Suasana hati Shinta awalnya sangat baik. Dia mengira dirinya bisa mendapat Pil Kecantikan setelah bertemu Tirta. Dia ingin melihat sehebat apa khasiat pil itu.Siapa sangka, sebelum dirinya melangkah masuk, dia mendengar Darian hendak menangkap Tirta. Seketika, ekspresinya menjadi masam."Dik. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kamu membawa begitu banyak orang untuk menangkap adik angkatku?" Terdengar suara Saba yang kesal di lobi. Tatapan Saba sontak menjadi tajam."Kalian juga buta ya? Dia menamparku tadi. Aku tentu ingin menangkapnya! Suasana hatiku sedang buruk sekarang! Kusarankan kalian jangan ikut campur! Kalau tahu diri, cepat tinggalkan tempat ini!"Setelah bereaksi dari keterkejutannya, Darian melihat yang berbicara adalah seorang pria tua dan seorang gadis. Mereka seharusnya adalah kakek dan cucu.Darian merasa pria tua itu sangat familier, tetapi dia tidak sempat berpikir terlalu jauh karena sedang marah. Amarah telah berkecamuk di dalam hatinya.Begitu mendengarnya, ekspr
Bukankah tindakan Darian ini jelas menunjukkan bahwa dirinya sudah bosan hidup? Atasan Darian sekalipun belum tentu bisa melindunginya setelah mengetahui masalah ini! Dalam sekejap, tubuh Darian gemetaran. Keringat dingin bercucuran. Para bawahannya juga ketakutan hingga memucat. Tidak ada yang berani bertindak."Ya ampun ... Ternyata Tirta dan Pak Saba adalah saudara angkat .... Tirta ini hebat sekali ...." Irene juga kaget mendengar informasi ini.Sepasang matanya yang indah menatap Tirta lekat-lekat. Jika tidak mendengarnya sendiri, Irene tidak akan percaya bahwa semua ini nyata.Baik itu di ranjang ataupun di kehidupan biasa, Tirta terus memberinya kejutan. Inilah pria yang disukai Irene! Tidak ada tandingannya!Aiko yang berdiri di samping juga tercengang. Pantas saja, uang 6 triliun tidak ada apa-apanya bagi Tirta. Bagaimanapun, Saba adalah kakak angkat Tirta! Aiko tidak bisa percaya ternyata Tirta sehebat ini! Aiko sampai merasa dirinya sangat beruntung karena pernah merasakan b
Dari nada bicara ini, terdengar jelas bahwa Shinta marah besar. Yang diwakili Shinta adalah Keluarga Dinata, salah satu keluarga paling berkuasa di seluruh negeri! Siapa pula yang berani bermusuhan dengan Keluarga Dinata?Namun, Darian yang berdiri di depannya ini justru berani memanfaatkan statusnya untuk merebut kekasih Tirta! Tirta adalah adik angkat kakeknya, tetapi Darian malah bersikap lancang padanya! Darian sama sekali tidak menghargai Keluarga Dinata!Begitu mendengarnya, Darian menyeka keringat dingin di dahinya. Dia membungkuk dan memohon kepada Shinta, "Nona, sebenarnya ... aku tahu aku sudah impulsif. Makanya, aku berani mencari masalah dengan Tirta. Aku minta maaf.""Aku janji nggak bakal mengganggu Tirta dan Irene lagi. Tolong maafkan aku untuk kali ini saja." Usai berbicara, Darian memohon kepada Tirta dan menyanjungnya agar dirinya dimaafkan oleh Tirta. Jika memungkinkan, dia mungkin sudah berlutut di hadapan Tirta."Kakek, gimana menurutmu? tanya Shinta kepada Saba."
