Zahira melangkahkan kakinya keluar dari kamar. Sebenarnya, dia masih sangat betah berada di dalam kamar yang begitu sangat besar, bersih dan nyaman tersebut. Namun melihat sikap random Arion, membuat dirinya ingin keluar dari kamar dan menghirup udara segar. Apalagi sejak tadi ada Lily, yang selalu mengamati apa yang mereka lakukan. Meskipun wanita itu menundukkan kepalanya, namun tetap membuat Zahira tidak nyaman. Rasa kagum terhadap istana milik Arion seakan tidak pernah pudar. Selama ini ia hanya melihat rumah yang begitu sangat besar dan mewah di dalam film Hollywood yang menjadi favoritnya. Yang mana terdapat kamar-kamar besar, pintu-pintu besar berwarna hitam dengan dinding berwarna putih tulang dan dikombinasi wallpaper berwarna silver. Sungguh memberikan kesan mewah. Selain terdapat kamar-kamar yang berukuran besar, di ruangan lantai 2 ini juga memiliki tempat santai berupa sofa berkualitas ekspor berwarna hitam, TV berukuran 85 inci menempel di dinding. Lemari hias yang ter
Zahira diam saat memandang Arion. Pria itu sudah bersiap-siap untuk mengantarkannya ke rumah sakit. "Baby kenapa kamu melihatku seperti itu?" Arion bertanya dengan mengerutkan keningnya. Entah mengapa, dia berharap mendapatkan pujian dari gadis bermata bulat tersebut. Zahira diam sejenak kemudian menggelengkan kepalanya. "Apa aku sangat tampan baby, sehingga kamu selalu menatapku?" wajah Arion bersemu merah ketika mengatakan hal tersebut. Memalukan memang, pria yang dianggap sebagai Playboy itu bisa bersikap malu-malu seperti ini di depan gadis belia.Zahira tidak mampu memungkiri bahwa pria itu sangat tampan apalagi saat ini dia memakai jaket kulit berwarna hitam yang membuat penampilannya semakin terlihat macho. Namun bukan itu yang membuat gadis itu menatapnya dengan lekat. "Yang bawa mobil sopir, jadi biar sopir saja yang ngantar aku, mas nggak usah ikut.""Aku harus ikut baby, aku harus mengantarkan mu hingga selamat sampai ke tujuan." Arion tersenyum. Ada rasa kecewa dihat
"Siapa kalian?" David panik saat melihat empat orang pria mendekat kearahnya. Saat ini ia berada di parkiran mobil dan berencana untuk segera pergi meninggalkan perusahaan. Sebelum semuanya terlambat, dia akan melarikan diri. "Ha... Ha ... Anda tidak perlu tahu siapa kami." Pria itu semakin mendekat.David tidak akan tinggal diam. Hanya tinggal selangkah lagi, kakinya akan sampai ke mobilnya yang terparkir. Dalam kondisi seperti ini yang dilakukannya harus tenang dan tetap fokus dengan tujuan untuk bisa masuk ke dalam mobil. Namun sayang langkahnya dihadang oleh pria tersebut."Aku tidak ada urusan dengan kalian, jadi pergilah," geram David. Pria itu tidak mampu menutupi rasa takut dan gugupnya. Urusannya dengan Sebastian dan Johnsen grup sudah selesai. Semua harta miliknya sudah di sita perusahaan. Sebastian juga sudah memintanya untuk pergi. Namun mengapa ada orang yang menghalangi langkahnya. Tiba-tiba saja wajahnya memucat saat memikirkan kemungkinan yang terjadi. Apa ini oran
