Mary terbaring di atas tempat tidur di ruang gawat darurat Sunshine Hospital. Ada perban yang membalut dagu hingga kepalanya. “Apa proses penyembuhannya akan lama, Dokter?” tanya teman Mary yang bernama Lady dengan wajah cemas. “Biasanya pemulihan dislokasi rahang memerlukan waktu sekitar enam minggu. Tapi jangan khawatir, kami akan berusaha mempercepat pemulihan itu dengan perawatan rutin secara berkala.” Sebuah napas kabur dari teman Mary lainnya, yakni Grace. Dia melihat Mary dengan pandangan iba. “Bagaimana tulang rahangmu bisa bergeser, Mary?” “Aku jatuh dan pipiku membentur lantai,” jawab Mary dengan suara yang tidak begitu jelas karena dia membatasi pergerakan mulutnya. Meskipun demikian, apa yang dia katakan masih bisa dipahami. Tentu saja jawaban yang diberikan Mary bukanlah jawaban yang jujur. Mary masih sangat ingat, dia mengalami cidera atas kebodohannya sendiri. Dia tidak mengira jika George akan benar-benar menamparnya lagi. “Kalian tidak perlu khawatir, tulang raha
Mary menelan ludah. Kalimat pembuka dari Sophie ketika hendak membahas Jack membuat jantungnya berdetak cepat. Itu terdengar sangat menggantung.“Sebenarnya, setelah insiden pengusiran dari Greenroad Villa, aku dan David terlibat perkelahian. Ya kalian tahulah, kami saling menyalahkan karena di acara penting itu malah dipermalukan di hadapan semua orang. Kami bertengkar di dalam mobil. Sambil menyetir, David menyebutkan kesalahan-kesalahanku. Dan tidak mau kalah, aku juga melakukan hal yang sama, mengungkit segala hal buruk tentang dirinya. Akhirnya, David menjadi sangat kesal dan menurunkanku di jalan.”“Ya Tuhan, David menurunkanmu di jalan? Lalu, dia meninggalkanmu sendiri?” Grace bertanya dengan wajah tak percaya.“Begitulah yang terjadi. Dia menurunkan dan meninggalkanku di FleetLand. Kalian tahu tempat itu?” Kedua alis Lady bertaut seperti hampir menyatu. “Bukannya itu tempat tinggal para kriminal? Aku dengar, jika mau mencari para preman, pencuri, perampok, dan semacamnya, kem
Para wanita di ruangan itu refleks menoleh ke arah pintu. Mereka tampak terkejut melihat orang yang mereka bicarakan sedang menelepon di depan ruangan tersebut.Hidung Lady menjadi kembang kempis akibat amarah yang begitu besar. Kemurkaannya kepada Jack harus dilampiaskan. Dia menguncir rambutnya dengan sewot sebelum berkata, "Ini tidak bisa dibiarkan!""Kamu benar, Lady. Pecundang itu memang harus mendapat pelajaran berharga!"Lady dan Grace saling menatap satu sama lain. Mereka mengangguk kompak sebelum bersama-sama berjalan menuju pintu.Melihat perang akan segera pecah, Sophie berencana untuk turut mengikuti kedua temannya itu. Dia sangat yakin jika mereka hanya salah paham saja. Sedangkan dosa-dosa mereka selama ini kepada Jack sudah terlalu banyak. Masihkah perlu ditambah lagi? Sophie bahkan merasa malu jika bertemu dengan Jack."Mary kamu tunggu sebentar ya. Aku akan keluar mengikuti mereka. Meski sulit, aku akan berusaha untuk mencegah agar tidak terjadi keributan. Aku benar