Saat ini, Saad, Mauri, Chandra, Budi, dan lainnya segera maju dan memberi hormat kepada Saba. Mereka mempersilakannya untuk duduk. Di aula utama, mereka sudah menyiapkan tempat duduk untuk Saba. Tidak ada tamu yang berani mengganggu."Hehe, oke. Tirta, kamu duduk juga." Saba mengangguk dan tersenyum, lalu mengajak Tirta duduk bersamanya.Setelah Tirta duduk, Shinta menghampirinya dan bertanya, "Kak Tirta, bukannya kamu sudah punya pacar? Apa hubunganmu dengan Bu Irene?"Aiko yang duduk di dekat Tirta mendengar pertanyaan Shinta. Dia sontak memasang telinga untuk menyimak jawaban Tirta."Kami cuma teman biasa. Jangan sembarangan bicara. Nanti aku nggak kasih Pil Kecantikan lho!" ancam Tirta yang mencoba mengelabui Shinta."Huh! Kamu kira aku nggak tahu apa-apa? Dasar playboy! Tenang saja, aku nggak tertarik dengan urusan pribadimu. Cepat kasih aku Pil Kecantikan!" Shinta mencebik dan menjulurkan tangannya."Ketinggalan di ruang privat. Nanti kuambilkan ya?" Tirta menepuk kepalanya."Aku
"Huhu .... Kenapa memangnya kalau kecil?" Shinta memegang kepalanya yang diketuk oleh Tirta, lalu melirik dadanya yang rata. Hatinya seolah-olah terluka karena ucapan Tirta."Bukannya lucu kalau kecil? Kalaupun kecil, nanti bisa tumbuh besar! Kak Tirta, kamu picik sekali! Aku membencimu!" Shinta menangis. Usai berbicara, dia hendak berbalik dan pergi."Jangan bicara omong kosong! Kamu dengar ucapanku tadi nggak? Kamu nggak boleh kasih tahu Kak Irene apa-apa!" ancam Tirta sambil memelotot dan menarik Shinta."Nggak mau! Kamu mengejekku! Aku bakal kasih tahu semua orang! Aku mau seluruh dunia tahu kamu ini playboy! Aku mau kamu menderita untuk seumur hidup!" timpal Shinta dengan kesal sambil membusungkan dadanya.Suara Shinta cukup kuat. Tirta pun ketakutan hingga buru-buru menutup mulutnya dan mengalah. "Sstt! Tutup mulutmu! Kalau kamu teriak lagi, semua orang benaran bakal tahu!""Ya sudah, aku yang salah. Aku minta maaf. Aku nggak seharusnya bicara begitu. Kumohon, jangan sampai ada y
Saat ini, Agatha masih tertidur lelap. Setelah mendengar suara Tirta, dia membuka matanya yang masih mengantuk."Loh ... Tirta, di mana Bu Naura dan lainnya? Kapan mereka keluar? Kenapa kamu nggak membangunkanku?" Agatha memandang ke sekeliling, lalu bangkit dari sofa."Eee ... kulihat kamu tidur sangat nyenyak tadi. Aku nggak tega membangunkanmu," timpal Tirta yang merasa agak bersalah."Hehe. Aku tahu kamu paling menyayangiku. Ayo, kita ke tempat Bu Naura dan lainnya!" Karena merasa senang, Agatha pun mengecup pipi Tirta, lalu menggandeng tangannya.'Cih ....' Shinta menghina Tirta dalam hatinya. Benar-benar tidak tahu malu. Bagaimana bisa Tirta mengelabui para wanita cantik? Dasar pria berengsek!"Loh, siapa adik kecil ini, Tirta?" Setelah mendengar suara, Agatha baru memperhatikan Shinta yang berdiri di depan pintu."Huh! Aku bukan adik kecil! Namaku Shinta! Aku teman Tirta! Aku mau ambil Pil Kecantikan!" jawab Shinta sebelum Tirta bersuara. Kini, dia paling tidak suka mendengar ka