Demi keselamatan istrinya yang sedang mengandung, David menerima semua siksaan yang diberikan untuknya."Apa kau lupa, kau hanyalah sampah yang diberikan jabatan tinggi oleh keponakanku. Tapi mengapa kau tega mengkhianati dan bahkan membunuhnya?" Sebastian kembali memberikan pertanyaan."Aku tidak melakukan hal itu. Aku begitu sangat setia terhadap tuan Arion. Aku tidak akan pernah mengkhianatinya," ucap David. Sebastian tertawa lepas seakan ucapan David begitu lucu dan menggelitik perutnya. "Jempolnya." Sebastian kembali memberikan perintah kepada anak buahnya.David merasa seakan ingin pingsan ketika pria itu kembali memotong jarinya. Hanya karena tergiur dengan janji kekuasaan dan uang, dia mau melakukan kerja sama dengan pria yang memerintahkannya. Dengan tega dia menikam orang yang sudah berjasa dalam hidupnya."Apa kau tahu David, aku selalu memberikan daging manusia pengkhianat untuk santapan terlezat harimau peliharaanku. Sudah beberapa tahun ini si Titol tidak pernah mendapa
Arion tertawa lepas saat mendengar apa yang disampaikan oleh mantan orang kepercayaannya tersebut. "Tidak semudah itu David, aku tidak akan membiarkan malaikat maut mengambil nyawamu dengan secepat kilat." Arion teringat ancaman yang diberikan Zahira. Gadis itu mengatakan tidak akan mau berhubungan dengan seorang pembunuh. Dan dia tidak ingin melakukan hal tersebut.David diam dengan rasa takut yang berkecamuk di ldadanya. Apa yang dikatakan oleh Arion begitu sangat mengerikan untuknya. "Aku akan menjadikan kau sebagai contoh untuk semua orang, mengkhianatiku bukanlah hal yang mengasyikkan. Kau lihat seperti apa kau berjuang untuk membunuhku, Aku masih bisa berdiri di depanmu." Lagi-lagi Arion tertawa lepas. Ingin sekali dia menendang kepala pria itu namun jika hal itu dilakukannya, mungkin saat ini David akan terkapar dan mati. Demi janjinya kepada Zahira, dia tidak akan melakukan hal itu."Aku mohon bunuh saja aku, aku tidak akan mengganggumu jika aku mati di tanganmu. Aku janji
"Oh maaf, saya tidak bisa menemani, dokter Nizam karena saya ingin langsung ke ruangan." dokter Zahira tersenyum dan kemudian melambaikan tangannya.Dokter Nizam tersenyum ketika memandang Zahira. Gadis itu begitu sangat cantik dan juga cerdas. Hal ini yang membuat dirinya sangat tertarik dengan dokter muda tersebut. Namun entah mengapa, dokter muda itu begitu sangat sulit untuk didekati. Ramah namun memiliki dinding penghalang yang membuat orang tidak mudah untuk mendapatkannya. Dan hal ini yang membuat dokter Nizam penasaran setengah mati. Memiliki pengalaman sebagai playboy anti gagal mendapatkan para gadis incaran, tentunya Nizam sudah memiliki banyak pengalaman serta jurus yang bisa diterapkan untuk mendapatkan hati Zahira. Namun nyatanya lebih dari 4 bulan ini mendekati sang pujaan hati, hasilnya gagal. Entah bagaimana caranya untuk merobohkan dinding pertahanan tersebut.Dokter Nizam membalas lambaian tangan Zahira dengan tersenyum. Dipandanginya punggung gadis yang semakin me
Zahira memandang dokter Nizam yang meletakkan 2 cup kopi di atas meja. Pria itu selalu memiliki cara untuk mendekatinya seperti ini. "Saya tahu, dokter Zahira membutuhkan minuman yang bisa membuat mata terbuka lebar." Dokter Nizam memulai obrolan. Senyum di wajah tampannya hilang seketika saat melihat pintu ruangan Zahira yang terbuka. Pria itu semakin kesal saat melihat wanita berwajah kaku itu masuk ke dalam ruangan. Lagi-lagi Lily menatapnya tajam. "Ada apa?" Tanya Zahira saat melihat Lily masuk. "Diluar dingin dan banyak nyamuk," jawab Lily sambil tersenyum sinis memandang Nizam. Lily membawa minuman coklat hangat dan meletakkan di depan Zahira. Wanita itu juga mengambil kopi pemberian Nizam hingga membuat pria itu semakin kesal "Oh kalau begitu mbak Lily di sini saja. Lumayan aku punya teman ngobrol." Zahira menunjuk kursi di depannya dengan menggunakan dagunya. Nizam hanya diam menahan rasa kesalnya. Namun pria itu mencoba untuk tetap tenang. "Ada apa dokter Nizam?" Z