Lady terduduk di lantai. Otot-ototnya terasa lemas. Batinnya seperti terguncang atas apa yang baru saja dialami.Sophie dan Grace yang melihat hal itu bergegas mendekat pada Lady. Sophie bertanya, "Apa kamu baik-baik saja, Lady?"Tapi Lady tetap diam. Wajahnya terlihat sangat rumit. Keningnya dipenuhi oleh keringat.Grace melihat Sophie sesaat sebelum menggenggam tangan Lady. Seketika itu pula pupilnya membesar. Grace merasakan tangan Lady sampai bergetar."Lady, tolong jangan diam saja. Cepat katakan sesuatu." Grace semakin khawatir."A-apa i-itu tadi Jack?" 'Ya! Tapi bukan Jack Marshall. Dia Jack Roodenburg, Tuan Muda Roodenburg!' sahut Mary cepat atas pertanyaan Lady yang diucapkan dengan terbata-bata.Namun, tentu saja Lady ataupun temannya yang lain tidak bisa mendengar apa yang Mary katakan. Sebab wanita itu berbicara pada dirinya sendiri.Sejujurnya Mary merasa cemburu. Mary masih sangat ingat, Jack begitu kesal ketika dia memeluknya dari belakang. Tapi tadi sang tuan muda mal
Di depan sebuah rumah sederhana bercat putih, Claire dan Jack berdiri. Mereka tampak berbincang. Paman Bob baru saja tiba di rumah dengan diantar mobil khusus dari rumah sakit. Dan Jack langsung berpamitan untuk pulang.“Apa kamu tidak bisa di sini lebih lama?” Suara Claire terdengar tidak rela jika Jack langsung pulang.Tapi Jack menggeleng. Dia tersenyum saat berkata, “Aku sudah mendengar banyak ceramah hari ini.” Dia menggoda Claire.Claire hanya mencebik mendengar ejekan sahabatnya. Lalu, dia memeluk Jack. “Besok aku mulai masuk kerja lagi. Hah, bekerja di King Pizza pasti akan membosankan karena tidak ada kamu di sana.”Jack menepuk-nepuk lengan Claire. “Jangan bicara seperti itu. Kamu tetap harus semangat bekerja demi Paman Bob, juga demi dirimu sendiri." Dia terdengar bijak. Namun, Jack kemudian melanjutkan, "Cobalah untuk mencari korban lain. Victor bukan orang yang buruk. Dia akan diam mendengar ocehanmu sepanjang jam kerja tanpa melawan. Jadi, jangan khawatir."Claire menden
Setelah tiba di kamarnya, Jack langsung mandi. Hari ini cukup melelahkan karena tingkah Mary dan teman-temannya juga. Namun, dia senang karena akhirnya Paman Bob sudah pulih dan pulang dari rumah sakit. Jack mengelap rambutnya yang basah dengan handuk. Matanya tersita oleh sisa uang pemberian Claire yang dia letakkan di atas meja. Jack tersenyum mengingat sahabatnya itu. Mengubah kebiasaan memang bukanlah hal yang mudah. Sejak Jack belum tahu jati dirinya yang sesungguhnya, Claire dan ayahnya sering membantunya dalam masa-masa sulit. Masih hangat dalam ingatan Jack ketika Paman Bob memberikan seluruh uang penjualan meja hias padanya untuk membayar biaya berobatnya di rumah sakit. Ketika itu Jack terkena demam berdarah dan sudah menjadi sebatang kara sepeninggalan sang pengasuh, Jane Marshall.Jack berjalan mendekati meja itu. Dia duduk di kursi premium dan mengambil uang dari Claire.“Dia memang wanita yang baik.” Hati Jack tergelitik mengingat Claire memberikan segepok uang tabunga
Kemunculan Jack yang tiba-tiba, membuat Renee dan Bruce terkejut. “Renee, aku senang melihatmu sudah sadar. Kenapa kamu turun? Ayo kembali berbaring di tempat tidur. Tidak tau kenapa dokter tidak kunjung datang. Mungkin terkena macet. Kamu berbaring saja dengan nyaman sambil menunggu dokter."Renee melirik pada Bruce. Dia segera menunduk rendah menyadari Bruce sedang memelototinya. Karena itu, Renee terpaksa menjawab, “Tidak perlu, Tuan Muda. Saya sudah baik-baik saja. Terima kasih banyak untuk kebaikan, Tuan Muda.”“Jangan sungkan. Berbaringlah dulu setidaknya sampai dokter datang. Saat dokter memastikan keadaanmu baik-baik saja, kamu bisa kembali ke kamarmu untuk beristirahat.”Mendengar hal itu, Bruce segera melambaikan tangannya. “Itu tidak perlu, Tuan Muda. Renee sudah baik-baik saja. Mohon untuk membiarkan dia kembali bekerja. Jika tidak, Renee akan menangis semalam suntuk karena merasa sebagai pelayan yang tidak berguna. Jika itu terjadi, dia akan membuat pelayan lainnya tidak