"Hahaha! Sebentar lagi aku bisa pamer!" Shinta tidak bisa menutup mulutnya saat membayangkan dirinya memiliki payudara besar yang bisa berguncang waktu berjalan."Eee ... Tirta, Shinta cuma makan Pil Kecantikan. Kenapa sampai sesenang ini?" Agatha merasa bingung. Dia tidak memahami sikap Shinta yang terlihat berlebihan."Entahlah, mungkin dia nggak pernah melihat benda sehebat itu. Makanya, dia seheboh ini." Tirta menggeleng dan merasa lucu."Huh! Kalian nggak ngerti apa-apa! Cepat, kita pergi makan!" Shinta tersadar dari lamunannya, tetapi tetap tidak bisa menahan senyuman. Kedua tangannya diletakkan di belakang punggung. Dia melompat-lompat dengan girang."Ayo, kita juga pergi makan. Biarkan saja dia." Tirta menggeleng, lalu menggandeng tangan Agatha....."Tirta, kalian tiba tepat waktu. Aku baru mau pergi panggil kalian tadi," ucap Naura sambil bangkit dan tersenyum saat melihat Tirta. Kebetulan, setelah Tirta dan lainnya kembali, semua tamu telah datang dan hidangan sedang disajik
"Jangan sembarangan bicara, Naura. Tirta, nanti malam aku pulang ke ibu kota provinsi. Aku nggak bakal lupa janjiku kok. Nanti kamu cari aku di ibu kota provinsi saja!" Setelah menegur Naura, Aiko berkata dengan serius kepada Tirta."Tenang saja, Kak Aiko. Nggak usah mencemaskan masalah uang. Aku bakal atur semuanya nanti." Tirta mengangguk sambil tersenyum. Kemudian, Naura mengemudikan mobilnya untuk membawa Saad dan Mauri pulang."Kak Agatha, Kak Irene, aku antar kalian pulang ya. Aku juga sudah harus pulang." Tirta berniat membawa kedua wanita itu pulang. Kemudian, dia akan diam-diam pergi ke rumah Irene tanpa sepengetahuan Agatha.Saat ini, Chandra dan Budi tiba-tiba menghampiri. Di dekat mereka, Ada Tabir dan Aaris yang hendak menghadiahkan Tirta kaligrafi. Namun, ketika melihat Chandra menghampiri Tirta, mereka tidak berani mengganggu."Tirta, maaf sudah menyinggungmu waktu itu. Aku benaran nggak tahu kejadiannya. Kalau nggak, aku nggak mungkin mengutus orang untuk menangkapmu."
"Hah? Tapi ... bukannya pagi tadi Tirta bilang kamu pacarnya?" Ekspresi Nia dipenuhi kebingungan."Aku memang pacarnya. Kak Nia, dia ini sangat genit. Pacarnya banyak sekali. Aku dan Nabila cuma salah satunya," jelas Agatha yang menghela napas."Ha?" Nia semakin bingung. Dia tidak mengerti kenapa Tirta masih menggoda wanita lain setelah memiliki pacar secantik Agatha.Yang paling membuatnya bingung adalah Agatha masih bersedia menjadi pacar Tirta, meskipun tahu Tirta punya banyak wanita. Ini sungguh tidak masuk akal.Hanya saja, Nia hanya memikirkan semua ini dalam hati. Dia tidak mengungkapkannya."Tirta, kalau semua pakaian dalam itu untuk pacarmu, lebih baik aku beli yang baru saja." Usai mengatakan itu, Nia menoleh kepada Agatha. "Agatha, ayo temani aku.""Oke," sahut Agatha yang masih merasa cemburu. Setelah turun dari mobil, dia berteriak kepada Tirta, "Hei, setelah kami selesai pilih, kamu baru masuk untuk bayar ya! Setelah aku pulang, kamu langsung cari Nabila saja!""Ya, ya, a
"Bukan masalah, Kak Nia. Nanti kalau ada waktu, aku akan bantu kamu dengan akupunktur. Kali ini, aku akan mengobati penyakitmu sampai ke akarnya. Mungkin setelah diakupunktur, penyakitmu nggak bakal kambuh lagi." Tirta mengangguk."Terima kasih, Tirta," ucap Nia dengan ekspresi penuh syukur. "Tapi, nggak usah terburu-buru kok. Kamu bisa bawa aku ke kota dulu untuk beli barang nggak? Kalaupun pindah ke vilamu, aku nggak mungkin tangan kosong, 'kan?""Aku bawa kamu ke kota besar saja. Barang-barang di kota kecil kurang bagus," sahut Tirta setelah berpikir sejenak."Nggak usah repot-repot. Aku cuma beli barang biasa kok. Ke kota kecil saja sudah bisa. Selain itu, bibit yang kubeli juga di kota kecil. Kita bisa sekalian mampir," ujar Nia sambil menggeleng."Begitu ya. Tirta, kita ke kota kecil saja," ucap Agatha kepada Tirta. "Aku juga sudah lama nggak pergi ke kota kecil. Kebetulan, aku bisa jalan-jalan sama Kak Nia di sana."....Setengah jam kemudian, saat melewati toko lingerie, Nia me
