan dengan istrinya. Meskipun Gary hanya melihat dari layar kaca televisi, napasnya ikut tertahan juga.Sebagai orang yang memiliki banyak kesalahan pada Jack, Gary tentu mencemaskan kehidupannya. Dia menjadi paham tentang hal buruk yang terus menimpanya, walau itu tidak seburuk apa yang menimpa David, Gary sempat frustrasi atas grafik hidupnya yang merosot. Melihat keadaannya sekarang, sudah mampu menjelaskan segala kesialan yang menimpanya.Lalu, bagaimana jika ternyata kesialannya masih
Satu teriakan itu berhasil memprovokasi tamu undangan lainnya. Kini tempat itu dipenuhi oleh seruan yang meminta Tuan Muda Roodenburg untuk mencium istrinya. Kedua pipi Claire memerah mendengarnya. Dia bahkan melepas rangkulannya dari leher Jack, sedikit tertunduk menghadap para hadirin. Jack mengambil napas melihat istrinya demikian. Dia mendekatkan wajahnya pada Claire, membuat para hadirin menghentikan seruan mereka. Semua tegang menunggu apa yang akan Tuan Muda lakukan. “Jangan cemas. Aku tidak akan melakukannya di depan umum,” bisik Jack sangat rendah, hingga hanya Claire yang bisa mendengarnya. Wanita itu menoleh pada suaminya dengan wajah cerah. Sementara para hadirin masih menanti sang tuan muda melakukan apa yang mereka harapkan. Dalam saat-saat sunyi itu, mendadak terdengar panggilan dari deret kursi belakang. “TUAN MUDA!!” Orang-orang terkejut. Mereka menoleh ke belakang, ke sumber suara, demi melihat kenampakan wanita yang begitu lancang memanggil Tuan Muda Roodenbu
Prosesi pernikahan Tuan Muda Roodenburg dengan Nona Claire Boutcher telah selesai. Kini, persahabatan mereka sudah resmi menjadi hubungan suami istri dengan ikatan cinta yang suci. Kebahagiaan itu tergambar jelas di wajah kedua mempelai, keluarga, dan para tamu undangan, kecuali empat sekawan yang duduk di kursi belakang. Sophie yang sejak tadi menitikan air mata, kini memeluk Lady untuk menyembunyikan isakannya setelah melihat Jack mencium kening Claire. Masih hangat dalam ingatan Sophie, selama dia dan Jack dahulu berpacaran, Jack tidak pernah meminta ciuman darinya. Sedangkan saat menjadi kekasih David, pria itu meminta segalanya darinya, bahkan di hari pertama mereka berpacaran. Sungguh, dahulu Sophie menilai Jack sebagai pecundang meski dalam hal percintaan. Sementara dia memberikan penilaian sangat tinggi untuk David, dan menganggapnya sebagai pria sejati yang bergairah. ‘Tapi lihat sekarang. Jack menikahi Claire di depan seluruh warga Rhineland dengan gagah dan penuh kharisma
“Dari suaranya saja, jelas sekali jika Tuan Muda adalah orang yang ramah dan rendah hati. Daripada dirinya, jelas kita semua yang mendapat kesempatan untuk hadir di acara ini begitu bahagia dan merasa terhormat. Kita benar-benar beruntung. Bahkan jika seseorang membeli undangan pernikahan dari Tuan Muda dengan harga fantastis, aku akan dengan yakin menolaknya. Ini benar-benar momen patah hati yang paling berharga.” Grace tersenyum lebar dengan pandangan mata tertuju pada layar besar yang ada di sisi kanan panggung. Dalam layar itu menampilkan sosok pria bertopeng yang menyita perhatian seluruh manusia di Rhineland.Dua layar besar memang sengaja disediakan di samping panggung demi membantu para hadirin yang duduk di kursi belakang, supaya tetap bisa melihat dengan jelas jalannya acara. Apa yang ditampilkan dalam layar itu adalah apa yang terlihat di layar televisi juga. Sebenarnya Grace dan rombongan sedikit kecewa karena mereka mendapat kursi di deret paling belakang, tetapi mereka
"Jika yang berbicara ini adalah David yang dahulu, aku pasti percaya. Tapi David, sekarang kamu bahkan hanya tinggal di kos sempit ini. Tidak mungkin kamu bertemu dengan wanita dari kelas atas." Gary mengambil kripik kentang dan mengunyahnya dengan santai. Tidak ada lagi rasa segan atau was-was akan membuat David tersinggung. "Mungkin saja David melihatnya saat masih menjadi manajer keuangan di Big Roodgroup." Gary menimpali.Namun, David masih bergeming. Dia tidak menggeser sedikit pun pandangannya dari kaca televisi. Kerutan di keningnya semakin banyak."David." Bahkan panggilan pelan dari Gary membuat David terkejut.Sambil menggelengkan kepala, David berkata, "Tidak salah lagi, dia memang wanita itu."Ryan bertanya, "Apa yang kamu bicarakan?" "Aku sangat yakin, dia, mempelai wanita Tuan Muda Roodenburg adalah wanita kasar yang bekerja di King Pizza. Dia berteriak-teriak memakiku dan Sophie. Dia melarang kami masuk ke kedai itu."Gary dan Ryan sempat melihat satu sama lain sebelu
Greenroad Villa hari ini terlihat sangat ramai. Para pelayan begitu sibuk ke sana ke mari mengurus segala keperluan, apalagi sejak tadi para tamu sudah mulai datang.Banyak tamu istimewa yang datang ke acara pernikahan paling mewah dan fenomenal ini, misalnya para pejabat, artis, konglomerat, dan lain sebagainya. Mereka sangat antusias mengingat ini adalah pernikahan pewaris tunggal keluarga Roodenburg, keluarga dengan kekayaan, popularitas, dan pengaruh paling besar.Memangnya siapa yang mau melewatkan undangan pernikahan pewaris tunggal dari keluarga nomor satu dari orang-orang kelas atas?"Sebenarnya, aku masih trauma dengan kejadian di malam amal itu." Lady menggandeng lengan Sophie. "Aku tidak menyangka jika undangan pernikahan itu asli. Rasanya ini terlalu ... mendadak, super mendadak. Untung saja kalian memaksaku ikut, jika tidak, aku akan lebih menyesal lagi karena tidak hadir di acara berbahagia idolaku, meski mungkin tidak lama lagi aku akan menangisinya." Lady melanjutkan.