Claire berjalan cepat menuju pintu. Dadanya terasa panas seperti mau meledak. Ketika sudah berdiri di belakang pintu, Claire melepas sepatunya. Dia mengangkat sepatu itu dengan tangan kanan selagi tangan kirinya bersiap untuk membuka pintu. Sedangkan untuk ponselnya, dia jepit menggunakan pundak dan telinga.'Lihat saja aku akan membuat kalian kapok hari ini juga!'Claire menarik gagang pintu dengan perlahan. Ketika pintu telah terbuka, dia mengayunkan sepatunya untuk dilemparkan ke tamu yang datang. "Nona!" teriak seorang lelaki yang berdiri di depan pintu rumah Claire. Dia sampai memejamkan mata selagi kedua tangannya melingkupi kepala.Mengetahui bahwa tamunya bukanlah sales yang biasa datang, Claire menurunkan kembali sepatunya. Dia menatap lelaki di hadapannya, melihatnya dari ujung kaki hingga ke ujung kepala.Dalam hati Claire berkata 'Siapa mereka? Penampilan Mereka tampak berkelas. Untung saja aku menahan sepatuku.'Ketika Claire mengatakan itu di dalam hatinya, dari balik t
Bulan bundar sempurna. Dari loteng Greenroad Villa, angin membuat pucuk pohon cemara seperti sedang menggesek-gesekkan tubuhnya pada purnama. Ada kopi yang mengepul di dalam dua cangkir putih di atas meja kayu. Tangan yang kekar tampak mengambil satu di antara cangkir itu. “Ini sangat indah,” kata Claire setelah sang suami menyesap kopi. Dia mengagumi pemandangan malam hari di tempat itu. Jack menggeleng. “Ada yang lebih indah dari ini.” Dengan wajah berseri Claire menyahut. “Benarkah?” “Hm.” Jack kembali menyeruput kopi buatannya sendiri. “Cepat katakan padaku. Aku ingin melihatnya besok.” Claire semakin bersemangat. “Kenapa harus menunggu besok?” “Jadi, aku bisa melihatnya sekarang?” “Tentu saja.” Claire bertepuk tangan kegirangan. “Di mana aku bisa melihatnya?” Dia menarik kursinya agar lebih dekat dengan Jack. “Pergilah ke kamar.” Claire yang mendengarkan suaminya dengan sungguh-sungguh mengernyetkan keningnya. Namun, dia tetap berkata, “Lalu?” “Saat kamu berdiri di de
Orang-orang terkejut dengan reaksi Jack atas apa yang dilakukan Claire, tanpa terkecuali Claire itu sendiri. Sejak mengenal Jack hingga mereka memutuskan untuk menikah, Jack tidak pernah membentaknya, kecuali hanya jika dia bersalah.‘Lalu, apa salahku?’ batin Claire sambil menatap suaminya.Beberapa wanita yang berada di kursi tamu juga tidak menyangka bahwa sang tuan muda akan membentak istrinya. Mereka sampai memegangi dada karena terkejut. Menurut pandangan mereka, apa yang dilakukan Claire sudah benar.Orang-orang yang kurang ajar itu pantas mendapat dua sampai tiga tamparan lagi. Beberapa di antara tamu malah ingin menjambak mereka juga.Jika Claire syok, tidak demikian dengan Lady. Meski tamparan Claire membuat pipinya terasa sakit, dia senang mengetahui sang tuan muda dengan cepat membentak istrinya karena sudah bersikap kasar. Itu artinya, dia masih memiliki kesempatan. Entah kesempatan apa yang dimaksud oleh Lady.“Tuan Muda,” ucap Matthew merasa perlu untuk membela Claire.