"Apa? Kamu dipukuli sampai cacat?" Ratna terkejut. Kemudian, dia langsung bertanya, "Lalu, uang mahar untukku gimana? Sudah kamu kumpulkan semua, 'kan?""Ma ... masih kurang 200 juta. Datang ke rumahku dulu ya? Antar aku ke rumah sakit ya?" ucap Ammar dengan susah payah."Setelah tanganku dan kakiku sembuh, beri aku sedikit waktu. Aku pasti akan mengumpulkan uang untukmu!""Pergi saja sendiri! Kalau masih kurang 200 juta, untuk apa aku ke rumahmu? Lebih baik uangmu itu untuk pengemis saja!"Tut ... tut .... Ratna langsung mengakhiri panggilan."Ratna ... sialan kamu! Wanita murahan ini cuma pikirin uang! Nanti kalau aku bangkit lagi, aku nggak akan mau menikahinya lagi!" Ammar mengepalkan tangan kirinya yang tidak cedera, lalu memukul lantai dengan marah."Anakku, anakku, gimana keadaanmu?" Saat ini, Samudra siuman dan menggoyangkan kepalanya yang pusing. Kemudian, dia langsung menghampiri Ammar."Ayah ... cepat bawa aku ke rumah sakit! Aku kesakitan sekali!" Ammar berkeringat dingin d
Plak! Plak! Plak! Setelah dipukul berkali-kali, semua gigi Samudra copot. Setelah dia pingsan, Tirta baru melepaskannya.Kemudian, pandangannya tertuju pada Ammar yang merangkak ke sudut dinding. Ammar langsung menjerit sekencang-kencangnya. "Ah! Ah! Kami nggak mau uang itu lagi! Cepat bawa pergi! Kami kembalikan semua!""Kenapa kamu takut sekali?" Tirta tersenyum sinis. "Tenang saja, aku nggak bakal membunuhmu kok. Aku cuma ingin memberimu pelajaran agar kamu nggak ganggu Kak Nia lagi.""Tentunya, aku nggak ingin orang lain tahu tentang kejadian hari ini. Tapi kalau bocor, aku nggak keberatan untuk membuatmu jadi bodoh. Kalau nggak percaya, coba saja!"Setelah mengatakan itu, Tirta membawa karung berisi uang dan keluar dari rumah. Uang ini tidak pantas untuk mereka berdua.Saat Tirta keluar, Agatha dan Nia sedang menunggu di dekat mobil. Setelah ditolong oleh Agatha, Nia sudah kembali normal. Mereka berdua melihat apa yang terjadi di dalam rumah."Tirta, kerja bagus! Orang seperti mer
"Oke. Ayah, ayo kita masuk! Kita lihat dia mau bilang apa!" Ammar langsung bersemangat. Dia melangkah masuk ke rumah. Dalam hatinya, dia merasa sangat bangga.Apa hebatnya punya banyak uang? Memangnya punya Maybach sudah termasuk keren? Pada akhirnya, dia yang memenangkan permainan ini!"Haha. Nak, kamu memang hebat! Kita bakal kaya raya!" Samudra sangat senang. Setelah bangkit dari tanah, dia membawa karung berisi uang itu dan masuk ke dalam rumah."Langsung saja ke intinya. Gimana kamu akan kasih kami uang?" Sambil menahan sakit, Ammar menyalakan sebatang rokok dan merapikan rambutnya."Kasih uang? Kapan aku janji mau kasih uang? Telingamu bermasalah ya? Aku bilang aku mau buat kamu cacat lho!" Tirta menyipitkan mata. Suaranya dingin.Begitu ucapan itu dilontarkan, Tirta langsung meraih lengan Ammar dan mematahkannya dengan kuat! Krek! Terdengar suara retakan tulang! Lengan kanan Ammar sontak patah! Darah mengucur deras, memperlihatkan tulang yang patah."Ah! Ah! Sialan! Kamu main cu
Meskipun uang 3 miliar sudah merupakan jumlah yang sangat besar bagi Samudra dan Ammar yang berasal dari desa, mereka sama sekali tidak puas dan masih menginginkan lebih banyak uang!Nia setidaknya bisa menghasilkan 4 miliar per tahun. Jadi, dalam sepuluh tahun, totalnya akan menjadi 40 miliar! Ketika saat itu tiba, mereka berdua akan menjadi miliarder!Ketika melihat sikap Samudra dan Ammar yang begitu tidak tahu malu, Tirta dan Agatha belum sempat berkata apa-apa, tetapi Nia yang duduk di kursi belakang sudah berteriak dengan marah, "Ayah, Ammar, kalian sebenarnya mau apa sih? Cepat beri jalan, Tirta mau pulang!""Nggak mau!" Ammar mendengus. Karena ompong, pelafalannya menjadi tak jelas. "Hebat kamu, Nia. Pantas saja, kamu keluar pagi-pagi sekali. Ternyata kamu punya hubungan dengan orang kaya dan ingin mencampakkan kami!""Kamu ini ... benaran nggak tahu malu! Asal kamu tahu, jangan kira kamu bisa menyingkirkan kami dengan uang sesedikit itu!""Ke depannya, uang hasil dari kebun bu