Arion memandang ke sebelah kiri untuk mencari asal suara. Benar saja, dia melihat seorang pria yang melambaikan tangan kepadanya. Arion memandang pria itu dengan mengerutkan keningnya sambil mengingat-ingat siapakah pria tersebut."Lama tidak bertemu, apa kau masih mengingatku? Kita dulu sempat satu sekolah di saat SMA." Pria itu tersenyum dan mengingatkan."Nizam." Arion menyebut nama, sekaligus membuat dadanya terasa panas."Hahaha ternyata kamu tidak melupakan aku, Ar. Kamu masih ingat tidak, dulu kita menjadi incaran para gadis." Nizam mengingatkan pria itu tentang ketampanan yang mereka miliki ketika masih sekolah. Sehingga menjadi incaran para gadis-gadis di sekolahnya."Tentu saja aku ingat," jawab Arion."Setelah tamat sekolah, ini untuk pertama kalinya aku melihatmu." Nizam menepuk pundak Arion. Ia melihat penampilan temannya dari atas hingga ke bawah."Iya aku menyelesaikan studi S1 dan S2 ku di Amerika," jawabnya."Kamu keren sekali," puji Nizam. sebenarnya dia tidak pan
Alex menunggu di depan ruang operasi bersama dengan Arion dan Sebastian. Namun karena operasi berjalan sangat lama, Arion dan Sebastian pulang. Kini tinggal Alex seorang yang menunggu. 20 jam menunggu akhirnya lampu yang menyala di ruang operasi dipadamkan. Ini pertanda bahwa operasi telah selesai. Namun tetap saja Alex merasakan jantungnya yang berdebar dengan cepat. Bagaimana jika operasi tidak berjalan dengan baik. Hal itu rasanya tidak mungkin, mengingat tim dokter yang disediakan oleh Arion bukanlah tim Dokter sembarangan. Bahkan Arion mendatangkan dokter-dokter dari luar negeri yang memang sudah terkenal dengan kemampuan dibidangnya masing-masing. Pintu ruangan terbuka, tim Dokter pun keluar dari dalam ruangan. "Dokter Vandra, bagaimana kondisinya?" Alex langsung bertanya dengan Vandra yang merupakan ketua tim."Operasi berjalan dengan lancar namun pasien masih dalam keadaan kritis. Dalam artian kita akan menunggu selama 24 jam untuk memantau kondisi pasien. Jika kondisi pa
Arion sibuk mengganti popok putrinya yang sedang pup. Dengan sangat telaten, pria tampan itu membersihkan pantat bayinya dengan tisu basah. Setelah bersih barulah memasangkan popok yang baru. Arion sangat menikmati perannya menjadi seorang ayah. Ketika putri kecilnya menangis, ia yang bangun lebih dulu. Jika bayi cantik itu bangun karena merasa tidak nyaman dan meminta diganti pipok, Arion tidak akan membangunkan istrinya, dia yang akan menganggti sendiri."Anak Daddy sudah wangi." Arion tersenyum dan mencium pipi bulat putrinya. "Kamu sangat cantik, Mirip mommy." Arion berkata sambil memandang Zahira yang tertidur lelap. Bayi cantik itu memandang Arion dengan bibir bulat. Seakan ia sedang berbicara dengan Daddy nya. Wajah bayi cantik itu sangatlah sempurna. Hidung mancung, bibir kecil, warna kulit putih kemerahan dan rambut yang berwarna coklat. Meskipun paras wajahnya mirip Zahira, namun warna kulit, hidung, mata, Serta alis, milik sang Daddy. Sepertinya bayi cantik itu sangat p