Tidak dipungkiri, aura yang keluar dari Jack membuat empat wanita itu tertekan. Mereka tampak mencengkeram pakaian sendiri untuk menyembunyikan tangan mereka yang bergetar karena takut. “Lady,” panggil Jack karena empat wanita itu membisu tanpa kata. Lady memaksakan diri untuk tersenyum. “Sa-saya, Tuan Muda.” Jack tertawa mendengar Lady yang dahulu mengoloknya sebagai pecundang, kini memanggilnya dengan sebutan demikian, dan itu dikatakan dengan nada bicara yang lembut. “Kamu bersikeras ingin menemuiku. Katakan, sesudah ini, apa yang kamu inginkan?” Jack memasukkan kedua tangannya ke dalam saku. Sejujurnya, reaksi Jack yang berubah-ubah, terkadang tampak murka, terkadang begitu ramah, malah membuat Lady bingung. Dia sadar benar jika Jack berhak murka. Dan dia akan menerima apa saja yang akan Jack lakukan. Lady sempat menoleh ke kanan dan ke kiri untuk melihat ekspresi wajah teman-temannya. Dia yakin, ekspresi wajahnya sekarang juga tidak jauh berbeda dari mereka; takut, cemas, be
Para pengawal menunda untuk menyeret Sophie dan kawan-kawannya keluar karena mendengar ucapan berwibawa dari seorang pria. Itu adalah ucapan yang tidak mungkin mereka abaikan.Benar, Jack sendiri yang menahan para pengawalnya meringkus para wanita pembuat onar. Kini, tempat itu seperti membeku. Semua orang bergeming melihat wajah tenang Jack selagi bertanya-tanya apa yang akan terjadi berikutnya."Apa yang akan Tu-tuan Muda lakukan?" tanya Gary menyaksikan Jack berjalan ke tepi panggung usai berpamitan dengan istrinya. Meskipun Gary hanya melihat dari layar kaca televisi, napasnya ikut tertahan juga.Sebagai orang yang memiliki banyak kesalahan pada Jack, Gary tentu mencemaskan kehidupannya. Dia menjadi paham tentang hal buruk yang terus menimpanya, walau itu tidak seburuk apa yang menimpa David, Gary sempat frustrasi atas grafik hidupnya yang merosot. Melihat keadaannya sekarang, sudah mampu menjelaskan segala kesialan yang menimpanya.Lalu, bagaimana jika ternyata kesialannya masih
Satu teriakan itu berhasil memprovokasi tamu undangan lainnya. Kini tempat itu dipenuhi oleh seruan yang meminta Tuan Muda Roodenburg untuk mencium istrinya. Kedua pipi Claire memerah mendengarnya. Dia bahkan melepas rangkulannya dari leher Jack, sedikit tertunduk menghadap para hadirin. Jack mengambil napas melihat istrinya demikian. Dia mendekatkan wajahnya pada Claire, membuat para hadirin menghentikan seruan mereka. Semua tegang menunggu apa yang akan Tuan Muda lakukan. “Jangan cemas. Aku tidak akan melakukannya di depan umum,” bisik Jack sangat rendah, hingga hanya Claire yang bisa mendengarnya. Wanita itu menoleh pada suaminya dengan wajah cerah. Sementara para hadirin masih menanti sang tuan muda melakukan apa yang mereka harapkan. Dalam saat-saat sunyi itu, mendadak terdengar panggilan dari deret kursi belakang. “TUAN MUDA!!” Orang-orang terkejut. Mereka menoleh ke belakang, ke sumber suara, demi melihat kenampakan wanita yang begitu lancang memanggil Tuan Muda Roodenbu
Prosesi pernikahan Tuan Muda Roodenburg dengan Nona Claire Boutcher telah selesai. Kini, persahabatan mereka sudah resmi menjadi hubungan suami istri dengan ikatan cinta yang suci. Kebahagiaan itu tergambar jelas di wajah kedua mempelai, keluarga, dan para tamu undangan, kecuali empat sekawan yang duduk di kursi belakang. Sophie yang sejak tadi menitikan air mata, kini memeluk Lady untuk menyembunyikan isakannya setelah melihat Jack mencium kening Claire. Masih hangat dalam ingatan Sophie, selama dia dan Jack dahulu berpacaran, Jack tidak pernah meminta ciuman darinya. Sedangkan saat menjadi kekasih David, pria itu meminta segalanya darinya, bahkan di hari pertama mereka berpacaran. Sungguh, dahulu Sophie menilai Jack sebagai pecundang meski dalam hal percintaan. Sementara dia memberikan penilaian sangat tinggi untuk David, dan menganggapnya sebagai pria sejati yang bergairah. ‘Tapi lihat sekarang. Jack menikahi Claire di depan seluruh warga Rhineland dengan gagah dan penuh kharisma