Samudra menggenggam gigi-gigi itu di tangannya sambil berbicara dengan penuh semangat."Buset! Tiga miliar! Ayah, kita kaya raya! Suruh ... suruh dia pukul kamu juga! Setelah kamu ompong, kita seharusnya bisa dapat 4 miliar lebih!" ucap Ammar sambil melihat tumpukan gigi itu seolah-olah melihat tumpukan emas."Kamu benar! Oke, bantu aku pegang gigi-gigi ini dulu! Ayah akan menyuruhnya memukulku!" Samudra lantas menyerahkannya kepada Ammar. Setelah menarik napas dalam-dalam, dia menjulurkan kepalanya kepada Tirta."Dik, kamu sudah boleh mulai. Aku nggak bakal melawan sedikit pun!" ucap Samudra dengan serius. Tindakannya ini sungguh menjijikkan!"Sial, ayah dan anak ini benaran nggak tahu malu! Memukulmu cuma bakal mengotori tanganku!" Amarah Tirta semakin berkobar. Dia langsung menendang Samudra tanpa ampun."Asal kalian tahu, aku kemari untuk membela Kak Nia. Uang di sini seharusnya sekitar 3 miliar. Anggap ini uang untuk memutuskan hubungan kalian dengan Kak Nia. Kelak, kalian nggak b
"Ah! Sial! Jangan pukul aku! Pukul ayahku! Ah!" Ammar sama sekali tidak bisa melawan. Tamparan terus datang dari kanan dan kiri. Beberapa giginya telah copot."Ammar, tahan sedikit! Satu gigi senilai 100 juta! Kalau semuanya, berarti kamu bisa dapat uang miliaran!""Kamu bisa kasih mahar dan beli mobil. Setelah itu, tinggal buat gigi emas. Setelah semua gigimu copot, baru giliran Ayah," ucap Samudra yang berhitung dengan serius. Dia membujuk Ammar agar tidak melawan. Bahkan, dia menahan bahu Ammar."Baiklah ...." Ammar hanya bisa mengiakan. Tidak berselang lama, wajahnya bengkak karena terus ditampar. Kesadarannya sampai menurun. Dia tidak punya gigi lagi."Hais ...." Nia hanya bisa menghela napas. Dia awalnya ingin membujuk, tetapi tidak jadi karena melihat sikap ayah dan adiknya yang begitu menjijikkan."Kak Nia, nggak usah merasa kasihan pada mereka. Mereka nggak menganggapmu sebagai keluarga. Kamu juga nggak usah anggap mereka keluarga. Biarkan Tirta menghajar mereka sampai setenga
"Ayah, lihat uang tunai di mobil itu!" seru Ammar menunjuk tumpukan uang di dalam mobil dengan penuh semangat."Aku rasa paling sedikit ada 1 triliun. Kita setidaknya butuh 6 triliun untuk membeli mobil ini! Bocah ini terlalu kaya, mungkin dia anak orang kaya dari kota! Kok kakakku bisa pulang sama dia?""Kamu ayah Nia, Samudra?" Sebelum Ammar sempat bertanya lebih lanjut, Tirta sudah melangkah maju dan bertanya dengan dingin."Ya, aku Samudra. Siapa kamu?" Karena Ammar mengatakan Tirta sangat kaya, Samudra buru-buru maju sambil tersenyum lebar."Hehe, siapa aku? Sampah sepertimu nggak pantas tahu siapa aku!" cemooh Tirta. Saat berikutnya, terdengar suara keras. Tirta menampar wajah tua Samudra hingga beberapa giginya copot!"Kalau nggak punya uang untuk menikahkan anakmu, ya jangan menikah! Kamu malah ingin pakai uang Nia sebagai mas kawin anakmu! Sekarang kamu bahkan ingin menyuruh Nia pinjam uang?""Apa kamu masih pantas disebut ayah? Apa kamu tahu itu sama saja dengan menyuruh Nia