Sebastian masih diam dengan mulut yang sedikit terbuka. Begitu banyak pertanyaan yang ada di dalam kepalanya dan tidak sabar ingin menunggu jawaban dari semua pertanyaan tersebut."Bagaimana dengan David, paman?" Arion bertanya sambil memandang wajah pamannya yang masih bengong."Dokter Zahira itu yang mana?" Sebastian bertanya dengan rasa penasarannya."Ya itu Zahira." Arion memandang ke arah kamar yang tadi di masukin Zahira. "Cuma dia bohongin aku Paman. Ngakunya nama dia, Ina." Arion sedikit tersenyum. Kebohongan yang dilakukan Zahira kepadanya tidak membuat pria itu marah, karena dia juga melakukan hal yang sama. Apa yang mereka lakukan, membuat dirinya jadi senyum-senyum sendiri dan merasa lucu. "Jangan bercanda kamu." Sebastian memukul lengan keponakannya cukup keras. "Aduh sakit paman." Arion meringis menahan rasa sakit karena pukulan Sebastian yang tepat sasaran di bagian lukanya."Maaf, aku tidak tahu bagian tubuhmu yang terluka." Sebastian tersenyum canggung."Kalau sep
"Pantas saja, hampir semua pasien menolak ketika aku menjadi dokternya. Mereka tidak yakin dengan kemampuan aku," gumam Zahira.Zahira sangat ingat saat pasien banyak yang menuduh dirinya sebagai siswa SMK jurusan kesehatan yang magang di rumah sakit. Tidak hanya satu kali Zahira menghadapi kemarahan keluarga pasien yang di tanganinya. Keluarga pasien dengan sangat tegas menolaknya dan meminta untuk di ganti dokter yang sudah berpengalaman. "Apa aku kuliah lagi aja ya, ambil spesialis, tapi biayanya besar dan aku belum punya tabungan. Lagian nanti pasien pasti gak percaya lagi. Masak iya umur 26 atau 27 tahun sudah jadi dokter spesialis." Zahira semakin pusing dengan pikirannya sendiri. Sedangkan Arion masih saja berdebat dengan sang paman. "Kau harus pulang bersama dengan aku," Sebastian berkata dengan tegas. Arion sudah tidak bisa menolak. Setelah perdebatan dengan sang Paman akhirnya dia memutuskan untuk pulang hari ini. Begitu banyak permasalahan yang harus diselesaikannya.
Sebastian duduk di kursi kemudi dan memandang Arion yang datang setelah mengambil barang-barang pribadinya. Dilihatnya Arion membuka pintu mobil dan merebahkan kursi di belakang kursi kemudi supir. Senyum mengembang di bibirnya, setelah tahu apa yang akan dilakukan oleh keponakannya tersebut.Arion tersenyum dan meletakkan bantal di bagian kepala kursi yang sudah rebah. Setelah yakin posisi sudah nyaman, dia kemudian lari ke dalam rumah dan masuk ke dalam kamar. Senyum mengembang di bibirnya ketika menatap wajah cantik sang gadis yang sedang tertidur lelap. "Aku berharap setelah nanti bangun, kamu tidak mengamuk." Pria itu tersenyum tipis dan merapikan rambut yang berserak menutupi bagian wajah Zahira. Ditatapnya bibir yang tadi sempat diciumnya. Walaupun hanya sekilas, namun rasa lembut dan manis, masih menempel di bibirnya."Minta 1 kali lagi ya Baby." Arion kembali mencium bibir Zahira dengan sangat lembut tanpa mengganggu tidur si gadis. Dia benar-benar memanfaatkan kesempatan u
"Halo baby kamu sudah bangun." Senyum yang melengkung di bibir yang sedikit tebal dan penuh itu perlahan-lahan mulai hilang ketika melihat Zahira menatapnya dengan penuh kemarahan."Baby aku akan menjelaskan semuanya." Arion berkata dengan gugup dan mencoba untuk menenangkan gadis tersebut."Apa yang telah aku lakukan untuk mu, apa seperti ini balasan yang kau berikan?" Zahira berkata dengan meninggikan suaranya. Tatapan matanya yang tajam, tepat menusuk ke jantung pria yang saat ini berdiri tidak jauh dari tempat tidurnya."Bukan seperti itu baby." Arion berniat untuk menenangkan sang gadis. Jika Zahira sedang marah seperti ini, sudah pasti dia tidak bisa menjelaskan apa-apa Kemarahan Zahira seperti ini yang begitu sangat ditakutinya. Sejak perjalanan pulang ke kediaman mewah milik keluarganya, Arion tidak ada henti-hentinya memikirkan cara untuk membujuk gadis itu, agar tidak marah kepadanya. Pria itu juga tidak ada henti-hentinya berdoa agar Zahira tidak terbangun ketika belum s