“Dari suaranya saja, jelas sekali jika Tuan Muda adalah orang yang ramah dan rendah hati. Daripada dirinya, jelas kita semua yang mendapat kesempatan untuk hadir di acara ini begitu bahagia dan merasa terhormat. Kita benar-benar beruntung. Bahkan jika seseorang membeli undangan pernikahan dari Tuan Muda dengan harga fantastis, aku akan dengan yakin menolaknya. Ini benar-benar momen patah hati yang paling berharga.” Grace tersenyum lebar dengan pandangan mata tertuju pada layar besar yang ada di sisi kanan panggung. Dalam layar itu menampilkan sosok pria bertopeng yang menyita perhatian seluruh manusia di Rhineland.Dua layar besar memang sengaja disediakan di samping panggung demi membantu para hadirin yang duduk di kursi belakang, supaya tetap bisa melihat dengan jelas jalannya acara. Apa yang ditampilkan dalam layar itu adalah apa yang terlihat di layar televisi juga. Sebenarnya Grace dan rombongan sedikit kecewa karena mereka mendapat kursi di deret paling belakang, tetapi mereka
"Jika yang berbicara ini adalah David yang dahulu, aku pasti percaya. Tapi David, sekarang kamu bahkan hanya tinggal di kos sempit ini. Tidak mungkin kamu bertemu dengan wanita dari kelas atas." Gary mengambil kripik kentang dan mengunyahnya dengan santai. Tidak ada lagi rasa segan atau was-was akan membuat David tersinggung. "Mungkin saja David melihatnya saat masih menjadi manajer keuangan di Big Roodgroup." Gary menimpali.Namun, David masih bergeming. Dia tidak menggeser sedikit pun pandangannya dari kaca televisi. Kerutan di keningnya semakin banyak."David." Bahkan panggilan pelan dari Gary membuat David terkejut.Sambil menggelengkan kepala, David berkata, "Tidak salah lagi, dia memang wanita itu."Ryan bertanya, "Apa yang kamu bicarakan?" "Aku sangat yakin, dia, mempelai wanita Tuan Muda Roodenburg adalah wanita kasar yang bekerja di King Pizza. Dia berteriak-teriak memakiku dan Sophie. Dia melarang kami masuk ke kedai itu."Gary dan Ryan sempat melihat satu sama lain sebelu
Greenroad Villa hari ini terlihat sangat ramai. Para pelayan begitu sibuk ke sana ke mari mengurus segala keperluan, apalagi sejak tadi para tamu sudah mulai datang.Banyak tamu istimewa yang datang ke acara pernikahan paling mewah dan fenomenal ini, misalnya para pejabat, artis, konglomerat, dan lain sebagainya. Mereka sangat antusias mengingat ini adalah pernikahan pewaris tunggal keluarga Roodenburg, keluarga dengan kekayaan, popularitas, dan pengaruh paling besar.Memangnya siapa yang mau melewatkan undangan pernikahan pewaris tunggal dari keluarga nomor satu dari orang-orang kelas atas?"Sebenarnya, aku masih trauma dengan kejadian di malam amal itu." Lady menggandeng lengan Sophie. "Aku tidak menyangka jika undangan pernikahan itu asli. Rasanya ini terlalu ... mendadak, super mendadak. Untung saja kalian memaksaku ikut, jika tidak, aku akan lebih menyesal lagi karena tidak hadir di acara berbahagia idolaku, meski mungkin tidak lama lagi aku akan menangisinya." Lady melanjutkan.