"Paman, sudah 1 bulan aku disini. Aku bosan mencium aroma obat dan juga aroma desinfektan. Aku rindu aroma kamar. Aku rindu dengan tempat tidur yang empuk seperti di dalam kamar ku. Paman, Aku ingin pulang. Apa Paman bisa meminta izin dengan dokter?" Tanya Shelina. Alex diam beberapa saat. "Ya Paman, aku sudah tidak mau lagi merasakan seperti ini. aku ingin pulang saja. Aku sudah lelah merasakan jarum suntik yang selalu menusuk kulit ku. Aku juga sudah bosan minum obat, hingga lidah ku terasa pahit. Aku ingin menikmati hidup, makan yang banyak tanpa larangan. Minum-minum yang manis dan segar. Aku juga ingin makan bakso dengan cabe rawit." Shelina sudah seperti orang yang pasrah dan putus asa. Ia tidak ingin menghabiskan sisa umurnya di atas tempat tidur pasien. "Kamu jangan bicara seperti itu. Dokter sedang mengatur jadwal operasi kamu. Ada orang yang bersedia mendonorkan mata serta ginjalnya." Alex memberi tahu Shelina. Setelah mendengar ini, ia berharap Shelina akan bersemang
Mendengar perkataan Arion, Zahira pun menganggukkan kepalanya. Dia kembali mengejan. Satu kali, dua kali hingga 3 kali, akhirnya terdengar suara bayi memenuhi ruangan. Suaranya benar-benar ngebas dan melengking. "Bisa dipastikan bakal jadi rocker." Dokter yang membantunya berkata dengan tertawa. Bayi perempuan itu benar-benar sangat cantik dengan hidung yang mancung seperti Daddy nya. Sedangkan bibir kecil seperti mommy nya. "Ini tidak mirip dengan dokter Zahira." Dokter itu langsung memberikan penilaian sambil mengamati wajah cantik bayi tersebut."Iya, mirip dengan Daddy nya," kata suster yang satunya. "Ini mirip dokter Zahira." Suster yang sedang membersihkan bayi cantik itu ikut berbicara. "Mirip sekali dengan dokter Zahira," kata dokter anak yang sedang memeriksa detak jantung bayi. Arion dan Zahira tampak kebingungan ketika melihat tim medis yang ribut memperdebatkan masalah anak yang mirip ibu atau mirip ayahnya. "Sebaiknya kalian jangan berkelahi. Kami membuat dan saling
Didalam mobil Sebastian duduk di posisi tengah. Sedangkan Zahira di sebelah kiri dan Zia disebelah kanan. Pria itu tampak kewalahan ketika menghadapi istri, serta istri dari keponakannya. Rambutnya ditarik dari sebelah kanan dan kiri. Hingga dia harus merasakan sakit di kulit kepalanya. Mengapa kedua wanita ini begitu sangat kejam hingga menyiksanya seperti ini. Sebenarnya yang salah siapa, apakah calon anak dan juga calon keponakannya? Sebastian hanya bisa pasrah ketika rambutnya di tarik dari segala arah. Bukan hanya rambut saja yang ditarik Zahira dan Zia, tangan kiri kanan juga menjadi sasaran kesakitan kedua wanita tersebut.Selama perjalanan ke rumah sakit, Sebastian merasakan penderitaan yang luar biasa. Kedua wanita itu yang akan melahirkan, namun dia juga merasakan kesakitan yang tidak kalah hebatnya. Belum lagi Zia yang mengomel karena menganggap ini semua karena ulah Sebastian.Namun rasa kesal di hatinya mendadak hilang ketika melihat wajah Zia yang begitu sangat kesaki
Mpok Siti berlari ke rumah Sebastian tanpa memutuskan sambungan telepon dengan Arion. "Tuan Sebastian!" Empok Siti langsung memanggil Sebastian. "Ada apa mpok." Sebastian tampak sedang panik. Pria itu baru saja keluar dari kamar sambil memapah istrinya."Tuhan Sebastian, Nyonya Zahira sedang kesakitan. Sedangkan Tuan Arion sekarang di rumah sakit. Jika menunggu tuan Arion pulang, takutnya Nyonya Zahira kelamaan menahan sakitnya. Apakah tuan bisa membawa Nyonya Zahira ke rumah sakit." Mpok Siti berkata dengan tergesa-gesa. Tampak jelas bahwa wanita paruh baya itu benar-benar panik dan mencemaskan kondisi majikannya. "Zia juga sedang kesakitan mau melahirkan. Saya juga mau ke rumah sakit. Baiklah sekalian saja saya akan membawa mereka langsung ke rumah sakit," kata Sebastian "Nyonya Zia juga akan melahirkan?" Mpok Siti terkejut ketika mendengar perkataan dari Sebastian. "Iya, Mpok tolong bawakan tas ke mobil." Sebastian menunjuk tas yang sudah disiapkannya."Baik Tuan." Mpok Siti