Setelah mendengar apa yang dikatakan Arion, Zahira menjadi takut. Tidak di duganya, para pria yang mencari Arion tetap tidak puas. Padahal mereka sudah melihat sendiri bahwa kondisi di rumahnya dalam keadaan kosong. Bahkan Arion sama sekali tidak pernah keluar dari rumah. Keberadaan pria itu benar-benar di sembunyikannya. Tiba-tiba saja Zahira mengingat sesuatu. Arion yang menyadari ketakutan sang gadis. Dengan cepat memeluknya seakan ia ingin menenangkan hati dokter cantik tersebut. "Baby, aku tidak akan membiarkan seorangpun mengganggumu, apalagi sampai menyakitimu. Jadi kamu jangan takut, Aku janji akan bertanggung jawab atas keselamatanmu." Arion berkata dengan wajah serius. Melihat ekspresi wajah Zahira membuat pria itu mencabik kan bibirnya. Tampak jelas bahwa gadis itu tidak percaya dengan apa yang diucapkannya. "Kamu meragukan ku, baby?""Bagaimana aku mau percaya mas, sedangkan mas aja bapak belur kemarin. Bahkan hampir meninggoy karena kehabisan darah." Zahira tersenyum me
Zahira melangkahkan kakinya keluar dari kamar. Sebenarnya, dia masih sangat betah berada di dalam kamar yang begitu sangat besar, bersih dan nyaman tersebut. Namun melihat sikap random Arion, membuat dirinya ingin keluar dari kamar dan menghirup udara segar. Apalagi sejak tadi ada Lily, yang selalu mengamati apa yang mereka lakukan. Meskipun wanita itu menundukkan kepalanya, namun tetap membuat Zahira tidak nyaman. Rasa kagum terhadap istana milik Arion seakan tidak pernah pudar. Selama ini ia hanya melihat rumah yang begitu sangat besar dan mewah di dalam film Hollywood yang menjadi favoritnya. Yang mana terdapat kamar-kamar besar, pintu-pintu besar berwarna hitam dengan dinding berwarna putih tulang dan dikombinasi wallpaper berwarna silver. Sungguh memberikan kesan mewah. Selain terdapat kamar-kamar yang berukuran besar, di ruangan lantai 2 ini juga memiliki tempat santai berupa sofa berkualitas ekspor berwarna hitam, TV berukuran 85 inci menempel di dinding. Lemari hias yang ter
Zahira diam saat memandang Arion. Pria itu sudah bersiap-siap untuk mengantarkannya ke rumah sakit. "Baby kenapa kamu melihatku seperti itu?" Arion bertanya dengan mengerutkan keningnya. Entah mengapa, dia berharap mendapatkan pujian dari gadis bermata bulat tersebut. Zahira diam sejenak kemudian menggelengkan kepalanya. "Apa aku sangat tampan baby, sehingga kamu selalu menatapku?" wajah Arion bersemu merah ketika mengatakan hal tersebut. Memalukan memang, pria yang dianggap sebagai Playboy itu bisa bersikap malu-malu seperti ini di depan gadis belia.Zahira tidak mampu memungkiri bahwa pria itu sangat tampan apalagi saat ini dia memakai jaket kulit berwarna hitam yang membuat penampilannya semakin terlihat macho. Namun bukan itu yang membuat gadis itu menatapnya dengan lekat. "Yang bawa mobil sopir, jadi biar sopir saja yang ngantar aku, mas nggak usah ikut.""Aku harus ikut baby, aku harus mengantarkan mu hingga selamat sampai ke tujuan." Arion tersenyum. Ada rasa kecewa dihat
"Siapa kalian?" David panik saat melihat empat orang pria mendekat kearahnya. Saat ini ia berada di parkiran mobil dan berencana untuk segera pergi meninggalkan perusahaan. Sebelum semuanya terlambat, dia akan melarikan diri. "Ha... Ha ... Anda tidak perlu tahu siapa kami." Pria itu semakin mendekat.David tidak akan tinggal diam. Hanya tinggal selangkah lagi, kakinya akan sampai ke mobilnya yang terparkir. Dalam kondisi seperti ini yang dilakukannya harus tenang dan tetap fokus dengan tujuan untuk bisa masuk ke dalam mobil. Namun sayang langkahnya dihadang oleh pria tersebut."Aku tidak ada urusan dengan kalian, jadi pergilah," geram David. Pria itu tidak mampu menutupi rasa takut dan gugupnya. Urusannya dengan Sebastian dan Johnsen grup sudah selesai. Semua harta miliknya sudah di sita perusahaan. Sebastian juga sudah memintanya untuk pergi. Namun mengapa ada orang yang menghalangi langkahnya. Tiba-tiba saja wajahnya memucat saat memikirkan kemungkinan yang terjadi. Apa ini oran