"Paman, segera temukan orang yang menyiram Sherina dengan air keras. Aku yakin pelakunya sama dengan orang yang menikam Shelina." Arion berkata dengan wajah marah.Meskipun Heru begitu kejam terhadapnya namun ia tidak sepenuhnya membenci Shelina. Rasa sayang terhadap Shelina tidak akan pernah hilang begitu saja.Melihat Shelina sakit hingga tubuhnya kurus seperti ini saja sudah membuat dia sedih. Namun dia tidak bisa berbuat apa-apa karena tidak ada yang mau mendonorkan ginjal untuk gadis malang tersebut."Baik," jawab Alex. Tanpa di perintahkan Arion, ia akan mencari orang itu sampai dapat. "Berikan perawatan terbaik untuk Sherina. Aku ingin dia ditangani oleh dokter kulit terbaik. Begitu juga dengan matanya. Jika perlu kamu boleh mendatangkan dokter dari luar negeri. "Arion berkata sambil memandang Dokter Vandra yang duduk di depannya. "Baiklah, aku memiliki teman yang merupakan dokter terbaik di dunia. Aku akan mengundangnya datang ke sini. Aku yakin dia pasti bersedia untuk memb
Setelah selesai menjenguk sang Papi, Shelina berpindah ke lapas perempuan. Ia di kursi tunggu sambil menunggu kedatangan sang Mami dan juga Kakaknya. Shelina tersenyum ketika melihat Ema dan Alina datang secara bersama. "Mami, Shelin bahwa dimsum." Dengan senyum ceria Shelina memeluk Ema. Setelah seluruh keluarganya ditahan, Shelina kehilangan semangat dalam hidupnya. Ia juga tidak bisa bebas keluar, karena pembencinya yang begitu banyak. Dimanapun Shelina berada, Jika berjumpa dengan masyarakat, pasti langsung di hujat. Tak jarang juga, ia dipukul dan dipermalukan di depan umum. Karena statusnya anak seorang pembunuh. Naman Irwan yang melekat di belakang namanya, membuat Shelina tidak bisa bekerja di manapun. Namun walau seperti kondisinya, Shelina tetap tidak mengeluh dan menyalakan orang tuanya."Wah enak sekali, apa ini Shelin yang masak?" Ema langsung membuka kotak makanan dan mencicipi masakan yang dibawakan Shelina."Iya dong mi," jawab Shelina dengan bangga."Enak sekali k
Shelina tidak kuasa menahan tangisnya ketika melihat berita. Pemberitaan diberitahukan bahwa tanggal eksekusi mati untuk 3 orang terpidana pembunuhan sadis sudah di tetapkan. Tanggal 25 Januari 2025, tiga orang terpidana akan dieksekusi. Terpidana itu adalah Heru Irawan 50 tahun, Ema Sari 47 tahun, Alina Irawan, 25 tahun. Itu artinya hanya satu Minggu lagi. Seharusnya Heru sudah di hukum mati sejak tanggal 10 November 2024. Namun ternyata diundang hingga tanggal 25 Januari. Shelina duduk termenung sambil memandang foto keluarga. Foto ini diambil ketika Alina baru kembali dari Paris. Ia tidak menduga bahwa inilah foto terakhirnya bersama keluarga. Kuat tidak kuat, ia harus tetap menghadapinya dan mencoba untuk iklas menerima kematian orang-orang yang disayanginya dengan cara seperti ini. Mungkin dengan cara kematian seperti ini dosa-dosa mereka dapat sedikit terampuni. Tubuh Shelina semakin lama semakin lemah. Kesehatannya juga semakin memburuk. Seharusnya dia sudah menjalani operasi